Archive Warnings applied. See the end of the chapter to see the full warnings.

Oh, by the way, Ia refers to He and Dia refers to She. Most of the time (unless it's in the conversation).

ENJOY! ;)


The Unspoken Things


Disclaimer:

Character © Masashi Kishimoto, 1999

Story © karinuuzumaki, 2020

Pairing: NaruSaku


Ada banyak hal yang sekiranya tak bisa luput dari pengamatan Shikamaru Nara. Bukan karena ia sangat teliti, namun karena seringkali pikiran jeniusnya tak bisa abai terhadap suatu situasi. Terlahir dalam klan Nara membuatnya diberkahi intelegensi di atas rata-rata. Ia dilatih untuk membaca situasi dan menyusun strategi. Pikirannya diasah untuk selalu dapat menyatukan kepingan informasi lantas menerjemahkannya ke dalam sebuah pola. Tak ayal, Desa Konoha mempercayai anggota klan-nya sebagai penasehat Hokage. Posisi yang dulu diemban almarhum ayahnya, kini jatuh kepadanya.

Dua tahun menduduki posisi sebagai penasehat Hokage Ketujuh membuat dirinya semakin jeli dalam mengamati. Shikamaru bertugas mendampingi Hokage dalam menjalankan pekerjaan dan membuat keputusan. Tidak sulit bagi Shikamaru untuk bertukar pikiran dengan Hokage Ketujuh, karena ia dan Naruto Uzumaki sendiri telah bersahabat sejak lama. Shikamaru hanya perlu memastikan bahwa tidak ada detail yang terlewatkan. Oleh karenanya, ia selalu menuntut dirinya untuk selangkah lebih teliti. Shikamaru terbiasa untuk mengamati setiap kegiatan sang Hokage, baik dalam pekerjaan maupun keseharian. Karena ia harus siap untuk memberikan masukan ketika ada hal yang luput dari perhatian.

Barangkali, itu pula mengapa Shikamaru jadi menyadari bahwa ada sesuatu di antara Hokage Ketujuh dan Kepala Medis Konoha. Bahkan ketika mereka berdua tak menyadarinya.

•••

I.

Sore hari yang tenang di Rumah Sakit Konoha mendadak gempar. Sang Hokage, yang tengah menjalankan misi di luar desa bersama penasihat dan regu khususnya, tiba-tiba dibawa ke ruang instalasi gawat darurat Rumah Sakit Konoha dalam keadaan terkulai lemah. Tubuhnya dibopong oleh dua jonin pengawalnya. Shikamaru segera memerintahkan kedua jonin tersebut untuk membaringkan tubuh Hokage Ketujuh ke dipan. Sementara sedetik kemudian, Kepala Medis Konoha tergopoh-gopoh memasuki ruangan.

"Semua yang tidak berkepentingan dimohon keluar!" Sakura Haruno menginstruksikan ke antero ruangan, lantas mendekati sang Hokage yang terbaring di sana. "Kecuali kau, Shikamaru. Katakan padaku, apa yang terjadi?"

"Kami tidak tahu pasti." Shikamaru menjawab pertanyaan itu sembari mengingat-ingat apa saja yang terjadi selama perjalanan. Mereka baru saja menyelesaikan misi di Kerajaan Fuyuzaki yang meminta bantuan Konoha untuk mengatasi perang saudara yang dipimpin oleh salah seorang Pangeran mereka yang berkhianat. Meski butuh waktu hampir seminggu penuh, Hokage bersama dengan timnya berhasil menyelesaikan misi dengan baik. Pagi tadi mereka undur diri dan pulang ke Konoha. Dalam perjalanan pulang pun, tak ada halangan yang menimpa mereka.

"Kami sedang dalam perjalanan pulang ketika Nanadaime tiba-tiba mengatakan bahwa tubuhnya tak bisa digerakkan. Tidak lama kemudian, beliau meracau dan tubuhnya menggigil." terang Shikamaru. "Maka kuputuskan untuk segera membawa Nanadaime kemari dengan protokol darurat."

Sakura mengangguk singkat tanpa mengalihkan perhatian dari pasiennya. Sejenak dia berfokus pada gejala yang kasat mata. Wajahnya tampak pucat dan pupilnya membesar. Meski begitu, denyut nadinya sangat kencang, otot tubuhnya kaku dan mengejang. Sakura bergegas mengalirkan chakra hijau ke tangannya, lantas menyusuri tubuh Naruto. Tangannya kemudian terhenti pada gelang bahu kiri Sang Hokage. Dahinya mengernyit, seraya membuka jumpsuit orange yang dikenakan pasiennya. Dia mendapati sebuah luka bekas tikam di sana.

"Kapan ini terjadi?"

"Beliau tertusuk kunai ketika kami melawan pasukan musuh." Shikamaru kembali menerangkan. "Lukanya sudah dibersihkan oleh tim medis Kerajaan Fuyuzaki. Namun memang Nanadaime menolak untuk diperiksa lebih lanjut, karena beliau bersikeras bahwa ini hanya luka kecil dan bisa sembuh sendiri dengan chakra-nya." Yang mana, memang betul. Shikamaru sendiri turut mengamati dan paham bahwa luka itu tidaklah terlalu dalam. Maka tadinya ia tak terlalu mengkhawatirkan hal tersebut. "Apa ada sesuatu yang salah dengannya?"

"Kunai yang menusuknya adalah kunai beracun." Sakura memberikan sebuah pernyataan dengan nada muram. "Dan entah bagaimana, namun dugaanku racun tersebut telah dimodifikasi agar baru reaktif setelah chakra Naruto menyembuhkan luka ini."

Lelaki Nara itu tertegun sejenak mendengar penjelasan Sakura. Si pelaku pasti telah merencanakan semua ini. Mereka mengetahui tentang rencana misi, melukai Naruto secara presisi, dan sengaja membuat seakan luka ini bukanlah sebuah perkara besar. Lebih lanjut, mereka secara khusus memodifikasi agar racun tersebut aktif ketika Naruto dalam perjalanan pulang di tengah antah berantah. Meskipun begitu―untungnya―informasi mereka tidak tidaklah lengkap. Mereka tidak mengetahui bahwa pasukan khusus pengawal Hokage dibekali dengan kemampuan Hiraijin no Jutsu untuk memindahkan Hokage kembali ke Konoha dalam keadaan darurat. (1)

"…kura…" Suara lirih seketika membuyarkan pikiran Shikamaru. Suara tersebut tak lain merupakan suara sang Hokage yang terbata-bata memanggil sebuah nama. "S'kura-chan…"

"Ssh… Aku di sini, Naruto." Gadis yang dipanggil namanya itu dengan segera menggenggam tangan pasiennya, memastikan bahwa Sang Hokage mengetahui kehadirannya. "Jangan bicara dulu sekarang, kau sangat lemah."

"Sa..kit…" gumam Naruto perlahan. Ia bahkan nampak kesulitan untuk sekedar terus membuka matanya. "…T'dak bisa n'pas…"

"Aku tahu, Naruto… Tidak apa-apa, kau akan baik-baik saja. Aku akan menyembuhkanmu, oke?" Sakura berusaha menenangkan Naruto dengan mengusap tangannya lembut. "Dengar, sekarang aku harus membuatmu tidur dulu."

Naruto menghimpun napasnya sejenak. "J'ngan p'rgi…"

"Aku tidak akan kemana-mana. Kepala Medis bertanggung jawab untuk menyembuhkan Hokage, kau ingat?"

Hokage Ketujuh itu berusaha melemparkan sebuah senyum kecil, lantas mengangguk perlahan. Sakura kembali mengalirkan chakra hijau melalui tangannya, namun kali ini ditujukan pada dahi sang lelaki. Dalam sekejap, Hokage itu pun sepenuhnya terlelap. Meski kala itu juga, segala ketenangan yang dipaksakan oleh Sakura turut lenyap. Dia tampak kembali gundah, kekhawatiran tergambar jelas dari raut wajahnya.

"Jangan khawatir, Sakura. Kau pasti bisa menyembuhkannya." Shikamaru berusaha menyemangatinya. "Kau selalu bisa."

Sakura mengangguk singkat. "Kuharap begitu."

Kepala Medis itu lantas memerintahkan asistennya untuk menyiapkan ruang operasi. Selanjutnya, Hokage dipindahkan ke sana untuk segera dilakukan tindakan. Ketika Sakura tengah berusaha mengekstrak racun dari tubuh Naruto, Shikamaru tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan di sini. Maka ia membiarkan Sakura berkonsentrasi pada tugasnya, sementara ia kembali melakukan pekerjaannya. Menemukan si brengsek yang telah meracuni Hokage mereka.

•••

Shikamaru kembali ke rumah sakit enam jam kemudian. Operasi telah selesai dan Naruto telah dipindahkan ke kamar perawatan. Lelaki Nara itu langsung menuju kamar tempat Naruto di rawat. Sang Hokage memang belum siuman, namun beliau tidak sendirian. Adalah Sakura yang tengah duduk di samping tempat tidurnya. Perempuan bersurai merah jambu itu tampak menggenggam tangan sang lelaki, sementara bola mata hijaunya tak henti menatap sosok yang terbaring di sana. Sejenak Shikamaru merasa dirinya sedang menyaksikan sebuah momen yang kelewat privat, hingga ia sendiri merasa enggan untuk mengusik mereka. Namun bagaimanapun, sebagai Penasihat Hokage, ia perlu mendapatkan laporan dari Kepala Medis atas kondisi Hokage mereka.

Maka ia mengetuk pintu, sebelum kemudian masuk ke kamar tersebut.

"Bagaimana keadaannya?" ujar Shikamaru perlahan.

"Kami sudah mengeluarkan sebagian besar racun dari tubuhnya." Sakura menjawab pertanyaan Shikamaru, meski tergeming di posisinya sekarang. "Tetapi masih ada sebagian racun yang tersisa dalam organ tubuhnya. Aku tidak bisa mengeluarkan racun dari sana, dibutuhkan antidot sebagai penawar racun di organ dalamnya." Dia sedikit mengeratkan genggamannya pada punggung tangan milik Naruto. Pandangannya kian sulit ditebak, namun terus menyiratkan kekhawatiran yang kentara. "Aku telah memerintahkan tim untuk membuat antidot tersebut. Mungkin baru akan siap beberapa jam lagi. Dan sampai antidot-nya siap digunakan, kurasa kita masih harus membuatnya tetap tidur."

Shikamaru mengangguk singkat, sebelum kemudian mengambil tempat duduk di seberang Sakura. "Kau sudah melakukan yang terbaik, Sakura. Terima kasih laporannya."

"Aku hanya melakukan pekerjaanku…" Sakura menggumamkan sebuah jawaban, sebelum kemudian dia seperti teringat sesuatu. Dengan segera, dia memalingkan pandangan ke arah Shikamaru. "Oh ya, bagaimana dengan investigasi-mu?" tanya Sakura. "Kau sudah menemukan siapa yang melakukan semua ini? Apakah aku perlu memanggil Sasuke?"

Mendengar nama itu disebut membuat Shikamaru menyeringai kecil. Selalu ada sesuatu yang unik tentang ikatan di antara Tim Tujuh. Sasuke Uchiha bukanlah seseorang yang mudah dijangkau. Ia selalu berada di luar desa, sembari menjaga keamanan desa dari manapun ia berada. Kendati begitu Naruto dan Sakura selalu dapat mengetahui keberadaannya. Pun ketika terjadi sesuatu pada Naruto atau Sakura, maka dapat dipastikan bahwa Uchiha itu akan segera kembali ke Konoha. Bukan hanya karena hal itu berarti ancaman besar bagi desa, namun karena Sasuke sangat peduli kepada mereka berdua, dan begitu pula sebaliknya. Ketiganya sangat protektif satu sama lain, dan memang begitulah ikatan di antara mereka.

"Tidak perlu. Aku sudah menemukan petunjuk kunci dan memerintahkan pasukan ANBU untuk menyelidiki lebih lanjut. Sejauh ini, dapat kupastikan bahwa pelakunya hanyalah seorang amatiran." Shikamaru menenangkan Sakura. "Jangan khawatir, tidak ada yang terlalu rumit. Kami pasti bisa menyelesaikannya."

"Syukurlah kalau begitu." Sakura tampak sedikit lega. Sejenak dia menghela napasnya, seraya menyandarkan punggungnya lebih dalam ke kursinya. Shikamaru dapat mendapati ada kelelahan yang terbawa dari gestur tubuhnya, sekalipun dia tak bermaksud menunjukkannya.

"Kau seharusnya istirahat, Sakura." ujar Shikamaru setelah jeda beberapa saat.

"Aku sedang istirahat." Sakura membalasnya ringan. "Jika tidak, aku pasti ada di laboratorium bersama Shizune-senpai untuk menemukan antidot-nya. Tapi tadi aku di usir dari sana. Katanya, aku tidak boleh bekerja lagi karena sudah berjam-jam operasi. Makanya aku jadi datang kemari."

Shikamaru melirik sang rekan dan mengangkat bahunya. "Tapi kau tak tampak seperti sedang beristirahat."

"Ah, tidak juga. Aku mengakhiri hariku dengan menyeruput kopi…" Sakura mengambil paper cup yang tadinya terletak di sisi meja, lantas kembali mengerling pada sosok lelaki berambut kuning. "…dan duduk santai bersama sahabatku. Sesuatu yang jarang bisa terjadi sejak dia jadi Hokage, lebih-lebih ketika aku jadi Kepala Medis. Kurasa ini adalah sebuah rencana istirahat yang cukup baik." Sakura menyesap kopinya sejenak, kemudian melanjutkan kalimatnya. "...Meski sayangnya sahabatku terlihat agak pucat hari ini."

Kali ini, Shikamaru jadi tersenyum tipis mendengarnya. "Dan jadi sedikit agak pendiam, ya?"

"Betul…" Sakura tergelak singkat, sebelum akhirnya tawa itu meluruh dalam sebuah tatapan sendu. Selang semenit dalam diam, perempuan itu kembali membuka suara. "Boleh kukatakan sesuatu, Shikamaru?"

Lelaki Nara itu menatap Sakura. "Tentu. Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Rasanya baru beberapa bulan sejak aku menjadi Kepala Medis Konoha, namun sudah kali ketiga Naruto datang kepadaku dalam keadaan terluka." Sakura memulai kalimatnya perlahan. "Aku paham bahwa semua terjadi di luar kendali. Apalagi Naruto sering keras kepala. Dia selalu ingin menyelamatkan semua orang, sekalipun itu mengabaikan keselamatannya. Namun tetap saja… sulit bagiku tiap kali melihat Naruto terluka."

"Dulu, tiap kali Naruto terluka, maka Tsunade-shishou sebagai Kepala Medis-lah yang bertanggung jawab untuk mengobatinya. Tapi sekarang… ketika jabatan ini akhirnya jatuh kepadaku… entahlah, kurasa aku yang tidak menyangka bahwa tanggung jawab ini sungguh besar." Perempuan itu mengatupkan bibirnya sejenak. Menarik napas singkat, lantas melanjutkan ucapannya. "Kurasa aku menjadi sedikit paranoid sekarang. Tiap kali Naruto bertugas keluar desa, aku tidak pernah tahu akan seperti apa kondisinya ketika pulang nantinya."

Shikamaru menatap sosok merah jambu, lantas pikirannya mengingat sesuatu. Di antara mereka bertiga sebagai triumvirat Konoha, memang Sakura adalah yang paling baru mengemban jabatan. Naruto dan Shikamaru sama-sama dilantik sebagai Hokage dan Penasihat Hokage dua tahun lalu pada usia 26 tahun. Sementara Sakura sendiri baru ditunjuk sebagai Kepala Medis Konoha enam bulan yang lalu pada usia 28 tahun. Meskipun Sakura berusia lebih tua ketika mengemban jabatannya, hal itu tak membuat pekerjaannya menjadi lebih mudah untuk dikerjakan. Sangat wajar jika sampai saat ini Sakura masih dalam proses beradaptasi dengan segala tanggung jawab barunya. Pun meragu dengan kemampuan sendiri adalah sesuatu yang lazim terjadi dalam sebuah proses adaptasi. Semua keraguannya itu sangat bisa dimaklumi.

Namun kemudian Shikamaru beralih menatap sosok kuning yang terbaring. Meskipun masih terlelap, Shikamaru tahu bahwa kondisi sang Hokage itu sudah jauh lebih baik sekarang. Sakura memang selalu mampu menangani Naruto bagaimanapun kondisinya. Barangkali, itu pula yang membuat Naruto begitu bersikeras hanya mau diperiksa Sakura.

"Kau tahu, Sakura. Ketika kami mendapati bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan Naruto, kami bisa membawanya ke rumah sakit terdekat. Tapi Naruto menolak, ia bersikeras meminta agar kau yang memeriksanya." Shikamaru menyampaikan hal yang terlintas dalam pikirannya. "Saat itu, aku berpikir strategis, bahwa tidak bijak membiarkan Hokage diperiksa oleh seorang petugas medis yang tidak dikenal. Maka dari itu, aku menyetujui protokol Hiraijin no Jutsu untuk membawa Hokage kembali ke Konoha sesegera mungkin."

"Namun bagi Naruto sendiri, kurasa permintaannya lebih dari sekedar strategi. Malah mungkin sesuatu yang sangat personal. Bahwa dia hanya ingin diperiksa oleh dirimu saja." Shikamaru mendapati Sakura yang kini tengah menatap dirinya. "Naruto menunjukmu sebagai Kepala Medis karena dia mempercayaimu, Sakura. Naruto percaya sepenuhnya pada kemampuan dan keahlianmu, bahkan mempercayakan hidupnya kepadamu."

Sakura tak langsung merespons ucapan Shikamaru. Dia tertegun sejenak. Pandangannya sempat turun ke bawah, sebelum kembali menatap nanar sosok Naruto yang terlelap.

"Terkadang aku berpikir bahwa Naruto terlalu mudah percaya padaku." ungkap Sakura lirih. "Aku hanya berharap agar tidak pernah mengecewakan apa yang telah ia percayakan."

"Kurasa, itu saja sudah cukup bagi Naruto untuk mempercayaimu. Karena kau akan selalu melakukan yang terbaik dalam pekerjaanmu." Shikamaru menyelesaikan pembicaraan mereka dengan seringai tipis. Sesaat kemudian, ia menemukan dirinya menarik kedua tangannya ke atas. Otot bahunya terasa begitu kaku. Ia baru teringat bahwa seharian ini dirinya belum beristirahat. Bahkan setelah seminggu keluar desa untuk menjalankan misi, ia sama sekali tak sempat pulang ke rumah. Ia jadi terbayang seseorang yang menunggunya di rumah dan sedikit merasa bersalah. "Baiklah, kalau begitu kubiarkan kalian berdua duduk santai di sini. Aku juga sebaiknya segera pulang."

"Sebaiknya memang begitu." Sakura mengulum senyumnya. "Kau pergi misi selama satu minggu, dan ketika kembali, malah bekerja lagi. Temari-chan pasti sedikit kesal jika kau tak segera menemuinya setelah selesai bekerja."

"Kalau dipikir-pikir, gila betul pekerjaan kita ini…" Lelaki Nara itu bangkit dari kursi sembari memijit-mijit pundaknya. "Tapi seseorang harus melakukannya, bukan?"

Haruno itu tergelak singkat, lantas menggumamkan penggalan panji-panji jabatan mereka. "Demi keadilan dan kesejahteraan rakyat."

"Sungguh mulia." Shikamaru mendenguskan napasnya. "Oh ya, Sakura, malam ini aku harus menempatkan beberapa ANBU untuk berjaga di sekitar ruang ini. Aku bisa memerintahkan mereka untuk berjaga setelah kau pergi, jika kau mau?"

"Tidak apa, kau bisa menempatkan mereka sekarang. Aku akan tetap di sini semalaman."

Shikamaru mengangkat sebelah alisnya seakan tak menyetujui hal yang baru saja didengarnya, "Sakura…"

"Ini ruang VVIP, Shikamaru. Percayalah, sofa itu sangat nyaman untuk ditiduri." Sakura menunjuk sofa berwarna coklat muda dibelakangnya. Shikamaru baru saja hendak menyahut lagi, namun Sakura lebih dulu menambahi. "Lagipula, Naruto tidak suka sendirian di kamar rumah sakit…"

Lelaki Nara itu terdiam mendengarnya. Ia menatap kedua rekannya itu sekali lagi, lantas jadi sedikit memahami. Pun pada akhirnya keinginannya untuk mendebat tak terpikir lagi. Karena barangkali, jika sang kepala medis tak berada di sini, justru gundah dalam hati dia akan makin menjadi.

"Baiklah kalau begitu." ujar Shikamaru kemudian. "Aku pulang duluan, Sakura. Jangan lupa istirahat."

"Tenang saja." Perempuan itu mengibaskan tangannya ringan. "Salam untuk Temari-chan."

Shikamaru mengangguk dengan sebuah senyum singkat, kemudian beranjak meninggalkan Naruto dan Sakura berdua di sana.

•••

Kali berikutnya Shikamaru berkunjung ke rumah sakit, keadaan Naruto sudah jauh lebih baik. Menurut laporan yang diterimanya, Hokage Ketujuh sudah siuman sejak tadi pagi. Antidot yang dibuat oleh tim medis di bawah arahan Shizune terbukti bekerja dengan baik. Meski belum pulih seutuhnya, Naruto sudah terlihat cukup bugar. Terbukti, ketika Shikamaru hendak memasuki ruang tempatnya di rawat, lelaki berambut kuning itu sudah memiliki cukup tenaga untuk berdebat dengan Kepala Medis-nya tentang makan siangnya.

"Senang melihatmu sudah siuman." sapa Shikamaru usai mengetuk pintu dan memasuki ruangan. "Apa yang kau rasakan saat ini, Hokage-sama?"

"Tak pernah lebih baik. Diracun diam-diam, kemudian dibius semalaman. Hidup sebagai Hokage memang menarik." Naruto membalas pertanyaan Shikamaru dengan satire. "Panggil aku dengan namaku saja, Shikamaru. Aku tidak sedang bertugas."

"Uhh, sebetulnya aku kemari membawakan tugasmu." Shikamaru mengangkat map yang dibawanya. "Ada yang harus kau tanda tangani."

Lelaki berambut kuning itu sontak berkeluh dibuatnya. "Tidak bisakah kau bawa makanan saja seperti wajarnya orang ketika membesuk?"

"Aku tadinya ingin membawakanmu makanan. Tapi doktermu dengan tegas memperingatkanku bahwa kalau kau tidak boleh makan apapun, kecuali makanan rumah sakit setidaknya selama 48 jam."

Seperti teringat sesuatu, Naruto segera berpaling pada sang dokter yang tadi menjadi lawannya berdebat. "Sakura-chan!"

"Berapa kali harus kukatakan? Kau ini habis diracun!" balas Sakura tanpa gentar. "Tidak ada makanan yang masuk ke perutmu kecuali aku sendiri yang memberikannya padamu."

Shikamaru menduga Naruto akan kembali menyanggah Sakura. Namun di luar dugaan, si Uzumaki justru tampak tertarik dengan jawaban itu.

"Huh, karena kau mengatakannya seperti itu, sepertinya tak begitu buruk…" Sebuah seringai terulas di wajah Naruto. "Itu berarti kau juga akan menyuapiku, eh, Sakura-chan?"

Sang Kepala Medis kontan memutar bola matanya. "Berdasar analisa medisku, kurasa tidak ada yang salah dengan koordinasi tanganmu. Kau bisa menggunakannya untuk makan, dan juga menandatangani dokumen yang dibawa Shikamaru."

Naruto mengerucutkan bibirnya. "Kau mengurungku di sini selama 48 jam, tapi masih memperbolehkan Shikamaru datang kemari membawa pekerjaanku."

"Jangan terlalu dramatis. Lagipula kau hanya perlu menandatanganinya. Shikamaru sudah me-review semuanya untukmu." Tukas Sakura sebelum beralih pada Shikamaru. "Shikamaru, kutinggalkan kalian berdua membahas pekerjaan. Jangan terlalu lama, oke? Naruto mungkin sudah cerewet begitu, tapi dia tetap butuh istirahat."

Shikamaru mengangguk. "Tentu."

"Sakura mau kemana?" Baru saja Shikamaru menutup bibirnya, Naruto sudah kembali bertanya.

"Ke ruanganku sebentar, mau ambil dokumen. Paling sebelum Shikamaru pergi aku sudah kembali."

Shikamaru lantas menyadari keberadaan dokumen-dokumen rumah sakit yang tergeletak di atas coffee table dekat sofa. Ia menatap Sakura yang kini beranjak menuju pintu, lantas teringat sesuatu. Ia teringat yang Sakura katakan semalam, Naruto tidak suka sendirian di kamar rumah sakit. Oleh sebab itu, Sakura menemaninya dan melakukan pekerjaannya dari ruang ini. Sungguh sebuah hal yang Shikamaru baru sadari sekarang.

"Apakah benar, Shikamaru?" Naruto membuyarkan pikirannya. "Kau sudah me-review dokumennya?"

"Ya begitulah…" jawab Shikamaru sambil menyerahkan dokumen itu pada Naruto. "Aku sudah menyelesaikan review-mu untuk proposal acara konferensi tingkat tinggi bulan depan, dan aku juga sudah menyelesaikan laporan misimu. Aku hanya perlu tanda tanganmu untuk menyetujuinya."

"Kau memang benar-benar penyelamat, Shikamaru." Naruto berdecak kagum sembari mulai membuka map biru tersebut. "Tapi aku mungkin harus membacanya sebentar, hanya untuk memastikan."

"Silakan. Aku juga tidak buru-buru." Shikamaru menarik kursi, lantas duduk di sebelah tempat tidur Naruto. Sementara sang Hokage nampak serius membaca layap dokumen yang dibawanya. Terkadang Shikamaru masih merasa takjub mendapati teman masa kecilnya itu, yang dahulu terkenal akan sifatnya yang ceroboh dan tergesa-gesa, kini menjadi seorang yang cukup perfeksionis dalam pekerjaannya. Namun jika dipikir-pikir, itu pun terjadi pada dirinya. Dirinya ketika berumur dua belas tahun tak bakal menyangka bahwa ia di masa depan akan menjadi seorang ninja kelas elit dengan tanggung jawab segudang seperti ini. Betul-betul merepotkan.

"Sudah selesai." ujar Naruto setelah beberapa saat, kemudian menarik pena untuk menandatangani kertas tersebut. "Terima kasih atas kerja kerasmu, Shikamaru. Aku bisa membayangkan pasti kau cuma tidur sebentar semalam demi menyelesaikan semua ini."

"Yah, jika mengutip kata-katamu tadi, hidup sebagai second-in-command dari seorang Hokage pun tak kalah menarik." Shikamaru menyeringai pada atasan-nya itu. "Aku hanya melakukan pekerjaanku."

"Ah, tapi kurasa aku tetap harus berterima kasih padamu." Hokage itu terkekeh sejenak. "Maksudku, kau tahu, atas yang kau lakukan kemarin…"

Lelaki Nara itu sedikit memiringkan kepalanya. "Kemarin?"

"Ya… kau menuruti keinginanku dan membawaku kembali ke Konoha." Naruto mengelaborasikan maksud kalimatnya. "Aku mungkin belum pernah memberitahumu soal ini sebelumnya, Shikamaru. Tapi… aku tak pernah nyaman jika ada orang asing yang memeriksa tubuhku, terlebih dalam kondisi rentan begitu." Sambungnya dengan suara kian lirih seakan sedang membagi rahasia. "Mungkin kedengarannya seperti ketakutan yang aneh dan tak masuk akal. Namun paling tidak, jika diperiksa oleh seseorang yang ku percaya, maka akan sangat melegakan bagiku. Itulah mengapa aku bersikeras untuk dibawa kembali ke Konoha."

Shikamaru mengerjapkan matanya dan menggeleng singkat. "Tidak ada yang aneh, kok. Tidak ada seorang pun yang suka terlihat dalam kondisi tak berdaya. Yang kau rasakan itu adalah kekhawatiran yang wajar." Ia menalar ucapan rekannya, kemudian sebuah gagasan muncul dalam pikirannya. "Harusnya kau memberitahuku. Kita bisa memasukkan seorang ninja medis dalam regu khusus-mu setiap kali kau pergi misi…" Dan sebuah senyum terulas di wajahnya. "Atau, Kepala Medis-mu mungkin, jika kau mau?"

Lelaki berambut kuning itu tergelak kecil mendengar tawaran itu.

"Bahkan tanpa ditugaskan dalam misi, pekerjaannya sekarang ini saja sudah banyak sekali." Pandangan mata Naruto tertuju pada tumpukan dokumen di atas coffee table, lantas menerawang jauh. "Sakura memang dokter utamaku. Dia memiliki tanggung jawab atas kesehatanku, tapi juga atas kesehatan seluruh penduduk desa. Konoha lebih membutuhkan dia ketimbang aku. Akan lebih baik jika dia tetap berada di Konoha." Kalimatnya berjeda sejenak. Namun tak lama ia kembali menilik ke arah Shikamaru. "Lagipula, ninja medis kita tidak banyak. Lebih bagus jika tenaga ninja medis difokuskan untuk mendampingi tim-tim shinobi saja. Mereka lebih sering melakukan misi daripada aku."

Shikamaru terdiam sebentar, lantas kepalanya terangguk memahami. Hal yang selalu konstan mengenai Naruto adalah sikapnya yang mengutamakan kepentingan orang lain di atas dirinya. Bagaimanapun, gelar pahlawan yang disematkan pada diri Naruto bukannya tanpa sebab. Naruto memperolehnya dari rasa hormat khalayak terhadap dirinya.

Ia baru saja hendak menyelami pikirannya lebih lanjut ketika pintu ruangan kembali terbuka.

"Nasib baik kau masih di sini…" Sakura melangkah memasuki ruangan dengan tentengan di kedua tangan. Dokumen di tangan kirinya dengan segera diletakkan di meja. Namun tentengan lain di tangan kanannya tetap dibawanya hingga ke hadapan kedua rekannya. "Aku membawakanmu sesuatu."

"Apakah itu kopi?" Naruto mencuri pandang ke barang bawaan Sakura yang terlihat seperti cup minuman. "Kau bawa juga untukku?"

"Ya aku membawakannya untukmu, Hokage-sama." Sakura menyeringai pada Hokage Ketujuh sembari menarik cup dari pembungkusnya. Namun alih-alih terisi minuman berwarna hitam, cairannya berwarna hijau pekat. "Tapi ini bukan kopi, ini green juice yang disiapkan oleh perawat barusan."

Baik Shikamaru dan Naruto sama-sama mendelik ketika Sakura membagikan cup minuman yang dia bawa. Shikamaru menerimanya meski dengan sedikit berat hati. Ia tidak langsung meminumnya memang. Karena bahkan dengan melihat warnanya saja, ia sudah dapat membayangkan rasa pahit yang akan dirasakannya. Lelaki Nara itu menatap Naruto yang juga balas menatapnya dengan kengerian yang sama.

"Kok malah diam? Ayo di minum jus-nya." Sakura melipat tangannya di depan dada. "Jangan sampai kujadikan perintah dokter nih untuk kalian."

Naruto menghela napas berat, kemudian menusukkan sedotan ke cup minumannya. "Kau tahu, Sakura, terkadang kau benar-benar kejam."

"Dan itulah sebabnya aku bisa menjadi Kepala Medis yang hebat." Sang dokter itu tampak tersenyum puas. "Sudah habiskan saja dulu deh. Jus ini bagus untuk kesehatan."

"Yah, seperti katamu barusan, Hokage-sama. Kepala Medis yang selalu peduli dengan kesehatan semua orang, eh?" Shikamaru turut mengangkat gelasnya seakan sedang bersulang dan mengikuti jejak Naruto menyeruput minuman itu. Segera saja dahinya kontan berkerut. Pahitnya langsung terasa di ujung lidah.

"Kalian gosip apa soal aku?" Sakura yang tadinya berkutat pada baki makan siang milik Naruto, kini jadi melirik ke arah kedua rekannya.

"Tidak ada. Nanadaime memuji pekerjaanmu." Shikamaru menjawabnya ringan.

Sakura memutar bola matanya. "Sebuah kehormatan dapat memberikan yang terbaik bagi Konoha."

"Lho, justru kami yang merasa terhormat kau menjadi Kepala Medis Konoha." Naruto melempar senyum lebarnya kepada Sakura. "Aku sangat beruntung memilikimu sebagai Kepala Medis-ku. Maksudku, bahkan kemarin kau baru saja menyelamatkan hidupku. Kami semua mengandalkanmu, Sakura-chan."

Shikamaru menilik Sakura yang mendadak terdiam. Rona merah di pipi sang ninja medis itu kontan menyeruak tanpa mampu dia sembunyikan. Sakura beralih menatapnya, sementara Shikamaru kini tersenyum geli dibuat kedua rekannya. Sekali lagi, ia teringat akan pembicaraannya dengan Sakura semalam. Ia hanya mengangkat kedua alisnya, sebuah gestur yang seakan berkata pada Sakura, 'kubilang juga apa'. Sakura mengatupkan bibirnya sembari kembali menatap lelaki yang sebelumnya.

"Terima kasih, Naruto…" jawab Sakura kemudian.

"Sama-sama." Senyum di wajah Naruto berubah menjadi sebuah cengiran khas miliknya. Kemudian ia pun mengangkat minumannya. "Kalau begitu, apa boleh aku tidak menghabiskan jus ini?"

Sakura tampak kembali melipat tangannya, dan Shikamaru pun langsung mengerti apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Kau pikir aku bisa luluh begitu saja dengan pujianmu? Tidak bisa. Cepat habiskan." Sahut Sakura dengan nada tak terbantahkan. "Setelah itu, kau harus makan siang. Kali ini perintah dokter."

Kali ini giliran Naruto yang menatap Shikamaru, seakan sedang meminta pertolongan. Namun untuk hal yang satu ini, Shikamaru tak memiliki kuasa untuk turut campur wewenang dari kepala medis mereka. Maka lelaki Nara itu pun memilih bangkit dari kursinya.

"Sepertinya aku harus pergi sekarang. Lagipula, jam istirahatku hampir habis." Ujar Shikamaru sembari merapikan dokumennya. "Semoga lekas sembuh, Hokage-sama."

"Hei, jangan curang kau, Shikamaru! Kau tetap harus habiskan jus-mu ya!" Naruto segera mengeluarkan protesnya.

"Tentu, tentu…" Shikamaru mencangking pula cup jus hijau yang pahit itu. "Aku permisi dulu, Hokage-sama, Sakura-dono."

"Selamat kembali bekerja, Shikamaru-dono." balas Sakura sembari memindahkan baki makanan ke meja di sebelah Naruto.

Sementara Shikamaru beranjak keluar dari ruangan, ia dapat mendengar kedua rekannya kembali melanjutkan pembicaraan. Terdengar Naruto masih berusaha membujuk Sakura untuk membiarkannya tidak meminum jus atau setidak-tidaknya bersedia mengganti menu makan siangnya. Yang, tentu saja, keduanya tidak disetujui oleh Sakura. Pada akhirnya, sang ninja medis pun bernegosiasi. Jika Naruto menghabiskan jus-nya, maka Sakura bersedia untuk menyuapi makan siangnya. Sebuah tawaran yang kontan disambut positif oleh Naruto.

Mendengarnya, Shikamaru hanya bisa tersenyum kecil pada diri sendiri lantas meninggalkan keduanya. Barangkali ia berpikir dalam hatinya, bahwa Sakura sendiri pun sejak awal bersedia menyuapi Naruto, adalah sesuatu yang tak perlu dikatakan. Ia jelas mengetahui bahwa hubungan Naruto dan Sakura sangat dekat. Bagaimanapun, mereka adalah rekan satu tim sejak berumur dua belas tahun. Mereka melewati masa remaja dan tumbuh dewasa bersama-sama. Namun selalu ada hal unik tentang hubungan mereka yang, mungkin tak pernah nyala dalam perkataan, tapi selalu terlihat nyata dalam perbuatan. Sesuatu yang makin disadari Shikamaru setelah bekerja erat dengan keduanya. Sesuatu yang benar-benar menarik untuk diperhatikan.

Shikamaru baru saja hendak berpikir lebih banyak tentang ketertarikan barunya itu, ketika langkah kakinya sampai di kantornya. Disambut dengan tumpukan dokumen baru di mejanya dan di meja Hokage yang sedang absen tugas. Sejenak ia menghela napasnya. Yah, mungkin lebih baik ia menyudahi pikirannya dan fokus untuk memikirkan bagaimana menyelesaikan semua dokumen ini tanpa harus lembur semalaman. Dan mungkin memikirkan cara untuk mengenyahkan jus hijau di genggaman tanpa perlu meminumnya.

.

TBC


Archive Warning

Rating: General Audiences
Category: M/F
Relationship: Naruto Uzumaki/Sakura Haruno
Characters: Shikamaru Nara, Naruto Uzumaki, Sakura Haruno, Few Minor Original Characters
Additional Tags: Not Canon Compliance (like, obviously, duh), Ending, What Ending?, Mutual Pinning, Oblivious Naruto, Oblivious Sakura, Friends to Lovers.

Additional Note:

(1) : Scene ini mengambil referensi di mana Genma, Raido, dan satu pengawal Hokage lain memang memiliki kemampuan Hiarijin no Justu yang diajarkan oleh Hokage Keempat kepada para pengawal Hokage. Here I just assume that this technique will passed to another pengawal Hokage ya.

Author's Note:

Ta-da! Aku kembali dengan satu cerita baru (yang jujur agak tidak jelas, tapi idenya sangat persistent di kepalaku. Jadi sudahlah kutulis saja). Fanfiksi kali ini sangat fokus pada point of view pihak ketiga, yaitu Shikamaru Nara, dalam mengamati dua protagonis kita, Naruto dan Sakura. Jujur ide ceritanya dapat dari tipikal fanfiksi Star Trek dengan ship Kirk/McCoy atau McKirk. Di mana Captain Kirk yang bersahabat dekat dengan Dr. McCoy tidak sadar kalau mereka saling jatuh cinta, namun justru first officer mereka yaitu Spock yang menyadari hubungan antara keduanya. Jadi kebayang ya posisinya. Aku bayangkan karakter Naruto as Jim Kirk, Sakura as Leonard McCoy, dan Shikamaru sebagai Spock, lol. I don't know why, but as both McKirk and NaruSaku fans, I feel like their dynamics is sooo much related. Maybe just because I'm too into friends to lovers ship, hehe. Oh ya, meski sudah jelas, tapi aku ingin kembali menegaskan kalau this fanfic do not follow the ending of Naruto! Di fanfiksi ini, Naruto dan Sakura sama-sama belum menikah, sooo no cheating whatsoever, which happens to be my favorite! Yeay!

Fanfiksi kali ini idenya jauh lebih simple, sederhana, dan manis (apalagi di banding dari fanfiksi ku yang sebelumnya, Against All Odds!). Jarang-jarang lho aku bikin yang begini, hehe. Semoga bisa ikut senyam senyum ya bacanya. Secara umum, fanfiksi ini akan terdiri dari tiga babak, di mana setiap satu chapter berisi satu babak. Semua scene nya sudah aku tulis dalam outline-ku, jadi sudah tertata. But to actually write it tho, phew. That's another thing. Awalnya aku hanya mau publish ketika ketiganya selesai, tapi aku orangnya ga sabaran, huft. Kalau udah jadi begini rasanya langsung pengen publish akutu. So, yeah, now I currently writing babak keduanya. Tapi di sela itu, tentu aku harus menyeimbangkan dengan pekerjaanku dsb. Sembari menunggu babak kedua dan ketiga, mungkin pembaca bisa memberi feedback atau review tentang cerita ini? Sambil menjadi suntikan semangat bagi saya untuk terus menulis tentunya, hehe. Oh ya, namun kembali saya ingatkan kalau untuk review buruk tentang pilihan pair / otp dalam cerita ini akan saya hapus. Anda dipersilakan mengkritik tulisan saya, tapi tidak perlu mengkritik pilihan pair saya. Toh fanfiksi saya ini tidak akan membuat pair canon anda hilang, kan?

Terakhir, semoga pembaca menikmati cerita saya kali ini. Every likes and follow are appreciated, but the review would be the most cherished! Please take your time to leave some!