Akhirnya, melalui proses yang panjaaaaaang dan membuatku capek dan pusing, fic pertamaku ini kelar juga. Baca, mengerti, hayati, n jangan lupa REVIEW ya...


Di markas Akatsuki...

Kakuzu, si Rentenir yang juga merangkap sebagai bendahara Akatsuki lagi BT. Hal ini dikarenakan target bulanannya (you know it!!) ga' terpenuhi. Benar-benar deh si Gila Duit satu ini. Udah kakek-kakek juga masih mikirin uang aja. (Bener kan? Hokage pertama aja pernah dilawannya, pasti kakek-kakek deh!) -- DUAKK! -- Author ditendang ama rente... eh Kakuzu.

Para anggota Akatsuki yang lain cuma diam saat Kakuzu, ribut-ribut, ceramah, pidato, provokasi, entah apa sebutan yang cocok untuk kemarahan Kakuzu saat itu yang dipenuhi dengan makian dan kata 'uang' yang silih berganti. Gara-garanya cuma karena mereka tidak memenuhi apa yang disebut sebagai 'target bulanan' oleh Kakuzu. Yah, anggota Akatsuki lain selain Kakuzu, terutama Hidan, kan ga' begitu mikirin uang. Mereka lebih tertarik untuk membunuh! Tapi walau jago membunuh, mereka tidak berani membantah omongan Kakuzu, bahkan yang ter-ngawur sekalipun. Bukannya apa-apa, tapi mereka takut kalo ngebantah ntar utang mereka yang udah bejibun itu bakal ditambahin lagi bunganya ama si Rentenir (utang yang dulu-dulu aja belum dibalikin tuh).

Tiba-tiba, tanpa disangka-sangka, selembar kertas yang tidak diketahui asal-usulnya terbang di depan mereka semua dan 'mendarat' di mukanya Kakuzu (bayangin aja iklan As yang bicara 2 menit gratis 3 menit itu lho...). Yang lainnya cuma bisa terdiam (ya iyalah!) sambil bertanya-tanya bagaimana reaksi Kakuzu. Yang disebut belakangan udah mulai mengeluarkan aura membunuhnya, yang bikin anggota lain siaga. Yah, Kakuzu kan suka hilang kendali kalo dah marah, siapapun bisa terbunuh.

"Kakuzu, sabar... orang sabar disayang Dewa Jashin..." kata Hidan, soulmatenya Kakuzu yang emang religius banget.

"Bukannya yang bener disayang Tuhan ya?" sahut Itachi.

"Tuhanku itu Dewa Jashin, geblek!" sahut Hidan emosi.

"Enak aja, kamu ngomong..." Itachi ikut emosi juga

Perang mulut antara Itachi dan Hidan, yang terlalu boros kalo ditulis di sini, pun berlanjut tanpa anggota lain peduli – bosan melerai mereka, entar diulang lagi – dasar anak-anak.

"Kha ha ha ha ha," suara tawa itulah yang menghentikan Hidan dan Itachi, suara tawa milik si Rentenir yang untuk beberapa waktu yang lalu terlupakan...

"Kakuzu, kamu baik-baik aja kan?" tanya Hidan, yang langsung menghentikan ocehannya tentang Dewa Jashin pada Itachi, khawatir pada soulmatenya itu.

"Dia jadi gila ya?" tanya Deidara, entah pada siapa.

"Waduh, mesti hubungi RSJ dong?" sahut Sasori polos.

"Bener juga tuh. Hidan, kamu kan temen baiknya, jadi kamu aja yang nganterin Kakuzu ke RSJ ya!" kata Itachi.

"Apa bener dia gila?" tanya Hidan seraya mendekati Kakuzu, untuk membawanya ke RSJ.

Saat Hidan hampir mencapai Kakuzu, Kakuzu berkata, "Enak aja kalian semua. Aku ga' gila. Jadi kenapa mesti ke RSJ segala?"

"Eh, ketawa-tawa sendiri tuh kalo bukan gila apa dong?" kata Itachi.

"Ha ha ha, sekarang aku baru sadar ternyata di dunia ini masih ada Tuhan." Kata Kakuzu kagak nyambung...

"Hah?" kaget anggota Akatsuki yang lain...

"Iya. Liat aja nih... kertas ini ternyata daftar buronan."

"Trus?" tanya Hidan yang sepertinya telah tertular kelemotan Naruto. -- Hacchim! -- Naruto bersin.

"Dan nilainya... –jreng jeng jeng– 300.000.000 berry," kata Kakuzu dengan gaya yang (dirasanya) keren.

Tapi sepertinya perkataannya barusan ga' ngaruh buat anggota lain deh..

"Berry itu apa sih?" tanya Tobi.

"Berry itu bukannya makanan ya?" kata Itachi.

"Oh, yang sejenis ama Strawberry, Blueberry, Raspberry itu ya?" lanjut Deidara.

"Eh, berarti buronan itu bisa dituker sama buah-buahan ya?" tanya Tobi.

"Ga' tahu ya..." kata Hidan.

"Trus, apa hubungannya makanan ama Tuhan? Kita kan baru aja pesta barbequ," Deidara pasang tampang bingung, "Jadi kita ga' kelaper..." omongan Deidara terputus oleh aura membunuh yang ditujukan padanya oleh siapa lagi kalo bukan Itachi, Hidan, Tobi, Kisame, dan Sasori. "Uph, kelepasan..." kata Deidara lemas.

Mendengar perkataan 'pesta barbequ' sepertinya membangkitkan lagi jiwa Kakuzu yang sebelumnya udah rada edan. "Apa? Kalian bukannya memenuhi 'target bulanan' malah asyik pesta barbequ! Ga' ajak-ajak lagi (?) – eh, bukan itu masalahnya. Sekarang yang penting kita harus berhasil mendapatkan buronan ini. Apalagi buronan ini ga' cuma satu orang aja, ada delapan orang yang setim ama dia. Dan totalnya 467.000.050 berry," kata Kakuzu dengan amarah yang makin menurun.

"Iya, makanya apa hubungannya makanan itu ama kita?" tanya Deidara lagi – masih dengan lemas – dan diikuti juga oleh tampang bingung yang lainnya.

"Makanan yang mana sih?" tanya Kakuzu.

"Berry itu lho. Buat apa buah sebanyak itu? Kita kan ga' kekurangan pangan ampe segitunya," jawab Deidara tegas.

"Geblek kalian semua. Berry itu bukan makanan, itu mata uang negara apaan gitu," jawab Kakuzu, yang membuat anggota yang lain cuma bisa ber-O..-ria, sambil mikir – tumben Kakuzu pinter – Jangan salah, dia cuma pinter dalam hal-hal yang berhubungan dengan uang.

"Tapi, kata Pein kita mesti tungguin dia di sini kan?" kata Deidara.

"Pokoknya kita harus pergi cari buronan ini sekarang juga!!" Kakuzu ngotot.

"Entar aja, kalo Pein udah dateng," kata Itachi nimbrung.

"Sekarang!" ngotot banget tuh Kakuzu.

"Tapi, Pein kan..." kata Deidara terputus.

"Ya udah gini aja, yang pergi dua orang aja, Kakuzu ama siapa gitu. Yang lain tunggu Pein di sini, trus entar ngejelasin masalah ini ke Pein," Sasori – tumben – ngasih pemecahan.

"Oke deh!" setuju anggota Akatsuki di situ. Kakuzu pun mulai menyiapkan apa yang menurutnya perlu disiapkan, sampai ia sadar akan satu hal, "Eh, ngomong-ngomong yang nemenin aku siapa ya?" tanya Kakuzu. Tak ada seorangpun yang berkata-kata. Semua memandang ke arah Hidan sebagai jawaban. Lalu, Kakuzu kembali sibuk dengan peralatannya.

"Eh, sebenernya kamu mau cari buronan itu kemana sih?" tanya Itachi – sweatdropped– melihat barang bawaan Kakuzu yang satu ransel penuh.

"Hm, menurut kabar mereka terdampar di Kirigakure," jawab Kakuzu singkat. Emang dia dapet darimana kabar itu, tahu tentang buronan itu juga baru aja...

"Kirigakure? Aku ga' mau ikut, aku ga' suka air," kata Hidan.

"Tapi, kamu kan soulmatenya Kakuzu..." kata Deidara dan Itachi barengan. Mereka ga' tahan mikirin kemungkinan bahwa mereka yang harus nemenin Kakuzu. Bisa-bisa mereka mati karena utangnya nambah terus yang dikarenakan mereka terus membantah omongan Kakuzu dan juga bertindak sesuka hati – maklum anak-anak suka seenaknya – begitu penjelasan dari Sasori.

"Pokoknya Ga' Mau!" kata Hidan tegas. Kalo udah gini, terpaksa deh yang lain mengalah. Males deh ngabisin tenaga buat ngubah pikirannya si Kepala Batu satu ini.

"Trus siapa dong yang mau nganterin dia?" tanya Itachi sambil nunjuk Kakuzu.

"Aku, aku mau, mau. Ya?" sambut Tobi gembira. Air muka Deidara berubah. "Jangan, jangan sampai anak satu ini dicemari oleh Iblis Rentenir itu, mending Itachi aja yang pergi."

"Heh, aku juga ga' setuju kalo Tobi yang pergi, tapi bukannya lebih baik kamu aja yang pergi?" sahut Itachi.

"Ga' mau!" jawab Deidara singkat.

Sebelum perang mulut antara Itachi dan Deidara berlanjut, Kisame berkata, "Pake undian aja deh, kan lebih adil."

"Ide bagus!" jawab Kakuzu. Dia lalu menyobek kertas menjadi 5 dan menulis 1 nama di tiap kertas. Itachi, Deidara, Kisame, dan Sasori. Tobi ga' masuk hitungan karena Itachi langsung membakar kertasnya, sementara Hidan... Kakuzu ga' mau Hidan benci padanya karena dipaksa masuk ke air yang dibencinya.

Setelah selesai membuat lintingan kertas, Kakuzu lalu mengocok kertas-kertas itu, semua terdiam tegang bagai ibu-ibu yang lagi arisan, bedanya yang ini bukan berharap dapet arisan tapi berharap bukan namanya yang tertera di kertas yang terjatuh nanti. Detik demi detik berlalu, menit-menit terus melaju, jam-jam silih berganti, berhari-hari telah berlalu, bulan-bul... -- DUAKK! -- Author ditendang Kakuzu lagi. "Diem lu Author bego, seenaknya aja bo'ongin orang, mau kutambahin bunga utang yang kemarin?" – Nggak, maaf deh Sora bo'ong ga' ampe berbulan-bulan kok – cuma dalam beberapa detik, salah satu lintingan kertas itu terjatuh. Kakuzu segera mengambilnya. Itachi dan Deidara sibuk berdoa entah pada siapa dan dengan bahasa apa. Yang penting jangan sampai harus menemani Kakuzu.

Kakuzu yang telah membuka kertas itu memandang nama yang tertera di dalamnya, lalu dengan wajah yang dimirip-miripin Dumbledore pas ngumumin nama Harry Potter yang keluar dari piala api, dia berkata pelan "Kisame... Hoshigaki."

Untuk beberapa saat sunyi. Tiba-tiba Deidara berteriak "Yes, doaku manjur juga." Sementara Itachi malah menangis, "Hua, aku seneng ga' usah nemenin Kakuzu, tapi, tapi kenapa harus Kisame sih? Dia kan punya aku. Kenapa bukannya Deidara yang nyebelin itu. Kakuzu jahat." Kisame sendiri hanya diam di tempatnya.

"Tunggu apalagi, Kisame cepet siapin semuanya, trus kita berangkat!" perintah Kakuzu tak menghiraukan tangisan Itachi. Kisame pun mengikuti apa kata Kakuzu.

Tak sampai 5 menit kemudian, K2, Kakuzu dan Kisame, telah siap berangkat. Mereka menuju ke Kirigakure dengan diiringi tangisan Itachi yang masih ga' rela Kisame dibawa pergi, Hidan yang terus menerus berdoa pada dewa Jashin-nya agar Kakuzu selamat, Deidara yang belum puas juga teriak kegirangan – semoga pita suaranya putus – doa Itachi di sela-sela tangisnya, Tobi yang menangis keras "Mau ikut, mau ikut!" dan Sasori yang tetap stay cool walau seneng juga ga' usah pergi ama Kakuzu.


Oke. Akhirnya chapter 1 selesai juga... Maaf kalo banyak kesalahan dan ceritanya aneh banget. Ato ada yang ga' sesuai buat kalian, itu cuma dikarenakan keegoisan Author yang ingin semua bisa berjalan sesuai keinginannya aja kok. Ikutin aja deh.

Bagaimana perjalanan K2 dalam memburu buronan itu? Dan siapa buronan itu sebenarnya? Yang tahu jawabannya bakal kukasih hadiah, yang masih penasaran, tunggu jawabannya di chapter berikutnya ya...

Bye... Eh, entar dulu, jangan lupa REVIEW ya...