Penantian
by: ambudaff
A/N:
Happy Birthday, Draco!
Tadinya Ambu mau menyelesaikan cerita ini sekali jadi, tapi karena banyak aral merintang (cieee) jadi Ambu turuti saja nasihat Eleanor FF untuk membaginya menjadi beberapa bab. Jadi, inilah. Tulisan tentang Draco, terakhir, karena Ambu mau menulis Snape lagi. Dan Ambu bukan shipper DraMione kok (lirik apocrief), masalahnya, kalau DraMione, Ambu harus membunuh Ron dulu untuk menyesuaikan dengan canon :P
Seperti biasa, dipersembahkan untuk Muscat-Dunghill, apocrief, Eleanor FF, dan Lustreole
Angin dingin menembus jubah-jubah tebal yang ditarik rapat-rapat membungkus oleh para pemakainya. Mendung menggantung tanpa keinginan untuk berubah menjadi titik-titik air.
Tidak ada keceriaan terselip di antara para penyihir yang ada di sini. Walau tiga hari yang lalu Voldemort dikalahkan. Seluruh dunia mungkin bersorak dan merayakannya, tapi tidak untuk para penyihir yang sekarang sedang berkumpul di The Burrow.
Pandangan tertuju kala peti diturunkan ke liang lahat. Tanah diurug untuk menutupnya. Beberapa di antara hadirin mengisak, beberapa di antara yang lain bahkan sudah kehabisan isak dan berdiri mematung.
Akhirnya nisan ditancapkan. Ronald Billius Weasley, putra, adik, kakak, sahabat dan kekasih tercinta, kini beristirahat dalam damai. Satu persatu hadirin meninggalkan makam yang dibangun di atas bukit dekat The Burrow. Agar Ron bisa menyaksikan jika saudara-saudara dan sahabat-sahabatnya sedang bermain Quidditch di bukit.
Harry berlutut di depan nisan. "Mate, aku akan melaporkan padamu setiap kali Chudley Cannon bermain. Kau tidak akan ketinggalan berita. Jadi, beristirahatlah dengan tenang," Harry menyimpan topi Cannon di dekat nisan. Ia seperti masih ingin bicara, tapi kerongkongannya tersekat, dan ia berdiri, memalingkan mukanya yang menjadi ungu menahan emosi.
Masih ada keluarga Weasley. Termasuk Fleur. Ada Hermione, Harry, Neville, Luna, dan Draco, yang berdiri dengan bantuan tongkat, agak jauh dari yang lain. Semua terdiam. Semilir angin yang membekukan, kabut yang mulai turun perlahan menghalangi pandangan.
Arthur yang pertama mulai bergerak. "Ayolah. Kita kembali ke rumah." Ajaknya perlahan tetapi tegas. Kabut sudah semakin tebal, akan lebih baik kalau mereka ada dalam perlindungan tembok-tembok yang kokoh.
Charlie bergerak mengikuti, tetapi matanya melihat Draco, sendiri. Dihampirinya, dirangkulnya. "Ayolah," katanya, tahu apa kata hatinya.
Draco menggelengkan kepalanya, "Seharusnya itu aku, bukan Ron. Seharusnya aku," bisiknya. Wajahnya muram. Tapi diikutinya juga langkah Charlie. Dan anggota keluarga yang lain.
Mereka masuk satu persatu ke dapur The Burrow. Api melonjak-lonjak di perapian, tapi seperti tak mampu menghangatkan hati mereka saat ini.
Molly membawa nampan penuh cangkir-cangkir berkepul panas. Arthur membantu mengedarkan cangkir-cangkir itu ke sekeliling meja.
Ia mengangkat cangkirnya, "Untuk Ron. Ron pasti tidak ingin kita terpuruk diam di sini menangisi kepergiannya. Vold … Voldemort," Arthur berhasil memaksakan diri menyebut namanya, "sudah tidak ada, kita harus mulai membangun lagi."
Semua mengangkat cangkir dan mimum.
Molly mengusap ujung matanya, "Walau Ron sudah tidak ada, jangan berhenti mengunjungi The Burrow, ya? Harry, Hermione, Neville, Luna, dan kau juga Draco. Kalian sudah seperti keluarga sendiri, jangan ragu."
Ginny menyela, "Hermione bukan seperti keluarga sendiri, Mum. Dia harus menjadi keluarga sekarang. Walaupun dia belum menikah dengan Ron, … dia .. dia sudah mengandung anaknya. Dia belum mengatakan pada siapa-siapa, baru pada Ron dan padaku…" sahutnya pelan.
Molly seperti tersengat listrik, "Hermione? Be-benarkah itu?"
Hermione mengangguk, wajahnya kemerahan.
Molly menghambur ke arah Hermione dan memeluknya erat-erat. "Hermione! Anakku!" dan keduanya saling berpelukan sambil bertangisan. Selama beberapa saat mereka membuat yang hadir di situ tidak tahu harus berbuat apa.
Mengusap matanya, Molly melepaskan pelukannya, "Ginny, mengapa kau tidak mengatakannya padaku?"
Hermione yang menjawab, "Ron yang ingin. Aku mengatakan padanya malam sebelum kita berangkat Perang. Ron bilang … dia bilang … ini akan menjadi kejutan yang menyenangkan bagi semua sesudah Perang. Ia juga langsung … melamarku malam itu," sahutnya lirih.
"Keponakan kita!" Fred berseru, memeluk George di sampingnya, "Keponakan kita! George, mari kita ajarkan beberapa lelucon sederhana untuknya nanti," serunya sambil mengusap matanya yang basah. Suasana menjadi gaduh. Mereka berkerumun memeluk Hermione.
Ada yang mendadak merasa hampa saat itu.
TBC