2007
Harriet Potter tidak bisa mengatakan bahwa dirinya adalah orang biasa, ia adalah seorang penyihir, bahkan namanya sangat masyhur dikalangan para penyihir. Siapa yang tidak mengenal The Child Who Lived? Anak berumur 1 tahun yang berhasil melenyapkan penyihir yang paling ditakuti abad ini, yang namanya paling menakutkan untuk disebutkan, VOLDEMORT.
Kini berada di Birmingham, Midland, tepatnya di rumah peninggalan keluarga Evans, keluarga dari ibunya yang seorang keturunan Muggle. Menghabiskan hari-harinya untuk menulis karya-karya fiksi untuk anak-anak muggle, ya itu tidak buruk menurutnya. Sedari kecil memang Harriet (atau yang lebih akrab dipanggil Harry) tidak pernah bisa mencurahkan perasaannya secara verbal, paman dan bibinya tidak pernah memperhatikan kesehatan psikis—maupun fisiknya—dan hal itu yang membuatnya lebih cenderung hanya berbicara didalam kepalanya saja, tidak berani untuk membicarakan isi hatinya secara verbal. Tapi entah mengapa menulis sebuah cerita terasa lebih tepat untuk Harry, walaupun ia tidak bisa menceritakan petualangan-petualangannya yang seru itu dengan nyata, ia tidak mungkin kan membeberkan tentang hebatnya dunia sihir kepada para muggle, tapi toh buku-bukunya laris di pasaran. Beberapa kali buku karangannya menjadi Hit dikalangan Muggle, dan hal ini yang membuatnya bisa dengan berkecukupan membesarkan Albus. Sebenarnya ia masih memiliki segunung harta di Gringgots tapi ia ingin membesarkan Albus dengan keringatnya sendiri, bukan dari hasil warisan orang tua dan Ayah Baptisnya, Sirius.
Sambil menyeruput teh houjicha kiriman penggemarnya dari Jepang, Harry sedari tadi terpaku kepada laptop—teknologi muggle—di depannya menulis cerita fiksi, sesekali disaat ia mulai lelah ia akan mendorong sedikit kursinya memandangi perkebunan di sekitar rumahnya, udara perkebunan memang tepat untuk menjadi hiburan kecil bagi penulis sepertinya.
"Mah! Mah!"—Juga kondisi yang tepat untuk membesarkan seorang anak
Harry berdiri untuk membuka pintu yang sedari tadi dipukul-pukul pelan oleh seorang anak kecil yang baru berumur satu tahun itu, tingginya yang baru selutut Harry membuatnya tidak bisa menggapai kenop pintu sendiri.
"Iya Albus? lapar?"
Harry menggendong bayi yang baru bisa berjalan dan hanya bisa mengucapkan kata 'Mah' itu, Albus Severus Potter atau yang lebih sering dipanggil 'Al' olehnya adalah anak semata wayangnya, satu-satunya bagi Harry. Bisa dibilang hampir 100% secara fisik Albus adalah photo copy dari Harry, Mata Emerald berkilau, kulit kuning yang sehat dan tidak pucat, serta rambut hitam, namun yang membedakan adalah tubuhnya yang lebih berisi karena Harry tidak mau bayinya kekurangan gizi dan perhatian seperti dirinya dulu, juga rambut Albus lurus dan gampang diatur tidak seperti rambutnya sendiri—Harry sangat bersyukur untuk hal ini—. Beberapa kali disaat ia sedang berbelanja dengan Albus, orang-orang gemas dengan bayi itu dan mengomentari bahwa Albus seperti miniatur yang khusus dibuat untuk menyerupai Harry tapi versi kecil.
Miniatur Harry itu hanya menganggukan kepalanya sambil nyegir lebar yang membuat gigi gigi kecilnya yang baru tumbuh itu terlihat, Albus baru mendapat gigi gerahamnya bulan ini dan menurut dokter perkembangannya sangat baik walaupun sering Albus menggigiti kepala sofa karena pertumbuhan giginya itu membuat gusinya gatal, dan karena ini pengalaman pertama untuk Harry memiliki bayi hal ini sebenarnya benar-benar mengkhawatirkan untuknya.
Dengan gemas Harry menciumi pipi tembem kemerahan itu sambil berjalan ke dapur dan menggambil segenggam biskuit bayi lunak untuk Albus, karena ini masih jam 4 sore dan belum jadwal Albus untuk makan malam. Malam ini Harry akan membuat bubur labu dengan potongan ayam, keju, dan brokoli untuk Bayi bermata emerald itu. Sebenarnya Harry tidak benar-benar pandai dalam hal masak memasak, tapi menjadi orang tua tunggal memaksanya untuk belajar skill dasar, tidak mungkin kan dia memberi makan bayinya makanan gosong? Juga tidak ingin mengambil resiko, Harry memasak semuanya sendiri dengan tangannya dan tidak memakai sihir, ia memilih untuk memasak dengan cara Muggle.
Bayi lucu itu menepuk-nepuk pipi Harry meminta perhatian dari Ibu-nya yang sedang fokus menata kulkas sambil menggendong tubuh kecilnya itu. Harry pun menolehkan mukanya kepada bayi itu sambil tersenyum.
"Kenapa Al? masih lapar?"
Bayi itu menggeleng dan menunjuk-nunjuk televisi, meminta untuk diputarkan acara favoritnya. Harry-pun mengikuti keinginan putra semata wayangnya itu, mendudukan Albus di tengah Sofa yang tidak terlalu tinggi dan aman untuk bayi berumur satu tahun itu kemudian menyalakan channel edukasi kesukaan Albus. Memandang wajah bayinya yang antusias melihat TV sebenarnya membuat Harry agak khawatir. Bagaimana kalau Albus akan tumbuh menjadi anak malas yang hobinya nonton TV seperti sepupunya Dudley? Ngomong-ngomong soal keluarga Dursley, Harry sudah lama tidak bertegur sapa dengan paman dan bibinya, walaupun beberapa kali Harry bertemu dengan Dudley di London, dan surprisingly Dudley dewasa tidak menyebalkan seperti Dudley yang dulu, harus Harry akui bahwa Dudley telah berubah menjadi pribadi yang lebih dewasa sekarang dan Harry merasa sangat senang akan hal itu, Dudley juga tidak pernah mengejek atau membicarakan hal-hal mengenai dunia sihir yang menjadi topik terlarang di keluarga Dursley selama bertahun-tahun itu, juga fakta bahwa istri dari Dudley yang sangat baik beberapa kali ia bersedia untuk menjaga Albus jika Harry harus pergi ke editornya di London. Dan Harry merasa sangat terbantu oleh hal itu.
Dirasa bayinya telah nyaman di tempatnya, Harry kembali jalan ke dapur yang langsung menghadap kepada ruang TV itu dan menyiapkan makan malam Albus. Kini hari-harinya Harry hanya mengurus anak, mengurus rumah, dan kerja didepan laptop, ia tidak lagi melakukan kegiatan-kegiatan berbahaya dengan sahabat-sahabatnya seperti dulu di Hogwarts. Jika dipikir-pikir lagi sebenarnya Harry merasa sangat idiot sekarang jika mengingat begitu banyak hal-hal bodoh yang ia lakukan dahulu, padahal waktu itu umurnya baru belasan tapi bekali-kali dengan senang hati ia bersedia untuk mengamcam hidupnya sendiri, ia akui Harry kecil memangnya agak gila, mungkin dulu keluarga Paman Vernon pernah memberinya makanan basi dan karena itu otaknya jadi konslet. Tapi kalau tidak ada petualangan gila itu, sekarang ia tidak bisa melahirkan karya-karya besar yang laris di pasaran muggle kan?
Dari beberapa kejadian menegangkan di hogwart salah satu yang menjadi kenangan paling berbekas adalah kenangan di kelas 1 dimana dia harus melawan Professor Quirell yang ingin mengambil batu bertuah untuk Voldemort sehingga Harry mau tidak mau harus melawannya, dan memusnahkannya hingga jadi abu. Setelahnya ia tersadar di rumah sakit setelah berhari-hari pingsan, Dumbledore memberikan cincin kepadanya sebagai bentuk rasa terima kasih dari Nicolas Flammel karena Harry berhasil menjaga batu bertuahnya dari tangan Voldemort. Cincin yang merupakan memiliki sedikit kandungan dari batu petuah itu sendiri, Dumbledore mengatakan bahwa cincin itu bisa membuat pemakainya memiliki daya serap sihir yang lebih besar dan bisa mengabulkan segala permohonan jika dipakai dengan bijak, sesudahnya Dumbledore berpesan bahwa cincin itu bisa Harry miliki seacara personal jika ia sudah siap nanti.
Teriakan-teriakan Albus yang khas bayi di depan TV ketika mengikuti instruksi dari acara edukasi itu membuyarkan lamunan Harry, melihat bayinya tumbuh besar membuat hatinya menghangat. Albus Severus Potter, alasan Harry memberinya nama Albus sendiri karena Dumbledore telah berperan banyak didalam hidupya, juga dengan kenyataan bila saja Dumbledore tidak pernah ada di hidupnya, mungkin Harry juga tidak akan pernah memiliki bayinya, Albus. Maka dari itu Harry memberikannya nama Albus, sebagai bentuk penghormatan dan terima kasih untuk penyehir tua yang eksentrik itu.
Sambil membawa makanan bayi itu Harry berjalan kearah Albus. "Makanan sudah siap"
Mendengar Ibu-nya membawa makanan membua Albus bergerak kesenangan, anak in memang punya nafsu makan yang tinggi maka dari itu tubuhnya gempal dan lucu untuk seukuran bayi 1 tahun, dan Harry merasa sangat senang akan hal itu. Setidaknya dia harus memastikan bahwa Albus tumbuh menjadi anak yang sehat dan normal, tidak kekurusan seperti dirinya dulu.
Harry menyuapi bayi itu dipangkuannya, sedangkan Albus sendiri makan dengan khidmat sambil disuapi daddynya. Melihat bayinya yang memiliki nafsu makan yang besar itu ia jadi rindu sahabat-sahabatnya, khususnya Ron. Ia jadi murung memikirkannya, keputusan untuk pindah dan menetap di dunia muggle bukanlah hal yang gampang dan hal ini sudah pasti ditentang oleh Ron dan Hermione, bisa dibilang mereka bertiga itu sahabat sejati dan sebenarnya susah untuk dipisahkan. Tapi mau bagaimana lagi? Harry tidak bisa terus-terusan berada disana dengan segala kenangan yang bahagia dan pahit. Katakanlah ia pengecut dan tidak bersikap sebagaimana Gryffindor sejati, tidak berani untuk melawan semua rasa sakit dan masalah yang menerpanya, tapi Harry tidak yakin ia bisa bertahan jika memendam sakit itu terus menerus. Juga ia tidak ingin merepotkan Hermione dan Ron sehingga itulah yang menjadi alasan mengapa Harry tidak pernah menghubungi mereka lagi, bahkan menutup dirinya dari dunia sihir.
Ia ingin membesarkan Albus dengan caranya sendiri, ia tidak ingin Albus tumbuh menjadi anak dari pahlawan dunia sihir, ia hanya ingin Albus tumbuh sebagai anak normal, ia tidak ingin Albus mendapat banyak tekanan dan perhatian dari seluruh dunia pada saat yang bersamaan, apalagi ia hanya satu-satunya penerus keluarga Potter. Mungkin seperti alasan mengapa Dumbledore menitipkannya di keluarga Dursley dulu, Harry juga tidak ingin Albus menjadi anak yang tinggi hati, cuma bedanya tentu saja Albus tidak akan kekurangan apapun darinya, Harry akan menyayangi dan merawat Albus sepenuh hati. Karena bagaimanapun juga Albus adalah satu-satunya keluarga yang sekarang ia miliki, keluarga yang selalu ia impikan sejak dahulu. Katakanlah tidak lengkap, namun cukup beruntung Harry tidak harus sendirian lagi sekarang.
Tangan kecil yang gempal itu mengaburkan pikirannya dengan tiba-tiba, Harry menurunkan sedikit dagunyab untuk melihat bayinya, disana Albus sedang tersenyum dengan gigi-giginya yang baru tumbuh dan sisa makanan yang bertengger manis di pipinya. Dengan telaten dan kasih saya Harry mengelap sisa makanan itu dengan sagtu ibu jarinya dan membawa bayi itu ke pelukannya.
Albus adalah hartanya pemberian Tuhan yang paling berharga untuk Harry, tak peduli seberapa banyak jalan berduri yang harus ditapakinya di masa lalu, Harry tidak akan pernah menyesal memiliki Albus.
HEEEEEEY aku kembali dengan fic ini hua hua hua, ini fic GS ya. untuk yang gamau baca GS ya gapapa ko, aku terima opini kalian semua. Selamat menikmati!