Halilintar menutup laptopnya setelah tugas yang ia kerjakan sudah selesai. Ia meregangkan badannya guna mengusir rasa pegal, lalu mengambil langkah menuju kasurnya. Halilintar sudah akan berbaring di benda empuk itu ketika sang mama membuka pintu kamarnya.

"Hali."

Yang dipanggil namanya menoleh. Kedua mata Halilintar bertubrukan langsung dengan iris sang mama yang berdiri di ambang pintu.

"Kenapa, Ma?"

"Bantuin Mama cuci piring, ya?" Mamanya masuk lebih dalam ke kamarnya. "Gempa lagi ngerjain tugas di kamarnya. Taufan tidur. Mama mau ke rumah sebelah dulu. Kamu tolong cuci piring, ya?"

Halilintar mengangguk singkat. Setelah Mamanya mengucapkan terima kasih, wanita itu pergi meninggalkan kamarnya.

Helaan napas panjang dikeluarkan. Halilintar menatap jam dinding kamarnya. Pukul satu siang. Waktu yang sangat rawan di bulan suci ini. Semoga saja, Halilintar dilindungi dari godaan-godaan setan terkutuk.


"Fatamorgana Puasa" by Meltavi

Boboiboy © Animonsta Studios

Warn : AU, OOC, bro!HaliTauGem, gaje, nggak sesuai EYD, dll.

#DrabbleChallengeSpesialRamadhan #Ramabblec

Prompt : "Buah Kurma Cokelat Mirip Kecoa"

Happy Reading!

.

.

.


Kaki Halilintar melangkah keluar dari kamarnya. Ketika melewati kamar Taufan, Halilintar mendengus mendapati ucapan mamanya memang benar. Si biru itu sedang tidur dengan posisi terlentang, mulut terbuka lebar, dan suara dengkuran kerasnya yang terdengar sangat mengganggu. Halilintar sempat ingin membangunkan saudara paling sialannya tersebut. Namun terurungkan karena itu sama saja memancing kemarahannya.

Dilanjutkannya lagi langkah menuju lantai bawah. Mata Halilintar langsung menemukan westafel yang dipenuhi berbagai alat makan kotor ketika tiba di dapur. Tidak ingin membuang waktu, cowok itu langsung mengambil sarung tangan elastis di samping westafel. Cuci piring tidak akan menghabiskan waktu banyak. Dan Halilintar bisa beristirahat sejenak selepas ini.

Tangan Halilintar mengambil busa pencuci piring dekat keran. Baru saja ia ingin menuangkan sedikit sabun di sana, Halilintar terdiam sesaat. Busa dan sabun yang ia pegang sekilas mengingatkannya pada makanan. Busa bertekstur lembut dengan warna kuning kecokelatan itu mirip kue bika Ambon. Sementara sabun cuci piring berwarna hijau itu mengingatkannya pada sirup yang selalu hadir tiap kali bulan Ramadhan tiba.

Halilintar meringis. Digelengkan kepalanya beberapa kali, guna mengusir bayangan laknat itu agar imannya tidak goyah. Ini yang Halilintar takutkan. Fokusnya akan hilang dan pikirannya malah membayangi yang tidak-tidak saat siang, tentunya diiringi bunyi dari sang perut yang meronta kelaparan.

Mencoba mengenyahkan semua itu, Halilintar menghembuskan napas pelan. Sabar, sabar. Itu cuma bayangan sekilas. Imannya tidak boleh goyah dengan begitu mudah. Cukup fokus mencuci piring, dan semua akan aman.

Setelah meneteskan sedikit sabun ke si busa, Halilintar mengambil piring yang paling menonjol di westafel. Keran dinyalakan untuk menyingkirkan kotoran bekas makanan di sana. Kemudian, tangan Halilintar dengan cekatan mengusap piring itu dengan busa dikelilingi sabun. Halilintar lalu membilasnya lagi dengan air, sebelum menaruhnya di rak piring dekat westafel.

Halilintar terus melakukan hal yang sama berulang kali. Membasuh, memberi sabun, membilas, taruh. Ini sangat mudah dilakukan olehnya. Berbeda dengan Taufan yang tidak ada ilmu sama sekali dalam mencuci piring. Si biru itu pernah tak sengaja menjatuhkan piring hingga pecah dengan alasan licin. Halilintar ingat ia melemparkan sindiran untuk Taufan karena tidak becus mencuci piring saat itu.

Limabelas menit terlewati. Tak terasa, tumpukan piring kotor di depannya sudah kandas tak bersisa. Halilintar melepas sarung tangannya, meletakkan benda itu di tempatnya semula. Ia berbalik. Berniat ingin kembali ke kamarnya ketika matanya tak sengaja menemukan kumpulan karet gelang di meja makan.

Lagi-lagi, Halilintar gagal fokus. Karet gelang itu terlihat seperti mi goreng di matanya. Halilintar menelan ludahnya kala otaknya malah semakin menyelami kehaluan itu. Bentuknya yang sangat menggugah selera, sampai-sampai Halilintar membayangi baunya yang benar-benar surga dunia.

"Astaghfirullah, astaghfirullah ..." Halilintar buru-buru mengelus dadanya sabar sambil terus menyebut. Cowok itu memejamkan matanya, merutuki diri sendiri dalam hati karena tidak bisa tidak menahan nafsunya. "Ya Allah ... jauhkan hamba ya Allah, jauhkan hamba dari setan terkutuk ..."

"Kak Hali ngapain?"

"AllahuAkbar!" seru Halilintar terkejut. Tiba-tiba saja Gempa sudah berdiri di ambang pintu dengan dahi berkerut entah sejak kapan. Sepertinya adiknya itu melihat dirinya komat-kamit tidak jelas. Mendadak Halilintar merasa sangat mulu. "Ah ... ng-nggak, kok. Hahahaha."

Gempa mengangkat alisnya tidak yakin. "Beneran? Kak Hali nggak kesurupan, 'kan?"

Halilintar meringis seraya menggaruk pipinya yang tidak gatal. Apa yang harus ia jawab? Tidak mungkin 'kan dirinya jujur ke Gempa dengan mengatakan, Gem, aku liat mi di meja makan.

"Atau kak Hali lagi–"

"Bener kok, Gem!" sela Halilintar cepat sebelum Gempa kembali berspekulasi. "Aku nggak papa, asli! Suer!" ucapnya dengan nada tinggi membuat Gempa tambah kebingungan.

Meski masih terheran-heran ada apa dengan kakaknya, Gempa berusaha menepisnya. "Yasudah, kalau begitu." Halilintar mendesah lega. "Oh iya, kak Hali bisa bantu aku, nggak?" Gempa mengalihkan topik.

"Bantu apa?"

"Bantuin aku bikin karya dari kayu. Aku udah beli nih, kayunya," jawab Gempa seraya mengangkat plastik bening berisi kayu-kayu kecil yang ia tenteng sedari tadi.

Tapi bukannya menganggap itu kayu seperti yang dikatakan Gempa, Halilintar malah menemukan wafer di plastik itu. "Kamu beli wafer di mana ... ?" ujar Halilintar tanpa sadar.

Gempa mengerjap kaget. "Eh?"

.

.

.

.

Finizh

a/n :

Hayooo siapa yang disini kayak Halilintar? /plak

Emang yah, banyak banget godaan setan di bulan Ramadhan. Liat benda aja bisa gagal fokus, ngira itu makanan. Ati-ati terus ya gaes, demi kesejahteraan iman /apa

Makasih yang udah mampir~

Repiw kuy