Judul : The Silver World

Chapter : 1

Genre : Romance, hurt/comfort, fantasy, action (?), drama, fluffy, angst, dan OOC.

Crossover : Naruto x Highschool DxD

Disclaimer : Masashi Kishimoto dan Ichiei Ishibumi

Pairing : Naruto x Rias

Rating : T (Gatau jika berubah?)

A/N :

Hanya khayalan lainnya.

.

.

.

.

.

Hari ini juga sama. Langit yang menggelap dengan angin yang kencang menerpa milyaran salju. Menutupi jalan-jalan bertanah dimana itu adalah pegunungan salju abadi. Tak seorang pun yang berani ke sana, karena dipercaya sebagai tempat tinggal makhluk raksasa yeti.

"Hah.. ghh.." nafas yang mengepul keluar dari seorang pemuda bersurai pirang itu tergigil karena dinginnya udara bersalju, meskipun perlengakapan yang dipakainya sudah menutupi seluruh tubuhnya.

"Kenapa bisa ada seorang gadis pingsan di tengah salju? Apa dia cari mati..?!" umpatnya kesal dengan menarik tali dari papan saljunya dengan tertatih, di papan itu tergeletak tubuh manusia yang terbungkus dengan kain woll.

Badai salju tak kunjung membuat usaha pemuda itu sia-sia karena sudah terbiasa berjalan-jalan di hamparan putih dan dinginnya salju, malam hari yang gelap dan badai salju yang menerjang membuatnya harus melindungi lampu lampion yang di bawanya agar tak mati.

"Jangan mati, sampai aku bisa menolongmu.." ucapnya pada tubuh yang tergeletak di papan itu, matanya kemudian beralih pada cahaya gemilang dari indahnya kota dari kejauhan.

Kota yang selama ini dijauhinya dan dimana dia menemukan manusia yang tergeletak di papannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Gadis bersurai merah membuka matanya perlahan. Hal yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit sebuah ruangan dengan cahaya pagi hari yang membias di permukaan kaca.

Gadis itu terbangun untuk menetralkan kepalanya yang terasa berkunang-kunang, merasakan kehangatan seseorang di sampingnya gadis itu beralih menatapnya. Terlihat pemuda bersurai pirang yang bertelanjang dada di sampingnya yang juga tertidur pulas. Gadis itu tetap terdiam menatap pemuda itu, seakan merasa terganggu atas tatapan gadis merah di sampingnya, pemuda itu juga terbangun.

Menyadari manusia yang ditolongnya masih hidup membuatnya agak terkejut, dia langsung terduduk menatapnya lekat.

"Uwaah! Kau sudah sadar?" tanyanya yang hanya mendapat tatapan bingung lawan bicaranya, "Kau pingsan di tengah salju.." jelasnya agar gadis merah itu mengerti.

"Kau siapa..?"

"Naruto.. satu-satunya penghuni di wilayah ini.." Jawab Naruto.

"Naruto-kun.. Aku Rias.."

"Oh perkenalan yang sangat singkat.."

Rias menatap tubuhnya di balik selimut mulai menyadari bahwa dia tak memakai apapun pada tubuhnya, "Bajuku..?"

"Aku lepaskan supaya tidak beku.." jawab Naruto yang mendapat tatapan Rias pada tubuhnya yang bertelanjang dada membuat wajah Naruto memerah, "A—aku hanya memelukmu agar suhu tubuhmu kembali normal!" ucap Naruto yang memakai bajunya yang berbahan tebal.

Naruto mengambil baju Rias yang di jemurnya sudah kering pada keranjang lalu memberikannya pada Rias, "Bajumu sudah kering, pakailah.." Ucap Naruto yang kemudian keluar dari ruangan itu.

Rias kembali memakai pakaiannya yang merupakan kemeja dengan rompi hijau, Roknya berwarna hitam, jubah hitam di sisi luarnya, serta sepatu boots berwarna coklat. Rias mengintip di balik pintu rumah itu dan melihat Naruto sedang menggalih salju dengan skopnya.

Menyadari keberadaan Rias membuat Naruto berhenti menggalih lalu menancapkan skopnya pada salju, "Hey, kau.." panggil Naruto.

"Aku Rias.."

"Oh.. mmh, yah pokoknya lihat ke bawah sana arah jam 12.. kota yang terlihat gemerlapan itu tempat asalmu, 'bukan?" Rias mengikuti arahan yang Naruto beritahu, menatap datar pada kota yang terlihat dari kejauhan karena sekarang Rias berada di atas kaki gunung es.

"Benarkah? Aku tak begitu mengingatnya.."

"Kau tidak mengingatnya?!"

"Hai, aku hanya ingat namaku Rias.."

Sekarang Naruto tak habis pikir dengan nasibnya yang harus mengurusi gadis yang hilang ingatan.

Rias merasakan nyeri di sekujur tubuhnya, "Badanku sakit.."

"Maaf, aku hanya mengobati lukamu sebisaku"

"Baiklah, aku akan sembuhkan untuk sementara.." ucap Rias yang memeluk dirinya sendiri seraya menutup matanya, angin yang terasa hangat berdesir mengelilingi Rias dengan cahaya kemerahan yang menyilaukan keluar melalui angin itu—membuat mata Naruto terbelalak tak percaya.

"Hentikan!"

Naruto menarik lengan Rias paksa membuat Rias terhenti melakukan kegiatannya, "Jadi kau ini.. kaum penyihir, hah?!" Rias balas menatap Naruto.

"Apa itu salah?" tanya Rias.

"Jangan gunakan sihir menjijikan itu di depanku! Aku membencinya!"

"Sumimasen.." hanya itu yang diucapkan Rias, perlahan Naruto mengendurkan pegangannya pada lengan Rias lalu kembali mengeruk salju yang menghalangi jalan rumahnya.

"Naruto-kun sedang apa?"

"Mengeruk salju.. semalam badainya cukup besar di sini, berbeda dengan kotamu yang menggunakan sihir untuk berlindung.."

"Kau cukup ketus untuk itu, apa kau kesepian karena tinggal sendirian?"

"Hah?! Apa maksud ucapanmu itu, teme?!" omel Naruto yang tersinggung kemudian dikejutkan dengan gumpalan salju yang terangkat di atas kepalanya, sekitar jalan rumah Naruto mulai bersih dari salju. Gumpalan salju itu kemudian di lempar sejauh mungkin oleh sihir Rias.

"Hanya ini yang bisa kulakukan sebagai ucapan terima kasih.."

"Baka! Sudah kubilang jangan gunakan sihirmu itu!"

.

.

.

.

.

"Gunakan ini agar tubuhmu hangat.."

Naruto memberikan selimut yang cukup tebal pada Rias, malam hari di kaki gunung bersalju memang sangat dingin. Rias memakai selimut itu di sekujur tubuhnya membuatnya terlihat seperti kepompong. Mereka kali ini berada di luar rumah membuat api unggun untuk membuat sup.

"Kenapa tidak menggunakan tungku di dalam rumah saja?" tanya Rias.

"Kalau lagi mau saja.."

Naruto melihat wajah Rias yang terlihat berbinar-binar melihat api yang sedang merebus sepanci sup, "Baru kali ini, aku lihat api sungguhan.." ucap Rias tersenyum merasakan hangatnya api unggun yang sesungguhnya.

Naruto mengerti maksud Rias, gadis itu pasti tidak pernah merasakan kesulitan dengan kekuatannya. Misalnya, membuat api unggun di cuaca yang begitu dingin.

"Kau ingin tinggal sampai kapan?"

Rias melirik Naruto yang menatapnya. Rias menarik selimutnya hingga menutupi sebagian wajahnya. Rias tak ingat pasti dengan masa lalunya, dia hanya merasa tak ingin kembali entah mengapa. Di tambah melihat Naruto yang tinggal sendirian membuat hati kecil Rias enggan meninggalkannya. Rias tahu bagaimana rasanya hidup sendirian.

"Karena Naruto-kun tinggal sendirian jadi—"

"Hah?"

"Ah, bukan.. badanku terasa masih sakit.."

"Bukannya kau sudah sembuh berkat sihir?"

"Bukannya Naruto-kun yang menyuruhku untuk tidak menggunakan sihir?"

"Ugh.. yah.. bukan begitu maksudku.."

"Kenapa Naruto-kun membenci sihir?"

"Itu bukan urusanmu.."

Naruto kebingungan untuk menjelaskannya. Dibenaknya teringat kenangan kelam tentang sihir dan bagaimana dia tinggal di tempat ini sendirian. Naruto hanya tak ingin mengingatnya lagi, sekalipun itu pertanyaan dari gadis yang hilang ingatan.

Naruto mengabaikan pertanyaan Rias, dia mengambil mangkok untuk menuangkan sup ke dalamnya. Naruto memberikan semangkuk sup pada Rias yang menerimanya. Rias menyeruput sup itu dengan sendok. Rias terperangah, baru kali ini rasa masakan sungguhan yang dibuat tanpa sihir terasa begitu enak.

"Enak.." ucap Rias yang membuat Naruto menarik perhatian padanya, "Hangat juga.." lanjut Rias yang tersenyum tipis, Naruto yang melihatnya hanya menggigit sendok dengan wajah memerah. Dalam keadaan ini Naruto merasa nostalgia pada kehidupan masa lalunya.

"Sudah lama sekali.."

"Membuat supnya?"

"Bukan, tapi makan bersama seseorang"

Bersamaan dengan itu lampu pada lampion mati. Gelap menyelimuti mereka. Naruto memeriksa lampunya yang apinya sudah meredup.

"Oh sial, minyaknya kurang.." ucap Naruto yang merasakan kehangatan bola cahaya berwarna merah yang menghampirinya, Naruto menoleh pada Rias yang membuat bola cahaya itu.

Wajah Naruto menampakan ekspresi tak suka pada Rias, "Oi hentikan! Malam ini terang bulan jadi aku tidak butuh sihirmu.."

"Tapi kau membutuhkannya, aku mengumpulkan tetes sinar dari salju untuk membuatnya.."

"Aku tidak butuh, cepat hentikan!"

Rias menghentikan sihirnya, membuat bola cahaya itu menghilang seketika.

"Padahal itu terlihat indah"

"Bagiku itu tidak indah sama sekali.." ucap Naruto yang meletakkan kembali lampionnya, "Kalian kaum penyihir diajari sejak kecil untuk menggunakannya, tapi saat kemampuan itu hilang tubuh kalian akan berubah menjadi kristal lalu menghilang begitu saja seperti serpihan abu.. tak ada bekas sama sekali, itu semua terlihat menakutkan.. aku tak bisa menerima kematian yang seperti itu.."

"Kau tahu banyak ya? Aku bahkan tidak tahu"

"Sebelum meninggal kedua orangtuaku adalah peneliti, aku tahu karena membaca dokumen yang mereka tinggalkan. Andai seluruh penduduk kota tahu, mereka takkan mau tinggal di sana. Kota itu dikelilingi kekuatan magis. Tak pernah terjadi bencana, dikelilingi cahaya benderang hingga tak butuh sinar bulan. Semua manusia biasa takut meneliti kota itu. Akhirnya karena tak menghasilkan apapun, yang merasa takut menyerahkan diri, memanfaatkan kekuatan sihir mereka.." Naruto meremas rambutnya frustasi, "..sedangkan yang melawan peraturan dari para penyihir itu, mereka akan menghancurkannya. Sama seperti yang mereka lakukan pada keluargaku.." Naruto menatap kalung yang tergantung jimat berbentuk kristal di tangannya, "..dan temanku. Bagiku kini sinar kota itu tak terasa hangat sama sekali"

Naruto merasakan tangannya digenggam oleh kehangatan. Kini Rias berada di depannya menggenggam tangannya yang bergetar. Menciptakan kehangatan tersendiri bagi Naruto.

"Mungkin kami akan menjadi kristal dan menghilang tapi setidaknya aku bisa menunjukkan banyak hal indah padamu" ucap Rias yang mengatakannya seakan kematiannya sendiri bukanlah suatu beban, itulah yang Naruto benci dari kaum penyihir.

Kenangan ketika seseorang yang lenyap karena melindunginya dengan kekuatannya membuat Naruto kesal, sama seperti seseorang yang menggenggam tangannya saat ini untuk mengucapkan kata-kata penghibur seperti menunjukkan sesuatu yang indah sebagai malapetaka.

.

.

.

.

.

"Hey, berapa lama kau berada di sini?" tanya Naruto pada Rias yang sedang membaca sebuah buku di dekat rak. Sudah 2 minggu berlalu sejak Naruto menemukan Rias yang hampir membeku di tengah salju.

"Aku tidak tahu, mungkin seseorang sedang mencariku di luar sana.." jawab Rias yang masih fokus dengan bahan bacaannya.

Naruto hanya menghela nafas, sekarang siang hari sebelum senja tiba. Naruto bersiap memakai mantel musim dinginnya yang tebal, serta sepatu boots pada kakinya. Juga mengambil senapan yang dia simpan.

"Naruto-kun ingin melakukan apa?"

"Berburu, untuk bertahan hidup.."

"Boleh aku ikut?"

"Terserah, tapi jangan membuat hasil buruanku kabur.."

Tidak butuh waktu lama akhirnya mereka berada di tengah hutan bersalju. Naruto bersembunyi di semak-semak dengan senapannya yang mengarah pada Rusa yang sedang terdiam memakan dedaunan. Naruto bersiap menekan pelatuk senapannya namun—

"Hatchuuu!"

Rusa yang menyadari keberadaan manusia langsung berlari menjauh. Naruto menatap kesal pada gadis yang berada di sampingnya yang sedang mengusap hidungnya yang memerah. Rias hanya menatap datar Naruto yang sudah naik pitam, Naruto menarik kerah baju Rias keras.

"Teme! Sudah kubilang jangan menghambatku!"

"Maaf, selanjutnya aku akan berhati-hati.."

Terdengar bunyi sesuatu dari semak-semak yang tidak jauh dari Rias dan Naruto, perhatian mereka berdua terpatri pada seekor kelinci yang keluar dari semak-semak itu, dengan cekatan Naruto menangkap kelinci itu. Kelinci putih itu tergelantung saat Naruto memegang telinganya.

"Baiklah, kurasa malam ini kita akan memakannya.." ucap Naruto tertawa jahat pada kelinci buruannya.

"Apa tidak ada yang lain untuk di makan?" tanya Rias pada Naruto.

"Hah? Apa maksudmu?"

"Karena dia terlalu manis untuk dimakan"

"Apa peduliku? Di tempat ini aku akan memakan apapun untuk bertahan hidup.."

"Itu terdengar mengerikan.."

"Apa kau bilang?! Teme—" Naruto berhenti beradu mulut dengan Rias, pupil matanya mengecil dikala melihat apa yang ada di belakang Rias.

Di belakang Rias terlihat beruang besar dengan kilatan mata merahnya, Rias tak mengerti dengan tingkah Naruto yang diam saja. Rias yang penasaran mulai menoleh ke belakang untuk melihat apa yang ada di belakangnya.

"Rias jangan bergerak.." ucap Naruto yang mulai mempersiapkan senapannya dengan sembunyi-sembunyi, Naruto mengarahkan senapannya pada arah lain, tangannya mulai menarik pelatuk untuk mengalihkan perhatian beruang itu.

DOOOR!

Benar saja. Suara senapan Naruto membuat perhatian beruang itu teralihkan, dengan cepat Naruto melepaskan kelinci tadi lalu menarik tangan Rias untuk melarikan diri dari beruang itu yang mulai mengaum karena mangsanya yang lari. Beruang itu mengejar Naruto dan Rias.

"Sial, beruang itu mengejar kita! Bukankah seharusnya dia hibernasi?!"

"Maaf, Naruto-kun.."

"Ini bukan kesalahanmu, teme! Akh..!" Naruto terjatuh karena tersandung akar pohon yang mencuat, naasnya kepala Naruto menghantam batu yang cukup keras. Naruto mencoba berdiri dengan tertatih namun tak bisa, Rias mencoba membantunya.

Rias terkejut dikala melihat darah yang mengalir dari kepala Naruto yang terluka lalu menetes ke permukaan salju. Naruto memegang kepalanya untuk menghentikan pendarahannya tapi percuma saja, Rias melihat beruang itu yang kian mendekat.

Rias merasa marah pada beruang itu, dengan keberaniannya Rias menghadapi beruang itu. Bayangan hitam yang berduri keluar dari sela-sela salju mendekati beruang yang menerjang mereka. Rias melilitkan beruang itu dengan bayangan yang dia ciptakan dengan sihirnya, Rias membuat tombak dari salju yang berubah jadi es untuk membunuh beruang itu.

"Hentikan Rias!" teriakan Naruto menghentikan serangan brutal Rias yang sudah di luar kendali, di saat bersamaan keluar beruang kecil yang menghampiri beruang besar yang Rias ikat dengan bayangannya. Beruang kecil itu meraung seakan meminta agar ibunya dilepas. Rias terkejut karena beruang kecil yang muncul.

Pendarahan di kepala Naruto membuatnya pingsan, Rias langsung menghentikan sihirnya lalu berlari pada Naruto yang tergeletak di hamparan salju putih.

.

.

.

.

.

Naruto membuka matanya. Seketika atap yang familiar terlihat dalam indra penglihatannya. Kepalanya yang terluka sudah diperban. Naruto tergeletak di kasurnya dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Naruto mendengar suara bergemuruh di tungku, serta suara sayuran yang dipotong.

Kepala Naruto menoleh sedikit pada gadis merah yang sibuk memotong kentang pada sebuah panci berisikan sup buatannya, Naruto mendengus melihat kaum penyihir memasak tanpa menggunakan kekuatannya.

"Heh.. Tanganmu cukup terampil juga.."

"Naruto-kun?" panggil Rias yang melirik sebentar lalu kembali memotong kentang, "Aku sudah melihatmu melakukannya berulang kali, ini mudah untukku"

"Arigatou, Rias.."

Rias berhenti memotong kentang, pandangannya agak berkabut menatap kentang yang ada di tangannya. Naruto yang merasa tak nyaman dengan keheningan yang terjadi mencoba bertanya pada Rias.

"Apa ada yang salah?"

"Naruto-kun, aku pasti pernah membunuh manusia.."

Mendengar pernyataan Rias membuat Naruto terpaku, "Menurut Naruto-kun bagaimana? Kalau aku adalah penyihir jahat yang membunuh manusia?"

Naruto bangkit lalu terduduk di pinggir kasurnya, menggaruk belakang lehernya karena gugup. Untuk kali ini, Naruto merasa takut akan keberadaan Rias. Entah apa yang Rias lakukan saat berada di kota itu. Naruto tahu sejak dulu kota yang terlihat indah itu banyak menyimpan rahasia yang bahkan kenyataannya masih mengambang melalui penelitian orangtuanya.

"Aku.. saat ingin membunuh beruang itu, ingatan entah darimana terngiang dibenakku.." Rias menyentuh lehernya sendiri seakan ada sebuah kenangan yang mengganggunya mengenai bagian tubuhnya yang satu itu, "Sejak kecil, aku dibesarkan untuk membunuh. Aku bisa melihat makhluk dari sisi lain, kekuatan ini membuatku terjerat dengan kerajaan yang ada di kota itu. Aku sangat ketakutan. Meskipun begitu, asal aku bekerja dengan kekuatan ini mereka tak akan menyakitiku. Setelah aku mengingatnya, jika dulu aku memang—Akh!" Rias berhenti berucap ketika hantaman dari buku yang keras mengenai kepalanya.

"Sisa ucapanmu itu aku tak peduli, bukannya yang lebih penting adalah masa kini?" Naruto mendekati Rias, tangannya meraih bibir Rias mengelusnya sejenak lalu turun pada leher Rias sampai ke tulang belikat, "Kau cukup banyak bicara, lebih baik gunakan itu untuk mengatakan hal yang lain.."

"Naruto-kun, apa kau tidak takut padaku?"

"Aku? Kau bisa saja melakukannya, tapi tidak kau lakukan, 'bukan?"

"Aku juga tak punya alasan untuk melakukannya.."

Naruto mengelus surai merah Rias, "Yah, masalah ini sudah terselesaikan.."

Sup yang Rias buat terlihat mulai mendidih. Rias langsung mengangkat pancinya, menghidangkannya di dalam mangkuk. Mereka menyeruput sup itu dengan sendok, lalu kembali memuntahkannya.

"Asin sekali! Ternyata tanganmu sama sekali tidak terampil!"

"Padahal menurutku garamnya tidak sebanyak itu.."

.

.

.

.

.

Larilah Naruto! Aku akan melindungimu!

Tidak akan! Kita akan melarikan diri bersama..!

Jangan bergurau, apa yang bisa kau lakukan tanpa sihir?! Aku sudah berjanji pada orangtuamu akan melindungimu!

Tidak akan! Aku akan menuntunmu, jadi tidak apa-apa..

Percuma saja, waktuku sudah habis Naruto.. kau pasti kesepian karena hidup sendirian, aku hanya ingin kau hidup di tempat yang hangat..

Jiraiya-sensei..!

.

.

"Dan setelah itu, dia menghilang dengan cahaya yang mulai meredup.." ucap Naruto mengakhiri ceritanya, kini dia dan Rias berada di atap menara menatap langit malam yang berbintang.

"Apa dia gurumu?"

"Oh, dia seperti keluargaku. Saat orangtuaku di eksekusi, dia merawatku di sini sambil terus membuktikan kesalahan pada penelitian sihir. Tapi, pemberontakannya ketahuan. Aku masih ingat dia menggunakan sihir terakhirnya untuk membunuh pasukan penyihir yang mengincar kami." Naruto melihat langit berbintang dengan wajah datar, Rias merasakan rasa pedih mendengar cerita masalalu Naruto.

Rias akhirnya mengerti betapa mengerikannya kekuatan sihir tersebut. Dibalik keindahan yang berada di kota penuh sinar itu, mereka telah menelan korban entah darimana. Ingatan tersebut terlintas kembali di benak Rias. Dia ingat sekarang, hari dimana dia mengetahui rahasia kota sihir yang sangat diagungkan dan dibanggakan tersebut. Rahasia tersebut tepat ada di bawah tanah kota itu, para manusia yang dijadikan korban kekejaman para penyihir.

Rias menutup matanya merasa delima untuk mengatakan ini pada Naruto, "Kuharap, sinar sihir dari kota yang tampak dari menara, tak mengingatkanmu pada hal menyedihkan.." ungkap Rias yang mengalihkan matanya, "..tapi, tanpa sihir aku tidak akan berguna untukmu.." lanjutnya.

Naruto terperangah dengan jawaban Rias, "Tidak perlu.." Naruto spontan menjawab yang membuat Rias menengok padanya.

"Eh? Tidak apa?"

Naruto tersenyum memandang Rias lalu memandang langit kembali, "Soalnya itu bukan satu-satunya cahaya.." Naruto menunjuk ke atas langit, "Lihat, di sini banyak cahaya yang lebih indah.." lanjut Naruto pada langit yang menunjukkan bulan purnama dan hamparan bintang-bintang kecil yang berada di angkasa luas.

Rias menggapai tangannya ke atas, "Kau benar, mereka terasa dekat dari sini.. aku merasa bisa menggapainya, tapi tak terasa.." Naruto tersenyum menatap Rias yang nampak gembira hanya dengan melihat bintang-bintang.

"Hebat, 'kan?"

"Yang hijau itu bintang apa?"

"Bintang raja, almarik.." tunjuk Naruto yang mengarahkan pada bintang hijau tersebut.

Tangan Naruto kemudian berpindah ke lain tempat, "Yang itu stella maris, asterion, chara, stefanos, lira, lalu avileo.." Mata Naruto melebar melihat bintang yang bergerak, "Ah! Bintang Jatuh!" Ucapnya terkejut.

"Eh?! Mana?"

"Sudah hilang, baka.."

.

.

.

.

.

TBC

Ini fict ke-4, apa harus Erocc lanjutkan?

Erocc janji crossover sama Gotoubun ya? Tapi karena belum jadi, yang sudah jadi sajalah.. xD