Disclaimers: All characters or anything else on Naruto was not mine. Nothing be happy to be just a fans, pure as big of Anime, manga & Manhwa fans.

~Δ~

"Tapi, Naruko, kenapa harus merahasiakan atributmu yang langka itu selama ini?"

Tsunade, wanita lanjut usia yang terlihat muda itu masih berjalan cepat, diikuti Naruko dan Kakashi di belakangnya. Walau masih membekas ekspresi kaget di wajah ayunya, wanita yang menjabat sebagai kepala sekolah Zenith Academia tersebut tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia yang meluap di setiap kata-katanya.

Bagaimana dirinya bisa menahan emosi saat mendengar dan melihat fenomena surga di sisa usianya ini? Ini Light Magic, Light Magic! Atribut yang punah itu kembali! Tidak hanya kabar ini akan melesatkan nama Zenith Academia setinggi langit, institusi yang dipimpinnya itu juga dipastikan akan mendapat sorotan dari media hingga menggegerkan dunia. Tsunade bahkan berani membayangkan, kompensasi apa yang akan Asosiasi Penyihir Jepang dan Dunia berikan terhadap sekolahnya.

"...Aku minta maaf."

"Ya Tuhan," Tsunade melirik gadis di belakangnya tanpa menghentikan langkah. Dirinya tak habis pikir, bagaimana bisa Naruko merahasiakan ini dari orang lain selama hampir setengah semester? Tetapi setelah mengingat akan sifat keras yang dimiliki Naruko, ia hanya bisa mengalah untuk mencari lebih lanjut, hingga memilih menghembuskan napasnya dengan berat hati. "Aku merasa benar-benar gila!"

Di sisi Kakashi yang hanya diam mendengarkan, nyatanya pria itu kini sedang tertawa senang dan menikmati ekspresi 'gila' dari Tsunade saat dirinya melaporkan kejadian itu, mengingat ia juga menampilkan wajah serupa saat pertama kali mengetahui karakteristik atribut Naruko. Tidak hanya dirinya saja sebenarnya, tapi juga seluruh murid yang melihat kekuatan Naruko.

Bukan hanya atribut Cahaya yang membuat Kakashi hampir mengalami gagal jantung, tapi bagaimana bisa seorang siswi kelas satu semester awal mampu menciptakan lingkaran sihir yang sedemikian padat dan seimbang, di saat semua murid di angkatan Naruko masih belajar cara pengumpulan dan pembentukan Mana? Tak berhenti sampai di situ, bahkan dua hal tadi dilakukan kurang dari satu detik, yang bahkan seorang Penyihir Tingkat VIII seperti Tsunade tidak kuasa melakukannya. Dan yang lebih hebatnya lagi, sihir itu dibuat Naruko tanpa mantra(spell)!

Hal inilah yang membuat Kakashi berinisiatif untuk membuat Naruko bisa lompat kelas, di saat ia menyadari bahwa tidak akan ada kemajuan yang diperoleh jika Namikaze muda itu tetap ada di kelas satu maupun kelas dua. Yah, menurutnya Naruko akan lebih baik bila diletakkan di kelas tiga.

Itulah mengapa mereka kini berada di depan pintu besar yang bertuliskan 'Ruang Uji Tingkat Mana', yang di dalamnya terdapat beberapa orang yang tengah melakukan pekerjaan mereka masing-masing. Di tengah ruangan yang sedemikian besar itu terletak sebuah batu kubus hitam seukuran lima kali lima meter persegi, dan tak jauh darinya ada beberapa monitor dan peralatan elektronik lainnya dengan tiga orang pria yang mengawasi.

Salah seorang dari mereka yang melihat petinggi akademi datang langsung berdiri dan membungkuk hormat. "Nyonya Tsunade!"

Tsunade mengangguk singkat sembari matanya berkeliling memperhatikan sekitar, dan kembali ke pria tersebut. "Kabuto, aku ingin menguji tingkat kekuatan cucuku-ehem.. maksudku, siswiku, Namikaze Naruko. Tolong dipersiapkan peralatannya."

Pria berkacamata itu agak heran, tak biasanya kepala sekolah ini menampilkan emosi secara blak-blakan di depannya, apalagi ia menyadari bahwa nada itu terdengar sangat girang di telinganya. Ah, sepertinya ia harus ke klinik THT setelah ini. "Saya mengerti." Memilih mengutamakan profesionalisme daripada rasa penasarannya, Kabuto mengangguk paham.

"Namikaze Naruko, silahkan berdiri di dalam lingkaran yang ada di dekat batu sihir yang di sana," Tak butuh waktu lama bagi Naruko untuk melakukannya, ia berjalan ke tengah ruangan dan memasuki lingkaran itu. "Pejamkan mata lalu konsentrasi, dan pusatkan aliran Mana di tubuhmu. Magic stone akan menangkap energimu dan kami akan membacanya di monitor. Saat hitungan ketiga, lepaskan energimu dengan penuh." Naruko mengangguk mengerti, dan Kabuto melanjutkan.

"Baiklah.. satu... dua... tiga, lepaskan."

Dalam sekejap saja melimpah ruah keluar uap berwarna keemasan dari tubuh Naruko. Tunggu dulu! Warna keemasan ini... "I-ini! Mungkinkah?!" Ini Light Magic, satu dari dua atribut yang telah hilang dari muka bumi ribuan tahun silam! Belum habis bagi Kabuto untuk terpukau, dirinya kembali dikejutkan saat matanya melihat angka mulai berjalan cepat dan semakin cepat.

Tingkatan energi sihir di dunia ini dikemas dalam satuan angka sebelum pihak berwenang menggolongkan tingkat kekuatan seseorang, yakni Tingkat I(500-1700), II(1701-2900), III(2901-4100), IV(4101-5300), V(5301-6500), VI(6501-7700), VII(7701-8900), VIII(8901-10100), dan IX(10101-15000).

Raut tegang dari Kabuto seketika sirna, digantikan wajahnya yang semakin kehilangan warna sehat saat menyaksikan kejadian paling ajaib dalam seumur hidupnya. Netranya mengecil untuk beberapa saat, kemudian beralih ke arah Tsunade, yang menunjukkan ekspresi keterkejutan luar biasa yang sama sepertinya. Seribu, empat ribu, tujuh ribu, dan terus meningkat... Magic stone terus saja menambah angka pada monitor tanpa sedikitpun melambat. Semuanya menahan napas, hanya Kakashi yang terlihat sedikit lebih tenang, namun Kabuto yakin jika jiwa pria itu juga terguncang.

'Sembilan ribu,... sembilan ribu enam ratus,... se-se-sepuluh ribu?! Ya Tuhan, konsentrasi Mana ini terlalu pekat!' Kabuto hampir merasakan serangan jantung saat menyaksikannya, dan otak jeniusnya sudah memastikan bahwa tingkat energi Naruko mungkin akan jauh lebih tinggi dari Tingkat VIII, tingkat yang bahkan hanya dimiliki segelintir grandmaster di daratan Jepang. 'Jangan bilang ini akan mencapai IX!'

Kabuto tidak menyadari, bahwa semua manusia di ruangan ini juga mengalami dan berpikiran hal yang serupa dengan yang dialaminya. Namun, kenyataanya Mana di tubuh Naruko malah menipis dan semakin menipis, dan akhirnya pudar.

"..."

"..."

"..."

"..."

Magic stone seharusnya menghentikan kalkulasi saat energi pengguna sudah mencapai puncak, akan tetapi ini adalah fenomena di mana angka pada monitor bergerak naik, kemudian turun tanpa henti walau hanya sedetik, membuktikan jika Mana yang Naruko keluarkan belum mencapai titik tertinggi saat gadis itu menarik kembali energinya.

Semua tercengang hingga akhirnya Kabuto yang pertama kali bersuara. "Ke-kenapa? Kenapa kau menarik kekuatanmu, Nona Namikaze?" Pria yang sedang kebingungan itu berusaha mencari jawaban, sedang gadis yang dipandanginya tersebut kemudian menoleh juga kepadanya.

"Kurasa... melepaskan seluruh energiku bukanlah pilihan yang bijak, Tuan Kabuto."

Mendapat jawaban dari wajah nonekspresif seperti itu membuat Kabuto harus kehilangan kata-kata, hingga akhirnya ia menyerah, lalu memandang sang kepala sekolah untuk meminta pertolongan.

Tsunade langsung sadar dan berusaha mengendalikan euforia yang dialaminya sekuat tenaga, dan tak berselang lama kemudian ia mulai menangani situasi. "Tidak apa, Naruko. Ini dilakukan supaya kami bisa mendapat hasil maksimal dan valid dari tingkatanmu."

Mata biru Naruko sedikit menyempit, kemudian terarah pada Tsunade. "Aku memang merasakan shield's magic pada ruangan ini, tapi bisakah aku mengatakan bahwa dinding ini terlalu tipis?"

'A-apa?!'

Semua pasang mata memandang Naruko dengan tatapan terkejut bukan main. Tidak hanya gadis itu yang mampu merasakan pelindung sihir tingkat IX di ruangan ini, tapi juga berani mengatakan jika pelindungnya 'terlalu tipis'?!

"Ehem," Tsunade tersadar dan berusaha menjaga ketenangannya. "Semua masih di bawah kendali, Naruko sayang. Percayalah padaku."

"..." Mendengar itu Naruko termangu sesaat, kemudian menyerah untuk menyanggah kalimat sang kepala sekolah. Walau Naruko masih agak khawatir dengan kebocoran pada pelindung yang mungkin akan terjadi jika dirinya mengerahkan kekuatannya, gadis itu akhirnya mengalah dan kembali menimbun energi.

Kabuto melihat itu, kemudian ia mengulang untuk memberi aba-aba. "Satu.." Tubuh Naruko kembali bercahaya. "...dua," Magic stone yang menangkap pergerakan energi di sekitarnya mulai mengirim informasi ke monitor penjaga. Angka di layar bergerak terlalu cepat, menampilkan lonjakan energi yang naik secara signifikan. Seribu ke empat ribu, lalu melompat ke tujuh ribu. Saat Kabuto mangatakan 'Tiga', monitor sudah menampilkan angka empat belas ribu pada layarnya.

Itu bukan titik puncak, melainkan terus naik dan terus saja naik..

"Tingkat IX!" Tsunade memekik dengan wajah antara tak percaya dan penuh suka cita akan prestasi cucunya, namun itu tak bertahan lama ketika angka monitor masih berjalan walau sudah menunjuk angka lima belas ribu.

"E-enam belas ribu!" Rekan Kabuto berseru.

"Tu-tu-tujuh belas ribu!" Rekan satu lagi menimpali. "Dededelapan belas ri-astaga! Sembilan belas ribu! Angka masih menghitung!"

Semuanya berkeringat dingin, dan suka cita yang mereka dapatkan sebelumnya berubah menjadi kekhawatiran yang luar biasa. Dan hingga akhirnya saat angka monitor menunjukkan angka dua puluh ribu, petaka itu menjadi nyata.

Magic stone mulai retak, dan monitor bukan lagi menampilkan angka, tapi hanya tulisan 'ERROR!' yang terus berkedip tanpa henti. Alarm di ruangan itu berbunyi nyaring, menandakan shield's magic sudah mencapai batas untuk meredam Mana Naruko yang berlebihan.

"Ba-bahaya! Shield mengalami kebocoran!" Rekan Kabuto berteriak ketakutan. "Kegagalan sistem dikonfirmasi! Ulangi, kegagalan sistem dikonfirmasi! Overload! Overload!"

Insting perlindungan diri Tsunade menyalak keras, membuatnya segera bertindak untuk menghentikan aksi cucunya sebelum terlambat. Akan tetapi, semuanya hanya tinggal angan saat menyadari fakta bahwa tubuhnya sudah tidak bisa bergerak di bawah kekuatan absolut yang melampaui imajinasi milik Naruko.

"K-Kakashi, hentikan Naruko!"

Namun, Tsunade segera menyadari jika perintahnya hanya angin semata saat teringat jika kenyataannya kekuatan Kakashi berada satu tingkat di bawahnya, membuktikan bahwa pria di sampingnya itu kini bahkan sudah berlutut dan tak mampu hanya untuk sekadar berdiri, bahkan hanya untuk mencicit.

Di sisi Naruko, dirinya yang berkonsentrasi penuh hingga kelima indera miliknya terputus dari dunia luar masih berusaha mencari batasannya. 'Masih kurang, masih kurang.. masih kurang!' Dia masih mencari untuk beberapa saat, kemudian tersenyum puas ketika mata batinnya menemukan puncak energi tertingginya. Gadis itu membuka mata, yang menampilkan warna netra biru sebelumnya, kini menjadi kuning emas. Baju yang membalut tubuhnya bukan lagi onepiece hitam dengan jas putih, melainkan baju zirah berwarna emas yang berkilauan. "Inilah puncaknya."

Dengan akhir kalimat pendeknya, sebuah gelombang Mana meledak seketika, memporak-porandakan dan melempar seisi penghuni dan peralatan selain Naruko ke ujung ruangan. Angin menggelora, bergerak liar menyapu seluruh lorong akademi, menggetarkan bangunan dan menghancurkan seluruh kaca yang ada.

Apakah ini layak disebut berkah atau musibah, Tsunade dengan kesadarannya yang perlahan terkikis hanya bisa menghela napas mengingat keajaiban yang baru saja diterimanya, dan berdoa agar fakta mutlak dari megadana rekonstruksi bangunan akademi ini tidak akan masuk dan menghantui dalam mimpinya.

Dan iapun hilang kesadaran.

Di lain pihak, butuh waktu beberapa saat sebelum semua reda, akhirnya Naruko menyadari situasi aneh di mana semua benda di sekitarnya hilang tak bersisa, dan membiaskan suasana gelap dan heningnya sebuah pemakaman. Pandangannya menangkap beberapa kertas yang masih melayang di udara, kabel listrik yang putus hingga tercipta percikan listrik di ujungnya, dan tentu saja, semua orang yang hilang kesadaran akibat tekanan energi dan benturan keras yang diakibatkannya berada di ujung ruangan.

Menanggapi hal itu, Naruko hanya bisa memiringkan kepala dan berkedip tiga kali, sebelum satu suku kata melucur mulus dari bibir merah mudanya.

"Eh~?"

~TBC~

Karna peminatnya dikit di fic ini, maka saya kurangin wordnya aja, biar agak cepet up-nya.. Hohoo

Yah, saya sih pribadi gamasalah soal minat atau gaminat ya, karna saya nulis itu hanya sekadar hobi aja, galebih. Dibaca ya silahkan, gadibaca juga gapapa.. Haha..

Oh, satu lagi. Spesial terima kasih pada saudara Youndroki yang udah tanya, 'Kenapa ga ditaro di DxD aja?', sejujurnya saya juga pernah kepikiran buat naroh di sana, karna di samping kebanyakan reader langsung buka cross server daripada originalnya, kebanyakan reader di sana juga tipe berpemikiran netral. Tapi, alasan saya yang akhirnya milih naroh fic ini di server original itu, karna saya lumayan gapaham sama mayoritas tokoh karakternya DxD, juga author di sana saya rasa rasa gasedikit juga. Jadi yaa~ Haha..