Gentaro tersenyum, melihat matahari terbit rasanya seperti ia tengah dihadapkan dengan senyum menawan sang host nomor satu distrik Kabuki—sang rival yang dicintainya. Hangat langsung menyergap hatinya, debar jantung sekalian menemani.

Cahaya matahari terbit hanya representasi, tapi sukses membuat Gentaro membuncah rasa.

"Siapa sangka? Pria yang dulu terlihat belagu itu ternyata punya hati semurni embun," Tawa kecil meluncur.

"Tapi karena itulah—" senyum lembutnya sirna, manik emerald menatap kosong potret matahari terbit dari balik jendela kamar yang pengap.

"—manusia hipokrit sepertiku tidak akan pantas—" ia tidak sanggup melanjutkan kalimatnya sendiri.

Ia membuka jendela lebar dan melompat.

Detik-detik ia menunggu tubuhnya hancur menghantam daratan, Gentaro tersenyum melihat potret matahari terbit. Rasanya, senyum hangat Izanami Hifumi menyertai kematiannya.