Konohagakurr. (3 tahun yang lalu)

Seoramg bocah pirang jabrik berumur 3 tahun terlihat tengah terdiam menatap sebuah toko kue dari kejauhan. Di sampingnya terdapat seorang pria bermbut perak mengenakan masker. Pria tersebut memandang bocah kecil itu sejenak sebelum mengikuti pandangan sang bocah tersebut.

"Kau mau kue, Naru?"

Bocah yang dipanggil Naru kemudian menatap Kakashi dengan kedua matanya yang membesar imut. "Apakah aku bisa mendapatkannya, Kakashi-nii?" Tanya sang bocah yang hanya dijawab dengan anggukan oleh pria yang dipanggil Kakashi-nii oleh bocah itu. Kemudian, Kakashi memberinya beberapa lembar uang, dan menyuruhnya membeli.

"Yaaayy! Aku sayang nii-san!"

Dengan langkah kecilnya, Naru—Naruto lengkap nya—berjalan memasuki toko kue tersebut. Tak menyadari tatapan menusuk saat memasuki toko, Naruto melihat-lihat sejenak kue yang ada di etalase. Memantapkan pilihannya, ia menunjuk salah satu kue sambil menatap salah satu pegawai di toko kue itu.

"Paman, aku mau kue yang itu! Yang ada stroberi di atas nya!"

"Apa yang kau lakukan disini, kuso-bakemono?!"

"Eh?"

Pegawai lain di toko itu meneriaki Naruto kecil yang tidak tahu apa-apa. "Jangan datang ke tokoku! Pergi!" Naruto kecil menatap pegawai itu dengan tatapan bingung, "Kenapa? A-Aku punya uang, a-aku mem-membelinya, aku bu-bukan ingin mencuri .. nya," suara Naruto kecil menelan di bagian akhir.

Pegawai yang tadi meneriaki nya pun dengan cepat menghampiri Naruto dan menyeretnya keluar dengan kasar. "Pergi! Jangan pernah datang ke tokoku lagi!"

Kakashi menatap pemandangan di depannya dengan lara dan benci. Ia benci saat Naruto diperlakukan seperti seorang penjahat. Ia benci saat semua orang membencinya tanpa dasar. Ia benci saat Naruto bertanya kepadanya, 'Kenapa semua orang membenciku?' dan ia tidak bisa memberikan jawaban yang tepat. Ia benci. Ia benci. Ia benci.

Kakashi sangat membenci orang yang tidak bisa membedakan isi dan gulungannya

"Mau ke pemakaman?" tawar Kakashi setelah beberapa saat.

Naruto kecil terdiam sejenak dengan wajah sedih sebelum akhirnya mengiyakan.

.

.

"Nii-san.."

"Hm?"

"Mengapa aku berbeda?" Tanya Naruto pelan.

Kakashi menepuk pelan kepala adiknya itu. "Secara fisik, kau itu sama dengan mereka." Ujarnya lembut.

Naruto kembali bertanya, "Lalu, mengapa tidak ada yang mau berteman denganku? Apakah ini kutukan?" Tanya Naruto—menahan tangis.

Tanpa disadari Kakashi, matanya ikut merasakan panas. Dan tembok pertahanan yang sudah lama ia bangun dengan susah payah, akhirnya jebol juga. Aliran air mata itu membuat Naruto khawatir dan panik, karena menyangka ia mengatakan sesuatu yang membuat Kakashi sedih.

"E-Eh? N-Nii-san, memaafkan aku. Apakah aku membuatmu sedih?! T-Tolong maafkan aku!"

Kakashi mengusap air matanya dan menatap Naruto dalam-dalam. "Dengarkan yang akan kukatakan, Naru.." Kakashi mengambil nafas yang panjang sebelum berujar kepada Naruto,

"Kau itu spesial bagiku. Kau adikku. Mereka yang tidak ingin berteman denganmu hanya belum mengerti apa artinya dirimu di hidup mereka. Jikalau mereka tahu betapa berharganya dirimu, pasti mereka akan berlomba-lomba berteman denganmu. Tak peduli berapa banyak teman yang kau punya, hanya ada sedikit teman yang ingin selalu disisimu. Carilah teman yang seperti itu. Karena teman sejati takkan meninggalkan temannya, bahkan dalam keadaan sulit sekalipun. Jadi, jangan bersedih lagi. Oke?"

Entah kenapa, perkataan Kakashi barusan, membuat hati Naruto menjadi lebih lega. Ia yang awalnya ingin berteman sebanyak apapun, merubah pandangannya dengan menemukan teman yang bisa ia ajak bersenang-senang maupun bersedih bersama-sama. Benar kata ungkapan kuno bahwa, seratus teman takkan membuatmu bahagia namun sepuluh sahabat akan membuat hidupmu lebih berwarna.

Kakashi menatap langit yang mulai menjingga. 'Setidaknya aku ingin menjadi mataharimu, Naru. Aku ingin selalu menjadi penuntunmu dalam situasi apapun.'


Naruto

Story Artic'uno Staff

Disclaimer © Masashi Kishimoto

Warning(s): Out of character, typos, strong language, violence, etc.

Genre: Adventure, Fantasy, Drama

Rate: M

I don't mind if you aren't old enough, read at your own risk

.

.

Chapter 3: Curiosity


Tap! Tap!

Klon Kakashi mendarat dengan sempurna di depan Kantor Hokage. Tanpa membuang waktu, ia menuju ke ruangan Hokage Ketiga. Melihat jamnya, sepertinya sang Hokage masih berada di ruangannya karena ini baru jam 9 malam. Biasanya, seorang Hokage akan mengakhiri pekerjaannya dan pulang ke rumahnya saat memasuki pukul 10 atau 11 malam.

Krieet!

"Hokage-sama! Saya dikirim oleh Kakashi, sebenarnya ada.."

Wajah Sandaime Hokage mengeras setelah mendengar penuturan bunshin Kakashi. Iwagakure? Apakah itu hanya kebetulan? Kenapa mereka ada disini? Kenapa?

"Kuro.." Poof! Seorang dengan topeng Anbu gagak muncul dan langsung berlutut. "Ikuti KakashiKakashi. Dan cepat bereskan!" Titah sang Hokage yang langsung direspon dengan cepat oleh Anbu itu. Kemudian, bunshin Kakashi maupun sang Anbu sudah menghilang dari hadapan Hokage Ketiga.

'Apa yang diinginkan oleh si cebol itu? Balas dendam?' racau Hokage Ketiga dalam pikirannya.

Hokage Ketiga kemudian mengambil sepuntung rokok dari balik laci di meja kerja nya. Memasukkannya ke dalam pipa rokok miliknya, kemudian membakarnya lalu menghisap nikotin-nya. Menepis kemungkinan bahwa ia akan diusir dari ruangannya itu. Dia kan Hokage, mana ada yang sanggup mengusirnya?

.

.

Anbu dengan topeng gagak itu terdiam dengan tangan bergetar. Di hadapannya, terpampang sebuah pemandangan yang ... cukup bisa membuat muntah. Kepala terpisah dari tubuhnya, isi perut yang terberai, potongan tangan serta kaki, dan jangan lupa bola mata yang berceceran. Entah bagaimana caranya, bola mata itu bisa terlepas dari rongga mata dari masing-masing kepala yang berjumlah enam.

Kemudian, Anbu tersebut melihat sebuah pemandangan yang lebih mengejutkan lagi. Senpai-nya, Kakashi, tengah terduduk bersandar di pohon dengan luka yang cukup parah, dan mata kirinya terpejam. Di sampingnya terbaring tubuh seorang Uzumaki Naruto, bocah berumur 6 tahun. Dengan cepat ia menghampiri Kakashi yang sekarat itu.

"Kakashi-san!" Anbu itu dengan cepat memberikan pertolongan pertama pada luka-luka yang diderita Kakashi. Nafas Kakashi terengah-engah, seakan baru saja bertarung dengan musuh yang sangat kuat. Setelah agak tenang, Kakashi membuka pembicaraan.

"I-Itachi-san.. Aku bersyukur kau lah yang datang.. Akhh, ohok.." ujar Kakashi lemah.

Anbu itu melepas topengnya dan terlihat seorang remaja berumur 14 tahun dengan rambut hitamnya. "Diam sebentar, Kakashi-san. Lukamu sangat parah, aku akan segera memanggil bantuan." Itachi merapal handseal sederhana lalu mengucapkan, "Kagebunshin no Jutsu!"

Poof! Muncul tiruan Itachi disampingnya, dan klon itu pun langsung pergi setelah diperintah Itachi untuk memanggil bantuan ninja medis.

"Apa yang terjadi?" tanya Itachi setelah selesai memberikan pertolongan pertama pada Kakashi. Kakashi mengatur nafasnya, tak ia sangka hal itu akan terjadi padanya. Ia sudah menduga akan terjadi, namun tidak ia sangka akan menghadapi nya secepat ini.

"Ancaman itu nyata, Itachi-san.." gumam Kakashi lemah. "Kekuatannya, chakra nya, segalanya. Dan tak bisa dihadapi hanya dengan tersenyum dan bersikap seolah-olah ini adalah hal biasa." lanjut Kakashi dengan nada lemah.

Itachi terdiam. "Naruto-kun lepas lagi?" Tanyanya retoris. Sebuah pertanyaan yang tak membutuhkan jawaban disaat Itachi sudah mengetahui jawabannya dari keadaan Senpai-nya yang terluka parah dan banyak potongan-potongan tubuh dan tempat kejadian yang cukup sadis. Tidak perlu seorang jenius untuk sekedar mengetahui apa yang terjadi.

Kakashi mengangguk lemah. "Bahkan dengan mata kiriku, Kamui, dan Mangekyo.. Itu semua belum cukup untuk mengendalikan sesuatu di dalam tubuh Naruto. Hasilnya bisa kau lihat padaku. Ohok," Kakashi terbatuk lagi. Maskernya tercetak jelas noda tebal yang mana itu adalah darah.

Itachi terdiam, kemudian kedua mata onyx-nya tertuju pada tubuh yang tergolek lemas di dekatnya. Wajah damai nan polos seorang bocah berumur 6 tahun, di kedua pipinya terdapat 3 pasang kumis. Kedua matanya yang tertutup seolah memberitahukan bahwa ia lelah dan tak ingin menjadi seperti ini.

Setitik air mata jatuh dari pelupuk mata Itachi. "Mungkin saja...jika Yondaime-sama masih hidup dan melihat semua tindakan para penduduk Konoha, dia mungkin mengatakan.."

"..aku mengorbankan segalanya untuk menyelamatkan desa ini, tapi apa yang kalian berikan padaku? Tatapan kebencian? Bedebah!"

Kakashi perlahan merasa bahwa kesadarannya akan hilang. "Itachi-san.. Sebelum aku pingsan, aku minta tolong kepadamu.." Kakashi meraih satu tangan Itachi dan memberikan sebuah gulungan kecil, "..tolong jaga ini. Itu akan menjadi kado-ku saat Naruto menjadi Genin nanti. Dan aku juga belum menyiapkah hadiah ulang tahun nya 3 hari dari sekarang, maka sampaikanlah permintaan maaf ku." Setelah mengatakan itu, Kakashi jatuh pingsan.

Itachi hanya menatap sendu gulungan yang ada di tangan kanannya. Ia mengalihkan pandangannya dari Kakashi kepada Naruto.

"Kakashi-san.. Aku minta maaf," Itachi menundukkan kepalanya menghadap tanah, "..karena mungkin saja di masa depan, kita akan saling berhadapan sebagai lawan—bukan kawan." Tangisan dalam diam Itachi semakin menambah seramnya Hutan Kematian itu.


"Are? Dimana...aku?"

Aku terbangun dengan luka di sekujur tubuhku. Mungkin saja ini karena aku terlalu memaksakan diri. Ku perhatikan sekelilingku. Sebuah lorong besar yang berbentuk seperti pembuangan air bawah tanah. Dengan kaki kecilku, aku menyusuri tempat itu. Tempat yang gelap, sunyi, dan sangat mencekam. Aku tak tahu lagi harus kemana, tapi seingatku aku diculik dan aku mendengar suara Kakashi-nii.

Kakashi-nii, apakah dia baik-baik saja? Aku ingin meminta maaf padanya karena ia sering direpotkan olehku. Aku juga ingin meminta maaf kepada semua orang jika aku pernah membuat mereka terluka. Tapi, aku tidak tahu apa yang kulakukan dulu sehingga aku disambut dengan tatapan penuh kebencian itu. Mungkinkah ini kutukan? Kutukan karena ada sesuatu yang ku bawa?

Tiba-tiba, sebuah cahaya terang menyilaukan pandangan ku dan kemudian pemandangan di depanku berubah. Tanah lapang besar dengan pohon besar yang rindang, terdapat juga rombongan kupu-kupu yang terbang mengitariku.

Apa ini? Aura apakah yang kurasakan ini?

Aku merasakan...kehangatan dan kasih sayang. Kasih sayang yang lebih besar dari yang diberikan oleh Kakashi-nii maupun Kakek Hokage. Disamping itu, aku penasaran mengapa perasaanku seperti ini. Rasa ingin menangis dan rindu. Kepada siapa? Kepada siapa aku rindu? Kakashi-nii? Kakek Hokage? Bukan,

Dibawah pohon rindang itu, aku melihatnya. Seorang wanita cantik berambut merah darah. Rambutnya panjang hingga ke bagian pinggang wanita itu. Tiba-tiba ia berbalik dan tersenyum padaku sambil memanggil namaku. Aku tidak tahu mengapa tapi rasanya aku ingin menangis.


Naruto membuka matanya dengan perasaan tak menentu di hatinya. Perasaan yang barusan ia rasakan, sulit untuk di deskripsikan. Sulit untuk dicerna oleh otaknya. Siapa? Ia merasa ia tidak mengenal sosok wanita rambut merah dalam mimpinya, tapi mengapa ia merasa bahwa ia dan wanita itu sangat dekat? Seolah ada benang merah tipis yang menghubungkan antar kedua nya.

"Siapa? Kenapa aku tidak bisa mengingat mu?! Siapa? SIAPA KAU!?"

Naruto mencengkeram erat kepalanya saat tiba-tiba ia merasakan ngilu yang amat sangat. Kepingan-kepingan memori kemudian merangsek masuk tanpa permisi ke kepalanya, membuatnya merasakan denyut ngilu yang amat sangat pada kepalanya. Namun, tak lama kemudian ia tersenyum dengan sedih.

"Ibu? Apa itu kau?"

Brukhh! Naruto terjatuh dari ranjangnya, dan hal terakhir yang ia lihat adalah pandangan panik dari kakeknya dan seorang pria berambut putih dengan ikat kepala ber-kanji 油 yang memiliki arti 'Minyak'.

.

.

Jiraiya—salah satu dari Tiga Sannin Legendaris—menatap gurunya dengan tatapan yang memiliki arti 'apa-kau-bercanda' atau sejenisnya. Otak jeniusnya masih memroses informasi yang ia terima baru saja dari gurunya. Tentang Naruto, desa dan tentu saja ... Kyuubi.

"Apa maksudmu, Sensei? Lepas kendali? Dan, terkadang kau merasakan chakra Kyuubi secara tak sengaja keluar dari tubuh anak itu?! Geez, apa yang sebenarnya terjadi?!" Tanya Jiraiya dengan berbagai pertanyaan yang tersemat di dalam kepala nya.

"Kupikir, kontrak penukar jiwa itu hanyalah omong kosong." Perkataan Jiraiya membuat Sarutobi Hiruzen mengalihkan pandangannya dari Naruto menuju Jiraiya. "Apa maksudmu, Jiraiya-kun?"

Jiraiya menghela nafas sejenak, "Awalnya, aku mengira jika Kontrak itu hanyalah bualan yang dibuat oleh Orochimaru. Apalagi aku mendapat informasi itu dari Orochimaru. Tetapi setelah mendengar semua nya darimu.. aku.." Jiraiya menatap Naruto yang terkulai lemah, "..aku benar-benar tak bisa berpikir jernih seandainya dia menyetujui kontrak itu."

"Bisa kau jelaskan lebih rinci?" Tanya sang Hokage Ketiga tersebut kepada sang Sannin Katak.

Kedua iris Jiraiya nampak bergetar. Mengingat-ingat semua perkataan yang diutarakan oleh Orochimaru kepada dirinya,

"Kau harus berhati-hati dengan anak angkatmu itu, Jiraiya. Kudengar para bijuu akan memanfaatkan kondisi mental dari inangnya untuk membuatnya menyetujui kontrak misterius yang dapat sedikit melonggarkan segel. Bukan hanya itu saja, meski aku bukan Jincuuriki dan belum pernah bertemu dengan salah satu diantara mereka, tapi aku dapat mengatakan bahwa dengan kontrak itu; para bijuu dan inangnya dapat bertukar jiwa. Bijuu dengan mudah dapat mengalirkan chakra mereka ke tubuh inang sebanyak yang mereka mau. Dan jika itu terus-menerus terjadi, kau pastinya dapat menebak apa yang akan terjadi dengan segel dan inangnya itu. Ya, kau benar. Segel akan melemah dan bijuu kemungkinan dapat keluar dari tubuh inangnya. Selain itu, jika Jinchuuriki menggunakan chakra bijuu terus menerus, tubuhnya akan hancur."

"..itu yang ia katakan kepadaku."

"Oh iya, Sensei. Bagaimana keadaan Kakashi?" Tanya Jiraiya kemudian. Hiruzen menghembuskan nafas panjang, terpikir mengenai Kakashi. Menurut Itachi, Kakashi menahan serangan Naruto dalam bentuk 3 ekor dan menderita luka sangat parah. Saat Itachi menemukan Kakashi, kondisi Kakashi sangat lemah, bernafas saja harus susah payah. Karena itu, Hiruzen meminta agar Itachi menggantikan peran Kakashi sementara untuk menjaga Naruto.

"Tulang rusuknya patah, pendarahan hebat, luka dalam. Bersyukur ia tidak tinggal nama." Jelas Hiruzen singkat kepada Jiraiya. Gigi Jiraiya bergelar ketika kesal. "Cih! Andai saja aku lebih cepat.."

Hiruzen kembali menatap Jiraiya dalam-dalam. "Jiraiya-kun.. Desa ini akan segera menghadapi krisis kemanusiaan yang berkepanjangan. Selama itu, menurutmu apakah aku perlu membatasi Shinobi Konoha dalam mengambil misi?" Tanyanya pelan.

Jiraiya melirik gurunya melalui ekor matanya. "Jadi, sensei benar-benar akan menerapkan itu? Jangan terburu-buru, Sensei. Aku tidak ingin kau gegabah dalam mengambil keputusan." Seru Jiraiya kepada Hiruzen yang hanya ditanggapi dengan dingin oleh Hiruzen.

"Jika kita tidak menerapkannya, keadaan akan semakin memburuk. Dan juga.." Hiruzen menggantungkan ucapannya sejenak, "..aku tidak bisa meminimalisir rasa benci kepada Naruto-kun. Setiap hari, masih saja ada yang melakukan kekerasan kepada Naruto-kun."

Memang benar apa yang dikatakan oleh Hiruzen. Sang Sannin Katak itu pun menyadari betapa beratnya hidup dengan menanggung beban seperti itu, seorang Jinchuuriki memiliki riwayat hidup yang tidak menyenangkan. Meskipun yang ia dengar, Jinchuuriki di Kumogakure memiliki nasib yang sedikit berbeda.

"Omong-omong, Jiraiya-kun.." Sandaime Hokage menatapnya dengan tatapan sangat serius, membuat Jiraiya juga memasang wajah serius. "Klan Uzumaki, klan misterius yang hingga kini belum terpecahkan misteri nya—termasuk kemampuan khusus mereka." Jiraiya mengangguk mendengarkan. Hiruzen bingung harus memulai dari mana, maka dari itu ia pun mengajak Jiraiya untuk berjalan-jalan sekaligus menuju ke ruangan Kakashi.

"Mereka itu dewa atau apa?" Tanya Hiruzen.

Jiraiya menatap sejenak ke arah gurunya itu, sebelum pandangan nya kembali lurus ke depan—pikirannya menerawang. "Aku tidak tahu, Sensei. Yang kuketahui, mereka adalah klan spesial yang ahli dalam Fuinjutsu sehingga banyak meninggalkan gulungan Fuinjutsu di reruntuhan Uzushiogakure." Jiraiya kembali mengingat-ingat explorasi nya pada reruntuhan desa milik Uzumaki itu pada 17 tahun yang lalu. "Disana banyak sekali gulungan jutsu, mayoritas Fuinjutsu. Akan tetapi seingatku aku menemukan sebuah tanda fuin pada salah satu pohon By aku dan di desa itu." Jelas Jiraiya.

Hiruzen melirik sekilas muridnya tersebut. "Apa maksudmu?"

Jiraiya membuang nafas perlahan. "Itu adalah Senko Sunshin milik mereka. Mirip seperti Hiraishin tapi Senko Sunshin memiliki kerumitan tersendiri menurut Minato—tempo dulu." Jawab Jiraiya.

Tanpa mereka sadari, mereka telah sampai di ruang inap Hatake Kakashi. Dengan segera mereka masuk dan menjumpai Kakashi tengah berbaring setengah duduk, disampingnya terdapat Uchiha Itachi dan Uchiha Shisui yang menemani nya. Ketiganya membungkuk sopan saat Hokage Ketiga dan Jiraiya memasuki ruangan itu.

"Hokage-sama! Jiraiya-sama! Senang bertemu dengan anda!" Ujar ketiganya serempak.

Sandaime Hokage dan Jiraiya hanya tersenyum melihat itu. Tak lama kemudian, Sandaime mengisyaratkan Jiraiya untuk memasang sebuah kekkai kedap suara agar tidak ada yang dapat mendengarnya.

"Jadi, Kakashi-kun.. Bisa kau ceritakan awal mula bagaimana Naruto-kun diculik? Dan mengapa penculiknya dengan bodohnya melarikan diri menuju Hutan Kematian?" Tanya Sandaime kalem.

Kakashi menghela nafas. Kemudian, dengan rinci ia ceritakan semua kejadian. Dari A sampai Z tak ada yang terlewat. Termasuk mengutarakan hipotesa nya mengapa penculik Naruto dapat dengan mudah memasuki desa Konoha.

"Saya mendengar bahwa salah satu Anbu Konoha membiarkan mereka masuk. Saya tidak mengetahui dengan pasti, tapi melihat waktu nya, tidak mungkin ada Anbu yang dengan repot-repot membuka pintu keluar di utara Hutan Kematian hanya karena dendam kepada Naruto. Terlebih lagi, saya yakin ada yang menggiring Naruto ke Hutan Kematian, jika tidak, maka Shinobi sensorik pasti akan dengan mudah menemukan chakra asing tersebut."

"Baiklah.." Hiruzen mengangguk. Sebelum ia bertanya lagi, ia didahului oleh sang Sannin Katak, "Apakah Kyuubi keluar?" Tanyanya yang hanya direspon dengan anggukan oleh Kakashi. "Berapa ekor?" Kembali, ia bertanya.

"3 ekor dan bertahan selama hampir 15 menit." Jawaban Kakashi mengejutkan Jiraiya. Jiraiya menopang dagu nya dengan sebelah tangannya, berpikir sesuatu.

Setelah hening beberapa saat, Jiraiya akhirnya membuka suara. "Ini hanyalah sebatas hipotesa-ku terhadap Kyuubi dan Naruto. Jangan menganggapnya benar dan jangan pula menganggapnya salah," Jiraiya mengambil nafas panjang-panjang "Bocah itu dikendalikan oleh Kyuubi. Kemungkinan karena tekanan mental dan amarah. Semakin ia marah, semakin cepat ekor tumbuh. Dan akan membentuk Jubah Kyuubi dalam waktu yang singkat." Ungkapnya.

Kakashi terdiam, sesuatu mengganjal di pikirannya. "Tapi, bagaimana ia mengakses chakra tersebut? Dia masih belum genap 10 tahun—"

"Hipotesa-ku selanjutnya berkaitan dengan hal yang kau tanyakan, jadi dengarkan dulu.." Kakashi lekas diam. Jiraiya berdehem pelan, "Kemungkinan bocah itu menyetujui Kontrak Penukar Jiwa sehingga jiwa Kyuubi dapat bertukar dengan jiwa Naruto semau mereka."

Shisui menaikkan sebelah alisnya. "Jiraiya-sama, maaf. Jika memang mereka dapat bertukar jiwa, mengapa hal itu tidak mempengaruhi kepribadian Naruto? Aku rasa, sedikit banyak pasti akan berdampak kepada Naruto." Ujarnya.

Jiraiya melirik Shisui di depannya. "Seperti yang diharapkan dari otak jenius Uchiha." Jiraiya menundukkan kepalanya sejenak sebelum melanjutkan ucapannya tadi, "Aku tidak memiliki bukti untuk hal itu. Tapi aku merasakan sedikit kebencian di dalam hati anak itu, aku bisa merasakannya. Dampaknya mungkin belum besar, tetapi jika dibiarkan, akan menciptakan sebuah lubang menganga di hatinya." Ucap Jiraiya.

Tatapan Kakashi menerawang jauh. Seingatnya, Naruto tidak pernah bercerita kepadanya mengenai penderitaan yang ia derita, tidak pernah Bercerita mengenai buasnya tt Tapan kebencian yang ia terima, tidak pernah bercerita mengenai betapa ia kesepian dan membutuhkan teman bermain. Walau seingatnya, ia pernah melihat beberapa kali Naruto bermain dengan gadis blonde dari klan Yamanaka. Namun, secara garis besar ia belum sepenuhnya mengerti akan kehidupan Naruto.

"Jiraiya-kun.." panggil Sandaime. Jiraiya menoleh dan mendapati Sandaime memasang mimik serius, berbeda dari beberapa saat yang lalu. Jiraiya mengangguk—isyarat paham.

"Kakashi, Itachi, Shisui.. Ini adalah rahasia besar, jangan bocorkan kepada siapapun. Tanpa terkecuali." Ketiganya saling berpandangan sejenak sebelum mengangguk mengerti. Hiruzen mengambil nafas yang panjang sebelum berbicara, "Klan Uzumaki.. Klan itu ada sangkutpautnya dengan penyebab Perang Dunia Shinobi Pertama hingga Ketiga." Ujarnya simple.

Ketiganya tampak terkejut namun bisa menutupi rasa keterkejutan itu dengan poker face yang handal. Itachi menjadi yang pertama bertanya,

"Setahu saya, klan Uzumaki terlibat di Perang Dunia Shinobi Pertama dan Ketiga saja, Sandaime-sama. Jadi, apa argumentasi Anda?" Itachi bertanya dengan nada sopan.

Hiruzen menerawang jauh, mengingat-ingat isi gulungan klan Uzumaki yang kemarin ia baca bersama Asuma. "Iie.. Sejauh yang aku baca, keseluruhan Perang Dunia Shinobi didasari oleh perebutan kekuatan. Dan klan Uzumaki diberi hak khusus oleh Rikudou Sannin sehingga para bijuu, kuchiyose, dan para penjaga, adalah hak dan milik klan Uzumaki. Setelah Perang Dunia Shinobi Ketiga usai, Tetua Uzumaki memutuskan untuk mengakhiri pertikaian tersebut dengan menyegel kuchiyose milik mereka dan menidurkan para penjaga. Namun.."

"..Aliansi Iwa, Suna, Kumo melihat itu sebagai peluang untuk menjatuhkan Uzumaki. Mereka liciklicik. Uzumaki sudah berniat mengobarkan bendera perdamaian tapi sekali lagi, keegoisan yang berbicara dan jadilah kisah yang ditutupi dari dunia luar." Sambung Jiraiya.

"Kini, mata-mataku mengatakan bahwa ada sekelompok orang misterius berjubah, mengenakan hitae ate pusaran air—lambang desa Uzu. Jika mereka benar para Uzumaki yang tersisa, maka kemungkinan yang akan mereka lakukan adalah.." Jiraiya terdiam sejenak.

"..mengumpulkan kembali para bijuu dan memulai Perang Dunia Shinobi Keempat?"

Jiraiya mengangguk lemah mendengar pertanyaan dari Kakashi. "Itu masih kemungkinan," Jiraiya berjalan pelan menaruh sesuatu di meja Kakashi. "Untuk pencegahan, kuberi kau fuin untuk lebih menguatkan segel Hakke Fuin." Jiraiya menghilangkan kekkai kedap suara-nya, kemudian berbisik pelan di telinga Kakashi.

"Sesegera mungkin akan kubawa pulang Tsunade, ada sesuatu yang tak beres dengan luka di tubuhmu. Kau tunggu saja,"

Kakashi menatap Jiraiya dalam diam. Membuang mukanya, Kakashi bergumam pelan, "Tenang saja, itu hanyalah jutsu untuk mengurangi umurku." Sayang sekali meski Jiraiya maupun Hiruzen tak mendengarnya, namun duo Uchiha itu dapat dengan jelas mendengar ucapan Kakashi barusan.


To be Continued