Tittle : One These Night

Pairing : Daisuke Kambe x Haru Sato

Genre : Yaoi, Lemon, drama

Rating : M

Desclaimer : Karakter fanfiksi milik Yasutaka Tsuitsui. Plot milik saya.

Warning : Lgbt, Daisuke x Haru, OOC, lemon

Summary : Haru tidak menyangka, satu malam itu akhirnya mengubah segalanya. BL! Daiharu! Lemon!


"Iya pasti kami akan datang nanti malam." Gadis berambut merah muda sebahu mematikan sambungan telephonenya, ia meletakkan ponsel pintar dengan cashing bergambar permen warna-warni keatas meja. Tangannya meraih segelas es lemon yang terlihat sangat segar, meneguknya dengan tenang.

"Yoko, kau lihat obatku?" Pemuda lain muncul dari dalam kamar, rambut abu-abunya tampak berantakan dengan wajah pias luar biasa.

"Obat? Tidak. Memang kau taruh dimana terakhir?" Yoko mengalihkan perhatian pada sahabat karibnya itu. Haru mengelilingi apartmennya, membongkar apa saja yang terasa mencurigakan. Padahal semalam ia ingat betul obatnya diletakkan diatas nakas, namun obat itu sekarang raib entah kemana.

Haru mengacak kepalanya. "Aku taruh dinakas!"

"Tidak apa-apa tak meminumnya sekali kan? Nanti kita ke klink Saeki lagi untuk membelinya."

Haru mendesah kecil, ia duduk diatas sofa yang terasa keras. Merutukki dirinya sendiri yang selalu ceroboh seperti ini, padahal obat itu harganya tidaklah murah dengan gajinya sebagai penjaga perpustakaan yang sangat pas-pasan Haru sering sakit kepala memikirkannya.

"Jangan cemberut begitu! Ah bagaimana kalau nanti malam ikut denganku?" Yoko menaik turunkan alisnya.

Haru memincingkan mata. "Kemana?"

"Club malam! Temanku Hiroshi jadi DJ dan dia memberi tiket dua buah untukku gratis dan ditempat VIP. Ikut ya?" Bujuk Yoko.

Haru berdecak. "Aku tidak pernah datang ketempat seperti itu jadi jawabanku tidak."

Yoko mengecurutkan bibir tipisnya kesal, ia melipat kedua tangannya didepan dada dan merajuk pada sahabat karibnya itu. "Ayolah! Sekali saja! Aku tidak mungkin berangkat seorang diri, kau tidak kasihan pada sahabatmu ini?"

"Kau sering ke club malam sendirian. Jangan drama!" Haru menjitak kepala Yoko, teriakan kesakitan Yoko terdengar nyaring didalam apartmen bertipe LDK itu.

"Anggap saja refreshing! Semua sudah ditanggung Hiroshi kok! Kita hanya perlu datang, duduk, dan menonton!" bujuk Yoko tidak menyerah. Dasar gadis pemaksa! Dengus Haru dalam hati.

"Benar hanya begitu saja?" Tanya Haru curiga.

Yoko mengangguk cepat. "Tentu saja! Jangan kolot Haru! Kau seperti mendiang nenekku saja, datang ke club bukan berarti kau harus melakukan seks kok! Aku lebih suka menari dan minum daripada melakukan seks. Tergantung kau sih."

Haru menimbang-nimbang ajakan Yoko. Selama dua puluh lima tahun dirinya hidup, Haru tidak pernah sekalipun datang ke club malam sebenarnya Haru juga ingin namun karena ia tak punya terlalu banyak uang dan Haru memiliki satu alasan lain ia tidak pernah mendatanginya. Mungkin ini kesempatan yang bagus, kapan lagi datang ke club secara gratis? Ia hanya perlu menjaga diri dengan baik maka semua bukan masalah!

"Baiklah."

Yoko berlonjak gembira diatas sofa Haru.

.

.

"Yang benar saja!" Yoko memekik kaget melihat Haru sudah selesai bersiap, seperti yang dijanjikan mereka akan berangkat pukul sembilan malam. Yoko sudah siap dengan hotpants, stilleto peach, tanktop putih berbalut kemeja peach yang tidak dikancingkan. Wajahnya dirias natural hanya dibubuhi bedak tipis, maskara yang membuat bulu matanya terlihat sedikit lebih lentik, dan bibir berpoles lipstik merah muda. Intinya penampilan Yoko sudah sangat cocok untuk pergi ke club malam. Namun Haru?

"Ini pakaian terbaikku!"

"Mana ada orang yang pergi ke club dengan kaos gambar bebek!" Yoko benar-benar tidak habis pikir dengan selera berpakaian Haru. Dibanding pergi ke club, Haru malah lebih cocok untuk main di Taman Kanak-Kanak. "Ya sudahlah! Kita sudah terlambat!" Yoko tidak punya waktu untuk menyuruh Haru berganti pakaian, mereka harus segera pergi ke club.

Mereka naik taksi selama lima belas menit, Haru turun dari taksi bersama Yoko pemuda berambut abu membaca tulisan besar 'Babiesface'. Dua penjaga berwajah seram terlihat menunggu didepan pintu masuk, Yoko menunjukkan tiket pemberian Hiroshi pada dua penjaga itu. Mereka mengangguk, terlihat menghubungi seseorang. Tak beberapa lama pemuda berambut pirang dengan name tag Kamei Shinnosuke muncul, memandu Yoko dan Haru menuju tempat VIP.

Haru menutup telinganya ketika suara musik yang sangat keras terdengar, kepalanya pusing karena lampu-lampu berganti warna dan bergerak tak beraturan, ruangan penuh sesak dengan orang-orang menari liar, dan beberapa diantaranya saling sentuh tanpa tahu malu. Haru mengalihkan perhatiannya dengan gugup, malu sendiri melihat pemandangan tersebut.

Mereka menaiki tangga menuju lantai dua, tempat VIP bisik Yoko ketika Haru bertanya. Pelayan Kamei menanyakan apa yang mereka pesan, Yoko segera menyebutkan vodka. Minuman apa itu? Haru tidak tahu. Setelah menunjukkan tempat mereka, Shinnosuke berlalu. Yoko menarik tangannya agar duduk diatas sofa merah empuk dari kain beludru, dari sana mereka bisa melihat jelas lantai dasar. Haru memandang semua itu dengan tatapan khas bocah kampung yang baru saja melihat kota besar.

"Hiroshi belum tampil." Yoko berucap kencang, namun suaranya terasa sangat kecil bagi Haru. tertandingi oleh suara musik keras.

"Kapan dia tampil?" Tanya Haru dengan suara tak kalah kerasnya.

Yoko menggendikkan bahu. "Sebentar lagi mungkin!"

Shinnosuke muncul mengantar pesanan Yoko. Haru melihat minuman itu dengan tidak paham.

"Aku boleh pesan orange juice saja?" Tanya Haru yang langsung mendapat sikutan Yoko, Shinnosuke sudah pergi.

"Jangan mempermalukanku! Kita harus mabuk!" Yoko menyodorkan gelas berisi cairan cokelat terang. "Ayo minum."

Haru meneguk minuman itu dan memejamkan matanya erat karena rasanya yang aneh. Yoko tertawa melihat ekspresi Haru yang menurutnya benar-benar lucu, ia menambahkan lagi setelah minuman Haru habis. Terus seperti itu sampai Haru mulai agak mabuk.

"Woah! Hiroshi mulai tampil!"

Suara musik DJ membuat orang-orang semakin menggila, mereka menari semakin liar karena hari sudah benar-benar larut. Haru hanya menganggukan kepala beberapa kali, ia tidak punya keahlian menari semacam itu.

"Ayo turun!" Yoko menarik tangan Haru.

"Hah? Aku tidak bisa menari!" Haru menggeleng kencang, ia kembali meminum vodka hingga mabuk. Yoko tidak perduli, ia mengajak Haru turun kelantai dasar. Haru yang sudah pening tidak bisa melawan, apalagi ketika Yoko membawanya ketengah dance floor. Berdesakan dengan banyak orang, meski awalnya ragu Haru mulai ikut menari. Meliukkan tubuh mengikuti insting, beberapa gadis tertawa melihatnya.

"Kau menari sangat bagus tapi bajumu seperti anak TK." canda mereka sambil berlalu, Haru sudah tidak perduli. Pun, ketika Yoko memisahkan diri darinya. Haru hanya ingin melepas stress saja.

Haru sedikit kaget ketika pantat berbalut celana jeans miliknya diremas seseorang. Ketika ia menengok kebelakang, matanya langsung bersirobok dengan kepingan biru kehitaman. Wajah datar namun bibirnya membentuk senyuman miring.

"Mau menari denganku?" Bisik orang itu dengan suara dalamnya, Haru merinding ketika dengan sengaja bibir pria itu menyentuh telinganya. Seharusnya Haru menolak, sosok dibelakangnya adalah pria! Haru seharusnya menari dengan wanita cantik bertubuh seperti gitar Spanyol! Akan tetapi, Haru sudah merasa terhipnotis.

"Hh, wajahmu mirip orang yang sangat kubenci. Si brengsek Daisuke." Haru yang sudah mabuk melontarkan perkataan tak bermutu. Ia terkekeh sendiri kemudian.

"Benarkah?" Tanya orang itu. "Menarilah untukku."

Bagaikan budak, Haru menurut saja. Ia menari seperti tadi, namun bedanya kini ia memiliki partner. Mungkin karena tidak tahan godaan sosok itu membalikkan tubuh Haru yang sedikit lebih tinggi darinya, memaksa Haru menundukkan kepala dan ia meraup bibir Haru dengan kelaparan. Haru masih sangat awam dengan hal-hal semacam ini, ia tidak tahu harus berbuat apa dan hanya diam menikmati. Basah, lembut, hangat. Haru semakin mabuk saja rasanya!

Haru mengerang ketika merasakan sesuatu yang hangat menyentuh putingnya, pria itu terlalu gesit sampai Haru tidak menyadari bahwa tangannya sudah menyusup masuk kedalam kaos bebek Haru.

Gadis-gadis berbisik. "Itu bukankah Daisuke Kambe?"

"Benarkah?! Ya Tuhan dia tampan sekali!"

"Ups, lihatlah dia menyukai laki-laki!"

"Shit! Mereka serius melakukan itu?! Disini?!"

"Haha dengan senang hati aku menonton!"

Haru melepaskan diri ketika ia membutuhkan pasokan udara. Pria dihadapannya benar-benar ahli! Berbeda sekali dengannya! Wajahnya memerah sempurna, Daisuke Kambe gemas setengah mati pada Haru. Perduli setan Haru sangat membencinya, toh saat ini Haru tidak sadar bahwa ia adalah pria yang selama ini dibenci olehnya.

"Let's Jump! Jump! Jump! Guys!" Musik bertempo sedikit lambat, Hiroshi memimpin kali ini. Haru melompat layaknya seekor kelinci, Daisuke memperhatikan dalam diam. Pinggang sempitnya, pantat sintalnya. Kepalanya tidak bisa diajak berpikir lagi. Ia menangkap tubuh Haru, mendekapnya erat. Haru mengernyit dalam, lantas mendesis ketika suara resleting celananya dibuka terdengar samar.

"Jangan!" Haru meronta, Daisuke bukanlah tandingannya. Pria itu mendekap Haru semakin kuat, memaksa Haru untuk tidak banyak bergerak.

Hiroshi turun ke ministage, ia membawa satu botol bir. Tertawa puas melihat aksinya sangat disukai orang-orang.

"Sekarang-" Haru menegang ketika sesuatu yang hangat mengenggam benda kebanggaannya, matanya terbelalak lebar. "Shake! Shake! Shake!" Hiroshi beucap sembari mengocok botol bir, begitupula yang dilakukan oleh Daisuke. Disentuh oranglain adalah hal yang sangat asing bagi Haru, rasanya sangat berbeda ketika ia menyentuh dirinya sendiri. Kepalanya blank, ia hanya bisa mengerang kecil karena sensasi aneh yang diciptakan pria asing berwajah mirip Daisuke Kambe! Musuh abadinya sejak sekolah!

Hiroshi mengocok botol birnya semakin kuat, pria itu melakukan hal yang sama. Napas Haru memburu, keringat mulai merembes dipelipisnya. Bibir bawah digigit kuat.

"Lepaskan!"

Cairan bir menyembur membasahi tubuh orang-orang yang berada di dance floor, secepat cairan keemasan menyembur keluar botol maka secepat itu pula pelepasan Haru. Suara teriakan leganya terdeam oleh suara berisik orang-orang disekitarnya. Daisuke tersenyum miring, merayakan keberhasilannya ini.

"S-sudah." Haru melepaskan diri, ia segera menarik kembali slereting celana jeansya. Tidak mau ada hal yang lebih dari ini, meski Haru akui bahwa sensasinya luar biasa. Ia tidak bisa melakukannya!

Haru berusaha mencari Yoko, kenapa ia baru sadar jika sudah terpisah dengan sahabatnya itu?

"Aku belum selesai." Daisuke mencekal tangan Haru.

"B-belum apanya?"

"Aku sudah memuaskanmu, kini giliran kau."

Haru menelan ludahnya susah payah. Ia berusaha menarik tangannya namun gagal.

"Lagipula kau tidak akan hamil, jika kau homophobic kau sudah memberontak sejak tadi."

Daisuke menyeret Haru menuju deretan kamar yang disediakan oleh club itu, ia segera mengunci pintu dan membanting tubuh Haru keatas ranjang yang tidak terlalu besar. Haru mundur, berusaha menjauhi pria itu.

Hap! Sang pria melompat keatas ranjang seperti bajing. Memerangkap Haru diantara tubuhnya dan kepala ranjang, matanya terlihat sangat kepalaran. Ia melepas jas dan dasi, membuangnya keatas lantai dengan sembarangan mendadak Haru tremor.

"Jangan mendekat!" Jeritnya.

"Kenapa?"

"Aku tidak mau!"

"Tidak adil sekali." Daisuke berdecak kecil.

Ia kembali membawa Haru dalam sebuah ciuman panas, Haru memberontak. Ia memukuli lengan Daisuke bahkan mencakarnya, sayangnya kukunya kesulitan menembus kemeja licin Daisuke. Kakinya berusaha menendang Daisuke menjauh, kepalanya digerakkan beberapa kali.

"Ayolah jadilah bebek yang manis dan ikuti saja." Daisuke mendesah kecil karena Haru terlalu sulit untuk ditaklukkan.

"Bebek?!"

"Bajumu bergambar bebek." Komentar Daisuke, hidung bangirnya menelusuri leher jenjang Haru. Menghirup aromanya dalam, sangat segar beraroma buah-buahan. Gemas, Daisuke menggigit leher Haru dan menghisapnya dalam.

"A-apa?! Hoi sakit!" Haru menjambak rambut legam Daisuke, tampaknya Daisuke tidak gentar. Ia semakin rajin melahap leher Haru, sementara Haru mendongak karena geli. Hal ini memudahkan Daisuke untuk memberikan tanda sebanyak mungkin.

Haru medengus keras ketika Daisuke menggigit tepat pada daerah dilehernya yang berdenyut, kepalanya sudah tidak bisa diajak berkompromi lagi. Ia bahkan tidak sadar Daisuke sudah melepas kaos bebeknya dan membuangnya, membuatnya bercampur dengan jas mahal Daisuke.

Daisuke mundur, ia menarik kaki Haru membuat si abu berbaring sempurna diatas ranjang. Senyum miring Daisuke kembali terbit, puas melihat sosok yang selama sekolah dulu dikenalnya sebagai anak pemberani dan ketus sudah ada dibawah kendalinya. Ya, masa sekolah yang lucu bagi Daisuke. Haru yang benci pada orang kaya dan ia putra keluarga terkaya di Asia. Daisuke sadar betul, Haru selalu memberi tatapan penuh benci padanya.

Kecupan, jilatan, gigitan ia torehkan diatas kulit Haru. Seolah menunjukkan pada siapapun bahwa Haru hanyalah miliknya. Celana jeans sudah tanggal disertai celana dalam hijau lumut Haru yang membuat Daisuke mendengus dan Haru mendelik kesal, sepatu Haru juga dibuangnya. Ia hanya menyisakan jam tangan dan sepasang kaos kaki. Baginya, Haru tampak seksi seperti ini.

Daisuke tidak mau membuang banyak waktu, ia melepas celananya membiarkan bagian bawahnya telanjang sementara kemeja masih melekat ditubuhnya. Ketika melakukan hubungan seks, Daisuke tidak suka jika dirinya benar-benar telanjang bulat. Ia lebih senang masih menyisakan kemeja ditubuhnya atau masih berpakaian lengkap. Entahlah, sejak dulu ia sudah seperti ini.

"Hisap." Daisuke memberikan perintah mutlak, menyodorkan benda kebanggannya yang sudah menegak pada Haru.

"Tidak mau ak-"

Meluncur masuk dengan mudah. Daisuke bersyukur dengan sikap cerewet Haru itu. Haru mendelik kesal.

"Sampai menggigitnya, awas saja." Ancam Daisuke. Perlahan, Daisuke menekan miliknya kedalam mulut Haru. Menariknya, memasukkannya kembali berulangkali. Lidah Haru tidak sengaja membelai miliknya, membuat Daisuke menggeram. "Telan lebih dalam." Bisik Daisuke, memaksa masuk. Tonsil disentuh, Haru memberontak kuat karena mual mulai menyerang. Daisuke tidak perduli, ia memasukkan miliknya semakin dalam. Mengerang kuat ketika sudah berhasil masuk tenggorokkan Haru, sensasi diremas yang membuatnya nyaris gila. Napasnya memberat, ia menggerakkan pinggulnya maju-mundur-maju-mundur terus begitu.

Perut Haru ingin memuntahkan seluruh isinya, airmata menggenang, dan air liur mengalir dari celah bibirnya. Tangannya berusaha meraih pinggang Daisuke agar pria itu menjauh. Setelah puas, Daisuke menarik keluar kejantanannya. Haru terbatuk hebat, airmatanya mengalir semakin deras dan itu membuat Daisuke tidak bisa menahan dirinya lagi.

Ia mengambil lubrikan sachet dari dalam celana kain, melumuri benda miliknya dengan lubrikan yang sangat licin dan dingin. Tangannya sigap mengambil bantal, memasangnya dibawah pinggang Haru sementara kedua kaki Haru diangkat melingkar dipinggangnya.

"Apa yang akan kau lakukan?!" Teriak Haru ngeri. "Setidaknya pakai pengaman!!!"

"Kenapa kau panik hm? Kau tidak mungkin hamil dan aku bersih." Daisuke menekan miliknya masuk, Haru melotot hebat. Ia berusaha memberontak dan melepaskan diri, namun Daisuke tidak membiarkannya begitu saja. Meski sudah dilumuri lubrikanpun terasa masih agak sulit untuk masuk, tapi Daisuke menyukai sensasinya.

Haru menjerit kecil ketika Daisuke sudah membenamkan diri sepenuhnya. Napas terputus-putus, rasanya benar-benar sakit. Daisuke menyisir rambut yang jatuh dikening dengan jarinya, ia mengusap wajah Haru dan tersenyum kecil. Mengecup pipi Haru sebelum bergerak.

Satu dua tiga. Haru sudah lupa pada segalanya, rasanya aneh. Geli namun juga sakit, punggungnya sedikit melengkung ketika Daisuke menyentuh sebuah titik yang membuat kepalanya terasa ringan. Bulu kuduk meremang, Haru mendesah kecil. Ia mencengkram sprai putih yang menjadi alas, matanya terpejam kuat kala merasakan titik itu disengol beberapa kali.

Sesekali Haru mendesah, kemudian menyebut nama Tuhan. Haru menutupi matanya dengan lengan, meski sulit mengakuinya Haru menyukai apa yang sedang terjadi ditubuhnya. Daisuke meraih tangan Haru yang lain, mengecupi jemarinya.

Gerakannya semakin kasar, ia bergerak semakin liar dan kencang. Haru mengerang lebih keras, ditumbuk ditempat yang sama berulangkali dengan kecepatan ekstra. Haru sampai tidak tahu mengapa airliurnya mengalir dan airmatanya ikut mengalir, semua terlalu luar biasa bagi orang yang tidak pernah melakukan seks seumur hidupnya.

Daisuke menggeram, Haru akan sampai setidaknya itu yang berhasil ia tangkap sebab otot dalam Haru meremasnya kuat-kuat. Ia memperkuat temponya hingga akhirnya Haru merasakan gelombang luar biasa, rasanya seperti ingin buang air kecil. Haru bahkan takut bahwa ia buang air kecil sungguhan! Namun alih-alih cairan berbau pesing, Haru malah memuntahkan cairan kental berwarna putih. Tubuhnya seketika lemas sembari menjerit kecil penuh kelegaan. Daisuke menyusul tidak lama kemudian, memenuhi Haru dengan benihnya.

Daisuke membalik tubuhnya, memaksa Haru untuk mendudukki benda kebanggaannya. Haru sudah kehabisan tenaga, ia menurut saja tanpa melakukan perlawanan. Pun, ketika Daisuke memasuki dirinya lagi dan lagi. Rasanya kali ini lebih intens, seolah Daisuke bisa menyentuh tempat terdalam. Haru memejamkan mata kuat, kepalanya mendongak, Daisuke menghisap bahunya dan meninggalkan tanda.

Daisuke mencengkram pinggang sempit Haru, mungkin Daisuke memiliki pengalaman seks yang lebih hebat dari Haru. Namun baginya, malam ini adalah yang terhebat.

"S-sebentar!" Haru memohon, Daisuke tidak mau dengar. Ia bergerak kencang, andai Haru tidak dipeganginya maka Haru akan terlempar dari ranjang. Haru memegang kedua tangan Daisuke, ia sampai pada pelepasan kedua disusul Daisuke tidak lama kemudian.

Haru ambruk diatas ranjang dan langsung mendengkur, kelelahan dan sudah tak punya tenaga lagi. Daisuke mengatur napasnya yang berantakan, ia berbaring disebelah Haru. Menarik selimut dan mencuri kecupan singkat dibibir Haru.

Setelahnya ia mengambil ponsel dan menghubungi sebuah nomor.

"Hm, Yoko dia bersamaku sekarang. Tidak perlu cemas, jika Haru sampai hamil aku akan tanggungjawab. Kau tahu sendiri aku menyukainya sejak lama." Daisuke memandang langit-langit kecokelatan diatasnya. "Dan terima kasih sudah menyembunyikan obat itu. Kuyakin, dia akan hamil."

Andai Haru tahu, semua ini adalah skenario antara sahabat baiknya dan pria yang sangat dibencinya.


End


OMAKE

Haru memandang sengit rumah megah yang ada dihadapannya, rahangnya mengeras dan alisnya menukik kesal.

"Tobio." Ia menunduk, menatap bayi berusia delapan bulan yang ada dalam balutan gendongannya. Bayi bermata tajam dengan rambut hitam legam beriris biru kehitaman, duplikat sempurna sosok yang menyumbang keberadaan bayi kecil bernama Tobio.

"Mammamam?" Tobio mengenggam mainan berbentuk replika bola voli favoritnya. Mata tajamnya memandang penuh ingin tahu sosok yang sudah melahirkannya.

"Saatnya dia bertanggungjawab!" Haru panas hati. Teringat kejadian dimana ia pergi ke club malam dan melakukan seks pertama kali dalam hidupnya! Sialnya partner seksnya adalah Daisuke, sosok yang sangat ia benci karena selalu sombong dengan kekayaannya! Pagi itu, Haru nyaris terkena serangan jantung ketika menyadari kenyataan bahwa Daisuke memeluknya dalam keadaan telanjang!

"Mamammama!" Tobio bertepuk tangan, tertawa dengan suara khas bayinya membuat Haru bahagia. Ia mengecup pipi bulat Tobio.

Satu bulan setelah itu Haru mengandung, ya dia memang laki-laki yang agak berbeda dimana dia bisa mengandung. Setiap hari, Haru harus meminum obat yang selalu dibelinya dari klinik Saeki agar meminimalisir kemungkinan hamil. Tapi, yah mau bagaimana lagi semua sudah terjadi. Haru kabur ke pegunungan Komori, melahirkan disana dan kembali ke Tokyo untuk menuntut balas dari Daisuke!

"Ayo Tobio!"

"Mammammam!!"


End beneran

Fufufufufufuf /ngakak gelindingan/