THE TЯICKSTER AND THE PRINCE

Author: Kai
Rating: G for this chapter
Genre: General (for this chapter)
Pairing: Humm, menyingggung SanaYuki, tapi bukan pairing utama.
Disclaimer: Tennis no Oujisama bukan milik saia

Chapter 5

Chapter 5: When the Trickster Meet The Prince

Aku masih ingat dengan jelas, pertama kali aku masuk ke ruangan kakekku saat aku berusia lima tahun dan melihat sebuah lukisan kuno di dindingnya. Dalam lukisan itu, tergambar seorang wanita cantik berambut panjang yang memegang sebuah pedang yang berlumuran darah. Pertama kali melihatnya, aku merasa takut. Takut pada senyum lembut si wanita dan takut pada tatapan matanya yang tajam. Namun, aku tidak bisa melupakan lukisan itu. Karena itu, kemudian aku bertanya perihal lukisan tersebut pada kakekku. Kakekku tersenyum dengan senyum khasnya. Ia tidak menjawab pertanyaanku, namun malah balik bertanya padaku,

"Bagaimana pendapatmu tentang lukisan ini, Genichirou?"

Aku ingat, saat itu aku terdiam, dan dalam campuran rasa takut dan penasaran, aku kembali menatap lekat-lekat pada lukisan. "Seorang wanita...," jawabku ragu, "yang ikut berperang. Ia telah banyak mengalahkan musuhnya dengan pedangnya, namun sepertinya, wajahnya terlihat sedih. Sepertinya, ia sendiri tidak mau ikut dalam perang tesebut..." jawabku polos.

Aku ingat, kakekku tertawa mendengar jawabanku tersebut. Ia membelai lembut kepalaku. "Mungkin pendapatmu ada benarnya juga," katanya di sela tawanya.

Kakekku bersikeras tidak ingin memberitahuku apapun soal lukisan tersebut, kecuali judulnya, 'Ashura'. Ia bilang, kalau aku benar-benar ingin tahu, aku harus mencari tahu sendiri, apa makna dari 'Ashura' itu.

Tentu saja bagi anak berusia lima tahun, itu bukan hal yang mudah. Aku mencoba membuka banyak buku-buku yang tidak kumengerti cara bacanya, namun nihil. Yang kuingat, sejak saat itu aku tak pernah bisa melewatkan kesempatan untuk bertemu sang 'Ashura' setiap kali aku berkunjung ke rumah kakek. Aku tidak akan bosan-bosan memandang lukisan itu lekat-lekat, terhipnotis oleh kecantikannya yang memikat.

Namun suatu hari, beberapa minggu sebelum kematian kakek, aku menyadari lukisan itu tidak ada di tempatnya. Saat aku bertanya pada kakek, apa yang terjadi pada lukisan tersebut, kakekku tetap tidak menjawab dengan senyum misteriusnya, dan mengatakan aku tidak boleh melihat 'Ashura' lagi, atau aku akan terjerat oleh 'racun' yang ditebarkannya.

Tapi tentu saja aku tidak bisa mengerti sedikitpun apa makna dari kata-kata kakekku tersebut.

Namun sekarang, aku sudah paham maksud almarhum kakek tersebut. 'Ashura' bukanlah seorang wanita. Ia adalah seorang dewi perang yang tangguh.

Tapi, tidak ada sedikitpun maksudku mengatakan Yukimura terlihat seperti seseorang yang cocok dengan image perang. Bagiku, Yukimura seperti 'Ashura' yang kulihat sewaktu masih kecil, tanpa mengetahui siapa dan apa dirinya, terpesona oleh kecantikannya yang memikat.

Aku sudah terjerat oleh 'racun'nya.

kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

Suatu hari, Yukimura bertanya padaku klub apa yang akan kumasuki. Aku hendak menjawab 'klub kendo', tapi bibirku tidak ingin bergerak. Aku terkejut, karena kemudian yang keluar dari bibirku adalah:

"klub tenis."

Aku tidak tahu kenapa aku malah menjawab seperti itu. Ya, aku tahu, Yukimura pasti akan masuk ke klub tenis, begitu juga dengan Yanagi. Tapi, kenapa aku malah menjawab seperti itu?

Saat mendengar jawabanku, Yukimura tersenyum dengan senyum yang terlihat begitu gembira, dan berkata, "Wah, sama denganku! Syukurlah! Kudengar Yanagi juga akan masuk klub tenis, itu artinya kita bertiga juga akan bersama-sama di klub, ya, Sanada."

Aku tidak tahu kenapa aku malah mengatakan aku akan masuk ke klub tenis, dibandingkan klub kendo yang sangat kusukai. Tapi saat melihat senyum Yukimura, kebimbanganku hilang. Ini pasti takdirku. Aku ingin bersamanya lebih lama. Melihat senyumnya lebih lama. Aku pun menjawab senyumnya dengan perasaan gugup, dan menjawab, "ya, benar."

Akhirnya, aku, Yukimura dan Yanagi mendaftar ke klub tenis bersama-sama. Yukimura terlihat sedikit lebih ceria daripada biasanya. Mungkin tidak ada yang menyadarinya kecuali aku, dan mungkin Yanagi soal hal itu, tapi aku bisa melihat sedikit perbedaan dalam sikapnya.

"Nee, hari ini, aku akan mentraktir kalian," kata Yukimura padaku dan Yanagi sepulang sekolah. "Eh? Dalam rangka apa?" tanyaku heran, tidak mengerti dengan sikap Yukimura yang tiba-tiba.

"Untuk merayakan masuknya kita bertiga ke klub tenis! Dengan begitu, kita bertiga bisa bersama-sama terus, bukan?" jawabnya simple, senyum ramah yang biasanya terbesit di bibirnya. Yanagi hanya tersenyum dan mengangguk, dan aku pun membalas senyumnya. Benar kan? Rupanya, pilihanku dalam memilih klub tenis tidak salah...

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

"Yooo, Yukimura Seiichi, kan?"

Seorang anak laki-laki berambut silver tiba-tiba menghampiri kami keesokan harinya dengan senyum arogan di bibirnya, saat kami sedang menuju klub tenis untuk memulai latihan. Di belakangnya, anak laki-laki berambut coklat keunguan mengikutinya, wajahnya tidak menunjukan ekspresi yang berarti, hanya mengawasi apa yang akan dilakukan oleh temannya.

"Iya, benar, ada perlu apa ya?" Yukimura menjawabnya dengan senyum ramah seperti biasa. Anak laki-laki berambut silver itu mengerutkan keningnya, dan menatap tajam pada Yukimura. "Mou, jadi kamu tidak ingat padaku, ya, Yukimura Seiichi?" renggutnya. Di sampingku, Yanagi tertawa kecil. "Diam kau di situ, Yanagi," gerutu anak laki-laki itu.

"Kau kenal orang ini, Yanagi?" tanya Yukimura lembut pada Yanagi. Namun sebelum Yanagi menjawab, anak laki-laki itu menyela. "Namaku Niou Masaharu, dari kelas 1-3. Mulai dari hari ini, kau harus ingat itu baik-baik," jawab anak itu dengan seringai di bibirnya. Yukimura tetap tersenyum ramah, dan bertanya, "kenapa aku harus mengingatnya?"

"Pfft!" Yanagi tertawa tertahan, dan anak laki-laki bernama Niou barusan menatapnya lagi. "Yaah, mungkin aku tidak seterkenal kamu," ujarnya kering, masih menatap Yukimura dengan tajam, "Tapi kau harus ingat, bahwa aku adalah laki-laki yang akan mengalahkanmu!"

"Kau---" aku sedikit emosi, dan hampir membalas kata-katanya, hingga kemudian Yukimura menahanku dengan merentangkan satu tangan ke arahku. Senyum tidak lepas dari bibirnya, dan membalas dengan ramah, "Kalau begitu, aku tunggu saat iti, Niou," gumamnya tenang.

"Ayo pergi, Sanada, Yanagi," Yukimura memberi kami isyarat untuk menuju ruang ganti. Aku melempar pandang sekilas pada sosok pemuda berambut perak bernama Niou itu--- yang terlihat masih belum puas, namun aku memutuskan untuk mengikuti Yukimura.

Saat itu, aku sedikitpun tidak merasakan firasat apapun. Rupanya, feelingku memang tidak kuat.

TBC

Hahaha. ;;liat tanggal terakhir post;; Maan, uda 5 bulan OTL maaaap nunggu lama (anda hasilnya ga memuaskan! ;A;) aku benar-benar uda ilang feeling lanjutin fanfic ini. Aku terlalu asyik main RP di RPF (Shiroi Gakuin) dan semua projectku yang lain terbengkalai! (Fanfic ini kutulis waktu lagi stuck sama RP btw ;;geplaked;;)

Like usual, R&R. Walaupun aku ngga harap banyak dari chapter ini, hahaha.

Doain saya bakal rajin ya ;A;

Love you all, my readeeeeers! TTwTT