Disclaimer : Naruto Masashi Kishimoto
Rated : T
Genre(s) : Family and angsty
warning : typo(s), tulisan amburadul, OOC, angst gagal (maybe), cerita gaje, ide mainstream. AU. Child!Naruto
don't like, don't read
happy reading
[hurt]
Hidup kesendirian memanglah memuakkan, kesepian yang tak berujung, merasa jenuh yang tak berkesudahan bahkan serasa membuat seolah mati dari dalam secara perlahan. Dipermainkan oleh takdir yang menyakitkan menyerang secara fisik ataupun mental. Walaupun seperti itu tak membuat bocah berambut kuning cerah menyerah akan hidupnya, tak sekalipun ia berputus asa bahkan mengenal bagaimana sebenarnya apa itu hidup. Bocah itu tidak mengenal bagaimana kejamnya dunia bermain, tidak pernah tau apa yang akan terjadi. pikiran polosnya yang dibantu dengan keadaan mentalnya yang tak sempurna tak mengenal bagaimana dunia begitu kejam dan takdir buruk ataupun baik yang menghampirinya. Yang ia tau, rasanya seperti ketakutan atau kesendirian yang membuatnya seperti terpenjara.
Manik sapphire-nya memandang jauh kedepan, menatap satu persatu anak-anak seusianya yang sibuk bermain bersama ibu-nya. Bukannya dirinya tak mau bergabung, tapi ia cukup tau diri dan tak ingin menampakkan wajahnya pada teman-temannya dengan bersembunyi tak jauh dari taman. Entah mengapa, setiap melihat teman-teman seusianya—bisa bercanda, bermain dan bersosialisasi—dirinya hanya bisa bersembunyi, ada perasaan yang tak bisa ia artikan, mengingat otak atau mentalnya buta akan perasaan sendiri hingga hampir tak mengenal berbagai macam emosi—kecuali hanya kesedihan dan kebahagiaan—yang ia tau tanpa terlalu mengerti artinya apa itu semua.
Naruto, bocah berumur 9 tahun itu hanya meringkuk di balik semak-semak, sendirian di pinggir taman ditemani belaian angin yang berhembus. Tak ada niatan untuk keluar dari persembunyiannya dan bermain bersama anak-anak seusianya. Bocah itu hanya terdiam dan menonton seolah-olah ia sudah bahagia dengan dilakukannya.
Hingga hari hampir menjelang malam, Naruto masih setia menatap anak-anak seusianya mulai bergerak meninggalkan taman dengan berjalan bergandengan tangan dengan ibunya atau bahkan ada yang digendong oleh ibunya. semua pemandangan itu tak luput dari penglihatannya sampai tidak ada seorang pun lagi yang bermain di taman, dia masih setia di balik semak untuk bersembunyi. Bocah itu tak peduli sekitarnya dan mengabaikan sebuah langkah kaki yang berjalan menuju kearahnya(?)
"NARUTO"
Teriakan marah dari arah belakangan bocah berambut pirang itu tak membuatnya bergeming, hingga tarikan kuat kerah bajunya dari belakang membuatnya tak bisa bernafas dan ia merasakan tubuhnya di banting keatas tanah rumput yang ditidurinya.
"apa-apaan kau ini bocah sialan, hah?! kau tidak tau aku lelah mencarimu" geraman keras dari seorang perempuan yang lebih tua darinya merasuk ke telingannya, bahkan sebelum bocah itu melihat siapa yang menariknya, telinganya berdengung saking kerasnya. beruntung di sekitarnya sudah sepi jadi tak menarik perhatian orang-orang.
"bangun, cepat bocah sialan!" pekiknya lagi, dia menarik lengan Naruto kasar, membuat bocah pirang jabrik itu mengerang pelan. Bocah itu ketakutan melihat perempuan itu membuatnya hanya diam menunduk tak berani menatap.
"Karin nee-chan" kata Naruto dengan suara bergetar ketakutan, wajahnya dia tundukkan menatap rumput hijau dipijakinya. Karin—perempuan berambut merah—berdecih tak suka akan panggilan Naruto kepadanya. Baginya Naruto itu hanya bocah sial yang kebetulan lahir dari rahim orang yang sama dengannya.
"jangan panggil aku dengan sebutan menjijikan itu darimu, bocah sialan. aku bukan kakakmu dan aku tak pernah mau menganggapmu sebagai adikku" bentak Karin marah, menatap bengis bercampur menjijikan pada Naruto
Bocah itu terdiam dan memainkan jemarinya, kebiasaanya ketika sedang takut, panik atau gugup. Karin bukannya merasa kasihan melihat tubuh Naruto bergetar ketakutan, malah membuatnya semakin membenci Naruto.
"ayo pulang anak autis, gak usah diam terus disini, Oma mencarimu. jangan katakan jika aku melukaimu, kalau kau mengatakannya aku akan mengurungmu di gudang, paham?!" titah Karin tegas diselipi ancaman yang membuat Naruto mau tak mau hanya bisa menurut. Karin berjalan meninggalkan Naruto yang mengekor di belakangnya.
Perlakuan kasar ini, Naruto dapatkan ketika kakaknya ah tidak, orang tuanya mendapat kabar buruk dari dokter tentang keadaanya. Naruto tidak paham apapun itu, dia tidak terlalu mengerti. Bocah malang itu hanya menerima semua tanpa siapapun memberitahukannya apa yang terjadi pada dirinya.
Naruto, bocah 4 tahun itu tak mengerti apa yang terjadi sekarang. pikirannya tidak bisa diajak kerja sama untuk berpikir sesuatu hal yang logis. dia hanya bisa diam meringkuk di samping sofa ruang keluarga sambil menutup kedua telinganya, guna mengurangi teriakan-teriakan dari balik ruang tamu. dia juga tidak mengerti kenapa ayah dan ibunya tiba-tiba sedih dan marah kepadanya, setelah pulang dari rumah sakit. perubahan sikap dari ibunya dia terima, ayahnya bahkan hanya diam atau mungkin masih shock akan keadaannya.
Meski sudah menutup kedua telinganya, suara-suara itu masih bisa hinggap masuk ketelinganya. suara ibunya, ayahnya, Omanya, neneknya dan kakak-kakaknya masuk kedalam telinganya secara paksa. otaknya mengingat serpihan dari suara itu.
"aku tidak setuju, bagaimana mungkin kalian tega ingin membuang darah daging kalian sendiri, hah?!" suara Omanya menolak dengan keras. Naruto bingung, apanya yang di buang. meski mengingat itu semua perkataan yang masuk di telinga tapi dia tidak sekalipun mengerti.
"tapi Oma..."
"diam kau, Karin. dia itu adik kita. tak seharusnya kau bersikap seperti itu. bagaimana pun Naruto butuh perhatian dari kita. Naruto butuh support dari kita melihat keadaannya sekarang tak seharusnya Naruto harus di singkirkan dari keluarga, DAN KEPUTUSAN ITU AKU DENGAN TEGAS MENOLAKNYA" tukas suara pemuda juga masuk kedalam telinga Naruto. bocah itu tau siapa, itu kakak laki-lakinya—Nagato, sekaligus anak sulung dari ayah dan ibunya—Naruto lagi-lagi merasa bingung. kenapa namanya dibawa-bawa, sebenarnya ada masalah apa.
"jika kalian tetap nekat membuang cucuku, jangan salahkan aku berbuat sesuatu yang tak kalian duga untuk kalian" kini suara neneknya ikut bersuara. ada apa ini? berulang kali Naruto mengajak pikirannya untuk berpikir namun tidak apapun yang bisa masuk kepikirannya. tentu saja karena pikirannya belum terlalu matang untuk hal-hal tentang itu semua.
"Naru-chan"
suara lembut memanggilnya, tak ada lagi suara keras. perlahan dia mengangkat wajahnya, menatap senyuman lembut milik kakak laki-lakinya —Nagato—
"Na...Nagato nii-chan" dengan bibir bergetar ketakutan, Naruto berusaha menyebut kakaknya. Nagato meraih tubuh kecilnya dan nengusap punggung kecilnya.
"tenang disini ada Nii-chan. Naru-chan tidak perlu takut" setelah mendengar ucapan Nagato itu, entah mengapa hatinya serasa lepas dari masalah pelik yang terlalu mengekang ketakutannya.
Karin menyeret Naruto masuk kedalam ruang tamu yang bergetar ketakutan. Perempuan bermata ruby itu sebenarnya muak untuk melihat wajah idiot adik... er maksudnya anak pembawa sial menurutnya.
"dengar Naruto, jangan katakan apapun pada Oma, diam saja, mengerti" bisik Karin sengit. ia mau mengambil resiko untuk mengatakannya dengan keras karena semua orang berkumpul diruang makan. Naruto hanya bisa mengangguk pasrah.
Lalu keduanya memasuki ruang makan, disana melihat keluarganya sedang berbincang, makanan sudah tersedia di meja makan, tapi tak ada satupun yang menyentuh, mungkin karena menunggunya. Wajah Karin kini sudah terlihat biasa saja, ia tak ingin Omanya curiga.
"wah Naru-chan kau dari mana saja sayang?" tanya wanita paruh baya berambut merah yang menyadari keberadaan cucu kesayangannya.
"loh kok baju kamu lusuh gini, kamu abis ngapain Naru?" sahut seorang laki-laki yang memilik rambut sama dengannya, itu Minato—ayahnya—
"Naru, tadi main Oma" jawab bocah itu seadanya "bajunya lusuh karena main, papa" lanjutnya menjawab pertanyaan ayahnya, Minato.
"ya udah, sebelum makan malam. Naru-chan bersih-bersih dulu. biar Oma yang mandi..."
"tidak perlu kaa-san, biar aku saja yang bawa Naru ke kamar", Naruto memandang ibunya yang memotong ucapan Mito—Omanya— wanita yang memiliki rambut yang sama dengan Omanya tersenyum lembut walau terlihat di paksakan.
"ya sudah, tolong yah Kushina"
Kushina —ibunya— membawanya menaiki tangga untuk ke kamarnya di lantai dua rumahnya. Meskipun ada sedikit ketakutan di hati Naruto, karena ibunya pasti...
BRUGH
Baru saja Naruto ingin menebak apa yang akan di lakukan Kushina. kini sudah dia dapatkan jawabannya bahkan sebelum ia menebak. tubuhnya di dorong bertepatan pintu kamarnya di tutup.
"apa yang kau lakukan anak sial, tidak tau kah kau aku hampir di marahi oleh ibuku sendiri gara-gara anak idiot sepertimu, hah?!" bentak Kushina pada Naruto. bocah berambut jabrik itu bergetar ketakutan. Ibunya, kakaknya suka sekali menyiksanya. dia terlalu mengerti apa kesalahannya. Ayahnya bahkan acuh tak acuh padanya. hanya Nagato, Oma dan neneknya yang baik padanya.
Dan kenapa juga mereka bertiga harus berpura-pura baik padanya jika Oma, nenek, dan Nagato melihatnya. dia tidak tau bagaimana bisa lepas dari siksaan ini.
"mama, maafkan Naru. Naru memang nakal. jangan hukum Naru, mama" pinta anak dengan berlutut di depan Kushina. ia menangkupkan kedua tangannya dan menangis memohon ampun. Kushina mendecih kesal.
Sejujurnya, Kushina sudah muak melihat wajah idiot anak pirang—yang mirip suaminya—di hadapannya ini. Menurutnya, kehidupannya yang begitu sempurna harus ternoda dengan kelahiran Naruto. Dengan keadaannya yang cacat, membuat Kushina malu dan seperti di lempari kotoran di wajahnya oleh Naruto—bocah malang yang tak tau apa-apa—seandainya saja ibu, mertua dan anaknya Nagato tak berpihak padanya. Kushina sudah tentu membuang Naruto jauh dari hadapannya.
"tidak usah banyak bicara. lebih baik kau mandi dan aku akan menghukummu jika kau lama. sana!" gertak Kushina pada Naruto. tangannya mengcekram bahunya lalu mendorong anak itu masuk kedalam kamar mandi.
Naruto tak membantah, ia tak ingin mendapatkan siksaan lebih menyakitkan. segera ia bergegas mandi dan membersihkan tubuhnya, ancaman ibunya tak pernah main-main.
[hurt]
"mama" panggil seorang anak dengan suara cemprengnya. menghampiri sang ibu yang sedang bersantai—sendirian—di belakang rumah sambil minum teh. Ayahnya berangkat kerja, sedangkan kedua saudara-saudarinya berangkat sekolah pagi tadi.
"apa?!" jawab Kushina ketus. tatkala anak bungsunya—Naruto—menghampirinya dengan wajah polos dan cengiran khasnya. dilihatnya wajah itu penuh dengan harapan dan senyum bahagia.
Bocah cilik itu memperlihatkan sebuah kertas yang dibawanya di tangannya pada ibunya. senyumnya mengembang ketika Kushina menerima walau dengan sedikit kasar. Naruto menatap mamanya yang kini melihat hasil gambarannya.
"apa ini?!"
"itu gambar mama kalau senyum. gambar Naru bagus kan mama. itu hadiah untuk mama" ucapnya dengan suara sarat akan bahagia di dalamnya. Didalam kertas itu coretan pensil dengan gambar wajah Kushina yang tersenyum, yang tidak sengaja Naruto rekam di otaknya waktu ibu dan ayahnya berbicara. senyum yang jarang sekali Kushina berikan untuknya semenjak pulang dari rumah sakit ketika berumur 4 tahun kala itu.
Gambar yang sangat tidak mungkin untuk digambar anak seusia Naruto yang begitu rapi dan apik, gambarnya seperti pelukis profesional. Naruto memang berbakat dalam hal melukis dan menggambar. Bakatnya yang jarang di perlihatkan pada orang-orang bahkan keluarganya sendiri. baru kali ini ia perlihatkan pada Kushina. berharap bisa membuat sang ibu bangga dan memujinya—seperti ayah ibunya memberikan pujian—pada kakaknya Karin ketika menang olimpiade matematika di sekolah, ketika kakaknya Nagato mendapat pujian ketika memenangkan pertandingan basket di sekolahnya. Naruto juga ingin mendapatkan perhatian orang tuanya.
Kushina menatap gambar Naruto remeh, dengan tanpa perasaan ia meremukkan kertas itu dan melemparkannya tepat di wajah Naruto.
"kok di buang mama, gambar Naru jelek yah?" tanya Naruto dengan wajah polosnya. kalau di lihat baik-baik pada bola mata birunya itu memancarkan kesedihan karena ia gagal mendapatkan pujian dari ibunya. tangannya memungut kertas itu dan merentangkan kertas yang di remukkan ibunya, lalu menaruhnya pada saku celananya.
"yah gambar kau jelek, gak berguna. sana masuk, jangan ganggu aku dan jangan tunjukkan wajah idiot mu di hadapanku" bentak Kushina, lalu mengalihkan pandangannya dari Naruto. wanita yang masih terlihat muda walau sudah berumur lebih memilih melanjutkan acara santainya sambil menikmati tehnya daripada melihat wajah memuakkan anak bungsunya.
Bocah berambut kuning cerah itu tak beranjak walau di telah di usir, masih ada keinginan dari dirinya. Naruto ingin bermain di taman bersama ibunya seperti anak-anak sebayanya, ia ingin seperti itu. Naruto menatap Kushina yang mengangkat cangkir tehnya dan terlihat meneguk isinya dengan santai. tanpa pikir panjang, Naruto menarik tangan Kushina.
"mama, mama, ayo kita ke taman"
"lepaskan anak sialan"
"mama ayo"
Naruto menarik tangan Kushina dan menguncang lengan Kushina, hingga...
PRANGG
Cangkir Kushina jatuh berserakan di lantai beserta isinya. tak pelak membuat Naruto terdiam karena terkejut dan Kushina yang mendadak amarahnya sudah sampai di ubun-ubun kepalanya.
"DASAR ANAK SIALAN!?" teriak Kushina murka. Naruto bergetar ketakutan melihat wajah Kushina yang di penuhi amarah. sungguh ia tak sengaja, bocah itu hanya ingin mengajak ibunya bermain.
"ma..ma.. ma..maaf"
"kau sudah mengangguku, ikut aku anak sialan!?"
Dengan hati panas di penuhi amarah yang membumbung tinggi, Kushina mencengkram lengan Naruto menarik masuk kedalam rumah.
"mama.. am..pun Naru salah, Naru nakal. Naru janji gak nakal lagi" ucapnya dengan nada memelas. Naruto bahkan tidak menggubris rasa sakit ketika Kushina mencengkram lengannya di tambah dengan kuku panjang ibunya menancap pada kulitnya.
"DIAM, ANAK IDIOT"
Kushina menggiring Naruto pada gudang yang terletak di belakang garasi rumahnya. meski terlihat anak bungsunya itu berontak karena tau ia akan di bawa kemana.
"mama, jangan bawa Naru ke tempat gelap, Naru takut mama" ucap Naruto memelas. tubuhnya sudah bergetar ketakutan bahkan sebelum dirinya masuk kedalam gudang.
Kushina sama sekali tak menggubris ucapan anaknya. amarah yang sudah menguasainya sudah menutup pendengaran dan mata hatinya. tangisan dan jeritan Naruto tak membuat Kushina luluh untuk tidak menghukum sang anak.
Setibanya di gudang yang terletak di belakang garasi rumahnya. Kushina memaksa Naruto untuk masuk kedalam ruang gelap dan pengap itu. karena tak ingin Naruto membuat kegaduhan, Kushina memojokkannya di dinding dan menyuruh Naruto untuk duduk disana.
"diam disini dan jangan ribut. kalau kau tidak mau ku pukul, paham?!" setelah mengucapkan itu, Kushina ingin berjalan keluar tetapi sebuah tangan memeluk kakinya, mata bergulir ke bawah melihat Naruto nampak memohon di bawah kakinya.
"Naru tidak mau disini, Naru mau keluar. Naru takut mama, Naru janji tidak akan nakal" melas Naruto, tangannya mengunci kaki Kushina erat. perlakuan Naruto semakin membuat Kushina semakin panas, perempuan itu menghentakkan kakinya kuat hingga Naruto sedikit terpental di ujung tembok.
"diam disini ku bilang dan jangan berisik atau aku tidak akan mengeluarkan mu" bentak Kushina tajam, lalu dengan cepat melangkahkan kakinya keluar dari gudang dan menguncinya dari luar.
Seperti orang yang sudah putus asa, Naruto hanya meringkuk di pojokan dinding. tak tau mau berbuat apa, Naruto hanya menangis dalam diam di temani kesepian yang melanda. meski dadanya sudah sesak karena ruangan penuh dengan barang-barang tua dan usang, serta debu di mana-mana, Naruto tak memberontak karena ketakutannya membuatnya hanya bisa bungkam.
[hurt]
"loh, Naru mana ma?" di sela kegiatan makan malamnya, Nagato bertanya ketika sudah menyadari adik bungsunya tidak ada di meja makan. hanya Karin, Kushina dan Minato.
Pertanyaan Nagato seketika membuat Kushina gelagapan, ia lupa mengeluarkan Naruto dari dalam gudang. tapi Kushina berusaha menutupinya, bisa gawat kalau Nagato tau.
"ngapain sih dicari. mungkin udah tidur. udah makan aja" sahut Karin jengkel. anak kedua Namikaze itu muak jika harus satu meja makan dengan anak idiot itu, lagipula ia sudah tau pasti Naruto sedang di kurung di gudang karena melihat gelagat Kushina, Karin hanya ingin menyelamatkan ibunya itu. Nagato menggeram marah, ia hendak membentak Karin jika saa Kushina tidak mengintrupsi tingkahnya.
"sudah-sudah, Karin benar Nagato, Naru lagi tidur" timpal Kushina cepat
"kenapa dia tidur cepat sekali? apa dia sakit?" tanya Nagato pada Kushina, suaranya terdengar khawatir, berpikir yang tidak-tidak. "aku akan memeriksanya" lanjutnya lalu berdiri hendak meninggalkan meja makan sebelum Kushina menahannya.
"tidak usah, biar mama saja" ujar Kushina cepat, tak ingin Nagato apa yang terjadi. Kushina segera meninggalkan ruang makan untuk ke gudang tentu tanpa sepengetahuan Nagato.
"ada apa dengan Kushina, tumben sekali" ujar Minato tiba-tiba pada kedua anaknya. Karin mengerdikkan bahunya tak peduli, sedangkan Nagato hanya mengerut bingung karena perkataan Minato.
Kushina membuka perlahan pintu gudang setelah membuka kuncinya, di tangan kanannya sudah memegang senter karena penerangan di gudang sudah lama mati, itu mengapa Naruto takut untuk berada disini. mata Kushina bergerak mencari sang anak bungsu, yang di dapatinya sedang menutup wajahnya pada kedua lipatan tangannya yang bertumpu pada kedua lututnya.
perlahan wanita itu mendekat kearah anak laki-lakinya dan menguncangkan bahunya kasar.
"hey bangun"
Naruto mengangkat wajahnya, tiba-tiba silau lampu begitu menusuk matanya. ia tidak bisa melihat siapa yang memanggilnya. setelah cukup untuk meminimalisir penglihatannya, Naruto berteriak senang, segera ia memeluk Kushina.
"mama, keluarin Naru. Naru janji gak nakal lagi" ucapnya senang karena ibunya datang menyelamatkannya. Kushina menghempaskan tubuh Naruto hingga pelukan mereka terlepas. anak itu hanya bisa meringis karena badannya harus bertubrukan dengan ubin.
"tidak usah memelukku, cepat keluar tapi ganti baju mu. jangan katakan apapun pada Nagato, paham?!" Kushina segera keluar dari gudang karena tak tahan dengan bau dan sesak. padahal baru sebentar ia masuk kesana, lantas bagaimana dengan Naruto yang berjam-jam di kurung di dalam ruangan pengap itu.
Dengan perasaan senang karena telah bebas dari gudang, Naruto segera berlari ke kamarnya untuk berganti pakaian sesuai perkataan ibunya.
"uhuk...uhukk..."
saat hendak ingin menganti pakaiannya, tiba-tiba saja batuk menyerang Naruto. membuatnya sedikit kewalahan karena batuknya. Naruto menyentuh mulutnya ketika batuknya mulai mengeras. bocah itu merasakan ada sesuatu yang basah pada telapak tangannya.
berbentuk cair, bewarna merah pekat, berbau amis.
Naruto berpikir keras apa yang sedang di tangannya. namun, itu tak berlangsung lama. ia segera bergegas dan bergabung bersama keluarganya, takut jika terlalu Kushina akan marah dan menghukumnya.
"kamu kenapa lama sekali Naru, kami sudah selesai, kamu baru datang" tegur Nagato lembut ketika Naruto sudah menampakkan dirinya di ruang makan. Semua pandangan mata mengarah padanya. Nagato menatap khawatir, Karin mendecih sinis, Kushina hanya menghela nafas pelan, dan Minato hanya menoleh acuh.
Naruto hanya tersenyum polos, entah kenapa ia merasakan kepalanya pusing. namun ia abai, lebih memilih mendekat kearah Nagato dan duduk di sampingnya.
"mau kakak ambilkan sesuatu?" tanya Nagato dengan penuh perhatian. Namun, lagi-lagi Naruto hanya tersenyum menatap satu persatu keluarganya. Karin yang merasa sedikit muak, berdiri lalu meninggalkan meja makan.
"terima kasih atas makanannya" ucap Karin tanpa menoleh.
Minato mengusap kepala Naruto sebentar lalu berjalan pergi meninggalkan meja makan juga. Naruto hanya tersenyum hangat. Disadari atau tidak, entah mengapa Minato merasa senyuman anaknya sedikit berbeda. tapi ia abai, lalu meninggalkan meja makan setelah mengucapkan penutup.
Di meja makan hanya tersisa Kushina, Nagato dan Naruto. Kushina enggan pergi, untuk memastikan Naruto tidak mengatakan yang tidak-tidak pada Nagato.
"Naru"
lagi-lagi tidak ada jawaban yang ia dapatkan, hanya senyuman. senyum yang menggetarkan hati Nagato dan menyakitkan untuk Kushina. pikiran buruk menghantui Kushina, wanita itu mendekat kearah Naruto.
"Naru, kalau kau diam, kami tak tau apa yang kau mau" ujar Kushina lembut pada Naruto di depan Nagato. anak bungsu Namikaze itu terdiam.
"Naru tidak lapar, tadi Naru sudah makan" lekas mengatakan itu Naruto berjalan pergi meninggalkan meja makan menuju kamarnya. membiarkan dua orang dilanda kebingungan disana.
Bocah itu berbohong, lantas ia ke kamarnya untuk segera berbaring. pusing di kepalanya segera menjalar hingga membuat perutnya mual. merasa tak bertenaga Naruto hanya bisa memejamkan mata mencoba mengurangi rasa pusing di kepalanya.
Namun, belum sampai setengah jam ia berbaring. pintunya di buka paksa, membuatnya terlonjak kaget tapi tidak sampai membuatnya untuk beranjak dari kegiatan baringnya.
"hey bangun anak sial" gertakan ibunya tidak membuatnya lagi merasa takut, karena sakit lagi menguasai tubuhnya. Kushina mencebik tanpa memperhatikan wajah Naruto yang mulai memucat, tangannya menarik bahu Naruto dan mendudukkannya paksa di pinggir ranjang. mencengkram bahu anaknya, menulikan telinganya ketika Naruto meringis pelan.
"kau tadi ingin mengatakannya pada Nagato, kan?" Kushina langsung menuduh walau Naruto terlihat tidak berdaya, ia seakan menutup mata akan keadaan anaknya. Naruto menggeleng pelan, meraih tangan ibunya yang berada pada bahunya, di genggamnya hingga Kushina merasa dingin ketika kulitnya bersentuhan dengan tangan Naruto.
"Naru tidak mau bilang apa-apa sama Nagato-Nii-chan" jawabnya susah payah, matanya sudah sayu. "mama, temenin Naru dulu disini" pinta Naruto dengan nada memohon.
Kushina mendecih kesal, ia melepaskan cengkraman tangannya dan meninggalkan Naruto tanpa mempedulikan permintaan anaknya. meskipun jauh di dalam lubuk hatinya, memintanya untuk tetap berada di kamar anaknya.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Kushina meninggalkan Naruto sendirian di kamar. Bocah malang itu hanya menatap sedih punggung Kushina yang mulai menjauh. saat hendak tidur kembali, ia teringat sesuatu. menahan pusing yang mendera, Naruto melangkah ke arah meja belajarnya dan mengambil skecthbook pemberian Nagato ketika ia ulang tahun ke 7 tahun. walaupun Nagato sedikit bingung akan permintaan Naruto, namun ia mengiyakan saja.
"papa pasti suka"
coretan pensilnya menyapu luas di kertas skecthbook-nya.
[hurt]
pagi ini, di kediaman Namikaze nampak sunyi. Nagato dan Karin sudah berangkat sekolah, Minato sibuk di ruang kerjanya, ia lebih memilih untuk bekerja dirumah. Kushina menjalan perannya sebagai ibu rumah tangga. sedangkan malaikat kecil dari keluarga Namikaze itu belum juga keluar dari kamarnya, padahal hari sudah menjelang siang. Kushina dibuat heran, padahal biasanya anak itu sudah bangun pagi-pagi sekali, membangunkan seluruh anggota keluarganya dengan suara cemprengnya.
Apa yang di tunggu akhirnya keluar juga, Naruto menyunggingkan senyuman manis di balik wajah pucatnya. Dengan semangat membara, Naruto melangkahkan kakinya menuju ruangan ayahnya. bocah itu sudah hafal, di hari sabtu ini ayahnya pasti bekerja dirumah bukan di kantor.
"papaaaa" teriakan bocah manis itu, membuat Minato memalingkan wajahnya sebentar kearah pintu, lalu kembali fokus pada laptopnya.
"ada apa Naru?" tanya Minato tanpa mengalihkan pandangannya, tangannya sibuk mengetikkan diatas keyboardnya. Naruto mendekat, tangannya terjulur ke depan, memberikan sesuatu pada Minato.
"lihat papa, gambar Naru baguskan?" tanyanya pada Minato. sejurus mata Naruto terlihat berbinar untuk mendapatkan reaksi Minato berharap sang papa memuji. Minato berpaling sebentar lalu kembali fokus.
"iya bagus kok" Minato menjawab seadanya, namun Naruto tak puas. perlahan mendekati Minato lalu menariknya pelan untuk meminta perhatian lebih.
"lihat dulu papa"
"gambar Naru bagus kok. udah yah papa mau kerja lagi" usir Minato halus tanpa mengalihkan pandangan. Naruto tidak semudah itu menyerah, tangannya kembali terulur untuk merebut perhatian Minato.
"NARUTO, PAPA LAGI KERJA! BISA, TIDAK KAMU TENANG SEDIKIT! PAPA CAPEK DENGAN MASALAH DI KANTOR! JANGAN KAMU MENAMBAH BEBAN PAPA LAGI?!"
Minato yang tersulut api amarah, melampiaskan kemarahannya pada Naruto. menurutnya Naruto terlalu banyak tingkah untuk menarik perhatiannya, di tambah dengan pekerjaan yang tak kunjung selesai membuat Minato dilanda stress.
"ma..maaf papa"
"ya sudah sana keluar" usir Minato kasar. tak memperdulikan wajah Naruto yang terlihat ketakutan karena amarahnya yang tersulut. setelah melihat Naruto keluar dari ruang kerjanya, Minato menghela nafas kasar, ia memijit keningnya pelan, hingga matanya tak sengaja melihat sebuah kertas di dekat pintunya. mungkin punya Naruto. pikir Minato.
Minato meraihnya hendak melihatnya sebelum Kushina tiba-tiba masuk kedalam ruang kerjanya, membawa cemilan dan minuman.
"ada apa kamu kok teriak-teriak gak jelas gitu?" tanya Kushina pada Minato. tangannya menaruh nampan berisi di samping laptop Minato. Suaminya tak langsung menjawab, ia berdiri lalu menghempaskan diri di sofa yang ada diruang kerjanya.
"tidak pa-pa, Naruto tadi hanya mengangguku" Minato dengan nada pelan, jawaban Minato sukses membuat Kushina sedikit menggeram kesal dengan tingkah Naruto yang menyebalkan baginya.
"humm, memang anak sialan itu tidak tau di..."
"bagiku dia seorang malaikat yang sengaja dikirim Tuhan untuk keluarga kita" suara makian Kushina yang hendak di keluarkan terhenti ketika sebuah suara memotongnya terlebih dahulu.
Kushina dan Minato kompak berpaling kearah suara yang memotong ucapan wanita itu, di lihatnya Nagato sedang berdiri di ambang pintu dengan wajah mengeras dengan ekspresi yang sulit di baca.
"Nagato, kau... bukankah ini masih jam sekolahmu" tanya Minato pada anak sulungnya. matanya melirik pada jam dindind yang terletak di atas pintu ruang kerjanya.
"aku bolos"
"Nagato, mama tidak mengajari mu untuk hal-hal buruk apalagi sampai bolos sek..."
"DIAM!" Kushina tersentak, Minato terkejut. baru pertama kalinya mereka mendengar Nagato berteriak dan membentak orang tuanya. Minato yang memang mood nya kurang bagus, tersulut emosi.
"apa-apaan kau ini Nagato, siapa yang mengajari mu berlaku kurang ajar pada kami, huh?!" bentak Minato
"kalian"
"hah?!"
Jawaban Nagato sukses membuat Minato kesal bukan main, ia berdiri dari tempat duduknya hendak melayangkan tinjunya pada anak sulungnya jika saja Kushina tidak mencegahnya terlebih dahulu.
"tenang, Minato. kita dengar apa yang ingin dikatakan Nagato" lerai Kushina. ia paham anak dan suaminya itu sama-sama di pucuk amarah. "Nagato apa maksudmu bicara seperti itu?" tanya Kushina dengan nada lebih lembut.
"aku tak percaya harus punya orang tua menyedihkan macam kalian" ujar Nagato sarkatik, semakin memantik amarah Minato.
"anak ini..." geram Minato
"AKU MALU PUNYA ORANG TUA KAYA KALIAN. KALIAN ADALAH ORANG TUA TERBURUK, APA KALIAN PIKIR AKU SUDAH BAHAGIA ATAS APA YANG KUDAPATKAN INI DARI KALIAN. HUH?! BAHKAN AKU LEBIH MEMILIH MENJADI GELANDANGAN JIKA ITU LEBIH BAIK DARI PADA HARUS HIDUP BERSAMA KALIAN!?" nafas Nagato tersenggal-senggal karena berteriak pada orang tuanya. mendengar itu entah kenapa Minato terdiam dengan amarah yang menguap entah kemana, Kushina hanya tercenung, hatinya tercubit. ucapan Nagato begitu menyakitkan.
"Nagato apa yang..."
"adikku, dia adalah orang yang sempurna di balik mentalnya yang kurang sempurna. hidupnya tak pernah lebih baik bahkan dari aku sendiri" Nagato memotong ucapan ibunya lagi. setelah ia berhasil menetralkan nafasnya. Nagato menghirup nafas panjang sebelum berbicara. matanya menatap kedua orang tuanya yang terdiam menunggu kalimatnya lagi.
"apa yang kalian pikir, dengan senyuman setiap hari ia tebarkan, ada kebahagiaan di dalam? tidak, ia tersenyum karena dirinya tidak mengerti bagaimana tertawa bahagia, adikku menangis bukan karena ia cengeng tapi ketakutannya dan trauma membuatnya seolah dia yang salah. tak pernah kalian berpikir apa yang mengisi adikku kemarin, hari ini, atau esok ada kebahagiaan terselip di setiap hidupnya dan pernahkan kalian menanyakan itu padanya" ucap Nagato panjang lebar. matanya menelisik pada ayah dan ibunya.
"adikku tidak terlalu menuntut banyak apapun dari kalian, pribadinya yang cacat membuat dirinya tidak terlalu menahu apa yang dia perlukan secara fisik. tapi ia memerlukan secara mental dan tidak akan membuang waktu dan tenaga kalian, kalian tau apa itu? kasih sayang" sebulir liquid bening mengalir di pelupuk mata Nagato, tatapan adiknya begitu menyakitkan, selama ini Naruto harus berjuang keras untuk kebahagiaan yang tak pernah didapatkannya.
"adikku harus melewati 5 tahun lamanya tanpa kasih sayang kalian. adikku yang masih kecil, harus melewati semuanya sendiri. aku selalu berpikir kalian sudah menjalankan peran orang tua yang baik persis seperti untukku dan Karin tapi kalian bahkan tidak pernah lagi bersikap lembut pada adikku. apa kalian sekali saja menanyakan apa keinginannya? apa yang di butuhkannya?" tanya Nagato pada kedua orang tuanya. Namun yang di dapatinya, Minato hanya bungkam dan Kushina yang terisak.
"apa karena adikku tidak normal, dia harus mendapatkan perlakuan tidak adil dari kalian bahkan lingkungannya. mungkin bagi kalian adikku adalah sebuah malapetaka tapi bagi ku dia anugerah yang terindah yang Tuhan beri bahkan dari apapun di dunia ini, kalian tau mengapa?" tanya lagi pada kedua orang tuanya. Minato hanya menundukkan pandangannya, Kushina memalingkan wajahnya.
"peristiwa 9 tahun yang lalu. tentang kasus perceraian kalian yang hampir masuk ke meja hukum" jawaban Nagato membuat kedua orang tua itu terkejut. keduanya kompak menatap Nagato yang tersenyum tipis.
"bukankah kalian hampir bercerai waktu itu hanya karena masalah sepele. bahkan aku dan Karin tak bisa mendamaikan kalian, nenek dan Oma juga tidak bisa. aku selalu berdoa agar kalian tidak benar-benar berpisah lalu Tuhan mengabulkan doaku dengan kehadiran Naruto, adikku. waktu itu mama hamil kan dan itu juga alasan kalian membatalkan surat pengajuan perceraian pada pengadilan. waktu aku sangat bersyukur dan selalu menganggap bahwa adikku, Naruto adalah sesosok malaikat yang dikirimkan untuk keluarga kita. dia benar-benar penyelamat" mata Nagato menatap lekat kearah Kushina.
"Dan ingatkah mama 3 tahun yang lalu saat mama bertengkar dengan papa, pada saat itu papa tidak pulang beberapa hari, mama ingatkan siapa di samping mama ketika mama menangis, dia adikku ma. bahkan waktu mama sakit, dia selalu berada di samping mama meskipun berkali-kali mama mengusirnya dia tetap berdiri disana berpikir mama membutuhkan seseorang saat itu" ucapnya pada Kushina yang kini terduduk di lantai dengan wajah berlinang air mata. yah wanita itu ingat, jika saja ia tidak hamil waktu itu mungkin dia tidak seatap lagi dengan Minato. tangisnya bertambah kencang ketika mengingat Naruto yang selalu menemaninya ketika ketiga anggota keluarganya sibuk.
"dan papa, apa papa tidak ingat. ketika aku, Karin dan mama tidak ada dirumah. Naruto menemani papa, bahkan dia memijat kaki papa dan menemani papa meski papa sudah menolak. Naruto tau papa lelah bekerja dan ia menawarkan diri untuk menemani papa" kini giliran Minato yang terdiam mematung mengingat semua tingkah anak bungsunya.
"apakah kalian masih mengingat, Naruto belajar berbicara dari mama dan Naruto belajar berjalan dari papa. kalian masih ingatkan?" tak ada jawaban. hanya tangisan Kushina yang mendominasi
mata Nagato tak sengaja menangkap kertas yang terletak di dekat kaki Minato. ia meraihnya dan melihat apa lagi yang di gambar Naruto. ia tau karena kertas tebal itu dari sketchbook Naruto.
"lihat pa, dia bahkan menggambar papa dengan bagus meski usianya masih muda" Nagato memberikan kertas yang ingin di perlihatkan Naruto pada Minato.
Ditatapnya baik-baik gambar itu, terbesit rasa bangga pada anaknya itu, Minato hanya bisa tersenyum. lalu Nagato mengambil tas nya, di keluarkannya sebuah kertas yang nampak lusuh.
"mama coba liat, ini gambar Naruto buat mama" Nagato menyerahkan kertas itu pada Kushina. wanita berambut merah itu teringat kertas yang kemarin Naruto perlihatkan padanya.
"ada tulisan di belakangnya, coba mama baca"
Kushina membalik kertas itu.
[mama cantik, Naru bahagia punya mama. Naru sayang mama, tapi mama kayaknya sedih karena Naru. kata Nagato Nii-chan mama sayang banget sama Naru. jadi Naru kasih hadiah ini untuk mama]
Kushina tersenyum bahagia, anaknya begitu perhatian. sungguh rasa sesal di hati Kushina kala mengingat perlakuan buruknya pada anaknya. di pegangnya kertas itu erat-erat.
"Naruto"
tak ingin penyesalan terlalu menekan hatinya. ia berdiri dan berlari keluar ruang kerja... eh tidak keluar rumah mencari Naruto. Nagato tidak menahan, ia mengerti perasaan ibunya. lalu pandangannya beralih pada ayahnya yang masih memandangi gambar sederhana dari tangan ajaib Naruto
"papa tak ingin menyusul?"
ucapan Nagato menekankan Minato dari kesadarannya, ia berlari keluar mengikuti Kushina. mengabaikan Karin yang baru datang dilanda kebingungan.
"ada apa sih?" tanya Karin pada Nagato. laki-laki itu tak menjawab. ia menarik tangan Karin.
"ikut aku"
[hurt]
Kushina berlari keluar rumah, mencari Naruto di sekitar dan berteriak memanggil anaknya. tak peduli akan tatapan orang-orang padanya. karena sekarang, ia ingin sekali mengecup dan memeluk anaknya itu.
Langkahnya terhenti ketika pandangan wanita itu menangkap sesosok anak laki-laki meringkuk di balik semak-semak seraya menatap anak-anak sebayanya bermain bersama ibunya di taman. hati Kushina mencelos melihat wajah sayu anaknya, jadi selama ini Naruto tidak benar-benar bermain bersama temannya. ia hanya duduk meringkuk menyaksikan anak sebayanya bermain.
Kushina menutup mulutnya untuk tidak histeris di jalan. ia berjongkok di jalan untuk meredakan tangisnya yang entah mengapa ingin meledak.
Manik violet itu membulat ketika Naruto tiba-tiba terbatuk dan mengeluarkan darah yang cukup banyak, bahkan ia nampak kesulitan bernafas. tanpa pikir panjang, Kushina berlari memeluk tubuh Naruto yang hampir terjatuh ke tanah.
"Naru sayang, kamu tidak pa-pa? apa yang terjadi sayang?" tanya Kushina lembut pada Naruto yang berada diambang kesadaran. air matanya terus menetes, dengan panik ia menepuk pipi Naruto. namun, wanita itu terpaku sejurus pandangan matanya melihat sebuah senyuman hangat nan menenangkan ditangkap matanya.
"pe..pelu..kan ma...ma ha...ha..ngat, Naru su...su..ka"
Hati terasa Kushina beku, jawaban Naruto sukses menampar keras hatinya yang begitu terkurung kebencian menghantarkannya ke penyesalan tiada berujung. ia sadar selama ini Naruto tidak pernah menerima lagi pelukannya.
"apa katamu dokter, jangan bercanda dengan kami?!" pekik Kushina marah, ketika menerima kabar yang begitu membuatnya marah.
"kami sudah memeriksa anak ibu dan hasilnya seperti kami katakan tadi" dokter muda itu memperlihatkan hasil testnya. Kushina gemetar melihat hasil testnya.
Minato mendekati istrinya bermaksud untuk menenangkan namun ia juga malah terdiam karena shock.
Naruto yang berumur 4 tahun di vonis menderita penyakit Gangguan Autistik atau orang - orang menyebutnya 'Autis'. Kushina menolak percaya bahwa anaknya harus 'cacat mental'
"ketika orang menyebutnya autisme, biasanya gangguan yang dimaksud adalah gangguan autistik ini. Anak dengan gangguan autistik ini biasanya memiliki masalah interaksi sosial, komunikasi, dan imajinasi" jelas sang dokter pada orang tua ini. sang dokter menghampiri Naruto yang sibuk mengatur mainan. lalu mengajak Naruto untuk ke kedua orang tuanya.
"tapi anda tidak perlu khawatir nyonya, saya yakin anak ada berbakat di bidang tertentu karena anak anda 'spesial' yang diberikan Tuhan untuk anda" lanjut sang dokter.
Namun, apapun yang dikatakan sang dokter tidak merubah keadaan karena di detik itu juga, Kushina memandang benci kearah Naruto.
-
Naruto menarik ujung baju Kushina.
"mam..ma" panggil Naruto dengan suara yang agak susah.
"diam anak autis, gara-gara kau, aku harus menanggung malu karena kecacatan mu" teriak Kushina murka, ia memandang Naruto tak lebih dari pengganggu.
Bocah itu hanya terdiam, dan berjongkok menutup kedua telingannya dan bergumam tidak jelas. Kushina meninggalkan Naruto tak peduli anak itu ketakutan atau tidak karena suara besarnya.
beberapa kali Kushina berusaha untuk tetap berdiri, tetapi ia merasa kakinya seperti jelly, lemah dan tak bertenaga. menyaksikan anaknya berada di ambang kesadaran di dalam pelukannya dengan darah yang terlalu banyak di keluarkan dari kerongkongannya. membuat pikiran Kushina blank, jika saja Minato tak datang dan menyadarkannya mungkin Kushina hanya terdiam bak patung menyaksikan Naruto tertidur lemah di pelukannya.
"Kushina"
wanita itu tidak bisa melihat siapa dan apa di sekitarnya. ia terlalu sibuk dengan tangis dan pikirannya yang di sesaki ekspresi Naruto yang terlihat kesakitan.
"Kushina"
"mama"
jiwanya seakan ditarik paksa keluar dari raganya, menyaksikan Naruto yang yang sudah terbujur lemas di pelukannya. keluarganya sudah berkumpul di depan I.C.U. dilihatnya di samping, ada Minato yang memeluknya.
"Naruto, anakku"
"dia sedang di periksa Kushina, aku mohon kamu sabar" Minato berkata dengan suara seraknya karena menangis meratap mengingat tentang keadaan anak bungsunya. ia sendiri masih shock ketika melihat Naruto terbaring lemah di pelukan sang istri, tanpa berpikir panjang, ia segera membawa anaknya ke rumah sakit . pikirannya sudah jauh melambung keatas, ia takut.
"mama"
Nagato berjongkok di hadapan Kushina lalu tangannya terulur memberikan Kushina sebuah sketchbook dan catatan kecil milik Naruto. Kushina menerima dengan tangan gemetar.
"ini punya Naruto, semalam aku membuka keduanya. ini untuk kalian"
Kushina membuka setiap lembaran-lembaran sketchbook milik Naruto. di balik tangisannya sepasang suami istri, ada terselip senyuman tulus. Minato dan Kushina menatap gambaran mereka yang ada di sketchbook Naruto, bahkan kakak-kakanya dan nenek dan Oma-nya juga ada. dada Minato dan Kushina di penuhi rasa bangga, lalu keduanya beralih pada catatan kecil milik Naruto.
[Aku mau sehebat papa]
[aku mau sekuat mama]
[aku mau jadi orang pemberani seperti Nagato Nii-chan]
[aku mau punya banyak teman seperti Karin Nee-chan]
[hari ini Naru sedih, Naru liat mama nangis. tapi Naru janji akan selalu bersama mama]
[kata papa Naru tidak boleh nakal karena nanti papa dan mama sedih. Naru janji tidak akan nakal]
[kata Nagato Nii-chan aku harus berani supaya Naru punya banyak teman]
[Karin Nee-chan bilang dia benci Naru. tapi Naru sayang sama Nee-chan. Karena Nee-chan mirip mama, cantik]
[Naru mau main sama mama sama papa di taman]
[Naru juga mau di peluk sama mama dan di sayang(manja) sama papa]
[Naru takut liat mama marah tapi Naru yakin mama tetap sayang Naru]
[Naru sedih karena Naru tidak punya teman, Naru kesepian]
[tapi Naru bahagia punya mama, papa, Nagato Nii-chan, Karin Nee-chan, Oma, dan nenek]
[Naru sayang sama mama, papa dan semuanya]
tangis Kushina tak berhenti keluar, jadi selama ini Naruto tak punya teman dan apapun yang di terima anaknya. tidak sekalipun anaknya merengek seperti anak lainnya. ia tetap bersabar meskipun berkali-kali ia menghukum dan mencaci anaknya, karena ia sadar anaknya butuh kasih sayang.
sendirian.
kesepian.
tak ada teman.
tak ada kasih sayang.
tak mengenal dirinya dengan baik.
selalu merasa dirinya salah.
memikirkan perasaan orang lain.
Naruto memang anak yang luar biasa sempurna di balik 'cacat mental' nya. kenapa Kushina baru sadar, bahwa semua kebahagiaan keluarganya berasal dari anaknya.
"Naruto"
Minato memeluk istrinya, ia sama rapuhnya. mengingat anaknya yang berjuang antara hidup dan mati di dalam. Di dalam hatinya Minato bersumpah akan membahagiakan anaknya yang terabaikan itu jika Naruto sudah sembuh. Nagato hanya menyenderkan tubuhnya di tembok, tak berniat menenangkan orang tuanya karena rasa khawatirnya juga. sementara Karin hanya diam menunduk.
suara deritan pintu terbuka, menampilkan seorang dokter yang berdiri dengan raut wajah yang sulit di tebak. sontak kehadirannya menjadi kerubungan keluarga kecil Namikaze.
"putraku.. bagaimana.. Shizune?" tanya Minato susah payah karena suaranya nyaris tak bisa keluar.
"kalian di panggil masuk oleh Tsunade-sama didalam Namikaze-san"
keluarga kecil Namikaze itu beriringan masuk. tangis Kushina tidak bisa terbendung melihat anaknya kini terbaring lemah diatas brangkar, ia berlari dan memeluk Naruto.
"nenek, ada apa ini?" pertanyaan Nagato mewakili yang lain. Tsunade hanya terdiam, memandangi wajah cucunya. air mata sudah mengucur di pelupuk matanya.
"infeksi saluran pernapasan. paru-parunya terlalu banyak menghirup udara kotor dan dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi" jelas Tsunade dengan terbata-bata. melihat cucunya ingin meregang nyawa di hadapannya sungguh mengguncang jiwanya.
Kushina harus menahan rasa sakit yang tiba-tiba menghantamnya akan keadaan anaknya. perasaan bersalah semakin memeluk hatinya, mungkin karena ia sering mengurung Naruto di gudang. itu artinya dia yang membunuh anaknya.
"bu, jangan berbohong, anakku tidak mungkin..." Minato tak melanjutkan kata-katanya. ia tidak bisa berpikir lebih jernih.
tak lama mereka menangkap respon Naruto yang terbangun. Kushina segera berdiri dan mendekatkan wajahnya pada anaknya, tak peduli meski air matanya masih bertumpah ruah. dilihatnya Naruto tersenyum lembut.
"Naru.. ini mama..." susah payah Kushina mengeluarkan suaranya.
"ma..maa... Na..naru sa..yang ma..ma, ma..maaf kalau Na..ru na..kal..."
Kushina menggelengkan kepalanya.
"Naru tidak nakal, mama yang jahat, maafin mama yah", Naruto menggenggam tangan Kushina, dapat ia rasakan tangan Naruto begitu dingin.
"jangan sedih, nanti Naru sedih"
Bukannya mendengarkan apa yang di katakan anaknya, Kushina semakin menangis kencang, di kecupnya wajah polos anaknya.
"papaa"
"iya sayang"
Minato menghapus kasar air matanya dan mendekat kearah anaknya.
"jagain mama buat Naru" ucapan Naruto membuat nafas Minato tercekat.
"nenek, Naru mau tidur. bilang sama semuanya kalau Naru sayang kalian" Naruto berbicara pada Tsunade yang hanya membeku. wanita paruh baya itu mengusap kepala Naruto dan mengangguk pelan.
"iya sayang"
mata Naruto perlahan menutup bersama dengan bunyi nyaring yang menunjukkan hasilnya bahwa anak 'spesial' itu telah...
"TIDAKKKK"
Kushina berteriak histeris, menolak kenyataan menyakitkan untuk kedua kalinya. bahkan lebih menyakitkan dari ketika menerima bahwa Naruto 'cacat mental'. Minato hanya duduk bersimpuh di samping brangkar Naruto, tangisnya pecah menerima kenyataan bahwa anaknya telah pergi. Minato menggelengkan kepalanya tak percaya, tidak mungkin Naruto harus pergi secepat ini.
"Naru bangunnn... mama disini sayang... mama janji tidak akan marah lagi kalau Naru nakal. asalkan Naru bangun... NARU"
Kushina mendekap tubuh Naruto yang sudah terbujur kaku, mengecup wajah anaknya yang telah dingin, siapapun bisa mendengar tangisannya yang begitu pilu ikut merasakan kesedihan. baru saja ia ingin menebus kesalahannya namun Tuhan tidak memberikan ia kesempatan.
"NARU BANGUN... BANGUNNNN"
Naruto telah pergi, membawa penyesalan kedua orang tua dan kakaknya yang tiada akan ada habisnya.
END
maaf apabila ada kesalahan penulisan.
maaf kalau endingnya gak sesuai ekspetasi.
maaf kalau cerita tidak memuaskan.
maaf kalau cerita saya 'angst' nya gagal.
karena sejujurnya saya juga baru belajar. doakan mudah-mudahan kedepannya penulisan dan penyampaian idenya semakin baik
[A/N : huruf italic (huruf miring) naruto itu artinya flasback
haruf italic dalam kurung [naruto] itu artinya tulisan yang Naruto tulis di buku atau di kertas.
makasih sudah luangkan waktunya untuk membaca. eits tapi masih ada lanjutan dikit di bawah.
omake
Nagato memasuki kamar adiknya atau lebih tepatnya mantan kamar adiknya, mengingat adiknya udah pergi 8 tahun yang lalu. netranya menangkap seseorang yang duduk di kursi roda. wanita bersuarai merah, membelakanginya, duduk terdiam dan pandangan kosong menghadap keluar jendela.
pemuda itu mendekat dan berjongkok di hapadan wanita itu.
"mama"
tak ada jawaban. wanita di panggil Nagato itu adalah Kushina. Nagato menghela nafas pelan, melihat keadaan mamanya yang hanya duduk dengan pandangan kosong seperti tak ada kehidupan di balik manik violet-nya
"Naru"
Nagato dapat mendengar jelas gumaman Kushina yang nyangkut di telingannya. pemuda sebenarnya sedih melihat Kushina terus menggumamkan nama adiknya terus menerus.
semenjak kepergian Naruto, hari-hari Kushina tak lagi sama. ia bagaikan hidup tanpa nyawa, kejadian 8 tahun silam bagaikan pukulan telak untuk Kushina, mentalnya mengalami guncangan, ia menjadi rapuh..ringkih bagaikan kertas tipis yang bisa robek kapan saja.
meski sudah bertahun-tahun lamanya tapi Kushina masih di rundung duka yang tiada habisnya. wanita itu mengalami gangguan jiwa, tak pernah mau berbicara pada siapapun, selalu menggumamkan 'Naru' terus menerus. Nagato hanya menatap miris sang ibu yang tak bisa melepaskan kepergian adiknya.
Nagato memeluk Kushina.
"ikhlaskan Naruto, mama. dia sudah bahagia disana" tetesan airmata membasahi baju Nagato yang ikut menangisi kepergian Naruto dan keadaan Kushina.
"Naru, anakku, mama sayang Naru"
tangisan Kushina dan Nagato beradu, meski telah lama namun luka itu masih terasa, walau telah dimakan waktu, luka itu tetap ada dan sulit untuk terhapus.
fin.
