Disclaimer: Nah, Naruto bukan punya Aria.

Rating: M

Pairing: SasuNaru

Warning: Yaoi. AU. Angst.

A/N : Fic pertama Aria, bener2 pertama, soalnya cerita ni remake dari cerita yang Aria bikin pas SMP… jadi maap kalo rada kacrut. Format chapter ini saya edit sedikit...haha...versi sebelumnya terlalu berantakan..

Anyway, enjoy...


Spiral Labyrinth

Chapter 1 : Once Upon A Time

by: Arialieur



"Hmm...kau sangat cantik, Naruto." bayangan itu mengulurkan tangannya, yang segera ditepis oleh Naruto.

"Aku bukan perempuan. Menyingkir dariku!"

"Ck, jangan berpura-pura, aku tahu kau menginginkan ini." bayangan itu semakin mendekat, kini tangannya membelai pipi Naruto. Rasa takut menyelimuti Naruto, seperti sebuah kegelapan yang tak berujung. Ia menggeleng, lalu melangkah mundur, berharap bisa menghilang seketika dari tempat itu. "...tidak...jangan..." bisiknya pelan, hampir tanpa suara. Perasaannya kini campur aduk, antara takut dan jijik kepada seseorang di hadapannya itu. Bayangan itu kini menahan Naruto, terperangkap di antara dinding dan seseorang yang paling dibencinya. "...lepaskan..." ia memberontak. Lemah, sangat lemah dibandingkan orang itu, yang kini memerangkap pergelangan tangan Naruto di atas kepalanya. "Dan beri aku alasan, kenapa aku harus melakukan itu, hm, manis?" bisik orang itu di telinga Naruto, suara yang dingin dan tanpa belas kasihan itu membuat bulu kuduk Naruto berdiri.

"Minggir!" Naruto meludahi bayangan itu, yang hanya tersenyum melihat reaksi bocah pirang itu. Mata Naruto membelalak. Dia. Tersenyum. Bayangan itu tersenyum. Maniak. "Kau akan menyesali hal itu, sayangku." kata-kata itu diucapkan dengan nada manis. Memuakkan.

Bayangan itu mencondongkan tubuhnya, dan mencium paksa bibir Naruto. Dalam. Dan Naruto merasa mual karenanya. Sebelah tangan orang itu yang bebas, mulai menelusuri bagian dalam pakaian Naruto, lalu turun, terus turun. Terkejut, Naruto menggigit lidah yang sedang menelusuri mulutnya itu keras-keras, membuat orang yang bersangkutan memekik pelan. "Dasar bocah sial!" bayangan itu memukul wajah Naruto, keras, hingga tubuhnya terhempas ke lantai. "Kau akan membayar untuk ini, Naruto."

Memuakkan. Memuakkan. Memuakkan. Hanya itu yang ada di pikiran Naruto saat bayangan itu merobek pakaiannya. Ia hanya menatap dengan mata nanar saat pakaian hitam itu teronggok di sudut ruangan, meninggalkannya dalam keadaan rapuh, dan dibawah belas kasihan iblis di hadapannya. Ya, iblis. Membusuklah di neraka! jerit Naruto dalam hati saat ia merasakan sesuatu memasuki daerah yang tidak seharusnya dimasuki benda, apalagi milik iblis ini. Membusuklah di neraka! dijeritkannya dalam hati, diantara air mata yang mengalir deras, seolah-olah itu adalah mantra. Mantra. Mantra untuk menghapus keputusasaannya. Mengutuk iblis ini. Saat ia mencoba membuka mata, Naruto terkejut karena ia lihat bukanlah iblis tadi, melainkan wajah cantik seorang wanita berambut merah, yang tersenyum, membentangkan tangannya seolah-olah ingin memeluknya erat. "...okaa-san..."

Dan kegelapan kembali menyelimutinya.


Naruto membuka matanya lebar-lebar. Dadanya naik-turun karena nafas yang tidak beraturan. Keringat membanjiri tubuhnya, membasahi piyama yang sedang ia kenakan. Saat mencoba untuk duduk, kepalanya diserang rasa sakit yang menusuk, sementara kegelapan di sekitarnya sama sekali tidak membuatnya merasa lebih baik. Sialan, pikirnya. Ia hanya terdiam di tempat, mencoba mengenali ruangan di sekelilingnya. Tak lama, Naruto menghela nafas, lega. Ia mengenali tempat ini, kamar di apartemen yang menjadi tempat tinggalnya selama 2 tahun terakhir. Aman. Tempat ini aman. Jauh dari iblis itu dan ular-ularnya. Bukannya dia masih hidup, tapi bukan tidak mungkin iblis seperti dia bangkit dari neraka. Yah, bukannya kehidupan Naruto sekarang juga berbeda jauh dengan neraka itu. Dengan kaki bergetar, ia menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka. Dalam perjalanannya, Naruto sempat melirik sekilas ke arah jam dinding. Jam 3 pagi. Bagus sekali, tidak mungkin aku bisa tidur lagi setelah mimpi sialan itu. Brengsek. Kenapa sekarang mimpi itu muncul lagi, setelah setelah sekian lama. Naruto membasuh wajahnya dengan air dingin beberapa kali, lalu mematikan keran. Mungkin karena 'hal itu', kata suara kecil dalam kepalanya, yang segera ia abaikan. Ia mengambil handuk kecil di sampingnya untuk mengelap muka. Pergerakannya terhenti saat matanya menangkap sesuatu di cermin. Bayangannya sendiri.

Rambut pirang yang dipotong pendek, dan terlihat berantakan. Tidak hanya saat bangun tidur, sebenarnya, setiap saat seolah rambutnya itu menolak untuk dijinakkan, selalu mencuat ke berbagai arah. Saat ini rambutnya melekat erat ke dahi dan tengkuknya, basah oleh keringat, membuatnya tidak nyaman. Naruto membasahi tangannya dengan sedikit air, untuk diusapkan ke rambutnya. Merasa lebih baik, tangan Naruto beralih menyentuh wajahnya. Kulit yang kecoklatan, akibat berada di bawah matahari terlalu lama. Ya, ia sangat suka berpanas-panas di bawah matahari, membuatnya merasa aman, jauh dari kegelapan yang mengintai di setiap sudut. Mengundangnya untuk mendekat, lalu menelan jiwanya bulat-bulat, meninggalkan seonggok tubuh kosong. Seperti pakaian hitamku, pikirnya sedih. Naruto menggelengkan kepala, mencoba mengusir segala ingatan tidak menyenangkan. Jari-jari panjang itu kini beralih ke goresan di pipinya. Sebuah peringatan, pikirnya. Agar aku tidak lagi tenggelam dalam kelemahan, peringatan atas kejadian malam itu, juga... Kembali ia memandangi enam goresan di wajahnya -tiga di setiap pipi- dan tersenyum. Betapa manisnya pembalasan.

Terakhir, ia melihat matanya. Lama. Matanya yang biru, sebiru langit cerah di pagi hari. Begitu bening, pikirnya. Mata ini adalah kutukan, menarik semua orang mendekat dengan kedamaian semu. Keramahan, persahabatan, cinta, semua bisa ia berikan. Palsu, tentunya. Mata biru ini menipu mereka, dengan sorotnya yang polos, ia bisa menjadi apapun. Kekasih yang baik, sahabat yang pengertian, murid yang dibanggakan, apapun. Tapi kutukan ini juga menjadi tamengnya, melindungi hatinya -itu juga kalau dia masih punya hati. Ironis. Tiba-tiba ia merasa ingin tertawa. Tertawa sampai paru-parunya kehabisan stok udara dan menuntutnya untuk bernafas. Tertawa sampai lelah. Pelan, ia berlutut di lantai kamar mandi, dan berbaring di sana. Tak diperdulikannya lantai yang dingin menusuk. Tak ada lagi yang ia pedulikan. Tak perlu, karena kegelapan sudah menelannya. Mulai hari ini, Naruto Uzumaki telah mati.


TING TONG. Suara bel menggema di seluruh apartemen Naruto. Yang bersangkutan sendiri, setelah mencoba mengosongkan pikiran, baru berhasil tidur jam 5 pagi, dan suara bel ini jelas-jelas tidak berefek bagus pada sakit kepalanya.

TING TONG. Suara itu kembali terdengar. Dengan berbagai caci maki yang menyaingi kebun binatang, ia bisa dibilang menyeret kakinya menuju wastafel untuk mencuci muka. Siapapun yang datang tidak akan dia temui dalam keadaan kacau seperti ini. Tak ada seorang pun boleh melihatnya sepeti ini.

TING TONG TING TONG. Lagi-lagi bel berbunyi. Siapa pun pelakunya terlihat sudah tidak sabar untuk menunggu lebih lama lagi. Naruto menuju pintu depan sambil merapikan rambutnya -tanpa hasil-, lalu berteriak. "Oke, oke, aku buka. Sialan, sabar sedikit dong, Ino!Kau pikir ini jam berapa, dasar breng...". Kalimatnya terhenti sampai disana, karena yang ada di hadapannya bukanlah Ino, tapi seorang pria yang mengenakan setelan jas dan dasi biru tua. Kulitnya pucat, dan rambutnya -apa itu pantat ayam?- berwarna hitam kelam. Tubuhnya tegap dan berisi -tipe orang yang rajin berolahraga- dan lebih tinggi dari Naruto. Sedikit, ia meyakinkan dirinya, walaupun setidaknya perbedaan tinggi mereka mencapai 5 cm. Tapi yang paling menarik perhatian Naruto adalah matanya -hitam- sangat serasi dengan kulitnya yang pucat. Mata itu membuatnya seolah tenggelam, dan kakinya seperti kehilangan kekuatan. Faktanya, pria di hadapannya sangat tampan. Sangat, sangat tampan. Hey, apa yang dilakukan pria setampan dia di pintu apartemenku pagi-pagi begini? Katakan sesuatu, ayo, Naruto!Katakan sesuatu! "Erm..." kata Naruto, masih memandangi pria itu. "...kau bukan Ino." katanya dalam keterpanaan. Tentu saja, bodoh! otak Naruto berteriak frustasi.

Sudut bibir pria itu terangkat sedikit. Eh, apa dia mencoba tersenyum?kalau ya, berarti usahanya itu gagal total. "Bagus, setelah kau berhenti meneteskan liur karena melihatku, akhirnya kau menyadari bahwa aku bukan Ino. Sekedar pemberitahuan, ini sudah jam 10. Sangat cerdas, dobe" suaranya dalam, dan Naruto suka itu. Sarkastis memang, pria ini. Dan dia baru saja memanggilmu dobe, kata suara kecil dalam kepalanya. Apa? Sial! "Heh, teme! Aku bahkan tidak mengenalmu! Enak saja kau tiba-tiba muncul -entah dari mana- dan mengejekku seperti itu! Dasar brengsek!" Naruto berusaha menutup pintu, tapi ditahan oleh pria itu. Cih, dia menyebalkan!pikir Naruto. Dan tampan, sialan!

"Apa urusanmu sebenarnya, teme?" Naruto menatap tajam, berusaha memberi tatapan mengancam. Tidak berhasil, tentunya. Dan ke-biseksualan-nya jelas tidak menolong sama sekali saat menghadapi pria semacam ini.

Pria itu hanya menatapnya, sampai akhirnya bicara. "Uchiha Sasuke, penyelidik dari kepolisian." dia mengeluarkan lencananya, beserta sebuah surat, dan menyodorkan nya ke wajah Naruto. "Ini surat penangkapan untukmu. Ikutlah dengan tenang dan jangan melakukan perlawanan."

"HAH?" Naruto masih tercengang saat pria itu memborgol kedua tangannya dan memasukkan Naruto ke dalam mobil polisi.


Perjalanan menuju kantor polisi terasa sangat singkat. Terlalu singkat, malah, bagi Naruto. Pria di sebelahnya -siapa tadi namanya? Uchi... Uchi... wa? Uchiwa?- bisa dibilang menyeret Naruto keluar dari mobil hitam-putih itu. Suara sirene-nya berbunyi nyaring, seolah mengejek seorang blonde muda berpiyama yang mulai melemparkan makian-makian terhadap cara polisi itu menariknya melewati koridor. "Pelan-pelan dong, brengsek! Apa kau tidak pernah diajari sopan santun? Kau tidak bisa membawaku begitu saja, AKU MAU PENGACARAKU!! Hey, apa yang kau lakukan, sia...MMMPHH!" teriakan Naruto terhenti seketika saat Sasuke menyumpalkan sebuah saputangan ke dalam mulutnya. "Kau terlalu berisik." katanya, tetap dengan nada dingin. "Mmmmphh mmmph mmmph!!" ("Lepaskan aku, brengsekkkkkk!!") Naruto berusaha menjauhkan kedua tangannya -yang terborgol- dari jangkauan Sasuke, tentu saja tanpa hasil. Sepenuh hati, Naruto memelototi belakang kepala Sasuke, berharap bisa mengebor sebuah lubang disana. Tampan atau tidak, orang ini benar-benar menyebalkan!

Beberapa orang memandang heran ke arah Naruto. Tentu saja, tidak setiap hari ada seorang blonde -tampan, Naruto menambahkan- diseret oleh seorang reserse -yang juga tampan- dalam keadaan BERANTAKAN, TERBORGOL, DAN DISUMPAL MULUTNYA. Ramah sekali cara penerimaan polisi disini. Dan apa-apaan penangkapan ini? pikir Naruto kesal. Memangnya mereka boleh begitu saja datang ke rumah dan langsung menangkap orang tanpa bilang apa-apa?

Kedua orang itu berbelok di ujung koridor, hanya untuk menemukan sebuah pintu bercat cokelat. Sasuke tersenyum sinis, lalu membuka pintu itu dan mendorong Naruto masuk. Ruangan itu sederhana, dengan dinding dicat polos. Isinya pun hanya sebuah meja, dengan sebuah lampu di atasnya, dan dua buah kursi. Selebihnya, kosong. Naruto melihat sekeliling. Di salah satu sisi ruangan terdapat sebuah kaca besar. Kaca satu arah, pikir Naruto.

Jadi di baliknya ada orang-orang yang mengawasiku, eh? Apa mimpiku belum selesai dan sekarang menyambung ke salah satu adegan film Batman dimana orang-orang menginterogasi Joker? Sialan, apa nanti mereka akan mengecat wajahku dan membiarkan Batman menghajarku sampai setengah mati? Perasaanku jadi tidak enak, ayo pikirkan hal lain, seperti Paris Hilton melakukan lap-dance di kursi depan sana!

Sebuah dorongan membuat Naruto tersadar dari lamunannya, membuatnya jatuh terduduk di salah satu kursi. Dilihatnya Sasuke ikut duduk di kursi lain yang tersisa. Dalam hati Naruto tersenyum. Biarpun bukan Paris Hilton, tapi jelas yang ini juga seksi. Hmm... jangan-jangan dia mau melakukan lap-dance?wooowww... Dari luar, orang tidak akan menyangka apa yang dipikirkan seorang Naruto Uzumaki, yang -terlepas dari fantasi anehnya- sedang menatap tajam ke arah sang interogator, Uchiwa Sasuke. Naruto punya perasaan aneh kalau orang di depannya tahu apa yang dia pikirkan, dia bisa berakhir sebagai korban mutilasi di Sungai Mississipi.

"Apa kau bisa diam sekarang?" tanya Sasuke, tetap dengan nada dingin. Naruto memasang tatapan segalak mungkin, tetapi badannya sudah tidak memberontak lagi seperti tadi. Tangan Sasuke terulur, kemudian mencabut saputangannya dari mulut Naruto.

"Feh! Mulutku tidak enak rasanya. Kapan terakhir kali kau mencuci saputangan itu?" Naruto mulai mengomel, tapi segera berhenti saat Sasuke mengeluarkan pandangan diam-atau-kusumpal-lagi-mulutmu. "He, ehm..ehm...oke, , jadi kenapa..."

"Uchiha." Sasuke memotong kata-kata Naruto.

"Heh?Apa?" tanya Naruto bingung.

Sasuke mendelik. "Namaku Uchiha."

Naruto cuma bisa ketawa canggung, "O...oh, begitu ya. Ha... ha... ha...Well, yah. Baiklah, maaf kalau tadi salah. Jadi, kenapa aku sampai ditangkap segala?Seingatku terakhir kali aku melanggar hukum adalah saat aku minum alkohol di perayaan kemenangan timku. Dan sumpah, aku cuma minum satu botol, dan aku tidak menyetir! Ya ampun, masa anda mau menangkapku sih?Aku cuma remaja biasa-biasa saja berumur 17 tahun yang ingin bersenang-senang!"

Pria itu cuma memasang wajah dingin, seperti biasa. Sekarang aku mengerti apa yang dimaksud dengan stoic, komentar Naruto. Dalam hati, tentunya.

"Kau benar-benar idiot, atau apa?"

Naruto berdiri dari kursinya, kali ini benar-benar marah. "Hey! kau tidak bisa menghinaku sembarangan, Pak Polisi!Berhentilah bermain-main dan katakan apa tuduhan terhadapku sampai aku ditangkap begini? Aku tidak punya waktu seharian, tahu! Kalau tidak muncul di sekolah dan di tempat kerja, bisa-bisa Ino mencariku ke rumah. Anak itu kan khawatiran orangnya!"

"Ini ada hubungannya dengan Nona Yamanaka Ino." kata Sasuke, sekarang menyilangkan tangannya di dada. Dengan santai ia bersandar di kursinya.

Naruto pucat. "Ino? Dia tidak apa-apa kan?Jangan bilang ada sesuatu yang buruk terjadi padanya! Apa dia menyetir sambil mabuk?tidak mungkin, Ino tidak pernah minum. Apa dia diculik? Atau lebih parah, jangan-jangan dia kecelakaan? Di rumah sakit mana? Aku mau menemuinya!"

"Diam, dobe!" suara Sasuke meninggi. Tidak suka dengan orang yang banyak omong, eh? Dalam hati Naruto tersenyum sinis. "Tapi dia kenapa?" suara Naruto kini terdengar memohon.

Sasuke menatapnya tajam, lalu berkata "Yang terjadi lebih buruk. Persiapkan dirimu."

Aku tahu.

Naruto terdiam. Kini matanya terpaku pada mata Sasuke. Berusaha mencari jawaban.

"Dia... Yamanaka Ino, semalam ditemukan meninggal. Dibunuh, tepatnya"

"A...apa?" suara Naruto tercekat di tenggorokannya.

Terlalu cepat ditemukan, ini tidak bagus.

"Tapi...tapi..." Naruto tergagap.

"Dari keterangan yang kami miliki, kau adalah salah satu orang yang paling dekat dengan Yamanaka Ino."

Tidak masalah, alibiku sempurna.

"Di hari terakhir sebelum kematiannya, kau terlihat sedang bersama korban."

Sudah, katakan saja.

"Naruto Uzumaki, kau adalah salah satu tersangka pembunuh Yamanaka Ino."

Salah satu, tentu saja ada orang lain yang kalian curigai.

"Jadi, di mana kau berada saat kejadian?"

Bersama korban, tentu saja. Aku heran, sekarang siapa yang bodoh. Tapi sekali lagi, aktingku sempurna.

Naruto jatuh terduduk dari posisinya semula, kali ini di atas lantai. Bola matanya bergerak-gerak, seolah-olah mengharapkan seseorang tiba-tiba muncul dan berteriak, 'kejutan!', tapi tanpa hasil. Butiran air mata mulai membasahi pipinya, kemudian ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia menangis, tanpa suara. Tapi semua orang bisa melihat bahunya yang bergetar hebat, dan isakan yang sesekali luput dari pendengaran.

Saat tangisannya berhenti, yang terasa seperti berjam-jam kemudian, Sasuke melihat Naruto mendongak perlahan ke arahnya, dan Sasuke merasa nafasnya tercekat. Mata biru yang indah itu, yang sebelumnya begitu penuh kehidupan, kini begitu kosong. Seolah-olah sudah mati.

Aktingku sempurna ... benarkah?

"Dobe..."

...benarkah?...

TBC



Chapter 1... repost tanpa banyak perubahan... Cuma sedikit merapikan saja... Buat perbandingan, hehe...

Review menceriakan hariku~