Tahun 2004, bulan 4, hari 26.
Sudah dua hari Light berada di hotel itu bersama L dan para penyelidik lain termasuk ayahnya sendiri. Pemegang Death Note itu sama sekali tidak berusaha mendekati Mort untuk mencegah kecurigaan L terhadapnya. Menurutnya sifat tidak berusaha mendekati itu akan terlihat alami karena Mort lebih sering menyendiri di dalam kamarnya. Beberapa kali Light bertanya pada L, namun L hanya mengangkat bahu.
"Kuroko selalu bergantung pada mood," jawab L ketika itu.
Mereka juga sudah membalas pesan Kira ke dua. Tinggal menunggu balasan.
Mort sendiri sedang bermain marioneta di kamarnya kala itu. Ia merasa bosan dan kesal di saat bersamaan. Bosan karena tidak ada hal menarik selain investigasi, kesal karena ia bisa merasakan keberadaan Ryuk di sekeliling ruangan. Karena itu lah Mort memilih untuk diam di kamarnya.
Ketenangan Mort langsung terusik ketika L seperti biasa masuk kamar dengan gamblangnya. "Kuroko! Ada pesan balasan dari Kira ke dua!" Ujarnya.
Kepala dan mata Mort sama sekali tidak bergeming dari bonekanya, "lalu?"
Sang detektif menghampiri dan mengambil marioneta yang dipegang Mort, "kau harus ikut melihatnya. Aku ingin tahu apa kau tahu sesuatu."
"Kenapa kau menyimpulkan seperti itu?" Mort bangkit dari posisi tidurnya. Mata peraknya kini menatap mata kelam L.
Yang ditanya langsung bernada cemooh walau tidak begitu terdengar, "kau kan pembunuh."
Mort hanya berwajah datar dan mengikuti L menuju ruang tamu pada akhirnya.
Matsuda telah memindahkan laptop L ke meja tengah. Light melirik ke arah Mort dengan cemas dan waspada. Sementara yang dilirik hanya memperlihatkan seringai aneh untuk sedetik. Cepat-cepat Light mengalihkan pandangan ke arah laptop.
"Kira-san! Terima kasih telah membalas pesanku!" Rekaman balasan telah diputar, "Aku akan melakukan apapun yang Kira-san bilang."
Semua terlihat senang karena berarti Kira ke dua telah masuk perangkap...
"Aku ingin bertemu Kira-san!" Lanjut Kira ke dua, "kurasa Kira-san belum memiliki mata, tapi jangan khawatir! Aku tidak akan membunuh Kira-san apapun yang terjadi!"
Di saat yang bersamaan wajah Mort dan Light membuat raut yang sama namun dengan alasan yang berbeda. Mort sama sekali tidak menyangka. 'Mata' yang Kira ke dua bilang, sudah pasti adalah mata shinigami. Seorang manusia bisa menukarkan setengah hidupnya untuk penglihatan shinigami. Mort tahu mental manusia memang lemah, namun kalau sampai dia bisa menukarkan setengah hidupnya hanya untuk sepasang mata shinigami belaka, itu adalah hal terbodoh yang pernah Mort dengar.
Light terkejut dengan keidiotan Kira ke dua yang memutuskan untuk membocorkan tentang mata kepada dunia walau memang belum disiarkan.
"Dia bilang 'belum memiliki mata'," Aizawa bingung, "apa maksudnya?"
Kira dalam rekaman tetap berbicara, "tolong pikirkan cara untuk bertemu tanpa ketahuan polisi. Saat kita bertemu, kita bisa mengecek masing-masing dengan Shinigami kita."
Mort dan Light langsung membuat ekspresi yang sama; terlalu terkejut dengan Kira ke dua yang dengan gamblangnya menyebut shinigami. Sudahlah dengan Light, Mort yang memiliki hubungan paling dekat dengan shinigami sama sekali tidak pernah membahas tentang shinigami sejauh itu dengan L. Tidak, bahkan Mort tidak pernah bilang kalau shinigami itu ada atau tidak. Dia hanya pernah bilang kalau dia bukanlah seorang shinigami.
Brakk!
Kini pikiran Mort hanyalah berpikir perasaan datar. L jatuh dari kursinya karena terkejut tentang shinigami. "Shinigami... Memangnya yang begitu benar-benar ada?"
Semua terdiam.
"Shnigami?" Matsuda menahan napas, "tidak mungkin..."
Light melirik Mort sejenak. Ternyata si gadis pun tengah melirik Light. Cepat-cepat Light mengalihkan pandangan dan berkata pada L, "Ryuuzaki, orang-orang memang suka berkata omong kosong seperti keberadaan shinigami."
Seketika itu rasanya Mort ingin tertawa terbahak-bahak. Mort langsung mendongak untuk melihat Ryuk yang sudah bertampang agak kesal walau Mort tidak bisa melihatnya. Yang penting ia tahu sang shinigami ada di sana dan melihat senyum jahilnya.
L mendongak ke belakang untuk melihat ke arah Light. Ia melihat pula Mort yang sedang melihat ke arah langit-langit dan kembali untuk menatapnya. Senyum jahil itu tertangkap oleh L dan Mort melebarkan senyumnya ketika menangkap tatapan L.
Agak bergidik dalam hati, L segera beralih pada Light, "pesan-pesan yang Kira buat untuk para korbannya di penjara juga memastikan keberadaan shinigami."
"Jadi mungkin rekaman ini berasal dari Kira yang sama?" Tanya Souichirou, "karena mereka berdua berbicara hal yang sama..."
"Bukan itu, ayah," sela Light, "kalau ini Kira yang lama, dia tidak mungkin merespon melalui rekaman palsu. Dia tidak akan sebodoh itu untuk menjadikan ini sebuah permainan dan membuat L tidak perlu menunjukkan L di televisi untuk dibunuh."
"Mungkin Kira yang asli dan Kira ke dua sudah menghubungi satu sama lain dan menggunakan 'shinigami' untuk membingungkan kita?" Aizawa mengira-ngira.
"Sepertinya tidak seperti itu," sambar L sambil berusaha berdiri, "seperti kata Light-kun, kalau mereka sudah menghubungi satu sama lain, Kira tidak mungkin menghentikan rencananya untuk membunuh saya." Dari pada langsung berdiri, L memilih untuk membangkitkan kursinya terlebih dahulu. "Kira ke dua tidak mencoba apa yang Kira asli akan lakukan, melainkan dia seperti melakukan apa pun yang harus dilakukan untuk mencapai tujuannya. Dia tidak bertindak untuk mencapai tujuan Kira untuk 'mengubah dunia dengan cara menghukum semua kriminal dan siapa pun yang menghalangi jalanku'."
"Dia melakukan apa yang harus dilakukan," Mort memotong dan membantu L membangkitkan kursinya, "untuk bertemu Kira yang asli."
Sang detektif pun berdiri, menatap Mort dengan datar karena menganggap Mort telah mendahuluinya. L pun melompat ke kursi dan duduk dengan melipat kedua lututnya di atas kursi seperti biasanya. "Ya, dia melakukan apapun yang harus dilakukan untuk bertemu Kira yang asli."
Light berpikir kalau Mort memang sudah tahu atau itu hanyalah sebuah analisis belaka. Pemikiran Mort mungkin melebihi itu pun, Light sama sekali tidak bisa menebak.
"Jadi Kira ke dua tidak mau mengubah dunia," Light membuka suara lagi, "dia hanya tertarik untuk mengetahui siapa Kira." Pemuda itu melipat tangannya, "mungkin shinigami adalah sebuah kode untuk kemampuan mereka untuk membunuh? 'kita bisa mengecek masing-masing dengan Shinigami kita' bisa jadi berarti mereka bisa membuktikan identitas masing-masing dengan membunuh seseorang di tempat."
L melihat ke arah Mort sejenak seperti meminta pendapat. Mort menatap balik dengan tatapan dalam misterius. L terdiam sejenak sebelum menyahut, "saya setuju," katanya, "sedikitnya, kita yakin kalau shinigami adalah sesuatu yang kedua Kira punya. Itu akan sangat membantu kita untuk mencari tahu lebih banyak lagi.
"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang? Membalasnya?" Tanya Light, "jika kita tidak melakukannya dengan benar, dia akan tahu kalau kita tidak tahu apapun dan tentang kita bukan Kira."
Mort memiringkan kepalanya sedikit. Mata peraknya menatap Light dengan penuh arti karena dia memang Kira. Light sedikit merasa muak. Kenapa Mort harus berdiri di samping L sekarang? Light berpikir pastinya Mort ingin membuatnya kagok dan panik.
"Tidak, kita akan biarkan dua Kira ini membuat langkah mereka selanjutnya," jawab L.
"Membiarkan mereka?" Aizawa bingung.
L mulai menjelaskan, "karena Kira ke dua sudah membalas sekarang, anggap dia belum tahu kalau respon kita adalah palsu, dia pasti cukup senang dengan situasi sekarang. Tujuan dia untuk menarik perhatian Kira telah tercapai. Mereka menggunakan kata-kata yang mereka mengerti. Kira palsu berencana untuk memberi Kira pesannya di berita jam 6 TV Sakura. Sementara, Kira yang asli pasti sangat memperhatikan kontak antara kita dan Kira ke dua. Kira pasti ingin meminimalisir kontak antara Kira ke dua dan polisi. Jika ini terus dilanjutkan, saya tidak tahu apa yang akan terjadi. Mungkin Kira yang asli akan mengirimkan rekamannya sendiri. Sekarang, media yang bisa kita pakai hanyalah TV Sakura. Terlalu banyak sumber yang tidak bisa diandalkan tentang Kira di internet... Ada ribuan. Karena itu, sangat sulit untuk kedua Kira menghubungi satu sama lain secara Online. Tidak ada yang bisa lebih dipercaya daripada kemungkinan pembunuhan di televisi. Dan lagi, saya rasa hal itu cukup jelas kalau Kira ke dua tidak pintar menggunakan teknologi, pintar, ataupun disiplin. Tunggu—Kuroko, kau mau ke mana?" L menghentikan penjelasannya ketika Mort beranjak pergi.
"Kembali ke kamarku," jawab Mort sambil tetap berjalan, "aku bosan mendengar penjelasan yang panjang," ia menoleh sedikit dan tersenyum, "beri tahu aku jika kau tahu sesuatu yang lebih menarik."
L dan Light, kedua pemuda itu menatap punggung Mort dengan waspada.
"Jadi... Jika dia tidak mendapat balasan dari Kira tentang pesannya—" L mulai menjelaskan lagi pada yang lain.
Mort menutup pintu kamarnya dan suara L langsung terpendam jauh. Kedua tangannya melipat di depan dada, Mort berpikir Death Note siapa yang dipakai kali ini. Perlahan Mort berjalan ke arah jendela dan melihat ke luar. Shinigami tidak bisa jalan-jalan seenaknya tanpa Death Note. Antara ada yang menjatuhkannya lagi atau ada yang mencurinya. Ryuk cukup lihai dalam tipu daya, kemungkinan besar King of Death pun telah tertipu. Atau King of Death membiarkannya bermain sedikit karena itu menarik? Tidak, Mort tidak yakin skenarionya akan sekonyol itu. Ia tahu kalau nyawa manusia adalah sesuatu yang boleh ia ambil seenaknya dan mungkin bukanlah apa-apa, namun nyawa manusia juga merupakan masalah besar bagi shinigami dan sesuatu yang lain. Kalau Mort yang mengambil nyawa seenaknya maka tidak akan ada yang peduli tapi kalau shinigami merupakan hal yang berbeda. Tuhan bisa marah kalau semuanya jadi kacau.
"Jadi aku di sini benar-benar untuk sesuatu?" Gumam Mort pelan, "tapi apa...?"
-00-00-00-00-00-00-
Tahun 2004, bulan 5, hari 12.
Beberapa menit lalu L baru saja memberikan secarik kertas seperti lembar dari sebuah buku dari atau jurnal pada Mort. "Itu yang barusan di dapat dari Kira ke dua," kata L.
Mort memperhatikan isi jurnal yang menuliskan beberapa kegiatan juga tempat. Salah satu harinya ada yang terbaca mencurigakan. 'Bertemu dengan teman di Aoyama dan bertukar catatan'.
"Aku curiga pada tanggal 22 Mei," kata L sambil menunjuk dari belakang Mort. Kepalanya melewati bahu gadis itu. "Dan aku belum bilang apa-apa tentang ini pada Light-kun."
"Kenapa yang ini?" Mort menunjuk pada tanggal 30, "lebih terlihat jelas tanggal yang ini."
"Kau pikir Kira ke dua sebodoh itu?"
"Ya. Tapi tentunya tempat ini hanyalah trik untuk mengelabui polisi."
"Aku juga berpikiran sama," L menarik kepalanya dan berjalan melewati Mort untuk duduk di kursi seberang.
"Lalu?"
"Aku hanya tidak ingin menganggap dia sebodoh itu, tapi..." L menatap balok gula yang sedang disusunnya, "kurasa aku memang harus menghubungi Light-kun sekarang."
Mort mengangkat bahu. Kira yang ini memang benar-benar bodoh. Dia seenaknya mengirim pesan yang berisikan tempat pertemuan. Walau L mungkin tidak curiga dengan kata 'catatan', ini hanya masalah waktu.
Sekarang Light pun mengatakan kalau Kira yang ke dua adalah orang idiot. L sampai pun tidak yakin harus melakukan apa karena petunjuk Kira ke dua terlalu jelas seperti melihat ikan di akuarium yang baru saja dibersihkan. Sampai akhirnya sang detektif memutuskan untuk mengecek Aoyama dan Shibuya, tempat kemungkinan Kira ke dua akan muncul pada tanggal itu. Matsuda secara suka rela akan mengambil misi ini begitu pula dengan Light.
L menatap curiga pada Light. Entah karena polisi yang menyamar akan menemukan Kira ke dua lebih dahulu atau dia memang tulus. Yang mana pun, L tidak punya ide tentang kekuatan Kira. Sebenarnya ia sudah bertanya pada Mort selama dua minggu lalu setelah mereka mendapat balasan dari Kira ke dua. Namun Mort memilih menutup mulut dengan kata-kata membingungkannya dan juga senyum misteriusnya. Tidak ada informasi tentang shinigami keluar dari Mort. Kini L hanya bisa fokus pada Kira ke dua ini dari pada menebak-nebak hal yang tidak perlu. Ditambah lagi, besok adalah tanggal 13. L benar-benar akan menagih apa yang dijanjikan Mort. Memberitahunya tentang jumlah makhluk seperti Mort. L antara yakin dan tidak yakin dia adalah manusia biasa ketika sekarang kata shinigami telah diutarakan oleh Kira.
"Light sudah pergi?" Tanya Mort ketika L menutup gorden setelah mengintip ke luar sedikit.
"Ya dan..." L berbalik lalu berjongkok kembali ke kursi, "kau tidak boleh tidur sampai jam 1."
"He? Kenapa jam 1?"
"Jam 12 lewat 1 tandanya sudah tanggal 13. Penjelasan darimu kira-kira butuh satu jam," jelas L, "aku sama sekali tidak sabar."
"Jam 1... Jam 13?" Mort terkikik pelan, "boleh juga kau..."
"Hentikan tawamu itu," protes L, "terlalu mengerikan," katanya sambil menyusun balok-balok gula.
"Tapi kau tidak sekaget tadi ketika bertemu denganku," Mort menyilangkan kakinya sambil bermain marioneta, "sampai terjatuh dari kursi."
"Aku hanya tidak menyangka kalau memang benar-benar shinigami," L mengaduk-aduk teh, "walau sebenarnya aku curiga hal-hal yang tidak masuk akal akan terlibat dalam permasalahan ini," ia meminum tehnya secara perlahan.
"Seperti?"
"Kau."
Kedua mata mereka saling menatap tajam satu sama lain. Kali ini L tidak mengalingkan pandangannya. Mereka tidak ada yang mau kalah.
"Kau akan menyesal, detektif muda," ujar Mort dengan kepala yang sedikit mendongak seperti putri kejam yang sedang memandang rendah rakyat miskin.
"Aku tidak akan menyesal," L makin menundukkan kepalanya seakan dia seekor singa yang sedang mengamati mangsa dari jauh, siap menerkam kapan pun.
Atmosfer itu tentu tidak membuat orang-orang di sekitar mereka tenang. Para polisi yang berada di ruang sebelah hanya bisa memandangi mereka dari kejauhan sambil sedikit merapikan peralatan yang ada.
"Mereka bicara apa sih?" Aizawa memasang tampang tidak nyaman, "kukira mereka rekan tapi kenapa mereka sekarang seperti musuh bebuyutan begitu?"
"Entahlah," kata Souichirou. Baginya, keterlibatan anak-anak muda di sekitarnya saja itu sudah membuatnya janggal dan aneh. Tidak seharusnya mereka terlibat kasus rumit dan berbahaya seperti ini namun mereka jugalah yang memiliki kontribusi besar. Tidak ada alasan lagi bagi seorang ayah ini untuk menghalangi.
Waktu terus berjalan. Sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas.
Beberapa sudah tidur, satu orang terjaga, dua orang telah berpindah ruangan. L dan Mort kini telah berada di dalam kamar Mort untuk menghindar dari yang lainnya. Bukan hal yang aneh lagi L berdua di dalam ruangan yang sama dengan Mort. Mereka sepertinya sudah terbiasa. Apapun yang mereka pikirkan pun Mort dan L sama sekali tidak peduli.
"Sekarang tepati janjimu," L melompat ke atas kursi di depan sebuah meja tulis. "Makhluk seperti kau ini ada berapa?" Ulangnya setelah beberapa lama.
Mort duduk bersandar di tempat tidurnya. Sebuah marioneta duduk pula di pelukan dan pangkuannya. Kedua belah mata peraknya menatap L sambil tersenyum penuh ketertarikan. Kalau dibandingkan dengan marioneta di pangkuannya tentu lebih seram Mort; sedangkan kalau tidak dibandingkan, mereka berdua hanya menambah kemistisan mereka masing-masing. Pemandangan yang seperti itu bukanlah pemandangan yang enak dilihat untuk orang normal.
Apakah L orang normal?
Yang pasti detektif itu hanya sedikit memundurkan punggungnya dan merapatkan kedua kakinya. Duduk meringkuk sedikit lebih dalam dari pada biasanya. L bersikap waspada. Tidak ada yang bisa menjamin keselamatannya di ruangan itu.
"18?" Tanya L ketika Mort mengangkat tangannya. Tangan kanan mengangkat telunjuk; jari kiri mengangkat jempol, telunjuk, dan jari tengah. "Atau 13?"
"Kira-kira?" Mort menyeringai.
Kali ini L tidak ingin mengalihkan pandangan. Malam ini ia tidak akan kalah. "13," L ingin mendapat semua informasi, "13 adalah jawabanku."
"Tepat," Mort menurunkan tangannya dan memeluk marioneta dengan ringan. "Dan aku yang ke-13."
"Yang ke-13?"
"Lebih tepatnya aku yang sekarang ada," lanjut Mort, "setiap zamannya ada satu orang dan—"
Sebuah besitan mendadak membuat Mort terdiam. Penglihatannya berbayang dan berpasir seperti televisi rusak. Telinganya bisa mendengar segelintir suara yang familiar. Itu bukanlah pusaran ingatan seperti sebelumnya. Kali ini sangat nyata dan bukan bayangan. Mort sama sekali tidak berkedip dan berharap kalau pemilik suara itu adalah benar-benar sesuatu yang ia kenal.
"Mort?"
Dalam sekejap penglihatannya kembali normal. Yang duduk di seberang tetaplah seorang L yang menatapnya dengan tajam namun juga bingung. Marioneta tetap ada di pangkuan, diam dan kaku. Mort pun masih tetap dalam posisinya.
"Kau memanggilku dengan nama apa?"
"Mort," ulang L, "dari tadi aku memanggilmu dengan nama Kuroko and Yoru-chan namun kau tidak menyahut." L memandang Mort lekat-lekat, "seperti yang sudah-sudah, mendadak jiwamu terlihat menghilang entah ke mana."
Kali ini Mort tidak tersenyum atau pun terlihat horor. Gadis itu malah menjatuhkan dirinya ke samping di atas bantal. "L... Sayang sekali aku tidak bisa menjelaskan lebih lanjut," ujarnya, "aku bisa mati."
"Kenapa begitu?"
"Kau ingin mati?"
Mata L terbelak sedikit, "tidak," tentu ia takut dengan pertanyaan itu. Seakan Mort akan membunuhnya sedetik kemudian, L turun dari kursinya dengan terburu. "Aku belum mau mati sekarang. Tidak sekarang."
"Jadi kau mau mati?"
"Pembicaraan ini jadi kacau," kata L. "Mort, aku tidak tahu alasanmu kenapa tiba-tiba tidak mau menjelaskan lebih lanjut dan mengancamku."
"Aku tidak mengancammu," protes Mort pelan sambil berguling ke tengah dan mengangkat marioneta, "aku hanya bertanya."
"Aku menganggapnya ancaman," balas L cepat, "jadi kalau kau memang tidak bisa menjelaskan aku sudah punya cara lain."
Mort melirik ke arah L.
"Aku sudah memperkirakan ini," sang detektif tersenyum simpul sambil mengeluarkan sebungkus marshmallow dari laci meja dan kembali ke kursinya. Entah kapan ia menyimpannya di sana. "Sekarang kau tinggal jawab ya atau tidak," katanya sambil membuka bungkus marshmallow yang berwarna putih. "Apakah itu bisa membunuhku atau membunuhmu?"
Sejenak Mort menatap marioneta di atasnya. Dengan melemaskan tangannya, ia menjatuhkan boneka bersendi itu ke atas tubuhnya. "Kurasa tidak. Tapi dari pada yes or no secara literal," Mort bangkit ke posisi duduk lalu mengangkat marioneta kembali ke pangkuannya, "anak ini akan menjawabnya. Tangan kanan berarti yes," ujarnya sambil mengangkat tangan kanan marioneta. Ia menurunkannya sebelum berkata, "dan tangan kiri berarti no," sambil mengangkat tangan kiri marioneta.
L tidak paham di antara mereka siapa yang lebih aneh. Tapi hal itu tidak penting untuk dibahas dan L lebih memilih untuk mengutarakan pertanyaan-pertanyaannya yang telah membuatnya sulit berpikir jernih kalau sudah mencari tahu tentang Mort. "Kalau begitu..." L mengambil sebuah marshmallow dan memakannya, "kau tahu Zhizn' Zapiska?"
Tangan kanan. Satu marshmallow.
"Déesse de la Mort?"
Tangan kanan. Satu marshmallow.
"Shinigami?"
Tangan kanan. Satu marshmallow.
"Kau... shinigami?"
Tangan kiri.
L berhenti. Mereka telah membahas ini sebelumnya dan Mort telah berserikeras kalau ia bukanlah shinigami. L masih yakin dan tidak yakin tentang itu. Tapi kalau Mort benar-benar shinigami dan kecurigaannya pada Light sebagai Kira adalah benar. Apakah Mort adalah shinigami milik Light dan kini mereka sedang mempermainkannya? L kembali merasa ia seperti ber-IQ rendah. Kalau semudah itu, berarti IQ yang ia miliki hanyalah sebuah omong kosong.
Setelah setu lagi marshmallow ia lahap, L melanjutkan pertanyaannya, "apakah kau, Zhizn', dan Déesse de la Mort adalah orang yang sama?"
Tangan kiri.
Sang detektif menatap sang makhluk kejadian dengan mata lurus yang menganalisis. Ekspresi Mort sama sekali tidak berubah satu kerut pun ketika mengangkat tangan kanan dan kiri marioneta untuk menjawab. Entah dia sebenarnya memang akan menjelaskan semua itu dari awal dan sekarang ada hal yang membuatnya tidak bisa menjawab, entah dia berbohong dan hanya asal jawab. L tidak bisa menebak. IQ-nya sekarang terlalu rendah untuk itu.
Dimakannya dua marshmallow sekaligus untuk menstimulir IQ-nya kembali. "Apakah kalian satu keturunan?"
Tidak ada yang diangkat kali ini. Mort tidak punya jawaban yang pasti untuk pertanyaan barusan. Dari awal ia memang ingin menjelaskan semua hal, namun ia tahu sesuatu akan mencegahnya. Sosok yang ia kenal dan lebih absolut darinya. Ia memakai marioneta untuk mengelabui sosok itu dan melindungi dirinya sendiri. Tentang Zhizn' Zapiska atau Déesse de la Mort, mereka bukanlah dirinya; namun dia pernah berupa mereka. Makhluk yang sama, medium yang sama, jiwa yang berbeda. Seperti marioneta, mereka hanyalah boneka. Berbeda dari marioneta, mereka bukanlah sesuatu yang kosong.
Merasa tidak mungkin menjawabnya hanya dengan mengangkat tangan marioneta, Mort membuka suaranya, "Elizabeth tidak bisa menjawabnya," kata Mort menyebut nama marionetanya, "aku hanya bisa bilang padamu kalau aku adalah satu namun bukan satu."
Kalau dibandingkan dengan masalah Kira, ini sama rumitnya. Tapi Kira yang memiliki lebih banyak petunjuk tidak membuat sulit penyelidikan untuk berkembang. Masalah Mort hanya punya segelintir petunjuk yang sebagian bisa dipercaya dan sebagian lagi tidak.
Tapi kalau 13...
"Berarti ada orang lain lagi selain Zhizn' Zapiska, Déesse de la Mort, dan Mort Zapiska... Kemungkinan besar sebelum mereka atau di antara tenggang Zhizn' Zapiska dan Déesse de la Mort lalu tenggang Déesse de la Mort dan Mort Zapiska," L berkecamuk sendiri dalam pikirannya. "Tapi itu tidak penting... atau penting..?"
"Apakah kau bekerja sama dengan Light-kun?" L melanjutkan pertanyaannya. Pertanyaan langsung. L tahu Mort terlibat bagaimanapun caranya.
Langsunglah Mort tertawa terbahak mendengar pertanyaan yang dilontarkan. Cukup lama sampai Watari mengetuk dan bertanya kalau semua baik-baik saja atau tidak. L tidak segera menjawab dan lebih memilih untuk keluar sejenak dan menjelaskan sebagian hal pada Watari. Lebih tepatnya ia minta agar tidak diganggu untuk sementara sampai jam 1.
Setelah menyelesaikan tawanya Mort berujar, "kau manusia pertama yang bisa membuatku tertawa sampai seperti ini," ia tertawa sedikit lagi dan kembali memperlihatkan senyum menyipit ala penyihirnya.
"Apa yang membuatmu tertawa?" L merasa hatinya mulai lemas. Ia memakan beberapa marshmallow dengan cepat begitu duduk di kursi lagi.
"Jadi bukan Kira lagi melainkan..." Mort memiringkan kepalanya, "Light?"
L terdiam. Entah kenapa ia malah keceplosan menyebut nama Light daripada Kira. IQ-nya memang benar-benar menurun drastis. Gula, dia butuh sesuatu yang lebih manis. Bukannya menjawab, L malah beranjak keluar dan kembali dengan satu set peralatan minum teh beserta isinya. Diletakkannya set itu di atas meja dan L mulai meracik teh super manisnya.
"Sudah kubilang aku masih curiga padanya," kata L berusaha untuk menutupi kebodohannya, "jika Kira benar-benar Light-kun itu akan jadi sama saja."
"Tidak, tidak," Mort masih tersenyum, "ada yang membalikkan keyakinanmu untuk membuat Light bukanlah Kira dan aku bukanlah anteknya. Entah apa itu..."
Jawabannya ada di depan mata. Rasanya L ingin memakan langsung balok gula.
"Dan, L," kali ini Mort bersuara lebih tegas dan serius, "pertanyaanmu adalah tentang makhluk sepertiku bukan Kira atau Light. Kalau selain pertanyaanmu yang pertama, tolong tanyakan pada Tuhan."
"Kau seakan mengatakan Tuhan akan menjawab secara literal," akhirnya L memprotes. Ia meminum tehnya yang penuh gula. Cairan itu sudah bukan teh gula melainkan gula teh.
"Ah, benar juga," Mort menarikan marioneta, "pendengaran manusia tidak setajam itu untuk mendengar suaraNya."
"Kau bisa mendengar Tuhan?"
"Tentu."
Entah L harus merasa takjub atau bergidik. "Kalau begitu bisakah kau menjadi penghubung antara Tuhan dan aku?"
Mort menyipitkan matanya dengan sinis, "bayarannya adalah nyawa, kau mau?"
"...Tidak."
Selain Mort tidak mau jadi penghubung, ada masalah lain yaitu ia sendiri tidak bisa berkomunikasi dengan siapa pun atau apapun yang berhubungan dengan dunia sana dan dunia shinigami. Ia sendiri tidak bisa melihat Ryuk yang pernah ada di depan mata di dunia manusia. Mort hanya bisa merasakan dan memprediksi.
Mereka berdua diam untuk beberapa saat. L meminum tehnya dengan perasaan berkecamuk, Mort memainkan marioneta sambil bersenandung kecil sebuah nada yang L tidak pernah dengar. Dari pada rekan yang saling menunggu jawaban dan pertanyaan, mereka lebih terlihat seperti algojo dan tahanan yang sedang menunggu hari eksekusi.
L sedikit gemetar ketika memegang gagang cangkir. Shinigami dan Tuhan. Dua kata yang tidak bisa terlihat oleh mata. Ketika dua kata tersebut adalah ilusi, dua kata itu dibuat 'nyata' oleh manusia. Benarkah ilusi? L tidak tahu. Ia belum tahu. Walau takut, ia harus tahu. Walau sulit, ia harus tempuh. Sang detektif memang sudah memutuskan untuk tidak menyerah.
"Lalu Death Note..." L menyebut nama Mort dengan bahasa Inggris. "Kau itu apa...?"
"Kau akan tahu..." Mort tertawa halus, sangat halus sampai-sampai terasa merambat ke seluruh ruangan seperti mawar liar di kastil Putri Tidur. Tajam penuh duri dengan pengaruh buruk terhadap siapa pun yang menyentuhnya. "...nanti..."
"Masalah kedua orang yang kau sebutkan tadi," Mort membuka suara lagi, "kau tampaknya tidak cukup memiliki info tentang mereka."
"Begitulah," jawab L jujur. Ia menganggap kalau merahasiakan sesuatu pada Mort adalah sesuatu yang ceroboh. Kebohongan mungkin bisa berakibat fatal. L tidak mau ambil risiko itu sekarang. "Hanya beberapa info dari kenalan dan internet. Tidak ada sumber yang benar-benar dipercaya. Kalau kau bilang kau yang ke-13, berarti ada 12 orang lagi sebelumnya. Aku hanya menemukan 2 dari 12 orang itu. Sama sekali tidak menyenangkan."
"Sama sepertiku, mereka adalah fana," Mort menurunkan Elizabeth dan mengambil marioneta-marioneta lain dan menjejerkan mereka di depannya dalam posisi duduk. "Dan pada saat yang bersamaan juga nyata."
L menunggu Mort untuk melanjutkan.
"Keberadaan kami adalah sesuatu. Karena aku jatuh di depanmu, berarti kau memegang kunci alasan kenapa aku ada di sini, L," Mort menatap lurus L. "Untuk sekarang, aku tidak akan membunuhmu."
"Dari kemarin dan tadi pun kau sudah mengancamku," protes L dari balik cangkirnya.
"Aku bisa yakinkan, asal kau tidak meminta yang aneh-aneh, maka aku tidak akan membunuhmu," Mort mengangkat kedua tangannya seakan sedang membangkitkan sesuatu, "lihat anak-anak ini. Mereka ingin menyapamu."
L melempar cangkirnya. Hal yang barusan dilihatnya lebih menyeramkan dari pada mendengar kata 'shinigami' dari Kira. Marioneta-marioneta yang dijejerkan Mort berkedip sekali dan tersenyum padanya. L hampir pula jatuh dari kursinya lagi, kali ini ia menurunkan kaki agar tidak terjatuh. Sebagai gantinya hanya teh dan cangkir tercecer di lantai. Kebetulan lantainya berupa karpet tebal, cangkirnya tidak pecah.
Dikedipkan matanya sekali, L sudah tidak melihat marioneta-marioneta itu tersenyum. Mereka duduk diam hanya seperti boneka biasa.
"Yang tadi...apa...?" Tanya L.
"Sapaan dari marioneta-marionetaku tersayang," jawab Mort simpel.
L melirik ke arah jam meja. Sudah jam 1. Entah dia harus merasa lega atau merasa kurang. "Kita akan lanjutkan ini lain kali," katanya sambil turun dari kursi.
Mort hanya menjawabnya dengan senandung yang membuat L langsung keluar dari kamar itu.
Author's note~
Halo semua...
Semoga kalian menikmati chapter singkat ini.
Jujur... saya sudah fed up sehingga hanya bisa sampai sini untuk chapter 6.
Ini fanfic... Susah sekali... Banyak ketik delete. Kepala saya sampai panas...
Sampai jumpa... kapan-kapan...