Dance of Love

Karya : Miyuki Kobayashi

Re-Write : JAS

.

.

.

.

.

Selamat Membaca Semoga Suka

.

.

.

.

.

Dance Of Love

Disclaimer : Miyuki Kobayashi, Pt Elex Media Komputindo.

Rate : T (For Teen)

Genre : Romance, Friend Ship, Family

Warning : Typo's

.

Bab 1 : Menari di Antara Deretan Pohon Icho

"Sampai besok, ya! Bye..bye!" Teriakku riang.

Kulambaikan tangan kearah teman-teman kursus baletku. Aku telah belajar balet sejak kelas 1 SD hingga sekarang, kelas 3 SMP. Sudah Sembilan tahun, ya.

Biasanya, usai sekolah aku langsung belajar balet. Dengan leotard hitam, celana ketat pink, toe shoe putih, dan rambut di gulung rapi, aku siap beraksi.

Saat pelatih berseru, "UN…deux…trois!" aku mengangkat kepala dan melihat lurus ke depan. Instruksi-instruksi balet berbahasa Prancis terdengar seperti mantra gaib. Aku meluncur di atas lantai dengan melakukan ettitute, melompat, melambung, dan berputar. Wow! Menyenangkan sekali!

Author Note : gaes Prancis itu bukan Prapatan Ciamis ya, tapi Prancis yang ada efiel nya itu loh.

Saat pulang dari kursus balet, aku melewati deretan pohon icho. Kutarik napas dalam-dalam. Samar-samar tercium baru mint yang segar.

Author Note : ada yang tahu gimana pohon icho? Kalau anda tidak tahu sama saya juga. Tapi tenang nanti akan saya upload ilustrasinya dari masing-masing bab.

Aku suka suasana musim gugur. Aku senang berjalan kaki di antara deretan pohon icho. Daun pohon icho yang berwarna hijau di musim panas, kini berubah menjadi kuning cerah, berjatuhan, seakan menari-nari ditiup angin. Tak lama lagi akan ada permadani dari tumpukan daun. Setelah daunnya rontok, buah pohon pun akan ikut berjatuhan. Saat masih kecil, bersama Papa dan Mama, aku sering memungut buah pohon itu.

Suatu sore di bulan September…

Kue-kue Prancis yang berjajar di took terlihat sangat menggiurkan. Kotak surat warna merah, buku-buku impor yang tersusun rapi di etalase toko, dan suasana jalan yang didominasi warna ungu muda, membuatku merasa jalan yang biasa kulalui bagaikan berada di negeri asing.

Sambil berjalan pulang aku rasing berkhayal bisa memerankan Odet dalam Danau Angsa Putih. Menjadi terkenal, memakai mahkota berkilau, sayap putih, dan menari diiringi alunan musik. Tanpa sadar aku berputar sekali, dan sekali lagi…

"Waaa!" Terdengar teriakan cowok dari belakang.

Eh, apa ini? Siapa yang berteriak? Aku menoleh ke belakang. Sesaat aku terkejut, bingung kayak orang linglung.

Di belakangku berdiri seorang cowok yang tidak ku kenal. Wajahnya tertutup kain hitam yang tersangkut di kepalanya.

"Hah!"

Itu kan leotard milikku.

"Kyaaa!"

Aduh, kok bisa, sih? Ya, ampun! Peralatan baletku telah berhamburan di jalan. Ranselku terbuka! Leotard hitam penuh keringatku malah nyangkut di muka si cowok asing.

"Ma…maaf!"

Buru-buru kuambil leotard itu dari kepalanya. Dari balik leotard, sepasang bola mata memandangku. Saat kutatap matanya, jantungku malah berdebar-debar. Cowok itu terpaku menatapku hinga wajahku memerah.

"Ma… maaf!" aku membungkukkan badan.

Dengan terburu-buru kukumpulkan handuk dan toe shoe yang berserakan di jalan, lalu kumasukkan ke dalam tas. Saking malunya, aku segera berlari meninggalkan tempat itu.

"Hei! Tunggu dulu!" dia memanggilku.

Deg! Aduh, apalagi, sih? Apa dia marah?

"I… iya!" jawabku. Dengan takut-takut aku berbalik. Cowok itu tersenyum, manis sekali! Dia kelihatan senang. Jantungku berdegup semakin kencang.

"Hei, ini juga jatuh!"

Dia memungun secarik kain sebesar saputangan berwarna beige, dan menyodorkannya padaku, Eh! Itu kan celada dalam yang ku pakai di bawah leotard.

"Hah! Kyaa!"

Oh, tidak! Kurebut celana itu dan buru-buru kumasukkan ke dalam tas.

Author Note : buset dah, bayangin aja cuy celana dalam, sempak, or apa lah kalian nyebutnya. Diambilin dong kl sama emak sih gpp ini sama cowok ganteng yang baru dikenal, gak tahu Namanya dan tiba-tiba di mungut celana dalam lu pada. Idih malunya kaga ketulungan itu mah.

"Ma… maaf!"

Aku benar-benar malu. Cepat-cepat aku berlari menjauh.

"Hei! Tunggu!" teriaknya.

Tidak! Aku tidak mau menoleh ke belakang. Aku terus berlari sekuat tenaga. Aduh, malu! Maluuu banget! Pipiku teras panas. Leotard punyaku nyangkut di wajahnya dan dia memungut celana dalamku. Bodohnya!

Sampai di depan rumah, aku naru berhenti. Napasku terhengah- engah. Perut sebelah kananku terasa sakit karena habis berlari sekuat tenaga. Ah! Kok bisa begini, sih? Benci! Benci! Kenapa aku bisa sebodoh itu? Maluuu! Aku berjongkok di depan pintu. Angin malam yang dingin bertiup membelai pipiku yang masih terasa panas. Kini perasaanku lebih tenang.

Ih, mata cowok itu bagus sekali. Suatu perasaan aneh menyelinap di hatiku, tapi aku tidak tahu apa itu. Baru kali ini aku merasakan hal seperti ini. Dari seragam yang dipakai, kayaknya dia siswa SMU K, sekolah anak gedongan. Aku belum pernah bertemu denganya. Apa dia tinggal di sekitar sini?

Author Note : Mabae jgn liat cowok dari matanya doang, tapi liat dari bibit bebet dan bobotnya ya. wkwkwk

Deg! Deg! Deg! Hatiku berdebar-debar. Jangan-jangan cowok itu ditakdirkan untuk menjadi pacarku? Aku memang percaya akan bertemu jodoh suatu hari nanti. Tapi… aku tidak ingin takdir dengan cara seperti ini. Pertemuan itu sangat memalukan. Sama sekali tidak romantic. Masa sih dia memungut celana dalamku. Ugh, kayak lelucon saja!

Ternyata, hari itu roda nasib sedang berputar. Sebab, esoknya hidupku berubah 180 derajat.

.

.

.

.

.

Bersambung