Di siang hari, seorang wanita berusia sekitar kepala tiga berkeliling mengitari rumah. Dari halaman depan, halaman belakang, hingga ke halaman depan lagi. Dia menggaruk pelan puncak kepala yang tertutup kerudung putih, lalu masuk ke rumah.
"Duh, pada ke mana, ya?" Wanita itu mencari tiap sudut ruangan. "Ice? Blaze?"
"Ayah pulaaang~"
Seorang pria menjeblak pintu depan dengan senyum terkembang. Kurva elok itu luntur melihat ruang tamu dan ruang keluarga kosong. Dia melangkah mantap, mencari setidaknya salah satu anggota keluarga yang tak nampak batang hidungnya.
"Ibu ngapain?" tanya pria itu begitu menemui sang istri di kamar buah hati.
"Nyari anak-anak, Yah. Ke mana mereka, ya?" jawab wanita itu bergeming di posisinya.
"Hmm, mungkin main keluar? Sama teman-teman mereka."
"Iya juga, ya."
"Tapi, buat apa kamu cari mereka di bawah lemari?"
"Ya ... kupikir mereka main sembunyi-sembunyi."
"Nggak muat, Sayaaang," si pria tepuk jidat melihat istrinya tertawa renyah.
"Oh." Sang istri berseloroh melihat bungkusan yang ditenteng suaminya. "Kamu bawa apa itu?"
.
.
.
BoBoiBoy © to Monsta.
Warning: Human Alien, Child Chara, misstypo, OOC, serta ketidakjelasan di sana sini.
Penulis tak mengambil keuntungan apa pun.
Didedikasikan untuk #eduficentry #mainanjadul yang sesungguhnya sudah telat seabad :p
Enjoy~
.
.
.
Di dekat sebuah kedai cokelat yang telah terkenal seantero Pulau Rintis, Kokotiam Tok Aba dan BoBoiBoy, beberapa anak berkumpul. Sebelah sendal-sendal milik mereka ditumpuk tinggi seperti menara. Sedangkan para pemilik alas kaki ramai berteriak.
"Ayo, ayooo! Ambil giliran dulu!" Bocah yang namanya tercantum pada nama kedai Kokotiam mengomando dengan mengacungkan sebelah sendal oranyenya tinggi-tinggi. Sementara seorang lagi bocah berambut landak meriuhkan suasana dengan suara cemprengnya.
"Siapa mau coba dulu? Cepat, dong!"
"Adu Du, kita tukeran sendal, ya!" Anak berambut hitam kehijauan dengan baret sepanjang mata hingga pipi kiri pasang muka memelas. Yang disebut namanya memanyunkan bibir.
"Huh!? Bukannya kau pernah bilang sendalku nggak layak pakai, Jo!?"
"Emang, Du. Tapi, sendalmu itu tipis dan ringan. Enak buat dilempar sampai ke laut sana."
Suasana semakin ribut saat Adu Du memulai aksi anarkis dengan Ejo Jo. Ditambah Fang yang mengamuk karena tak dihiraukan oleh dua temannya tersebut.
"Minggir! Aku duluan!" Bocil berkaos ungu bergambar robot tudung saji menengahi pertengakaran dua manusia, kemudian berjalan ke depan tumpukan sendal mereka.
"Ayo, Probe! Coba lempar sendalnya sampai ke pohon sana!" Anak bermata sewarna cincin api menunjuk sebatang pohon berjarak belasan meter.
Probe mengangguk mengambil posisi. Dia mengayunkan lengan, melempar sendal biru miliknya sejauh yang dia bisa. Hasilnya, sendal karet dekil itu jatuh sekitar delapan meter dari posisi mereka. Dia mendesah kecewa.
Gantian BoBoiBoy yang melempar. Sendalnya jatuh beberapa puluh senti di depan sendal Probe sebelumnya. Probe pundung di belakang.
Berikutnya Ice, bocah bermata akuamarin yang sedari tadi hanya memperhatikan keributan teman-temannya. Sendal yang dia lempar mendarat satu meter di depan sendal BoBoiBoy.
"Oooh! Ice, lumayan!" puji Blaze pada adik kembarnya sambil tepuk sendal.
Adu Du, Ejo Jo dan Fang bergilir menjadi pelempar selanjutnya. Alas kaki Adu Du dan Ejo Jo jatuh bersebelahan, tepat di belakang sendal Probe. Sementara milik Fang berada di antara sendal Boboiboy dan Probe.
"Oke, aku yang terakhir, ya!"
Blaze mengambil ancang-ancang, kemudian melempar dengan penuh gaya. Sendalnya yang berputar-putar di udara melengkung, berbelok menyasar seorang mahasiswa tua berjaket biru yang duduk di meja konter Kokotiam. Bunyi tamparan sendal terhadap punggung si mahasiswa terdengar nyaring. Para bocah akhlak minus itu tertawa sampai mampus. Bukan, bukan menertawai si pengunjung kedai. Melainkan Blaze yang salah tingkah. Pengecualian Ice yang hanya tepuk jidat.
"Alamak! Maafkan Blaze, Bang!" ujar Blaze kalang kabut. Mahasiswa itu mendesis, bersungut-sungut, kemudian melanjutkan acara minumnya.
Blaze menghampiri tempat sendalnya tergeletak, menghitung jarak. Kemudian bersorak ria, "Yess! Aku paling jauh! Jadi, aku yang pertama, ya!"
Bocah-bocah kembali berkumpul. Kali ini, sedikit lebih jauh dari tumpukan sendal mereka. Sesuai dengan undian sebelumnya, siapa yang melempar paling jauh, dia yang berhak merubuhkan menara alas kaki terlebih dulu.
Blaze maju pertama. Sayangnya, sebelah sendal yang dia lemparkan meleset tiga senti. Menara sendal sempat terombang-ambing, tapi tak jatuh. Sampai giliran Ejo Jo sebagai yang terakhir, tak ada yang berhasil menumbangkan menara.
"Ulang! Ulang!" teriak Probe. Mereka berbaris lagi. Blaze mengambil posisi paling depan.
"Blaze, pokoknya yang kamu harus kena, ya!" ujar Fang di belakang.
Anak bermata crimson itu sebetulnya sungguh percaya diri. Namun, dia berpikir ulang. Kalau dia berhasil merubuhkan target, sang adik kembar yang menjadi pelempar berikutnyalah yang akan kalah. Maka, Blaze dengan sengaja membuat meleset lemparannya yang kedua.
"Tumben, Blaze. Biasanya cukup sekali lempar," ucap Adu Du heran. Blaze hanya balas terkekeh sambil keluar barisan.
Di depan, Ice pasang pose membidik. Sebelah matanya memicing. Sudah macam sniper saja gayanya itu. Namun, gaya bukan sekadar gaya. Lemparannya sukses menghancurkan tumpukan sendal. Para bocah segera lari kocar-kacir. Adu Du dan Probe sempat-sempatnya menendang beberapa sendal yang berserakan sambil tertawa nista.
BoBoiBoy langsung menggerundel. "Blaze curaaang! Pasti tadi kau sengaja meleset, kan!?"
Blaze memeletkan lidah, ikut mencari tempat persembunyian seperti teman-temannya.
Tok Aba terkikik di balik meja konter melihat cucunya menyusun ulang sendal-sendal dekil sambil komat-kamit entah mengucap apa.
"Enaknya jadi bocah," celutuk mahasiswa berjaket biru tua pengunjung konter. Ternyata dia tengah berkutat dengan skripsinya di depan laptop. "Mau balik jadi kecil. Hiks ..."
Tok Aba tergelak. "Ya udah, kamu minum aja APTX 4869. Biar balik jadi anak SD."
.
.
.
Di area pinggir Taman Pulau Rintis, Adu Du celingukan. Dia belum menemukan tempat sembunyi yang aman menurutnya. Tak berapa lama, matanya menangkap sebuah tong yang bergerak-gerak. Adu Du merinding seketika.
"Gusti, itu apa?" Bocah itu memberanikan diri mengecek keadaan. Rupanya Ejo Jo tengah menyuruk dalam tong itu.
"Astaga, Jo. Kau ngapain, sih? Kayak nggak ada tempat lain aja," bisik Adu Du.
"Hush, asal kau tahu, Du, ini strategi persembunyian paling sempurna. BoBoiBoy nggak bakal sadar kalau aku ada di sini!" Ejo Jo menepuk-nepuk sendalnya ke pundak Adu Du. "Udah sana! Nanti aku ketahuan!"
Adu Du mendengkus. Baru akan putar arah, si bocah mematung melihat BoBoiBoy berdiri nun jauh di sana sambil tersenyum licik.
"Alamak ..."
BoBoiBoy lari berputar arah—yang Adu Du yakin menuju menara sendal yang telah disusun ulang.
"Ish, ini samua salahmu, Jo!" Adu Du terburu-buru mengejar langkah BoBoiBoy. Tanpa sadar menyenggol tong berisi Ejo Jo di dalamnya. Dan dia lebih tak sadar bahwa penghuni tong itu pusing tujuh keliling setelah jatuh menggelinding.
"Tunggu kau, BoBoiBoooyyy!" Adu Du berusaha menyusul BoBoiBoy yang sudah hampir sampai ke tempat jaga.
"Adu Duuuuu! Ejo Joooo!" BoBoiBoy berteriak kesetanan menyadari Adu Du semakin dekat di belakang, kemudian melompati tumpukan sendal sembari sekali lagi berteriak, "Siiingkoong!"
BoBoiBoy tertawa melihat Adu Du terbaring di rerumputan. "Makanya, Du! Urus dulu diri sendiri!"
.
.
.
"Keadaan gawat darurat, Fang!" Probe berlari pontang-panting, kemudian tiarap di balik semak-semak. Fang di sebelahnya mendesis panjang dengan meletakkan telunjuk di depan mulut. Isyarat agar mengecilkan suara.
"Kau mau kita ketahuan?" tegur Fang berbisik. Probe spontan membekap mulutnya.
"Fang, Bang Adu Du dan Ejo Jo sudah tertangkap. Kita harus tolong mereka," jelas Probe yang juga berbisik.
"Cis, mereka ngapain, sih. Sembunyi aja nggak bisa."
"Bukan itu masalahnya Fang. BoBoiBoy menyusun sendalnya cepat banget. Bang Adu Du aja belum lari jauh pas BoBoiBoy selesai menyusun."
Fang mengetuk-ngetuk permukaan tanah. "Menolong mereka kalau BoBoiBoy yang jaga itu susah. Tahu sendiri dia larinya kayak tuyul. Kita harus putar jauh dulu biar nggak ketahuan sama dia," ucap Fang lagi.
"Kalau gitu—"
"Sst!" Fang menyela sebelum Probe sempat memberi pendapat. Dia menunjuk—dengan gerak mata—seseorang yang berjalan di tengah taman.
"Itu BoBoiBoy," ucapnya kecil sekali. "Kita gerak pelan-pelan."
Probe mengangguk, mengikuti Fang yang merangkak di rerumputan dengan gerak halus nyaris tanpa suara.
Sementara itu, BoBoiBoy yang menoleh kiri kanan mengawasi keadaan menyadari sesuatu berwarna ungu yang tampak bergerak di balik semak-semak.
"Berhenti, Probe! Dia melihat ke sini!" bisik Fang yang juga sama berhenti. Mereka tetap bergeming dalam posisi merangkak—alias nungging—dengan tidak elitnya.
BoBoiBoy menyipit curiga. Ada yang tak beres dengan semak itu. Dan lagi, sepertinya tidak hanya satu. Dia diam sampai teringat bahwa Probe hari ini menggunakan baju berwarna ungu.
"Probe! Fang!" teriak BoBoiBoy lantang. Alasannya turut menyebut nama Fang adalah, karena menurutnya, Blaze tidak mungkin sehati-hati itu jika sudah ketahuan.
Tapi, tak satu pun sosok manusia menampakkan diri dari balik semak. Sesuai dengan arahan Fang, Probe tak menyembulkan muka meskipun namanya telah disebut.
Dalam permainan ini ada beberapa syarat untuk dapat menangkap pemain yang bersembunyi. Yaitu, jika yang berjaga menemukan yang bersembunyi, maka dia harus menyebut nama pemain itu sambil melompati tumpukan sendal dengan berteriak 'SINGKONG'. Seperti yang BoBoiBoy lakukan untuk menangkap Adu Du dan Ejo Jo sebelumnya. Jika dia menyebutkan nama tanpa betul-betul melihat pemain itu, maka dikatakan tidak sah.
BoBoiBoy hening. Kembali ke tempat jaga sekarang untuk melompati sendal hanya akan membuang waktu dan tenaga. Nantinya, Fang dan Probe pasti akan mengelak dengan berbagai alasan karena dia tak benar-benar menemukan mereka.
Sementara, jika dia mendekati semak itu untuk memastikan, nantinya pasti akan terjadi adu lari lagi seperti dengan Adu Du. Lari Fang cukup cepat meskipun masih kalah dari dirinya. Yang BoBoiBoy cemaskan, bagaimana jika saat adu lari nanti Fang melempar sebelah alas kakinya dan merubuhkan menara sendal sebelum BoBoiBoy sempat menangkapnya. Bisa-bisa dia kalah dua kali.
BoBoiBoy berpikir kilat. Dia harus memprovokasi agar Fang dan Probe keluar dari persembunyian. Namun, di saat bersamaan berusaha untuk tidak terlihat berpikir. Kalau ketahuan merencanakan sesuatu, bisa-bisa semua tak ada artinya.
Anak itu tersenyum miring ketika teringat dengan suatu hari di masa pulang sekolah. Beberapa hari sebelum ulang tahun wali kelas mereka.
"FANG PERNAH MERENGEK MINTA DIBELIKAN TEDDY BEAR WARNA PINK SAMA ABANGNYA!"
"APA KAUBILANG!?" Fang refleks berdiri. "ITU BUKAN UNTUKKU, TAPI UNTUK CIKGU PAPA, TAHU!"
"YANG BENAR FANG!?"
"Fang! Probe!" BoBoiBoy menunjuk dua bocah yang menampakkan diri di balik semak. Dia segera berlari kencang menuju tempat jaganya disusul Fang yang ikut berlari kesetanan.
"AWAS KAU, BOBOIBOOOYYY!"
BoBoiBoy terbahak-bahak. Sebenarnya, bocah itu memang cukup cerdas untuk ukuran anak-anak seusianya. Namun, entah sejak kapan kecerdasan itu kadang terasa seperti kelicikan yang dia gunakan untuk kepentingan pribadi di beberapa waktu. Tak ada yang tahu. Meskipun, dalam kasus ini BoBoiBoy tak benar-benar bisa dikatakan licik. Salah siapa yang mudah terprovokasi?
Mendekati tempat jaganya, alarm siaga lima BoBoiBoy menyala. Jauh di depan, terlihat Blaze yang juga menyadari keberadaan BoBoiBoy. Sedangkan di dekat konter Kokotiam, Adu Du dan Ejo Jo melambaikan tangan pada Blaze meminta pertolongan.
"Cepat, Blaze!" Ejo Jo berteriak mengagetkan beberapa pengunjung kedai.
"Selamatkan kamiii!" Adu Du memekik dengan suara naik lima oktaf.
Lomba lari terjadi antara tiga pemain dengan maksud berbeda. Blaze yang berencana menjadi superhero dengan menyelamatkan Adu Du dan Ejo Jo, BoBoiBoy yang tidak mau kalah dua kali, serta Fang yang masih tak terima dituduh merengek minta dibelikan teddy bear pink pada abangnya. Probe? Dia sudah menyerah dari awal. Ketiga orang itu larinya cepat sekali macam maling komplek yang diserbu warga.
"Fang! Probe!" BoBoiBoy mengerahkan seluruh tenaga. Di saat bersamaan, Blaze yang merasa tak mampu mencapai menara sendal sebelum BoBoiBoy bersiap melempar sebelah sendal di tangannya.
"BLLAAAZZE!"
"HIYAAAA!"
Adu Du dan Ejo Jo memekik-mekik. Fang terjatuh di rerumputan karena tersandung kerikil. Probe berjongkok agak jauh dari mereka sambil tepuk sendal. Semuanya terasa begitu dramatis dan lambat hingga membuat mahasiswa berjaket biru tua di konter kokotiam sweatdrop.
"Ini bocah-bocah kenapa mesti pakai slowmode, sih?" batinnya heran.
BoBoiBoy—sudah kembali ke kecepatan semula—melompati tumpukan sendal seraya berteriak, "SINGKONG!" bersamaan ketika lemparan sendal Blaze berhasil menghancurkan menara.
Hening.
BoBoiBoy bergeming menatapi sendal-sendal yang berserakan. Blaze tertawa mengambil lagi sebelah sendal merahnya. "BoBoiBoy kalah lagi!" ujarnya riang.
"Hei, nggak adil! Aku ngelompati sendalnya duluan tadi!" bantah BoBoiBoy tak terima.
"Mana ada! Aku yang merubuhkannya duluan. Jadi, kau kalah lagi, Bob!"
"Nggak, nggak! Aku yang duluan! Dan jangan panggil aku 'Bob'!"
Kebisingan terjadi lagi di depan kokotiam. Tok Aba mengurut dada, menghampiri kedua bocah yang perdebatannya mulai berbelok menjadi perkelahian.
Tok Aba memasang kuda-kuda, kemudian melompat seperti superhero yang akan mengeluarkan teknik rahasia. "Jurus jeweran telinga!"
Kedua tangan Tok Aba menarik telinga Blaze dan cucunya. Dengan kekuatan yang tidak berlebihan tentu saja.
"AAADUDUDUDUH!" Kedua bocah itu merintih bersamaan.
"Nah, masih mau bergaduh lagi?" ancam Tok Aba.
BoBoiBoy dan Blaze menggeleng cepat. "Tak gaduh, tak gaduh," ucap mereka bersamaan.
"Aduh, sakitnya ..." ringis Blaze mengusap telinganya yang memerah.
Fang dan teman-temannya serta mahasiswa di konter kokotiam tergelak tanpa dosa. Beberapa saat setelahnya, sepasang suami istri mendekati keramaian itu ketika Tok Aba menyuruh BoBoiBoy dan Blaze suit agar adil.
"Wah, wah, ribut kenapa ini?" tanya si suami.
"Papa!" Bocah bermata crimson menubruk keras tubuh ayahnya.
"Kalian main apa ramai-ramai begini?"
"Main 'Singkong', Pa! Papa mau ikut?"
"Tunggu, kalian main-main dengan makanan?" Wanita berkerudung putih di samping ayah Blaze tampak tak senang.
"Bukan, Tante. Nama permainannya memang 'Singkong'," sahut Fang. Wanita itu membulatkan mulutnya.
"Kebetulan sekali. Tante baru saja membuat kue kukus singkong di rumah. Kalian mau?"
Para bocah yang sebelumnya bersantai-santai di rerumputan mengerubungi wanita itu layaknya semut menemukan gula. Yah, siapa yang akan menolak makanan gratis? Terlebih lagi anak-anak.
"Ya sudah, ayo ikut Tante dan Oom ke rumah." Bocah-bocah bersorak senang.
"Atok, BoBoiBoy ke rumah Blaze, ya! Daaah~" BoBoiBoy melambaikan tangan seraya melangkah berbarengan dengan Blaze dan keluarganya.
Tok Aba menghela nafas bersama senyum kecil terkembang. Dia memandang hangat keluarga bersama kumpulan anak kecil yang keluar area taman. Biarlah cucunya itu menghabiskan waktu sedikit lagi bersama teman-temannya. Toh, kue singkong yang dijanjikan ibunya Blaze pasti lebih cocok untuk menutup permainan mereka menjelang sore itu.
Permainan masa kecil yang semakin hilang tergerus kemajuan zaman.
.
.
.
Bubar.
Note: APTX 4869 adalah racun fiktif dalam anime Detective Conan. Selengkapnya silakan cek gugel. Jadi, nggak perlu repot-repot cari itu benda di apotek, oke? Karena sampai botak pun nggak akan ketemu. Wkwk.
*Uhuk
Alllooo~ Alien Kocheng di sini~ Ini yang kujanjikan mau ikut prompt, tapi udah telat. Sayang kalau nggak dipublish, nyehehehe. Punten, sodara-sodara :'D. /ditabok
'Singkong' adalah permainan kombinasi antara petak umpet, kucing-kucingan dan lempar sendal. Sering oe mainkan bareng sodara-sodara sepupu waktu masih zaman bocah yang tidak kenal apa itu HP. Cuma tahu HP yang bisa main ular-ularan wkwk.
Soal kenapa disebut 'singkong', oe nggak tahu. Oe sendiri juga nggak yakin permainan ini betul-betul eksis atau cuma kami bersaudara yang tahu. Soalnya waktu oe ngajak temen sekolahan main, pada bingung semua 'singkong' tuh mainan apa, nyahaha.
Kangen main :') hiks ...
Oke, sekian dari saia. Mohon krisar jika berkenan. Alien Kocheng pamit undur diri. /tsaaah!
From Wkwk Land,
Bubye~
.
.
.
Seorang bocah menahan isakan dari mulutnya sambil terus menyedot es cokelat di konter Kokotiam Tok Aba. Matanya berkaca-kaca sejak diberitahu bahwa teman-temannya sudah pulang.
"Kak Blaze jahat. Masa' aku ditinggalin ... hiks ..."
Mahasiswa di sebelahnya terkekeh. "Makanya, Dek, jangan ketiduran waktu main. Lagi pula, siapa suruh kau menyuruk di bawah konter?" ledeknya.
Well, kalian tidak lupa dengan seorang bocah lagi, kan?
.
.
.
Bubar (kali ini bubar beneran).