Akhirnya sampe k hr senin lg.

Ntah knp minggu ini terasa lama bagi cyaaz, mungkin pengen cepet2 update.

Trima kasih untuk readers dan reviewers.

Selamat menikmati.


Disclaimer: I don't own GS/D. Cover by Char01 and Longliveasucaga.


Hidden Feelings

Chapter 02


Kira Yamato merupakan sosok seorang pria yang baik dan berhati lembut. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain di atas dirinya dan senantiasa berpikiran terbuka. Sejak kedua orangtuanya meninggal, ia sendiri yang membesarkan Cagalli, adik semata wayangnya. Tak heran rasanya jika ia sangat mengenal dan menyayangi gadis bermata amber itu.

Sebagai seorang kakak, tentu Kira menyadari perasaan adiknya. Kira selalu dapat mengetahui apa yang Cagalli rasakan dan pikirkan. Sudah sejak lama pria bermata amethyst itu menyadari bahwa sang adik telah jatuh hati pada sahabatnya sendiri, namun tak pernah mampu mengungkapkannya. Alhasil Kira pun merasa dirinya harus ikut bertindak, dibantu oleh sang istri.

Keduanya sepakat menyelanggarakan pesta besar-besaran untuk Cagalli, meski sebenarnya mereka kurang nyaman dengan kemegahan yang berlebihan. Namun demi mendukung hubungan Cagalli dan sahabatnya, Athrun, apa pun akan dilakukan. Dan sepertinya rencana mereka mulai berjalan dengan baik, Athrun nampak begitu terkesima mendapati Cagalli dengan gaun istimewa dari Lacus.

"Athrun?" Kira berusaha membangunkan pria bermata emerald di sampingnya. Ia pun menyiku pria itu. "Athrun? Ayo kita temui Lacus dan Cagalli?"

Athrun sempat terkejut, lalu merasa malu karena tertangkap basah oleh Kira. "Ya, a-ayo."

Kira dan Athrun menghampiri Lacus dan Cagalli. Betapa Athrun semakin terkesima menatap gadis berambut pirang itu dari jarak dekat. Ia nampak begitu berbeda, menampilkan sisi lain yang belum pernah dilihat Athrun sebelumnya. Cagalli yang ia kenal adalah seorang gadis periang yang tomboy. Meski sesekali Cagalli mengenakan gaun dalam acara resmi atau pesta, tapi kali ini...

"Athrun?" Gadis berambut pirang itu memanggilnya. "Kau kenapa?"

Celaka, lagi-lagi ia tertangkap basah sedang melamun. "Tidak, aku tidak apa-apa." Ia berusaha sekeras mungkin menyembunyikan rona merah di pipinya. "Ini, untukmu." Ia menyodorkan buket mawar merah yang ia bawa pada Cagalli. "Selamat ulang tahun, Cagalli."

Cagalli cukup terkejut mendapati rangkaian bunga mawar dari sang sahabat, namun ia segera menerima hadiah tersebut. Athrun memang selalu membawakan hadiah yang indah untuknya, tapi baru kali ini ia memberi buket bunga mawar merah.

"Terima kasih." Cagalli tersenyum dengan semburat merah tipis di wajahnya.

Keduanya saling menatap lekat, bertukar senyum tanpa adanya kata terucap. Hal itu tentu disadari oleh Kira dan Lacus yang sejak tadi berdiri di dekat mereka. Keduanya ikut saling bertukar pandang dan tersenyum penuh arti.

"Athrun?" Lacus berhasil menarik perhatian Athrun dan Cagalli. "Bagaimana penampilan Cagalli malam ini?"

"E-eh?"

"Lacus!"

Wajah Cagalli dan Athrun memerah seketika.

"Aku 'kan hanya ingin tahu pendapat Athrun tentang gaun yang kudesain sendiri." Lacus mengedipkan sebelah matanya. Jelas sekali ia sedang mempermainkan Athrun dan adik iparnya.

"Ah, um..."

Athrun menggaruk pipinya yang tidak gatal dengan jari telunjuk, wajahnya masih memerah. Ia hendak mengamati kembali pakaian yang dikenakan Cagalli untuk dapat memberikan penilaian, namun ia terlalu malu untuk menatap lekat tubuh gadis berambut pirang di hadapannya yang nampak...

"Seksi...?" Tanpa sadar kata itu keluar dari mulutnya.

Seketika itu juga wajah Cagalli merah padam, sedangkan Kira dan Lacus tertawa kecil di belakangnya. Betapa Cagalli merasa sangat malu, ia bahkan tidak tahu harus merespon dengan apa. Berbagai macam emosi bercampur dalam dada, siap meledak sewaktu-waktu.

"Athrun, ka-." Cagalli baru akan memberi respon saat beberapa orang tamu wanita datang menghampiri.

"Wah, Athrun-san?"

"Athrun-sama. Malam ini anda terlihat tampan!"

"Athrun-sama, masih ingat padaku?"

"..." Amarah dan rasa malu Cagalli mereda, berganti dengan kekecewaan yang entah datang dari mana.

Hal seperti ini memang sudah sering terjadi, para gadis datang pada Athrun seperti semut mengerumuni gula. Saat ini pun begitu, Athrun sampai bingung harus berbuat apa agar gadis-gadis itu berhenti mengganggunya. Meski sebenarnya ia ingin mengusir gadis-gadis itu pergi, ia tak ingin bersikap kasar pada mereka. Alhasil ia harus meladeni gadis-gadis itu untuk sementara hingga ia menemukan alasan untuk pergi.

"Hhh, dasar Athrun." Lacus bergumam, merasa tidak senang melihat apa yang terjadi di hadapannya. "Pantas hubungannya dengan Cagalli tidak berkembang."

Kira tersenyum pada sang istri. "Itulah sebabnya kita di sini, kau tahu harus berbuat apa 'kan?"

"Tentu." Lacus mengecup pipi sang suami. "Serahkan padaku."

Lacus pergi meninggalkan suaminya, menghampiri Cagalli yang masih menatap Athrun dalam diam.

"Ayo, Cagalli?" Ia menggenggam pergelangan tangan gadis itu dan menariknya. "Kita mulai pestanya."

"Eh, Lacus? Tapi-." Cagalli tak diberi kesempatan untuk protes, ia pun ditarik hingga ke tengah ruangan oleh sang kakak ipar.

"Selamat malam, para tamu sekalian!" Lacus memulai acara pembuka pesta malam ini. Ia berhasil menarik perhatian semua orang termasuk Athrun yang masih terjebak di tengah para gadis. "Terima kasih karena telah menyempatkan diri untuk hadir pada acara pesta ulang tahun Cagalli malam ini." Lacus nampak begitu percaya diri. "Sebaiknya kita mulai acaranya sekarang, tidak perlu membuang waktu lagi."

Dengan itu Lacus menjalankan tugasnya sebagai pembawa acara. Ia mulai mengarahkan para tamu untuk berkumpul di ruang utama agar pesta dapat segera dimulai. Acara dilanjutkan dengan sambutan dari Kira sebagai tuan rumah dan Cagalli sebagai gadis yang berulang tahun. Pesta ini juga dimeriahkan dengan berbagai hiburan dan hidangan yang menggugah selera.

Setelah sebagian acara berjalan dengan lancar, tibalah waktunya bagi Cagalli untuk meniup lilin dan memotong kue ulang tahun. Semua tamu yang hadir kkut bernyanyi, menjadikan pesta semakin hidup dan meriah. Cagalli pun menikmati pesta malam ini dengan sepenuh hati.

"Nah, Cagalli?" Lacus bertanya setelah Cagalli memotong kue ulang tahunnya. "Potongan lertama untuk siapa?"

"Eh?" Cagalli sempat terdiam, menatap Kira dan Athrun yang berdiri tidak jauh di hadapannya. "Tentu saja untuk Kira!"

Cagalli melangkah menghampiri Kira dan memberikan suapan pertama kue ulang tahunnya untuk sang kakak. Tentu saja pria berambut kecoklatan itu menerima dengan senang hati.

"Hhh, setiap tahun selalu begini." Lacus bergumam tidak puas. "Tahun depan harus berbeda!"

Sementara itu Athrun tersenyum menatap keakraban Kira dan Cagalli. Dari dulu mereka memang kakak beradik yang saling menyayangi satu sama lain, menghadapi masa tersulit dalam hidup bersama-sama. Athrun sangat menghormati dan mengagumi sosok Kira yang begitu kuat menghadapi tekanan, butuh kerja keras dan keteguhan yang luar biasa untuk meraih apa yang dimiliki Kira saat ini.

"Baiklah, waktu yang ditunggu-tunggu sudah tiba!" Lacus berseru pada para tamu. "Musik akan segera diputar, mari berdansa!"

Para tamu bersorak, mulai mencari pasangan untuk berdansa. Beberapa dari mereka bahkan berebut untuk berdansa dengan orang yang mereka inginkan. Pesta malam ini begitu meriah, begitu megah dan diiringi keceriaan. Hal itu nampak dari raut wajah para tamu yang senantiasa tersenyum di lantai dansa.

Cagalli memperhatikan para tamu yang mulai berdansa di ruang utama, sembari menikmati alunan musik yang indah. Dansa bukanlah keahliannya, sejak awal ia tak berniat untuk bergabung ke lantai dansa. Hanya saja ia merasa senang memperhatikan semua orang nampak bahagia, membuatnya ikut tersenyum.

Namun senyum itu memudar ketika ia mendapati sang sahabat masih sibuk dengan gadis-gadis di salah satu sisi ruangan. Betapa ia merasa kesal, Athrun seolah sedang di-bully oleh gadis-gadis itu. Kenapa Athrun tidak menolak mereka dengan tegas? Kenapa Athrun selalu bersikap baik pada mereka? Tidakkah ia merasa risih? Haruskah Cagalli terjun untuk menyelamatkan pria bermata emerald itu?

"Hhh..." Helaan nafas terdengar dari mulut Cagalli.

Jika Cagalli terjun dan memarahi gadis-gadis itu, apa yang akan dipikirkan oleh Athrun? Cagalli gadis yang tomboy, kasar dan tempramen. Cagalli berusaha keras untuk tampil feminim di pesta ini untuk Athrun, tidak mungkin ia merusak segala upayanya dengan melakukan hal bodoh 'kan?

"Malam ini kau cantik sekali, Cagalli." Cagalli menoleh ketika ia mendengar suara pria dari belakang. "Benar-benar menawan."

Cagalli kembali menghela nafas sembari menatap malas seorang pria berjas putih di hadapannya. Meski tidak senang, ia tetap berusaha tersenyum santun. "Terima kasih, Yuuna."

"Kenapa gadis secantik dirimu hanya duduk sendirian di sini?" Yuuna Roma Seiran mendekat pada Cagalli dengan senyum penuh percaya diri. "Bagaimana kalau kita berdansa?"

"Ah, maaf, tapi aku sedang tidak ingin berdansa." Cagalli menolak dengan sopan, tidak ingin membuat keributan.

"Ayolah, kau adalah bintang utama di pesta ini." Yuuna bersikeras. "Berdansalah denganku, Cag-."

"Selamat malam, Yuuna Roma Seiran." Cagalli dan Yuuna menoleh secara bersamaan. "Apa yang sedang terjadi di sini?"

"Ah, Kira-sama. Selamat malam." Yuuna mengambil satu langkah mundur, memberi hormat pada Kira yang merupakan seorang pebisnis berpengaruh besar. "Tidak terjadi apa-apa, saya hanya ingin mengajak nona Cagalli berdansa."

"Begitu?" Kira menghampiri adiknya dan merangkul bahu gadis itu. "Maaf, tapi aku juga ingin berdansa dengannya." Kira menatap Yuuna yang berdiri di hadapannya. "Jadi, mungkin lain kali?"

"O-oh, baiklah kalau begitu." Yuuna tak mampu membantah, ia pun berbalik pergi. "Permisi."

Kira memperhatikan punggung Yuuna yang melangkah pergi menjauh, memastikan pria itu tak lagi mengganggu adiknya.

"My hero?" Cagalli berhasil mengalihkan perhatiannya. Gadis itu tertawa kecil sembari menatap sang kakak. "Terima kasih, Kira."

Kira pun balas tersenyum. "Shall we dance?"

Cagalli menerima ajakan sang kakak dengan senang hati, mengangguk kecil pada pria berambut kecoklatan itu. Keduanya melangkah ke tengah ruangan dengan bergandengan tangan, mencari tempat yang tepat untuk mulai berdansa. Memang Cagalli bukan seorang wanita yang menyukai dansa di tengah banyak orang, namun lain ceritanya jika sang kakak terkasih yang mengajaknya.

"Untung kau datang tepat waktu." Cagalli memulai pembicaraan sesaat setelah mereka mulai berdansa. "Satu menit kau terlambat, heels-ku melayang."

Kira tertawa kecil. "Kau tahu jika aku akan selalu mengawasimu 'kan?" Ia menatap lekat mata amber adiknya.

"Sister complex." Komentar Cagalli.

"Mau bagaimana lagi? Kau adalah satu-satunya adikku." Ujar Kira apa adanya. "Aku tak ingin hal buruk terjadi padamu."

Cagalli kembali tertawa. "Iya, baiklah... Sampai kapan pun aku akan jadi adik kecilmu." Ia meyakinkan sang kakak bahwa ikatan di antara mereka takkan berubah walau apa pun yang terjadi. "Tapi, bagaimana dengan Lacus?" Cagalli mengedarkan mata ke sekeliling untuk sesaat. "Di mana dia? Tidak apa-apa kalau kau tidak berdansa dengannya?"

Kira menggeleng pelan. "Lacus itu pengertian," ia melirik pada salah satu sisi ruang pesta. "Lagipula dia juga sedang sibuk."

Cagalli mengikuti arah ke mana Kira mpandangan dan mendapati Lacus sedang bercengkrama dengan beberapa orang tamu. "Ooh..."

Keheningan sempat mengisi ruang di antara mereka, mengizinkan alunan musik lembut memanjakan telinga. Kakak-beradik itu terus berdansa mengikuti irama, menikmati kebersamaan tanpa kata. Sinar mata mereka saling menyiratkan kasih dan pengertian, menggantikan untaian kata yang tak terucap.

Kira memperhatikan sang adik dengan seksama, mulai dari ujung kaki hingga kepala. Gadis berambut pirang itu sangat mirip dengan mendiang ayah mereka, berbeda dengan dirinya yang lebih mirip dengan sang ibu. Karakter Cagalli yang tegas, pemberani dan penuh semangat juga berasal dari sang ayah. Hanya sedikit yang ia dapat dari sang ibu yang hangat dan agak pemalu.

"Kira?" Suara Cagalli membuat Kira terbangun dari lamunannya. "Kenapa kau melihatku begitu? Menyeramkan!"

Kira tertawa mendapati respon adiknya. "Maaf, hanya saja..." Kira menghirup dan menghela nafas panjang. "Gadis kecilku sudah tumbuh dewasa."

Seketika itu juga wajah Cagalli memerah. "A-apa-apaan sih?" Ia mengalihkan tatapan matanya ke lantai. "Ah, karena gaun ini ya? Sudah kukatakan pada Lacus kalau ini berlebihan!"

"Tidak, bukan begitu maksudku." Kira bertutur lembut pada adiknya. "Rasanya baru kemarin kau menangis di pelukanku karena mainan kita rusak, tapi sekarang kau menemaniku berdansa seperti ini."

"Dan kau sudah menikah." Celetuk Cagalli, membuat keduanya tertawa bersama.

"Ya, kau benar." Kira menghela nafas panjang. "Waktu cepat sekali berlalu, kau pun akan segera menemukan pria yang kau cintai." Ucapannya membuat wajah sang adik kembali merona. "Oh, maaf. Kau sudah menemukannya 'kan?"

"Kira!" Secara refleks, Cagalli menepuk pundak sang kakak. "Jangan pura-pura bodoh begitu!"

Lagi-lagi Kira tertawa. "Maaf, Cagalli." Ia mengedarkan mata untuk mencari sosok seorang pria berambut navy blue. "Jadi, kalian sudah sampai mana?"

"Sampai mana apanya? Kami bersahabat, dari dulu begitu." Jawab Cagalli. "Aku ragu kalau Athrun juga merasakan hal yang sama denganku."

"Cagalli, apa kau tidak merasakannya?" Kira membuat sang adik menatapnya. "Sejak tadi dia terus memperhatikan kita, bahkan sebelum kita berdansa kurasa dia sudah memperhatikanmu."

"E-eeh?" Wajah Cagalli merah padam. Ia pun mencari keberadaan pria yang sedang mereka bicarakan. "Ma-mana mungkin 'kan dia-."

"Ssh!" Kira menghentikan Cagalli yang hendak menyapu seluruh ruangan dengan matanya. "Jika kau menoleh, dia akan berpaling."

Cagalli pun kembali memusatkan perhatiannya pada sang kakak. "Kenapa? Apa ada yang salah denganku?"

"Tentu saja tidak, justru kurasa dia ingin sekali berdansa denganmu." Ujar Kira.

"Mustahil, Kira. Kalau memang begitu seharusnya dia datang dan mengajakku 'kan?" Cagalli membantah.

"Tidak semua orang bisa berkata dan berlaku terus terang sepertimu, Cagalli." Kira mencoba memberi penjelasan pada Cagalli. "Terkadang kita yang harus memulai terlebih dahulu."

"..." Cagalli merenungkan ucapan kakaknya. Memang benar, Athrun adalah tipe orang yang pasif.

"Tidak apa-apa, ambillah langkah pertama dan biarkan Athrun melanjutkannya." Kira merenggangkan pelukannya pada sang adik, mengisyaratkan agar gadis itu beralih pada Athrun.

Setelah beberapa saat hanya diam, akhirnya Cagalli memutuskan untuk mempercayai sang kakak. Ia mengangguk dan membisikkan kata terima kasih sebelum membalikkan tubuhnya. Segera dicarinya sosok seorang pria bermata emerald di tengah pesta, pria itu nampak sedang berdiri sendirian di dekat jendela. Benar apa yang dikatakan Kira, pria itu segera mengalihkan pandangan ketika mata mereka saling bertemu.

Sekarang saatnya, Cagalli! Ambil langkah awal dan biar Athrun yang melanjutkan!

Setelah membulatkan tekad, Cagalli mulai melangkah untuk menghampiri Athrun di sisi lain ruangan. Tatapan gadis itu lurus tertuju pada pria bermata emerald yang ia cintai sejak dulu. Sudah cukup lama ia menendam rasa ini sendirian, menyembunyikannya di balik topeng persahabatan. Malam ini Cagalli akan mengakhiri semuanya dengan satu langkah besar, ikatan di antara dirinya dan Athrun akan...

Bruk!

"Aaaah!"

"CAGALLI!"

Semua tamu pesta terkejut dan menoleh secara hampir bersamaan ketika mereka mendengar jeritan yang cukup keras. Cagalli jatuh di tengah ruangan, gaun bagian bawah gadis itu sedikit robek dan heels kaki kirinya patah. Beruntung Athrun sigap dan menangkap tubuhnya tepat waktu hingga ia tidak mengalami luka serius.

"Cagalli?" Lacus dan Kira menghampiri Cagalli yang masih berada dalam pelukan Athrun. "Cagalli, kau baik-baik saja?"

"Um..." Cagalli mengangguk kecil, wajahnya tertunduk.

"Sepertinya dia tidak sengaja menginjak gaunnya sendiri." Bisik Lacus pada sang suami.

"Aduh, aw..." Cagalli merintih kesakitan saat ia mencoba berdiri setelah beberapa saat.

"Cagalli, duduklah dulu." Kira mengambilkan kursi terdekat untuk Cagalli. "Jangan banyak bergerak."

"Sepertinya terkilir." Athrun bergumam setelah memeriksa kaki gadis berambut pirang itu. "Harus segera dikompres."

Kira dan Lacus saling menatap untuk sesaat, lalu mengangguk pada satu sama lain. "Athrun, tolong bawa Cagalli ke kamarnya dan kompres kakinya." Pinta Kira.

"Biar kami yang akan mengurus pestanya." Lanjut Lacus.

Tanpa berkata apa-apa, Athrun menuruti permintaan Kira. Dengan sigap pria bermata emerald itu melepas jasnya, menyelimuti tubuh Cagalli sebelum menggendongnya. Ia membawa gadis bermata amber dalam pelukannya naik ke lantai dua, meninggalkan para tamu yang masih ramai membicarakan apa yang baru saja terjadi.


~ Athrun and Cagalli ~


"Sudah," Athrun mencuci tangannya setelah merawat kaki Cagalli yang terkilir. "Kau akan baik-baik saja selama kau tidak memaksakan diri untuk berjalan."

Saat ini ia dan Cagalli sedang berada di kamar gadis berambut pirang itu. Athrun baru saja kembali dari kamar mandi yang menjadi satu bagian dari ruangan tersebut, sementara Cagalli duduk di tepi ranjang. Masih mengenakan gaun malamnya, gadis itu meletakkan kaki kirinya di atas bangku kecil dengan bantalan di atasnya. Wajah gadis itu tertunduk, tenggelam dalam bantal yang sedaritadi dipeluknya.

"Cagalli?" Athrun merasa ada yang tidak beres.

Gadis bermata amber itu terdiam, sama sekali tidak merespon dirinya. Jika diingat-ingat sejak mereka berada di kamar ini Cagalli memang tidak bersuara sedikitpun, bahkan sesaat setelah terjatuh ia tidak banyak bertingkah. Cagalli yang biasa tidak setenang ini, Cagalli yang Athrun kenal jauh lebih ekspresif.

"Cagalli, ada apa?" Athrun mulai cemas, ia menghampiri gadis itu dan berlutut di hadapannya. "Kakimu masih sakit?" Tak ada jawaban. "Atau mungkin, ada bagian lain yang terluka?" Masih belum ada jawaban. "Perlu kupanggilkan Kira dan Lacus?"

Cagalli pun menggeleng, akhirnya ia merespon Athrun. Setelah beberapa saat kembali terdiam, barulah Cagalli mulai bicara. "Aku ini memang bodoh..."

Kini giliran Athrun terdiam hendak mendengarkan keluhan sang sahabat hingga akhir. Tatapannya lekat pada Cagalli yang masih menunduk, enggan menatap lawan bicaranya secara langsung.

"Aku memang bodoh, kenapa mau saja mengikuti kata-kata Lacus dan yang lainnya." Cagalli melanjutkan dengan lirih. "Aku ini tomboy, tidak pantas memakai baju seperti ini. Lihat saja kakiku, seperti laki-laki." Ia menatap kaki kanannya. "Sudah begitu baju ini terlalu terbuka, tidak nyaman dipakai." Ia menghela nafas panjang, merasa lelah secara fisik dan batin. "Dan aku malah terjatuh di depan semua orang gara-gara kecerobohanku sendiri, memalukan! Aku benar-benar bodoh!" Cagalli mulai meninggikan suaranya. "Seharusnya aku tidak memakai pakaian yang tidak pantas! Karena kebodohanku aku terlihat seperti lelucon dan-."

"Tidak, Cagalli!" Athrun memotong curahan emosi Cagalli, membuat gadis itu mengangkat wajah dan menatapnya. "Kau tidak bodoh, kau juga bukan lelucon!" Athrun berkata dengan serius, tatapannya lekat pada Cagalli. "Memang benar, sejujurnya aku kurang nyaman melihatmu memakai gaun seperti ini, tapi bukan itu alasannya! Justru dengan gaun ini kau terlihat cantik, anggun dan memeson-."

Athrun baru menyadari isi kalimat yang ia lontarkan, lidahnya pun mendadak kelu. Cagalli yang menyimak sedari tadi membeku, wajahnya merona mendengar kalimat terakhir dari sang sahabat. Seketika itu juga wajah Athrun ikut memerah, namun ia takkan mundur hanya karena rasa malu yang ia rasakan saat ini.

Sekarang atau tidak sama sekali.

"Cagalli, kumohon untuk kali ini, dengarkan aku." Athrun melanjutkan setelah menghirup nafas dalam. "Kau cantik, wanita paling cantik yang ada di pesta malam ini. Kau tidak tahu betapa terpananya aku saat pertama kali melihatmu tadi, aku hampir kehilangan kendali atas diriku sendiri." Ia menggapai tangan Cagalli dan menggenggamnya erat-erat. "Tapi justru karena itu, banyak pria memandangmu dengan... Kurang sopan, Seiran adalah salah satu dari mereka." Cagalli terkejut, rupanya Athrun memang memperhatikannya dalam diam. "Jika saja Kira tidak segera datang, aku tidak tahu apa yang mungkin kulakukan padanya."

"Athrun, kau..." Cagalli tak dapat menemukan kata yang tepat untuk diucapkan, tatapannya lekat pada sepasang emerald di hadapannya.

"Dan... Aku ingin mengatakan satu hal lagi padamu." Athrun sempat mengambil jeda, mengumpulkan nyali untuk berkata jujur. "Cagalli, sejujurnya sudah sejak lama aku menyimpan rasa untukmu. Aku menyayangimu, lebih dari sebagai seorang sahabat. Aku diam karena tidak ingin merusak hubungan di antara kita, tapi... Kuakui, aku menginginkan lebih."

Cagalli masih membeku, wajahnya merah padam. Tidak ia sangka, justru Athrun yang menyatakan perasaannya. Seketika itu juga rasa malu dan amarah yang sempat menggerogoti hatinya memudar, berganti dengan kebahagiaan yang melimpah.

"Kau tahu betapa senangnya aku mendengar ini?" Athrun nampak terkejut mendapati respon Cagalli. "Ternyata bukan aku saja yang memendam perasaan ini." Cagalli tersenyum lebar dengan wajah merona. "Aku juga menyayangimu, Athrun. Lebih dari sebagai seorang sahabat."

Dengan itu, Athrun pun bangkit dan memeluk Cagalli. Betapa bahagianya dirinya mendengar ungkapan perasaan dari gadis bermata amber itu. Cagallk pun membalas pelukannya, bertukar kasih dalam diam. Sama sekali tidak disangka, malam pesta yang kacau berakhir dengan begitu manis. Takkan terlupa oleh Cagalli, kebahagiaan yang ia rasakan saat ini sangatlah luar biasa.

Tak ada lagi rahasia.

Selamat tinggal, hidden feelings.


~ The End ~


Longliveasucaga: Sama2, Cyaaz jg sneng bs bikin fic berdasar request. Jngn kapok2 mampir nagih fic k Cyaaz! :D

Char01: Jd boleh nih kpn2 Cyaaz minta digambarin cover? Ahaha, Cyaaz emang hobi menggantung readers, jd g sk bikin 1shot. Makasih ya, ttp smangat jg!

Panda Nai: Kan Athrun bucin mbak, jd gitu deh. Cagalli g dandan aja doyan, apalagi klo dandan? :v

Titania: Kenapa sih kmu kok g mau Kira dtg mengganggu? Cyaaz kn pengen halu KiraCaga meski hanya untuk sesaat. Wkwkwkwk. Trums review-nya, sering2 mampir biar mkin sering nyengir! :p

Popcaga: Masa sih brubah? Mungkin krn nulis fic ini dadakan. Thanks, pop. smangat update!

Fuyu Aki: Ya emang krn Gundam Cafe, bnyk yg jd hype dan merindukan fandom ini. Lumayan jd ramai lg. Hehe. Iya OOC emang, mungkin Cyaaz keasyikan jd melupakan karakter asli mereka. Dan Cyaaz emang krg pandai memberi detail / deskripsi sih, jd kesannya keburu2 jg kali ya. Makasih sudah review, maaf jg krn Cyaaz pakai bhs Indo. Smangat buat Fuyu Aki-san! :)

Alyazala: Wrlcome, join aja di grup. Makasih review-nya. Cyaaz update tiap senin pokoknya. :D


Sekali lagi terima kasih untuk semuanya, sampai ketemu di fic Cyaaz yg lain.

Join Grup FB "Gundam SEED / Destiny (AsuCaga) Indonesia" krn lg rame2nya main role-playing dg Cyaaz sbgai narator. :D

Bye~