Disclaimer:

Naruto: The Right Hand of Avatar Aang by Priest Black

Naruto Series by Masashi Kishimoto

Avatar: Last Airbender by Michael Dante Di Martino & Bryan Konietzo


Genre: Adventure, Fantasy, & Romance

Pairing: Naruto x ? (lihat saja nanti)

Warning: Out of Character, Typo, Avatar Universe, Alternate Timeline, Multi-chap, Beberapa jurus buat sendiri, Etc.


Summary:

Naruto merupakan putra dari Raja Api Ozai dan Lady Ursa, adik dari Pangeran Api Zuko dan juga Putri Azula. Namun, karena ketidakmampuannya menguasai elemen api, Naruto pun harus menerima dua sambaran petir dari ayahnya dan meninggal dunia. Namun, tanpa disangka-sangka, Naruto diberi kesempatan hidup kedua untuk membantu Avatar Aang mewujudkan perdamaian dunia.


Chapter 04:

Misi Penyerangan ke Pulau Zalfari


[Pulau Zalfari – Malam Hari]

Pulau Zalfari saat ini benar-benar berada dalam keadaan riuh. Kobaran api ada di mana-mana. Anak panah dan pedang menancap di sebelah kiri dan kanan. Tidak lupa jasad orang bergelimpangan menghiasi permukaan tanah dari halaman luar dari markas utama para bandit dan bajak laut. Suara dari pedang yang digunakan oleh pasukan Negara Api dan pisau belati yang digunakan oleh para bandit dan bajak laut saling bersahutan satu dengan lainnya.

Ya, saat ini sedang terjadi pertempuran antara Negara Api melawan para bandit dan bajak laut. Dengan tujuan untuk merebut Pulau Zalfari dari para bandit dan bajak laut, Raja Api Ozai, pemimpin dari Negara Api mengutus kedua anaknya, Azula dan Zuko untuk memimpin penyerbuan ke pulau tersebut dengan pengawasan Jendral Iroh dan Kapten Zhao. Dengan menggunakan strategi penyergapan dadakan, pasukan Negara Api terlihat sukses mengalahkan para bandit dan bajak laut, serta menguasai halaman luar dari markas mereka.

Di saat para prajurit Negara Api dan para bandit dan bajak laut sedang terlibat dalam pertempuran, Azula, Zuko, Iroh, dan Zhao memanfaatkan momen tersebut untuk masuk ke dalam markas para bajak laut dan bandit, serta mengalahkan beberapa orang yang ada di dalam sana. Namun, tiba-tiba mereka diserang oleh seorang bandit berambut kuning panjang yang mana bagian depan dari rambutnya menutupi wajah sebelah kirinya.

Bandit itu menyerang Azula dan yang lainnya dengan sebuah tanah liat berbentuk burung yang dapat meledak, tapi untungnya mereka semua berhasil menghindari serangan bandit tersebut. Bandit itu memandangi Azula, Zuko, dan Zhao dengan pandangan yang meremehkan, tetapi begitu pandangannya sampai pada Iroh, dia terlihat sedikit takut. Setelah dia berhasil mengatur dirinya agar tak terlihat gemetaran di hadapan para musuhnya, dia berkata kepada Iroh, "Wah wah wah...sudah cukup lama kita tidak bertemu ya, Naga dari Barat. Sudah sejak pertempuran di Ba Sing Se dulu ya, un."

Iroh yang mengenali bandit tersebut lalu membalas, "Wah iya juga ya. Sudah lama sekali sejak pertempuran kita dulu di Ba Sing Se ya, Deidara."

Deidara menyeringai, lalu berkata, "Hehe...Kalau diingat-ingat, di pertempuran dulu kau berhasil mengalahkanku. Tapi, kenapa Negara Api malah gagal merebut Ba Sing Se ya, un. Apakah kini kau ingin tanding ulang untuk melampiaskan kegagalanmu merebut kota itu, un?"

Mendengar ucapan Deidara, Iroh jadi teringat akan kegagalannya merebut Ba Sing Se dulu. Tapi, dia kemudian berhasil mengendalikan dirinya dan tidak larut dalam kegagalannya dulu. Dia lalu berkata kepada Deidara, "Aku kemari sekarang karena aku diminta oleh Raja Api untuk mengawasi kedua anaknya dalam menjalankan misi mereka, yaitu menaklukkan Pulau Zalfari. Tapi, kita semua tidak menyangka kalau akan bertemu denganmu di sini."

"Aku adalah ketua dari para bandit dan bajak laut yang mendiami pulau ini, Iroh. Sudah jelas kau dan para anak buahmu itu akan bertemu denganku kalau kalian datang kemari, un," ucap Deidara sambil menunjuk ke arah Azula, Zuko, dan Zhao. Dia lalu melanjutkan, "Aku dengar tujuan kalian menyerbu markas kami secara mendadak adalah untuk merebut Pulau Zalfari dari tangan kami. Kalau begitu, maaf saja, aku tak akan membiarkan kalian merebut pulau ini, un.

"Kami membutuhkan bijih besi dan material logam lainnya dari pulau ini untuk kami jual ke tentara Kerajaan Bumi, un. Kau tahu, menjalankan bisnis bersama dengan Raja Bumi adalah hal yang menyenangkan bagi kami para bandit dan bajak laut. Kami membutuhkan uang dan tempat tinggal untuk hidup. Sejauh ini, Raja Bumi telah memberikan senjata, perahu, serta kekebalan hukum untuk merampok kapal-kapal yang berlayar di sekitaran pulau ini sebagai pertukaran dengan material logam yang kami berikan kepada mereka. Ini tentu saja hal yang menyenangkan, un," ucap Deidara melanjutkan perkataannya tadi.

"Aku tak tahu apakah kau ini laki-laki atau perempuan. Tapi, maaf saja. Aku akan mengalahkanmu dan merebut pulau ini dari kelompokmu. Dengan demikian, aku akan dapat menyelesaikan misi ini dengan baik," ucap Azula dengan nada meremehkan.

"Kau akan menyesal karena telah meremehkanku, un," ucap Deidara yang bersiap untuk melawan Azula, Zuko, Iroh, dan Zhao. Deidara kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam dua kantong tanah liat yang masing-masing berada di sebelah kiri dan kanan celananya. Setelah itu dia membentuk tanah liat yang dia ambil menjadi lima burung kecil, lalu melemparkannya ke Azula dan Zuko

Melihat serangan Deidara mengarah ke arah kedua cucunya, Iroh segera bergerak maju ke depan mereka dan membuat perisai api untuk melindungi dirinya dan kedua cucunya. Sementara itu, Zhao menembakkan aliran api dari tinjuannya ke arah Deidara. Deidara yang melihat serangan Zhao segera melompat ke arah belakang untuk menghindarinya. Deidara lalu menyerang Zhao tiga buah bom tanah liat berbentuk kelelawar. Untuk mempertahankan dirinya, Zhao menembakkan sebuah bola api ke arah bom-bom tanah liat Deidara. Alhasil, bom-bom tanah liat tersebut meledak terlebih dahulu karena bersentuhan dengan bola api Zhao.

Iroh membantu Zhao untuk menghadapi Deidara dengan menyemburkan aliran api dari mulutnya ke arah Deidara. Aliran api tersebut sangat besar dan kuat hingga membuat Deidara harus melompat ke arah kanan untuk menghindarinya. Walaupun demikian, serangan Iroh masih dapat menyerempet lengan kiri Deidara. Alhasil, bagian lengan kanan dari jaket kimono berwarna biru dan abu-abu yang dikenakan Deidara terbakar, begitu juga dengan lengan kanan dari sang ketua bandit.

'Sial! Lengan kananku...ugh! Tak kusangka si Naga dari Barat itu masih kuat saja, un,' batin Deidara kesal. 'Kalau seperti ini terus, bisa-bisa aku akan dikalahkan oleh mereka. Aku harus mencari cara agar aku bisa membalikkan keadaan, un.'

Deidara lalu melirik ke arah Azula dan Zuko sambil menyeringai. Dia pikir kalau kedua anak tersebut bisa dikalahkan dengan mudah dan dijadikan sandera untuk mengancam Iroh dan pasukan Negara Api agar mereka tidak melanjutkan penyerbuan mereka. Deidara pun memasukkan kedua tangannya ke dalam dua kantong berisi tanah liat yang dia bawa, lalu membuat enam burung kecil, lalu melemparkannya ke arah Azula dan Zuko. Azula dengan sigap dapat melindungi dirinya dengan perisai api biru-nya. Namun sial bagi Zuko, anak sulung dari Raja Api Ozai itu tetap terkena serangan ledakan Deidara karena perisai api yang dibuatnya tidak cukup kuat untuk menahan serangan sang ketua bandit dan bajak laut. Alhasil, Zuko pun terpental hingga menabrak tembok yang ada di belakangnya.

Melihat hal itu, Deidara tersenyum licik, lalu membatin, 'Bagus...sepertinya aku tahu siapa yang dapat dijadikan sandera untuk mengancam si Iroh dan pasukan Negara Api yang dia bawa, un. Yang perlu aku lakukan hanyalah memisahkan bocah laki-laki itu dengan Iroh dan dua temannya yang lain. Lalu, voila. Aku akan bisa menyandera bocah laki-laki itu, un.'

Deidara lalu membuat dua buah bom berbentuk katak berwarna kuning dan melemparkannya ke arah empat musuhnya. Namun, bom katak tersebut baru meledak ketika berada di dekat targetnya, dan berbeda dari bom-bom sebelumnya, bom katak ini memiliki ledakan yang lebih besar. Bahkan bom katak tersebut berhasil membuat Azula dan Zhao terpental, serta membuat kedua tangan Iroh sedikit terluka meskipun ia telah membuat perisai api untuk melindungi tubuhnya. Asap berwarna abu-abu gelap menyelimuti ruangan tempat Azula dan yang lainnya menghadapi Deidara. Setelah beberapa saat, asap tersebut perlahan mereda.

"Tuan Putri Azula, apakah Anda tidak apa-apa?" tanya Zhao sambil menawarkan tangan kanannya untuk membantu Azula berdiri.

"Tenang saja, Zhao. Aku tidak apa-apa," jawab Azula sambil menjabat tangan kanan Zhao dan menggunakannya untuk membantu dirinya bangkit berdiri. 'Sial! Aku terlalu meremehkan si bandit aneh itu. Walaupun tampangnya tidak jelas apakah dia laki-laki atau perempuan, orang itu hebat juga ya. Dia bisa menciptakan ledakan sebesar ini. Kalau tidak ada Paman, pasti kita sudah habis.'

"Zukooo! Di mana kau?!" teriak Iroh yang mencoba untuk mencari-cari Zuko. "Zukooo!"

"Paman, ke mana Zuko pergi?" tanya Azula kepada Iroh.

"Entahlah, dia tiba-tiba menghi-" Iroh menghentikan ucapannya saat dia menginjak sebuah gulungan kertas. Dia pun mengambil gulungan kertas itu dan membacanya.

Naga dari Barat, aku bawa bocah laki-laki yang tadi ada bersama denganmu. Menyerahlah dan tinggalkan pulau ini kalau kau mau bocah ini selamat.

Setelah membaca isi dari gulungan kertas itu, Iroh pun menjadi panik. Lalu, dia berkata kepada Azula, "Azula, ini gawat. Zuko...dia telah diculik oleh Deidara, ketua dari para bandit dan bajak laut. Kita harus menyelamatkannya."

Mendengar ucapan dari pamannya, Azula memutar kedua bola matanya, lalu berkata dengan nada bosan, "Huh...Biarkanlah dia menghilang, Paman. Salah sendiri dia tidak bisa menjaga dirinya dari serangan Deidara. Bukankah mundur sejenak untuk meminta bantuan adalah hal yang seharusnya kita lakukan alih-alih memaksakan diri untuk terus menyerang mereka. Lagipula, Zuko bukanlah tipe saudara yang ingin aku lindungi."

Iroh menjadi murka setelah mendengar ucapan dari Azula. Dia pun langsung menegur putri semata wayang dari Raja Api Ozai itu. "Azula, kau tidak boleh berkata seperti itu! Memastikan bahwa semua orang yang kita bawa berperang akan selamat adalah tugas penting dari seorang ketua! Posisimu saat sini adalah sama seperti Zuko, yaitu orang yang memegang komando tertinggi dari pasukan Negara Api alias ketua! Walaupun kau tidak bisa menyelamatkan semua orang dalam suatu pertempuran, tetapi kau tetap harus dapat melindungi orang-orangmu dan meminimalisir korban jiwa dari pasukan yang kau pimpin! Satu lagi, aku tahu apa yang kau maksud dengan 'bukan tipe saudara yang ingin kau lindungi.' Kata-katamu itu mengacu kepada mendiang Naruto kan?! Aku tahu kalau dia adalah adik yang sangat kau cintai dan kini kau menyesal karena tidak mampu melindunginya dari kematian! Tapi, kau harus ingat bahwa Zuko juga merupakan saudaramu! Di saat dia membutuhkan pertolongan, kau harus menolongnya! Begitu juga sebaliknya! Apa kau mengerti, Azula?!" ucap Iroh panjang lebar menegur Azula.

"Hah...Baiklah, Paman. Aku mengerti," ucap Azula menanggapi teguran pamannya itu dengan nada malas. "Sekarang, apa yang akan kita lakukan?"

"Tentu saja kita akan mencari informasi tentang keberadaan Zuko. Setelah itu, kita akan menyelamatkannya," ucap Iroh menjawab pertanyaan Azula.

Iroh, Azula, dan Zhao segera keluar ke halaman luar dari markas para bandit dan bajak laut. Di sana bisa terlihat para bandit dan bajak laut banyak yang terbunuh, sementara itu sisanya berhasil diamankan oleh para prajurit Negara Api. Iroh pun memberi tatapan 'coba kau tanyakan kepada salah satu bandit ke mana Zuko dibawa pergi.' Azula pun mengangguk dan berjalan mendekati salah satu bandit yang terikat dan tak berdaya untuk menginterogasinya. Azula lalu memberikan tatapan 'lepaskan ikatan bandit ini' pada prajurit Negara Api yang memegangi orang yang hendak diinterogasi oleh dirinya. Prajurit Negara Api yang memahami instruksi dari Azula pun segera melepaskan ikatan dari bandit tersebut, tetapi tetap berjaga di dekat orang itu kalau-kalau dia nekat menyerang Azula.

"Kalau kau masih mau hidup, katakan ke mana bosmu membawa pergi kakakku? Seorang remaja laki-laki yang rambutnya dikuncir dan memakai baju pangeran yang mirip dengan pakaian yang kukenakan. Ke mana bosmu membawa dia?" tanya Azula menginterogasi bandit tersebut. Untuk mendesaknya, Azula juga mengarahkan sebuah pisau lipat ke leher bagian samping dari orang yang diinterogasinya.

Ketakutan, bandit yang diinterogasi oleh Azula itu pun menjawab, "Ba-baiklah tolong ampuni nyawaku...Aku akan memberitahumu..." Bandit itu berhenti berbicara sebentar, lalu sambil gemetaran, dia meneruskan ucapannya, "Tadi...aku melihat Bos...membawa seorang remaja laki-laki...Aku tidak tahu apakah dia kakakmu atau bukan...Tapi, yang jelas...aku melihatnya pergi ke arah sana..." Bandit itu lalu menunjuk ke arah sebuah jalan setapak yang berada tak jauh dari markas mereka. "Ikutilah jalan setapak itu...Kalian akan sampai di markas tersembunyi para bandit dan bajak laut yang berada di ujung utara pulau ini...Kemungkinan remaja laki-laki yang dibawa oleh Bos sedang disekap di sana..." lanjutnya.

"Baiklah. Terima kasih atas informasinya. Sesuai janji aku akan mengampuni nyawamu," ucap Azula sembari melipat kembali pisau lipatnya. Dia lalu berkata kepada semua prajurit Negara Api yang ada di sana, "Kalian semua, kita sekarang telah mendesak para bandit dan bajak laut. Dan sekarang mereka mengambil cara licik untuk mengancam kita, yaitu menculik Pangeran Api Zuko. Sekarang, aku perintahkan kalian semua untuk menjaga tempat ini. Aku dan pamanku, Jendral Iroh akan pergi menyelamatkan Pangeran Api Zuko." Azula menatap ke arah Zhao dengan tatapan 'aku percayakan padamu,' lalu berkata "Kapten Zhao, aku serahkan komando pasukan yang menjaga tempat ini padamu. Tempat ini adalah markas utama mereka. Tolong pastikan kalau mereka tidak akan dapat merebut tempat ini lagi. Kalau kau berhasil melakukan tugas yang kuberikan ini, aku akan dapat memastikan bahwa kau akan mendapat promosi kedudukan dari Ayah."

"Aku mengerti, Tuan Putri Azula," ucap Zhao menanggapi perkataan Azula sambil memberikan salam penghormatan. "Tetapi, apakah Anda yakin kalau Anda akan pergi menghadapi mereka tanpa membawa seorang prajurit pun?" tanyanya kepada Azula dengan nada khawatir.

"Untuk menyusup ke markas mereka, kita harus meminimalisir keberadaan kita seminimal mungkin. Kalau aku membawa banyak pasukan ke sana, mereka akan segera tahu dan mereka pasti akan kabur dari pulau ini sambil membawa Zuko. Jika hal itu terjadi, aku pasti akan mendapatkan omelan-omelan yang tak menyenangkan dari Ibuku dan semuanya pasti akan menjadi merepotkan. Jadi, kau hanya perlu melakukan tugas yang kuberikan tanpa perlu khawatir denganku. Percayalah, aku dan Paman Iroh pasti akan dapat menyelamatkan Zuko dan kembali dalam keadaan selamat. Mengerti, Zhao?!" ucap Azula meyakinkan Zhao untuk tidak mengkhawatirkannya.

"Baik, Tuan Putri. Aku mengerti," ucap Zhao.

"Bagus. Kau adalah seorang kapten. Di masa depan, kau akan menjadi seorang laksamana. Kau harus bisa menyingkirkan rasa khawatir berlebihan yang kau miliki. Perasaanmu itu akan dapat menghambat dirimu untuk berkembang," ucap Azula menasehati Zhao dengan nada malas. Setelahnya, dia menatap sang paman dan berkata, "Kalau begitu, kita akan pergi sekarang, Paman."

"Ya," jawab Iroh dengan singkat.

Azula dan Iroh pun pergi untuk menyelamatkan Zuko, sementara Zhao dan para prajurit Negara Api menjaga markas utama para bandit dan bajak laut dan mencegah mereka untuk merebut kembali markas utama mereka.

[Pulau Zalfari – Markas Rahasia Para Bandit dan Bajak Laut]

Sementara itu, di ujung utara dari Pulau Zalfari, tepatnya di Markas Rahasia dari para bandit dan bajak laut, seorang anak laki-laki yang tak lain dan tak bukan merupakan Zuko berada di sebuah kolam berisi air dengan tinggi kira-kira seleher anak sulung Raja Api Ozai itu dengan keadaan kedua tangan dan kakinya terikat borgol dan rantai secara terpisah. Masing-masing dari borgol dan rantai tersebut terhubung dengan bola-bola besi yang berada di dasar kolam tersebut. Ditambah dengan kondisinya yang tidak baik-baik saja setelah terkena serangan bom dari Deidara, dapat dikatakan hal ini merupakan sebuah kemustahilan bagi Zuko untuk menggerakkan tangan dan kakinya.

Beberapa saat kemudian, terlihat Deidara yang ditemani oleh tiga anak buahnya memasuki ruangan dimana Zuko ditahan. Ketua bandit itu lalu menatap remeh ke arah Zuko dan berkata, "Lihatlah, sekarang aku telah menahan putra sulung dari Raja Api Ozai. Aku sekarang berada di atas angin, un."

Zuko yang tidak suka dengan ucapan Deidara itu langsung berteriak, "Pamanku dan Adikku pasti akan datang untuk menolongku. Paman pasti akan dapat mengalahkanmu!"

Mendengar teriakan Zuko, Deidara berjalan mendekati pangeran Negara Api itu, lalu berjongkok di hadapannya. Kemudian, dia memegang dagu Zuko dengan keras dan berkata, "Kau harusnya dapat menjaga ucapanmu. Sadarilah posisimu sekarang, Pangeran Zuko. Di sini, kau adalah tahanan, un." Ketua bandit itu kemudian bangkit berdiri, lalu menebak siapa paman Zuko, "Biar kutebak, pamanmu itu adalah si Naga dari Barat bukan?"

Zuko hanya diam saja sambil menggertak dan menatap Deidara dengan tatapan benci tanpa mengucapkan sepatah katapun. Melihat hal ini, Deidara pun menyeringai lalu berkata, "Aku tidak tahu apakah pamanmu itu si Naga dari Barat atau bukan, un. Tapi, yang pasti, si bocah perempuan yang tadi ada bersama denganmu itu pastilah merupakan adikmu seperti yang kau bilang tadi. Ini adalah hari keberuntunganku, un. Aku akan menggunakanmu sebagai umpan dan memancing mereka kemari. Lalu, aku dan anak buahku akan menyergap mereka. Dan voila! Kalian akan kalah, un."

"Tidak! Negara Api tidak akan kalah! Kalianlah yang akan kalah!" teriak Zuko.

"Yayaya...Kau bisa berteriak-teriak sesukamu, Zuko, un," ucap Deidara bersiap untuk pergi meninggalkan Zuko. Namun, sebelum dia meninggalkan Zuko, Deidara membuat sebuah bom berbentuk laba-laba dan meletakkannya di borgol tangan kanan Zuko. "Ini adalah hadiah karena kau telah berteriak-teriak dengan tidak sopan, un. Berbeda dengan bom-bom yang sebelumnya, yaitu bom aktif, bom yang kali ini kubuat merupakan bom pasif, yaitu bom yang hanya akan meledak jika dia terkena serangan dari luar seperti ranjau. Aku harap kau akan berpikir lebih matang lagi jika ingin menghancurkan borgol yang ada pada tangan kananmu itu, Pangeran, un."

Zuko pun membelakakkan kedua matanya setelah mendengar penjelasan dari Deidara. Dirinya merasa ketakutan karena membayangkan kalau dirinya akan kehilangan tangan kanannya jika bom pasif yang diletakkan oleh Deidara di borgol tangan kanannya itu meledak. Melihat Zuko yang ketakutan, Deidara pun menyeringai, lalu berjalan keluar dari ruang tahanan Zuko diikuti oleh ketiga anak buahnya.

Sementara itu, beberapa meter dari markas rahasia para bandit dan bajak laut, terlihat Azula dan Iroh sedang bersembunyi di balik semak-semak yang ada di sana. Mereka melihat bahwa hanya ada sedikit orang yang berjaga-jaga di halaman luar dari markas rahasia para bandit dan bajak laut. Melihat penjagaan yang sangat minim, Azula dan Iroh pun berpikir bahwa akan sangat mudah bagi mereka untuk menerobos masuk ke sana. Dengan langkah mengendap-endap, dua anggota keluarga kerajaan Negara Api pun bergerak mendekati markas rahasia para bandit dan bajak laut. Sialnya, saat mereka hampir masuk ke dalam tempat itu, Azula dan Iroh ketahuan oleh bandit dan bajak laut yang sedang berjaga di sana. Mereka yang mengetahui kalau markas mereka sedang didatangi oleh tamu yang tidak diundang pun segera memanggil beberapa temannya, lalu menyerang Azula dan Iroh dengan senjata yang mereka miliki.

Dengan Azula, kini di hadapannya muncul tiga orang bandit. Mereka semua terlihat bersenjatakan pedang dan siap untuk menyerang Putri Negara Api itu dengan senjata yang mereka miliki. Sementara itu, Azula tidak bersenjatakan apapun. Dia terlihat percaya diri untuk menghadapi para musuhnya dengan apa yang dia miliki.

Satu bandit mencoba untuk menusukkan pedangnya ke arah perut Azula. Namun, anak kedua dari Raja Api Ozai itu berhasil menghindari serangan tersebut dengan memutar tubuhnya ke arah samping kiri. Segera setelahnya, Azula lalu memukul siku dari bandit tersebut sehingga dia tak kuasa menahan pedangnya untuk terlepas dari tangan kanannya. Kemudian, Azula menendang lutut dari bandit tersebut hingga orang itu jatuh berlutut di hadapan sang Putri Negara Api. Tidak berhenti di sana, Azula lalu memukul wajah bandit tersebut dengan telak, membuat orang itu tergeletak tak berdaya.

Melihat temannya dikalahkan, dua bandit yang tersisa pun mencoba untuk menyerang Azula secara bersamaan. Mereka berdua berpikir bahwa mereka akan dapat membunuh sang Putri Negara Api tersebut. Dengan kecepatan yang mereka miliki, mereka menebaskan pedang mereka ke arah Azula. Namun, Azula lagi-lagi dapat menghindari serangan tersebut. Kali ini, adik perempuan dari Zuko itu melompat setinggi mungkin untuk menghindari tebasan pedang dari para musuhnya dan luar biasanya, dia dapat melakukannya, bahkan dia dapat mendarat dengan mulus di belakang para musuhnya.

Azula lalu melakukan serangan balasan dengan menendang kaki kanan dari bandit yang berdiri di sebelah kanan, membuat orang itu jatuh berlutut. Dengan lincah, Azula lalu berputar ke sisi samping kanan dari bandit tersebut, lalu menendangnya tepat di muka bandit tersebut, membuat bandit tersebut terpental beberapa meter ke belakang. Satu bandit yang tersisa kemudian mencoba untuk menyerang Azula dengan tebasan vertikal dari atas ke bawah. Namun, Azula dengan lincahnya berguling ke arah kiri untuk menghindari serangan tersebut. Setelahnya, Azula menyerang bandit tersebut dengan aliran api yang dia buat melalui tendangannya, membuat bandit itu terpental beberapa meter ke belakang dengan luka bakar yang ada di tubuhnya.

Sementara itu, dengan Iroh, kini di hadapannya ada lima orang bajak laut yang mencoba untuk menghalanginya masuk ke markas rahasia mereka. Ada yang membawa pedang, tombak, dan rantai. Dua orang bajak laut mencoba untuk menebas kepala Iroh dengan pedang, namun Iroh berhasil menghindari serangan itu dengan cara menundukkan kepalanya serendah mungkin seperti yang dilakukan oleh seorang agen The Matrix. Saat timing-nya tepat, Iroh mencengkram pergelangan kaki kiri dan kaki kanan dari masing-masing dari bajak laut yang barusan hendak menyerangnya. Setelah itu, dia menarik pergelangan kaki mereka sehingga mereka pun terjatuh. Segera setelah itu, Iroh segera bangkit berdiri dan melumpuhkan mereka dengan memukul kepala mereka sehingga mereka pun tak sadarkan diri.

Melihat kedua temannya tumbang, tiga bajak laut yang tersisa mencoba untuk menyerang Iroh dengan senjata yang masing-masing mereka miliki, yaitu pedang, tombak, dan rantai. Namun, hal ini bukanlah sebuah masalah bagi Iroh. Pertama-tama, sang jendral Negara Api itu menyerang bajak laut yang memegang pedang dengan bola api ciptaannya. Kemudian, Iroh bergerak mendekati bajak laut yang memegang tombak. Tentu saja bajak laut tersebut tidak diam saja. Dia berusaha untuk menusuk Iroh dengan tombak miliknya. Tapi, Iroh dengan mudah dapat mematahkan tombak milik bajak laut tersebut, dan melumpuhkannya dalam beberapa pukulan. Setelahnya, Iroh mencoba untuk menyerang bajak laut yang memiliki rantai dengan semburan apinya. Tapi, bandit tersebut dapat menangkis serangan Iroh dengan memutar-mutar rantai yang dia bawa untuk menangkis semburan api Iroh. Iroh mencoba untuk menyerangnya lagi dengan aliran api yang dia keluarkan dari tinjuannya, namun lagi-lagi bajak laut tersebut melakukan hal yang sama untuk melindungi dirinya. Bajak laut itu pun memandang remeh Iroh dan bersiap-siap untuk menyerangnya. Namun sebelum bajak laut itu dapat melakukannya, Azula datang dan menyerang orang itu dan belakang dengan api birunya. Alhasil, bajak laut itu pun langsung tumbang.

Melihat Azula menolong dirinya, Iroh pun segera berjalan mendekatinya dan berkata, "Terima kasih telah menyelamatkanku, Azula."

"Sama-sama, Paman," jawab Azula tanpa menatap pamannya itu sedikitpun. "Kalau begitu, ayo kita masuk ke dalam sana. Kita harus menyelamatkan Zuko," lanjutnya sambil menunjuk ke arah pintu masuk dari markas rahasia para bandit dan bajak laut dengan jari telunjuknya. Iroh pun merespon ajakan dari keponakan perempuannya itu dengan anggukan. Setelahnya, dirinya dan keponakan perempuannya segera memasuki markas rahasia dari para musuhnya itu.

[Ruangan Dalam Markas Rahasia Para Bandit dan Bajak Laut]

Azula dan Iroh sudah berada di dalam markas rahasia dari musuh mereka. Tujuan mereka datang ke sini adalah untuk menyelamatkan anak sulung dari Raja Api Ozai, yaitu Zuko. Mereka melirik ke arah kanan dan kiri mereka untuk memastikan bahwa tidak ada jebakan yang dipasang oleh musuh. Suasana di dalam ruangan tersebut sangat sunyi. Tidak ada seorang pun yang bersuara.

'Kenapa suasananya sangat sepi seperti ini? Apakah tidak ada orang selain kami yang berada di tempat ini?' batin Iroh bertanya-tanya dalam hati sambil menganalisa keadaan sekitarnya.

Dengan berhati-hati, Iroh dan Azula terus menganalisa sekitar mereka kali-kali mereka menemukan jalan yang bisa membawa mereka kepada Zuko. Setiap benda yang berada di ruangan tersebut mereka amati dengan teliti dan hati-hati. Mereka berpikir bahwa mungkin saja musuh membuat sebuah teka-teki yang melibatkan benda-benda yang ada di ruangan tersebut untuk membuka pintu rahasia yang mengarah ke tempat di mana Zuko ditahan.

Atas dasar pikiran mereka itu, Iroh dan Azula pun memeriksa semua benda dan perabotan yang ada di sana. Mereka berdua mengotak-atik benda-benda seperti vas bunga, tongkat kayu, dan tempat duduk dengan anggapan bahwa benda-benda tersebut merupakan kunci rahasia untuk membuka pintu ruangan tempat Zuko ditahan. Tapi, usaha mereka tersebut sama sekali tidak membuahkan hasil.

Azula kesal dan hampir pergi meninggalkan Iroh karena menyerah mencari ruang dimana Zuko ditahan. Namun, saat dia hampir pergi, Azula secara tidak sengaja menginjak sebuah ubin. Segera setelah ubin tersebut terinjak oleh Azula, sebuah pintu rahasia yang dicat dengan warna yang sama dengan cat dinding ruangan tersebut terbuka. Melihat hal itu, Azula pun merasa senang dan mendesah pelan dengan ekspresi wajah 'akhirnya.' Sementara itu, Iroh cukup terkejut dengan adanya sebuah pintu rahasia yang terbuka setelah keponakan perempuannya itu ngambek dan tidak sengaja menginjak kunci pintu tersebut yang merupakan sebuah ubin. Tidak ingin membuang waktu, mereka pun segera melangkah masuk ke dalam pintu rahasia itu.

Pintu rahasia itu menuntun Azula dan Iroh ke dalam sebuah ruangan yang ternyata cukup luas. Dari jarak yang cukup jauh, mereka dapat melihat Zuko yang tubuhnya terendam air sehingga hanya kepalanya saja yang nampak. Mereka berdua pun senang karena akhirnya mereka dapat menemukan Zuko. Namun, ketika Azula dan Iroh sedang berlari untuk mendekati Zuko, tiba-tiba puluhan bom tanah liat menghujani mereka berdua. Untungnya, refleks Iroh sangat baik sehingga dia dapat melindungi dirinya dan juga Azula dengan perisai apinya. Melihat serangannya gagal, Deidara yang ditemani oleh beberapa orang bandit pun segera menampakkan diri dari tempat persembunyian mereka.

"Seperti dugaanku, kau akan datang untuk menyelamatkan bocah ini, Naga dari Barat, un," ucap Deidara. Dia lalu melirik ke arah Azula dan perempatan pun muncul di dahinya. Dia lalu berkata, "Aku tahu kau kuat, Iroh. Tapi, apakah sedang ingin mencemoohku? Kau hanya membawa seorang anak kecil untuk menghadapiku dan para anak buahku, un."

Iroh kemudian menyiapkan kuda-kudanya untuk bertarung, demikian juga dengan Azula. Jendral yang paling terkenal dari Negara Api itu lalu berkata kepada Deidara, "Dia adalah Putri Azula, adik dari Pangeran Zuko. Meskipun umurnya masih belia, namun jangan kau remehkan dia, Deidara." Iroh menghentikan ucapannya sejenak. Dia menghembuskan nafasnya, lalu melanjutkan ucapannya, "Bukankah aku sudah berkata kepadamu di pertempuran Ba Sing Se dulu, Deidara. Apa yang kelihatan oleh mata kita, belum tentu benar adanya. Walaupun Putri Azula terlihat lemah, tapi belum tentu...dia benar-benar lemah." Setelah menyelesaikan ucapannya, Iroh segera memberi kode tatapan kepada Azula untuk memulai serangan. Azula yang mengerti akan kode dari pamannya itu pun segera menembakkan proyektil dari api biru ke arah Deidara dan para bandit. Proyektil api biru tersebut meledak dan berhasil membakar beberapa bandit, membuat mereka semua terluka. Tapi, Deidara dan beberapa bandit dapat meloloskan diri dari serangan Azula itu.

Sebagai serangan balasan, Deidara membuat bom tanah liat berbentuk tombak. Lalu, dia melompat ke atas dan melemparkan dua tombak tanah liatnya ke arah kepala Azula. Azula yang melihat dua tombak tanah liat mengarah ke dirinya segera menundukkan kepalanya untuk menghindari serangan Deidara tersebut. Tapi, tanpa Azula sadari, kedua bom berbentuk tombak tanah liat tersebut merupakan bom aktif. Segera setelah dua bom berbentuk tombak tanah liat Deidara itu menancap di permukaan tanah yang dekat dengan Azula, keduanya langsung meledak di belakang Azula.

Tak sempat menghindar, Azula pun terlempar ke depan dan sedikit terluka. Namun walaupun demikian, sang Putri Negara Api itu masih dapat berdiri dan kembali memasang kuda-kuda untuk bertarung kembali. Melihat Azula yang masih bisa berdiri, Deidara pun segera memerintahkan 5 anak buahnya yang tersisa untuk mengeroyok Azula. Azula pada awalnya berpikir bahwa kelima orang bawahan Deidara itu hanyalah orang biasa. Namun di luar perkiraan, kelima orang tersebut merupakan pengendali bumi.

Melihat keponakan perempuannya yang masih belia dikeroyok oleh 5 pengendali bumi, Iroh pun segera berlari untuk membantunya. Namun, sebelum dia sampai di dekat Azula, Deidara melemparkan sebuah bom tanah liat berbentuk burung ke arah Iroh. Sama seperti serangan sebelumnya, bom yang dibuat Deidara adalah bom aktif sehingga bom tersebut langsung meledak setelah mengenai permukaan tanah. Beruntung Iroh yang membaca serangan Deidara masih sempat menghindar dengan cara melompat ke belakang sehingga dirinya tak terluka oleh karena serangan Deidara.

"Lawanmu adalah aku, Naga dari Barat, un," ucap Deidara sambil tersenyum puas karena berhasil memisahkan Iroh dengan Azula. Dia berpikir bahwa dengan melakukan ini, dirinya dan para bandit akan dapat mengalahkan Azula dengan lebih mudah.

Iroh yang dihalangi oleh Deidara hanya dapat mendesah, lalu menatap Azula sambil membatin, 'Semoga kau baik-baik saja, Keponakanku.'

Dengan Azula, keponakan perempuan dari Iroh itu sudah bersiap untuk melawan 5 orang pengendali bumi yang sekarang telah mengitarinya. Dia melirik ke segara arah yang bisa dijangkau oleh pandangannya. Tak lupa dengan kuda-kuda pengendalian api yang selalu dia pasang sehingga dia bisa langsung menyerang musuh jika ada kesempatan atau bertahan dengan menggunakan teknik pengendalian apinya jika musuh mulai menyerang. Hal yang sama juga dilakukan oleh kelima orang musuhnya yang juga telah memasang kuda-kuda pengendalian bumi mereka untuk bertarung melawan Azula. Sementara itu, dari jarak yang lumayan jauh, terlihat Zuko yang tidak dapat melakukan apa-apa selain menatap cemas paman dan adik perempuannya. Yang bisa Zuko lakukan saat ini hanyalah berharap kalau kedua anggota keluarganya itu akan dapat mengalahkan para musuh mereka, lalu menyelamatkan dirinya dari rantai dan borgol yang membelenggu kaki dan tangannya.

'Agni, kumohon berikan mereka anugerahmu sehingga mereka mampu mengalahkan para musuh Negara Api,' batin Zuko dalam hati mendoakan Iroh dan Azula.

Dengan Iroh dan Deidara, kedua orang itu langsung saling menyerang satu sama lain tanpa banyak berbicara. Deidara menciptakan lima bom tanah liat berbentuk anak panah dan menembakkannya ke arah Iroh. Sementara itu, Iroh yang mengetahui pola serangan Deidara langsung melompat beberapa langkah ke arah samping kiri untuk menghindari serangan dari musuhnya itu. Setelah serangan Deidara selesai, Iroh kini melemparkan tiga bola api ke arah Deidara sebagai serangan balasan. Kali ini, giliran Deidara yang melompat beberapa kali ke arah kanan untuk menghindari serangan Iroh. Tidak bisa menghindari serangan Iroh dengan sempurna, Deidara harus meringis menahan sakit ketika tangan kirinya terkena serangan dari Jendral Negara Api itu dan sedikit terbakar. Namun, beruntung bagi Deidara karena luka bakar yang dialaminya tidak terlalu parah sehingga dia masih dapat bertarung.

"Cih!" umpat Deidara sambil memandangi tangan kirinya yang sedikit terbakar. Pemimpin dari para bandit itu lalu mengalihkan pandangannya ke arah Iroh dan mengumpat, "Kau! Akan kuledakkan kau bersama dengan karya seniku, Naga dari Barat! Un!" Setelah selesai mengumpat, Deidara lalu membuat dua bom tanah liat berbentuk katak dan melemparkannya ke Iroh. Bom tersebut melompat beberapa kali mendekati Iroh. Namun, Iroh tidak panik dan tetap tenang menghadapi serangan Deidara itu. Iroh kemudian membuat dua peluru api kecil dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah dari tangan kanan dan tangan kirinya, lalu mengarahkannya dengan tepat ke arah dua bom katak Deidara.

BUUM!

BUUM!

Dua bom tanah liat Deidara itu pun hancur sebelum berhasil sampai pada targetnya, Iroh. Hasil dari ledakan dua bom tersebut ternyata cukup besar dan membuat munculnya asap di tengah-tengah Iroh dan Deidara. Ditambah dengan serangan peluru api kecil milik Iroh, asap yang muncul pun menjadi lebih tebal karena reaksi dari pertemuan bom dan api. Munculnya asap itu sangatlah mengganggu penglihatan dari Deidara. Dia terlihat melirik ke segala arah untuk mencari keberadaan Iroh.

"Mencariku, Deidara?" tanya Iroh yang ternyata sudah berada di samping kiri Deidara. Jendral Negara Api itu rupanya memanfaatkan kepulan asap yang tebal untuk berlari mendekati Deidara dan menyerangnya dari jarak dekat. Melihat ada Iroh yang jaraknya sudah sangat dekat dengan dirinya, Deidara pun membulatkan matanya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong tanah liatnya untuk membuat bom. Tapi, Iroh yang mengetahui apa yang akan dilakukan Deidara langsung menyerang Deidara dengan dua pukulan api. Serangan Iroh itu mengenai Deidara dengan telak.

"Aargh!" Deidara pun menjerit kesakitan karena tubuhnya terbakar.

Tak berhenti sampai di sana, Iroh pun menyemburkan api yang cukup besar ke arah Deidara. Lagi-lagi, serangan Iroh tersebut mengenai Deidara dengan telak. Sang pemimpin bandit itu pun harus terpental ke belakang dan juga terbakar tubuhnya akibat serangan dari Iroh. Melihat musuhnya telah takluk di hadapannya, Iroh pun berkata, "Itulah mengapa aku mendapat julukan Naga dari Barat, Deidara. Itu bukan hanya sebuah julukan. Tapi, itu merupakan nama panggilan yang didasarkan pada kemampuan yang aku miliki, Deidara."

Deidara menatap benci Iroh sambil memegangi tubuhnya yang terkena serangan Iroh. Beberapa bagian dari pakaian yang dikenakannya menjadi sedikit compang-camping karena terbakar oleh api. Beberapa luka bakar menghiasi tubuhnya.

'Sialan! Aku kalah lagi dari Iroh seperti waktu di Ba Sing Se dulu!' umpat Deidara dalam hati. 'Tapi, aku tidak boleh menyerah! Aku harus mencari cara untuk memukul mundur pasukan Negara Api, un.'

Deidara kemudian melirik ke arah Azula yang saat ini sedang bersusah payah melawan tiga orang bandit pengendali bumi. Meskipun kemampuannya tergolong hebat di usianya yang masih belia, namun minimnya pengalaman bertarung yang dimilikinya membuat sang Putri Negara Api cukup kewalahan mengalahkan para bandit tersebut. Dua bandit sudah berhasil dia kalahkan, namun sepertinya dia masih harus melawan tiga orang lagi.

Deidara yang melihat Azula kewalahan menghadapi para anak buahnya pun tersenyum licik. 'Khu khu khu khu...Aku memang tidak bisa menang melawan Iroh, tapi aku masih punya peluang untuk memenangkan pertarungan ini, un,' batinnya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong tanah liatnya. 'Aku akan menyerang anak perempuan itu dari belakang di saat dia sedang kewalahan melawan para anak buahku, un.'

Iroh yang melihat gelagat mengira Deidara akan melawannya kembali. Sang Jendral Negara Api itu pun segera memasang kuda-kuda untuk bertarung. Namun, tanpa dia sadari, Deidara berniat untuk menyerang Azula dari belakang. Tiga bom asap pun dia lemparkan ke arah Iroh untuk menghalangi penglihatannya. Iroh yang mengira kalau itu merupakan bom tanah liat menembakkan tiga proyektil api kecil ke arahnya.

BOOF

BOOF

BOOF

Iroh merasa heran kenapa ledakan bomnya berbeda dari bom yang sebelumnya. Alih-alih ledakan seperti sebelumnya, bom kali ini hanya mengepulkan asap. 'Ini...bom asap,' batin Iroh yang menyadari kalau bom yang barusan dilempar oleh Deidara adalah bom asap. Sang Jendral Negara Api pun segera melompat beberapa langkah ke belakang untuk menjauhi kepulan asap yang ada di depannya. Namun setelah dirinya berhasil melakukannya, sang Jendral Negara Api itu terkejut saat melihat Deidara berlari ke arah Azula yang sepertinya tidak menyadarinya. 'Oh tidak, Keponakan Perempuanku!'

Iroh pun segera berlari untuk mengejar Deidara. Karena dia terburu-buru hendak mengejar Deidara, Iroh tidak menyadari kalau dia menginjak sebuah gumpalan tanah liat yang merupakan bom pasif buatan Deidara.

'Cela-' batin Iroh.

BOOM

Ledakan yang cukup besar pun muncul dan Iroh terlihat terkena ledakan tersebut. Hal ini membuat Zuko yang melihat dari jauh menjerit. "PAMAAN!" teriak Zuko melihat pamannya tak bisa menghindari ranjau buatan Deidara. Teriakan tersebut rupanya membuat Azula sedikit kehilangan konsentrasinya. Segera setelah dia menghindari lemparan batu dari salah satu bandit dan mengalahkannya dengan menendangkan aliran api biru ke arah bandit tersebut, Azula segera menoleh ke arah belakang untuk mengecek keadaan pamannya. Walaupun dia tidak begitu dekat dengan Iroh, tapi dia tetap saja masih mengakuinya sebagai pamannya dan juga Jendral terhebat dari Negara Api.

Tapi, alih-alih melihat pamannya, Azula malah melihat Deidara yang sudah berada beberapa langkah di belakangnya. Azula pun segera membalikkan tubuhnya ke belakang untuk bersiap menghadapi Deidara. Namun, semuanya terlambat Deidara berhasil menyerang Azula terlebih dahulu dengan dua bom tanah liat berbentuk burung kecil.

BOOM

BOOM

Azula pun terpental ke belakang oleh karena serangan dari Deidara tersebut. Azula masih dapat bangkit berdiri dan menyiapkan kuda-kuda untuk menyerang balik Deidara. Namun sebelum dia dapat melakukannya, sang Putri Negara Api harus kembali takluk oleh serangan dari dua anak buah Deidara. Mereka berhasil melemparkan dua buah batu ke arah punggung Azula dan membuat Putri Negara Api itu pun jatuh tengkurap di hadapan mereka. Melihat hal ini, Deidara pun tersenyum puas.

Iroh di luar dugaan berhasil selamat meskipun kedua kakinya mengalami luka bakar yang cukup parah. 'Untung saja aku berhasil membuat perisai api, jadi ledakannya tidak merambat ke tubuhku,' batin Iroh sambil meringis karena menahan rasa sakit di kedua kakinya. Namun, dia langsung abaikan rasa sakit yang dialaminya saat dia melihat Azula jatuh tengkurap di tengah-tengah mereka. 'Oh tidak! Azula!' Iroh mencoba untuk berlari ke arah Azula. Namun, Deidara yang melihatnya segera memerintahkan kedua anak buahnya untuk menyerang Iroh.

Dua orang bandit itu pun melemparkan batu-batu ke arah Iroh. Sang Jendral Negara Api yang kakinya terluka pun hanya bisa menangkis batu-batu tersebut dengan tinjuan apinya. Namun, pada akhirnya upaya Iroh tersebut tidak cukup untuk menahan serangan-serangan dari dua anak buah Deidara itu dan dirinya pun terpental ke belakang setelah terkena beberapa batu.

"PAMAN! AZULA!" teriak Zuko yang tidak bisa berbuat apa-apa karena kedua kaki dan tanganya yang terbelenggu. Sementara itu, Azula mencoba untuk bangkit berdiri lagi, namun pada akhirnya dia tidak dapat melakukannya.

'Ugh...Tubuhku...rasanya sakit sekali...' rintih Azula dari dalam hati yang sudah mulai pasrah. 'Apakah aku akan gagal menjalankan misi ini?' tanya Azula di dalam hatinya. Namun, segera setelah dia bertanya seperti itu, tiba-tiba di pikirannya terbesit memorinya bersama dengan Naruto dulu.

"Naru, apakah Naru punya sesuatu yang sangat ingin Naru wujudkan di masa depan?" tanya Azula sambil mengelus kedua pipi Naruto yang masih berumur 3 tahun itu dengan lembut.

"Aku ingin mewujudkan perdamaian dunia!" Naruto berteriak sambil mengangkat kedua tangannya di hadapan Azula. Azula yang melihat tingkah laku dari adiknya itu lalu tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan kanannya karena dia geli melihat adiknya yang sangat imut itu.

"Perdamaian? Apakah Naru ingin menjadi Raja Api seperti kakek buyut kita, Raja Api Sozin? Beliau ingin mewujudkan perdamaian dan menyatukan dunia di bawah pemerintahan Negara Api" tanya Azula lagi.

"Uhm...Memangnya aku harus jadi Raja Api kalau mau mewujudkan perdamaian dunia ya, Kak Azula?" beo Naruto sambil memasang wajah polosnya.

Azula yang merasa sangat gemas dengan wajah polos dari Naruto pun segera mencubit kedua pipi adiknya itu. "Tentu saja, Naru. Untuk mewujudkan perdamaian, kau harus menjadi Raja Api. Tenang saja, Ayah sepertinya kurang menyukai Zuzu dan lebih memfavoritkanku. Kemungkinan besar, dia akan mewariskan tahkta Raja Api kepadaku. Kalau itu memang terjadi, maka aku akan dengan senang hati menyerahkan tahkta tersebut kepada Naru agar Naru bisa mewujudkan impian Naru," ucapnya pada Naruto.

"Baiklah. Kalau begitu, aku mau menjadi Raja Api di masa depan agar aku dapat mewujudkan perdamaian dunia hehe," ucap Naruto yang diakhiri dengan menggosok bagian bawah hidungnya dengan jempol kanannya. Azula yang tidak tahan lagi dengan tingkah laku dari adiknya itu langsung memeluknya dan mencium pipi kanannya.

Azula kembali berusaha untuk bangkit. Dengan perlahan dia mengangkat tubuhnya dan mencoba untuk berdiri. Sementara itu, Deidara yang melihat Azula yang kesulitan untuk berdiri lalu menatap sang Putri Negara Api itu dengan senyum meremehkan. Dia kemudian berkata kepadanya dengan nada sombong, "Kau tidak akan bisa menang melawanku, Bocah. Tubuhmu sudah penuh luka seperti itu, un."

Azula tidak menggubris ucapan dari ketua bandit dan bajak laut itu. Dirinya tetap mencoba untuk bangkit berdiri setelah dia teringat kembali akan 'mendiang' adiknya, Naruto.

Di malam hari setelah Naruto dimakamkan, Azula datang ke tempat pemakaman Negara Api dengan memakai jubah hitam bertudung agar dia tidak ketahuan oleh siapapun. Kemudian, dia melangkah menghampiri sebuah makam yang batu nisannya bertuliskan 'Naruto, anak ketiga dari Ursa.' Melihat tulisan tersebut, hati Azula merasa sedih. Dia kasihan dengan 'mendiang' adiknya itu yang tidak mendapat pengakuan dari ayahnya hingga 'akhir hayatnya.'

Azula bukanlah seseorang yang mudah menangis. Tapi pada malam itu, dia tak dapat menahan air mata mengalir dengan deras dari kedua matanya yang berwarna kuning emas. Dengan lembut, dia mengelus batu nisan Naruto sebelum akhirnya dia mencium dan memeluk batu nisan tersebut seakan-akan itu merupakan adiknya.

"Maafkan aku karena aku tidak dapat selalu berada di sampingmu, Naru. Maafkan aku karena aku tak bisa mencegahmu dari kematian hiks...aku terlalu takut pada Ayah. Aku...hiks...aku kakak yang pengecut. Aku tidak pantas untukmu, Naru hiks," ucap Azula bermonolog sambil menangis seolah-olah dia sedang berbicara dengan Naruto.

Setelah menangis selama beberapa menit sambil memeluk batu nisan Naruto, Azula pun kemudian menenangkan dirinya. Dia lalu bangkit berdiri dan berkata sambil menatap makam Naruto, "Naru, aku berjanji kalau aku akan mewujudkan impianmu. Aku akan mengalahkan Zuzu dan mempecundanginya. Aku akan membuat Ayah menyayangiku dan menjadikannya sebagai anak kesayangannya. Aku akan melakukan itu semua demi mewujudkan impian Naru, yaitu menjadi Raja Api. Setelah itu, aku akan menyingkirkan siapapun yang berpotensi untuk menjadi penghalangku, bahkan kalau orang itu merupakan Ayah, Ibu, Zuzu, Paman, atau Ty Lee dan Mai, aku akan menyingkirkan mereka semua."

"Kau tidak meninggal, Naru. Kau akan selalu berada di hatiku," ucap Azula bermonolog sambil melangkah pergi meninggalkan makam Naruto.

Menahan rasa sakit yang dialaminya, Azula tetap memaksakan dirinya untuk berdiri. Dia pun berhasil. Setelahnya, Azula segera memasang kuda-kuda untuk bertarung kembali. Hal ini pun membuat Deidara sedikit merasa terkejut. Namun, beberapa saat kemudian, dia tertawa dan berkata dengan nada sombong kepada Azula, "Kau sudah babak belur seperti itu masih mau melawanku, Bocah?! Apa kau sudah bosan hidup di dunia ini, un?"

Azula tidak mengeluarkan sepatah katapun untuk merespon ucapan Deidara. Namun, bukan berarti dia tidak merasakan apa-apa. Tentu saja Azula merasa sangat kesal karena musuh yang berada di depannya ini berani meremehkannya. Karena tak bisa menahan kekesalannya terhadap Deidara, Azula sampai mengepalkan kedua tangannya. Lagi-lagi, pikirannya dipenuhi oleh kata-kata yang pernah diucapkan oleh Naruto.

"Kak Azula, ayo kita makan ramen," Naruto sambil menarik-narik lengan baju Azula.

"Ugh...Kak Azula...sakit," ucap Naruto yang mencoba menahan rasa sakit karena kedua pipinya dicubit oleh Azula.

"Terima kasih, Kak Zula. Memilikimu sebagai kakak perempuanku sungguh merupakan suatu anugerah. Aku berharap kalau aku bisa menghabiskan waktu lebih banyak lagi bersama dengan Kak Zula," ucap Naruto sambil menatap Azula.

Dari wajah Azula, bisa terlihat raut muka marah. Dengan tatapan penuh kebencian, dia menatap ke arah Deidara.

Pada malam di mana Naruto disambar petir oleh ayahnya sendiri, Ozai karena tidak dapat membuktikan dirinya mampu menguasai pengendalian api, terlihat Iroh, Ursa, dan Zuko langsung berlari menghampirinya untuk menolong Naruto. Sementara itu, Ozai langsung mengajak Azula untuk pergi dari sana. Azula sempat ragu dan melihat ke arah Naruto dengan tatapan iba. Walaupun tidak terdengar, Azula dapat mendengar suara batin dari arah Naruto.

"Ugh...Kak Azula...Sakit..."

DEG

Azula pun hendak melangkah untuk mendatangi adiknya yang tengah sekarat. Tapi, Ozai yang menyadarinya segera memegang pundak dari putrinya dan berkata kepadanya, "Kau akan ikut denganku kan, Azula?"

"Baiklah, Ayah," ucap Azula yang pasrah. Sebelum pergi dengan ayahnya, Azula menatap ke arah Naruto dan bergumam, "Maafkan aku, Naru. Aku benar-benar kakak yang buruk."

Azula pun lalu pergi bersama dengan Ozai meninggalkan Naruto dan juga anggota keluarganya yang lain.

Sementara itu, Deidara yang ditatap dengan wajah benci oleh Azula hanya tersenyum meremehkan. Dia lalu berkata, "Heh, Bocah, kau kira aku akan takut dengan tatapan bencimu itu, un. Aku akan-"

"Aku tak akan membiarkamu membunuhku sekarang," ucap Azula memotong perkataan Deidara. "Kalau aku mati sekarang, maka impian 'mendiang' adikku akan berakhir di sini untuk menjadi Raja Api dan menaklukkan seisi dunia ini demi mewujudkan perdamaian di bawah pemerintahan Raja Api. Aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri kalau aku sampai gagal mewujudkannya. Aku akan menyingkirkan siapapun yang mencoba untuk menghalang-halangi impian adikku. Kau akan kuhajar karena telah mencoba untuk membunuhku dan menghalangiku untuk mewujudkan impian adikku."

Tanpa basa-basi, Azula segera menyerang Deidara secara bertubi-tubi dengan aliran api yang dia hasilkan dari tinjuan dan tendangannya. Deidara yang sebelumnya sudah kelelahan karena melawan Iroh pun tidak bisa menghindari semua serangan itu dan pada akhirnya harus terkena serangan api lagi dan terpental ke belakang.

"Ugh! Panaaas!" rintih Deidara kesakitan karena api Azula lebih panas daripada api milik Iroh. Dia kemudian melihat ke arah kedua anak buahnya dan berteriak kepada mereka, "Kalian, cepat bantu aku menghadapi bocah perempuan ini, un!"

Kedua anak buah Deidara pun langsung mengirimkan proyektil batu ke arah Azula. Namun, Azula secara mengejutkan dapat terbang dengan menggunakan teknik Jet Propulsion untuk menghindari serangan dari mereka. Namun, karena tekniknya belum sempurna, Azula kembali terjatuh ke tanah. Sebelum dirinya menyentuh permukaan tanah, Azula menendangkan beberapa aliran api biru ke arah dua bandit itu dan hasilnya, mereka pun terbakar dan terpental ke belakang.

Namun demikian, Azula melihat bahwa kedua bandit itu masih dapat bangkit kembali. Kedua bandit itu lalu berlari ke arah Azula sambil melemparkan beberapa batu ke arahnya. Tapi, sang Putri Negara Api kali ini dapat menghindari seluruh serangan tersebut. Sebagai serangan balasan, Azula lalu menciptakan lingkaran api biru dengan tendangan melingkar yang dia buat. Serangan tersebut tidak dapat dihindari oleh kedua bandit sehingga mereka pun kembali terpental ke belakang oleh karena serangan Azula.

Tidak berhenti sampai di sana, Azula lalu melompat mendekati kedua bandit itu dan benar-benar melumpuhkan mereka dengan tinjuan api biru miliknya. Setelah berhasil melumpuhkan kedua bandit tersebut, Azula lalu mengalihkan pandangannya kepada Deidara dan berkata, "Sekarang giliranmu."

Azula segera menerjang ke arah Deidara. Sambil berlari, dia menyerang ketua dari para bandit dan bajak laut itu dengan tinjuan-tinjuan api birunya. Deidara yang melihat serangan Azula itu segera melompat beberapa kali ke arah samping kanan untuk menghindarinya. Tapi, tanpa sepengetahuan Deidara, Azula memang sudah merencanakan hal ini dari awal. Ketika Deidara telah menghindari serangan pertamanya, Azula langsung membuat piringan api biru dan melemparkannya ke arah ketua bandit dan bajak laut itu. Tak sempat menghindar, Deidara pun harus menerima tubuhnya terkena serangan Azula dan terbakar untuk yang kesekian kalinya. Deidara pun terkapar oleh karena serangan dari Azula itu.

Melihat Deidara terkapar, Azula langsung berlari mendekatinya untuk mengakhiri nyawanya. Namun, sebuah suara dari Iroh membuatnya berhenti sejenak untuk menyerangnya.

"Hentikan, Azula! Kedatangan kita kemari adalah untuk menjalankan misi dari Raja Api Ozai dan juga untuk menyelamatkan Zuko. Kita sudah mengalahkan musuh. Jadi, kita bisa menyelamatkan Zuko dengan segera dan meninggalkan mereka. Toh, nantinya Raja Api Ozai pasti akan mengirimkan pasukannya untuk mengamankan pulau ini dan menahan para bandit," ucap Iroh panjang lebar menasehati Azula agar tak membunuh Deidara.

Azula menatap tajam ke arah Deidara yang telah terkapar. Putri semata wayang dari Raja Api Ozai itu sama sekali tidak menurunkan kuda-kudanya. Kedua matanya yang berwarna emas itu dapat melihat bahwa Deidara dengan susah payah mencoba untuk bangkit berdiri. Ucapan dari pamannya itu sedikit mengusik hatinya membuatnya bingung untuk melepaskan Deidara atau membunuhnya. Tapi, beberapa saat kemudian, dia membatin, 'Orang ini...Dia telah berusaha menghalangiku untuk mewujudkan impian adik tercintaku! Aku akan menyingkirkannya.'

Azula pun memilih untuk mengabaikan nasehat dari pamannya dan menyerang Deidara yang sudah tidak berdaya dengan tinjuan apinya. Berbeda dengan tinjuan api sebelumnya, kali ini Azula memfokuskan energi chi-nya di tangan kanannya sehingga tinjuan api yang dihasilkannya jauh lebih besar. Tinjuan api tersebut lebih besar Deidara yang sudah tak berdaya sampai terlempar menembus dinding ruangan itu dan tercebur ke laut karena Markas Rahasia dari para bandit dan bajak laut berada di ujung Pulau Zalfari. Sementara itu, Iroh yang melihat keponakan perempuannya itu memilih untuk tidak mengikuti nasehatinya hanya bisa mendesah dan membatin, 'Semoga saja kau tidak mengikuti jejak ayahmu, Azula.'

Dikalahkannya Deidara menandai kekalahan di pihak bandit dan bajak laut. Azula dan Iroh lalu berhasil menyelamatkan Zuko dan membawanya kembali ke pasukan Negara Api. Azula yang dipandu oleh Zhao kemudian membuat dokumen tentang penyerangan Negara Api yang dimenangkan oleh Negara Api dan sebagai hasilnya, Pulau Zalfari sekarang menjadi wilayah Negara Api.

Iroh, Azula, dan Zuko yang ditemani oleh Lo dan Li serta Kang Hua, kapten kapal Azula pulang kembali ke Negara Api. Sementara Zhao dan beberapa pasukan dari Negara Api diperintahkan untuk menjaga Pulau Zalfari hingga Raja Api Ozai mendatangkan orang-orang untuk melakukan pembangunan fasilitas Negara Api di pulau tersebut.

Kini, grup Azula telah sampai di Negara Api dan sedang menghadap Raja Api Ozai yang sedang bersama dengan Lady Ursa untuk melaporkan misi mereka. Mereka semua pun langsung memberikan salam penghormatan kepada raja mereka itu. Melihat kedua anaknya telah kembali dari misinya, Raja Api Ozai pun menyuruh para pelayan Keluarga Kerajaan Negara Api untuk pergi meninggalkan ruangannya. Setelah para pelayan tersebut, Raja Api Ozai lalu berkata kepada kedua anaknya, "Selamat datang kembali di Negara Api, Putraku, Pangeran Zuko dan Putriku, Putri Azula. Kalian pasti ingin melaporkan tentang Misi Penaklukan Pulau Zalfari kan? Komandan Zhao telah mengirimiku surat kalau Negara Api telah berhasil menaklukkan pulau tersebut. Tapi, aku ingin mendengar detailnya dari mulut kedua anakku."

"Benar, Ayah. Kami ingin melaporkan bahwa Misi Penaklukan Pulau Zalfari sukses dan Negara Api berhasil menguasai pulau tersebut," ucap Azula. Putri dari Raja Api Ozai itu kemudian berdiri dan menyerahkan dokumen yang dibawanya kepada ayahnya itu dengan penuh penghormatan. Ozai pun lalu menerima dokumen itu dan membacanya. Namun, beberapa saat kemudian, raut wajahnya berubah menjadi marah dan setelah dia selesai membacanya, dia langsung membakar dokumen tersebut. Cucu dari Raja Api Sozin itu pun kemudian langsung menatap ke arah Zuko dengan tatapan kecewa dan marah hingga membuat Lady Ursa cemas dan juga bingung mengapa suaminya menatap ke arah Zuko seperti itu.

"Pangeran Zuko, katakan kepadaku apa benar kau tidak dapat melakukan kontribusi apapun di misi kali ini karena kau tertangkap dan menjadi sandera seperti yang ditulis oleh Putri Azula di dokumennya?" tanya Ozai kepada Zuko.

Zuko yang merasa dirinya tak dapat mengelak lagi pun menjawab dengan jujur, "Be-benar, Ayah...Aku tertangkap dan menjadi sandera mereka."

"Kau benar-benar anak yang tak berguna, Pangeran Zuko," mencemooh Zuko. Setelah itu, tanpa disangka-sangka oleh siapapun, Ozai meninju Zuko dengan tinjuan apinya sehingga putra sulungnya itu terpental dan menabrak dinding ruangan yang ada di belakangnya.

"Zuko!" seru Iroh dan Ursa yang panik dan langsung menghampiri Zuko. Sementara itu, Azula malah menatap kakaknya itu sambil tersenyum licik.

Ursa yang menganggap perilaku Ozai sudah kelewatan langsung menatap ke arah suaminya itu dan berteriak ke arahnya, "Ozai, apa yang kamu lakukan?! Dia itu anak kita sendiri! Apakah kau mau membunuhnya seperti kau telah membunuh Naruto?!"

Tapi, Ozai dengan entengnya merespon ucapan dari Ursa dengan berkata, "Itu salahnya sendiri karena dia terlalu lemah, Sayang. Dia harus diberi pelajaran agar dia tumbuh menjadi orang yang kuat. Dan satu lagi, jangan pernah menyebut nama dari aib Negara Api itu di hadapanku. Bukankah aku sudah berkali-kali memperingatimu tentang ini, Sayang?"

Ucapan dari Ozai itu benar-benar membuat Ursa tak habis pikir dengan apa yang ada di dalam kepala suaminya itu. Sudah cukup baginya untuk melihat anak kesayangannya harus terluka di tangan suaminya yang menurutnya sudah tidak waras itu. Dulu, suaminya itu dengan entengnya membunuh Naruto. Lalu kini, suaminya itu tega menyakiti Zuko hanya karena tertangkap oleh musuh.

Karena sudah tidak kuat menahan rasa kesal dan benci terhadap Ozai, Ursa lalu berkata kepada suaminya itu dengan nada berteriak, "Aku sudah muak dan benci kepadamu semenjak kematian Naruto! Sekarang, perilakumu itu membuatku semakin benci terhadapmu! Aku ingin kita berpisah ranjang! Aku tidak mau tidur bersama dengan orang sepertimu lagi, Ozai!" Sementara itu, Ozai hanya diam saja mendengar ucapan dari Ursa. Tidak ada raut muka menyesal sedikitpun di wajahnya.

Ursa lalu beralih kepada Zuko menggendongnya dan berkata, "Ayo, Nak. Aku akan membawamu ke dokter untuk mengobati luka-lukamu itu." Zuko lalu menganggukkan kepalanya tanda dia setuju untuk dibawa ke dokter oleh Ursa. Tanpa berpamitan kepada Ozai, Ursa yang ditemani oleh Iroh pun langsung membawa Zuko ke dokter untuk memeriksakan anak itu.

Ozai yang tak ingin dibikin pusing dengan hubungannya dengan Ursa lalu menyuruh Azula untuk pergi meninggalkan ruangannya. Azula yang tak mau mendapatkan murka dari ayahnya pun langsung pergi meninggalkannya. Putri dari Ozai itu lalu pergi ke taman Istana Kerajaan Negara Api dan duduk di bawah pohon tempat dia pernah duduk bersama dengan Naruto. Azula lalu membatin, 'Bagus. Dengan ini, aku akan memperbesar peluangku untuk mewujudkan impian Naru. Aku akan melakukan segala cara untuk mewujudkan impian dari adik tercintaku, bahkan jika aku harus mengorbankan Zuzu, Paman, Ibu, atau Ayah sekalipun, aku akan melakukannya.'

.

.

.

[Di sebuah tempat yang tidak diketahui]

Sementara itu, di sebuah tempat yang tidak diketahui, terlihat seorang pria berambut kuning panjang tergeletak dalam kondisi lemah. Pakaian yang dikenakannya terlihat compang-camping. Luka bakar menghiasi tubuhnya bagaikan tato tubuh. Dengan perlahan, pria itu membuka matanya. Dia mencoba untuk menggerakkan kedua kaki dan tangannya, tapi rasa sakit langsung dia rasakan ketika dia melakukannya.

"Ugh!" gumam pria itu kesakitan karena mencoba untuk menggerakkan kedua kaki dan tangannya. "Rasanya sakit sekali. Sialan si Naga dari Barat dan Bocah Perempuan itu. Aku tidak akan memaafkan mereka!" umpat pria itu yang ternyata merupakan Deidara yang baru saja dikalahkan oleh Iroh dan Azula.

"Bagaimana rasanya menjadi korban dari Negara Api? Sakit bukan?"

Deidara dapat mendengar suara dari seorang pria di dekatnya. Refleks, pria berambut kuning panjang itu pun segera menoleh ke arah sumber suara. Alangkah terkejutnya dia mendapati ada tiga orang yang memakai jubah berwarna red velvet dengan tudung kepala serta lima orang yang memakai topeng bercorak dan baju perang berwarna merah dan hitam berada di depan matanya. Wajah dari delapan orang tersebut tidak terlihat oleh Deidara karena tertutup oleh tudung dan juga topeng. Dengan terbata-bata, Deidara pun bertanya kepada mereka, "Siapa...Kalian?"

Salah satu dari tiga orang berjubah itu menjawab pertanyaan Deidara, "Kami adalah sebuah kelompok yang ingin mewujudkan keadilan dan menciptakan perdamaian."

"Ke..adilan...dan perdamaian?" gumam Deidara yang masih bingung.

"Benar," ucap orang itu merespon gumaman Deidara. Lalu, dia melanjutkan, "Perdamaian yang ada di dunia ini hanya bisa diwujudkan jika ada keadilan. Sekarang katakan kepadaku, Anak Muda. Dapatkah keadilan itu terwujud apabila masih ada orang-orang seperti Raja Api di dunia ini? Dapatkah perdamaian itu tercipta...apabila Negara Api dan orang-orangnya masih ada?"

"Tidak..." ucap Deidara dengan singkat. Dia tidak tahu harus menjawab apalagi, tapi dia setuju dengan perkataan orang itu dan dia berpikir kalau Negara Api adalah penjahat yang harus ditaklukkan.

Orang itu menyeringai di balik tudung kepalanya setelah dia mendengar ucapan Deidara. Dari jawabannya, dia menebak kalau Deidara sepemikiran dengannya. Dia pun kemudian mengulurkan tangan kanannya kepada Deidara lalu berkata, "Kalau begitu, apakah kau bersedia untuk meminjamkan kekuatanmu dan membantu kami untuk mewujudkan impian kami, mewujudkan keadilan dan menciptakan perdamaian?"

Deidara benar-benar merasa begitu bingung. Dia tidak habis pikir karena dia didatangi oleh sekelompok orang yang tidak dikenalnya yang tiba-tiba menawarinya untuk bergabung menjadi bagian dari mereka. Dia pun bertanya kepada orang bertudung itu, "T-Tapi, kalian ini...siapa, un?"

"Kami adalah The Red Fan, sebuah kelompok yang ingin mewujudkan keadilan di dunia ini. Tujuan utama dari kelompok kami adalah untuk melenyapkan Negara Api dan siapapun yang berhubungan dengannya karena negara tersebut mencoba untuk mengganggu keseimbangan dunia melakukan genosida terhadap negara-negara yang dianggapnya sebagai musuhnya. Dunia ini tidak akan damai dan adil selama Negara Api dan keturunan-keturunan mereka masih bekeliaran di muka bumi ini," jawab orang itu.

"Kenapa kau sangat ingin mewujudkan keadilan?" tanya Deidara lagi.

"Karena hanya keadilan yang akan membawa perdamaian," jawab orang itu.

DEG

Deidara sontak terkejut saat dia mendengar kalimat itu. Jelas dia mengenali kalimat itu karena dirinya merupakan seorang warganegara Kerajaan Bumi. Warganegara Kerajaan Bumi mana yang tidak kenal dengan kalimat tersebut, sebuah kalimat yang pernah dilontarkan oleh legenda mereka.

"Kalimat itu...Avatar Kyoshi...Kalian adalah Prajurit Kyoshi?" gumam Deidara yang mengira kalau orang-orang yang ada di hadapannya itu merupakan Prajurit Kyoshi.

"Kami bukan Prajurit Kyoshi. Kami hanyalah sekelompok orang yang sangat mengidolakan Avatar Kyoshi. Dan akhirnya, aku pun membentuk kelompok The Red Fan ini sama seperti Beliau menciptakan Prajurit Kyoshi dan Dai Li," jawab orang itu. Lalu, dia melanjutkan, "Maaf, Anak Muda. Aku tidak dapat mengatakan lebih lanjut tentang kelompok kita. Tapi, aku akan berkata kepadamu kalau aku adalah penerus Avatar Kyoshi yang diberi tugas untuk menciptakan perdamaian dan mewujudkan keadilan di dunia ini."

"Kau? Penerus Avatar Kyoshi?" beo Deidara.

"Ya. Kau tidak percaya? Akan kutunjukkan sedikit padamu." Setelah berkata demikian, orang itu lalu melompat dan menciptakan Air Scooter, lalu berdiri di atasnya. Hal itu pun membuat Deidara terkejut bukan main.

"Menurut lingkaran Avatar, reinkarnasi dari Avatar Kyoshi merupakan Avatar Roku dari Negara Api, tetapi dia adalah Avatar yang jahat. Bersama dengan sahabatnya, Raja Api Sozin, dia memulai Perang 100 Tahun dan melakukan genosida di mana-mana. Setelah Avatar Roku meninggal, maka Avatar selanjutnya kan lahir dari ras Air Nomad. Untuk menutupi kejahatannya, maka Avatar Roku menyuruh Sozin untuk membantai habis ras Air Nomad sebelum dia meninggal. Orang-orang lalu menganggap kalau aku telah hilang. Tapi, sekarang kau bisa melihatnya kan, Anak Muda. Aku berada di depanmu," ucap orang itu setelah dia menghentikan teknik Air Scooter-nya. Untuk lebih meyakinkan Deidara agar mau bergabung dengan kelompoknya, orang itu lalu menunjukkan kalung khas Air Nomad di lehernya kepada Deidara. Dia kemudian berkata, "Ini sebenarnya bukanlah kalungku. Ini kalung pemberian dari Kakekku. Kakekku merupakan sahabat dari Biksu Gyatso, salah satu pengendali udara yang paling terkenal dari ras Air Nomad."

Mendengar penjelasan orang itu, Deidara pun tersenyum senang. Lalu, dia berkata, "Sudah sekian lama...Sudah sekian lama aku dan keluargaku mencari-carimu, Avatar! Akhirnya kau muncul di hadapanku! Aku akan dengan senang hati bergabung dengan kelompokmu dan membantumu melenyapkan Negara Api dan antek-anteknya. Omong-omong siapa namamu? Namaku Deidara, berasal dari Kerajaan Bumi. Kekuatanku adalah Clay Bomb Generation, kemampuan yang dapat mengubah material tanah dan batu menjadi bom tanah liat."

Mendengar perkataan dari Deidara itu, orang itu pun menyeringai di balik tudung kepalanya. Dia kemudian berkata, "Aku merasa terhormat karena kau bersedia untuk bergabung denganku. Kau diterima untuk bergabung, Deidara. Omong-omong, kita sekarang adalah keluarga, maka aku akan memberitahukan kepadamu namaku. Kau bisa memanggilku dengan nama...

.

.

.

...Menma."


Bersambung


Hai, kembali lagi bersama saya, Priest Black dalam fic Naruto: The Right Hand of Avatar Aang. Di chapter ini Narutonya ga muncul dulu ya. Tapi tenang saja, next chapter Narutonya bakalan muncul lagi kok. Chapter ini itu kalau di series Avatar ibaratnya episode "Zuko's Alone." Hanya saja yang jadi sorotan di chapter ini adalah Azula. Azula yang dibantu oleh Zuko, Iroh, dan Zhao, serta para pasukan Negara Api berhasil mengalahkan para bandit dan bajak laut yang dipimpin oleh Deidara. Deidara yang babak belur karena dihajar oleh Iroh dan Azula hingga tercebur ke laut kemudian ditemukan oleh orang-orang misterius yang mana salah satu dari mereka, yaitu Menma mengaku-ngaku sebagai Avatar. Omong-omong, itu di bagian Menma menceritakan tentang Avatar Roku itu bukan typo ya, itu memang merupakan salah satu bentuk Menma ngebikin false information tentang Negara Api. Alasan dan tujuan Menma melakukan hal seperti itu nanti akan terungkap di chapter-chapter depan, jadi mohon sabar menunggunya hehe.

Untuk yang bertanya kapan Naruto reunian lagi sama keluarganya. Uhm...kalau untuk Zuko dan Iroh sih kayaknya ga bakalan lama lagi bakal ketemu sama Naruto. Tapi, kalau Azula kayaknya masih lama, karena kalau keduanya dipertemukan dengan cepat, besar kemungkinan Azulanya bakalan tobat, sementara saya rencanya mau bikin Azula jadi tobatnya ntar di akhir-akhir, kayak Zuko di canon.

Satu lagi, untuk yang mengharapkan pairnya Naruto itu Azula, maaf sekali karena saya bukan penganut incest, maka saya tidak akan mewujudkannya. Mohon bisa dipahami ya, tiap orang punya prefence pair masing-masing.

Sekian dari saya. Terima kasih telah membaca dan nge-review cerita ini. Semoga cerita ini dapat menghibur kalian. Jika kalian suka dengan cerita ini, kalian bisa tambahkan cerita ini ke follow atau favorite list kalian agar kalian tak ketinggalan cerita. Jika kalian punya masukan, kritik, dan saran, kalian bisa menyampaikannya melalui review.

Sampai jumpa di chapter berikutnya. Salam author.


Profil karakter/grup:

Nama: Deidara

Ethnicity: Earth Kingdom

Fighting Style: Clay Bomb Generation (mengubah material tanah/batu menjadi bom tanah liat)

Position: Ketua para bandit (former), Member of The Red Fan

.

Nama: Menma

Ethnicity: ? *yang jelas punya darah Air Nomad*

Fighting Style: airbending (sejauh ini)

Position: Leader of The Red Fan

.

Nama: The Red Fan

Purpose: (1) Menegakkan keadilan dan menciptakan perdamaian; (2) Menghancurkan Negara Api dan semua yang berhubungan dengannya untuk melakukan poin nomor 1; (3) Melayani dan melindungi Menma selaku ketua kelompok

Fighting Style: Bermacam-macam, kecuali Firebending

Position:

Leader: Menma

Second-in-charge: ?

Executive Members: Deidara, ?, ?, ?, ?

Alliances: ?


Umur di fic ini (sejauh ini):

Zuko: 16 tahun

Azula: 14 tahun

Naruto: 11 tahun

Deidara: ?

Menma: ?


Other Names in this fanfic (sejauh ini):

Naruto: Cutie (by Ty Lee), Naru (by Azula)

Zuko: ?

Azula: ?


Info jurus-jurus (sejauh ini):

Jet Propulsion: user dapat menggunakan elemen apinya untuk terbang bagaikan roket


Reviews Reply:

D'Arc 01: Kalau sama Zuko rencananya sih ga lama lagi ya. Tapi, kalau sama Azula masih lama.

Rikito san: Masih lama, gan hehe

Ayumi Rein: Sip. Terima kasih ya. Sebisa mungkin akan kubuat Narutonya kuat secara bertahap, demikian juga dengan karakter2 lainnya, termasuk si Avatar Aang itu sendiri


Di-publish 13 Juni 2020, 17:30