Bungou Stray Dogs milik Asagiri Kafka dan Harukawa Sango
Agensi Detektif Bersenjata punya banyak musuh, itu tidak bisa dipungkiri. Beberapa dari mereka melakukan penyerbuan langsung, ada juga yang datang sebagai klien.
Dazai melenggang dengan santai menuju ruang kantor agensi. Dia tahu dia terlambat sekitar sepuluh menit pagi itu, tapi teguran Kunikida tidak akan cukup untuk mendisiplinkannya.
Berdiri di depan pintu masuk, Dazai menghentikan langkahnya. Rasanya ada sesuatu yang aneh. Suasana di balik kayu sekian senti itu berbeda dari biasanya. Pada hari-hari normal, dia akan mendengar bunyi ketikan cepat komputer Kunikida, celetukan malas Ranpo atau suara Atsushi bertanya seputar pekerjaan pada Tanizaki. Tapi sekarang bunyi-bunyian khas itu seolah lenyap.
Sebagai gantinya, ada bunyi barang-barang dilempar dan rengekan tidak jelas. Dazai memejamkan matanya spontan ketika mendengar bunyi kaca pecah seolah-olah ada yang membanting gelas dari dalam.
Pelan-pelan, maniak bunuh diri itu membuka pintu. Pemandangan yang terpampang di hadapannya membuat pria itu ingin kembali ke asrama dan melanjutkan tidurnya yang terganggu.
Para anggota agensi secara ajaib berada dalam wujud anak-anak. Dazai biasa menampilkan sikap layaknya bocah, tapi dia sangat yakin bahwa menjadi pengasuh bukanlah spesialisasinya. Lihat saja salah satu hasil campur tangannya, Akutagawa.
"Kamu siapa?" Bocah berpakaian serba putih yang sepertinya siap untuk pergi ke dojo dan berlatih pedang, bertanya pada Dazai. Sorot matanya yang tajam dan rambut peraknya membuat Dazai langsung mengenalinya sebagai Fukuzawa. Lebih tepatnya Fukuzawa Yukichi berusia 12 tahun.
"Apa ini tempat penitipan anak? Tapi aku harus segera berangkat sekolah." Ranpo dengan seragam SD nya turut bertanya.
Dazai menghela napas. Bukan hanya kembali ke versi kanak-kanak, mereka juga tidak memiliki memori sebagai orang dewasa. "Benar, ini tempat penitipan ~" Dazai akhirnya melangkah masuk. "Akan terjadi badai yang parah jadi untuk sehari ini kalian dititipkan di sini." Dia mengarang alasan dengan lancar. "Ehm, singkatnyaa, dilarang keluar tanpa izin!"
Atsushi merangkak keluar dari bawah meja, bocah 6 tahun itu terlihat ketakutan dengan lingkungan barunya. Dia menatap ngeri pada Kenji yang tersenyum lebar sambil mengangkat sebuah kursi dengan sebelah tangan. Kenji mungkin setahun lebih muda darinya sekarang. Anak itu hanya ingin berteman, tapi tindakannya malah berefek kebalikan.
"Ngomong-ngomong namaku Dazai. Semoga ini akan jadi hari yang menyenangkan." Dazai memperkenalkan dirinya tanpa meminta perhatian lebih dulu. Sambil jalan, dia mengambil kursi dari Kenji dan mengembalikannya ke posisi asal. Lalu dengan sebelah tangan menggendong Kyouka yang menangis pelan, dia menggunakan tangan satunya untuk mengumpulkan pecahan kaca yang berserakan.
"Nih," Kunikida, yang mungkin berusia 7 tahun berinisiatif mengulurkan kain lap.
"Terima ka... "
Belum selesai Dazai mengucapkan kalimat penghargaan standar, anak berambut pirang itu sudah buru-buru berlari pergi. Dazai sempat bengong melihat Kunikida yang menggumamkan perkalian tujuh sambil mencoret-coret kertas buram.
Di depan sofa, Tanizaki dan Naomi asyik berceloteh dengan bahasa yang agaknya hanya dipahami mereka berdua. Yosano sendiri menyendiri di depan jendela.
"Yosano-sensei, apa yang kamu lihat?" sapa Dazai. Terlihat sedikit keringat di wajahnya setelah berhasil membereskan sebagian kekacauan ruangan.
"Itu... " Yosano menunjuk ke luar. Dazai tidak sempat memperhatikan. Kenji menarik-narik tangannya sambil meminta apa pun untuk dimakan. Seolah terinspirasi, Ranpo mengeluh bahwa dia bosan dan meminta Dazai membawakannya mainan.
Entah konflik apa yang terjadi antara kakak beradik Tanizaki, tapi tiba-tiba saja mereka menangis keras-keras dengan Naomi memukul-mukul kakaknya. Atsushi dengan takut-takut berusaha melerai, namun malah terkena pukulan nyasar dan ikut-ikutan menangis.
Dazai melepaskan pegangan Kenji, mendorongnya pelan ke arah Fukuzawa yang tiba-tiba pucat ketika bocah lima tahun itu menghampirinya dengan senyuman lebar.
Yosano beranjak dari jendela, dengan ketus memarahi Ranpo yang mencubiti pipi Kyouka. "Hentikan, ntar dia bangun lagi." Tangannya menghalau dengan ekspresi cemberut.
"Huh?" Ranpo menghentikan kegiatannya sejenak. "Tapi asyik," Detik berikutnya dengan cuek jarinya kembali menoel pipi Kyouka yang tidur menyandar di sofa.
"Hentikan kataku!" Yosano meninggikan suaranya.
"Gak mau."
Di tengah ruangan, Dazai dikelilingi bocah-bocah yang mengadu tidak jelas padanya. "Iya, iya," Dazai membenarkan secara asal ketika Tanizaki berceloteh cepat, sepertinya membela diri. "Nah, sekarang baikan," perintahnya pada kedua bersaudara itu.
Dazai sendiri sedang mengusap-usap kepala Atsushi yang tadi kena pukul. Anak itu berhenti menangis dan awalnya kelihatan waspada dengan sentuhan, tapi dalam beberapa saat menjadi lebih tenang. Dazai mengaitkan reaksi itu dengan perlakuan buruk kepala panti yang agaknya menimbulkan sikap paranoid parah.
"Heaa!" Kenji berseru mengambil ancang-ancang, siap melempar sebuah kardus yang ditemukannya di bawah meja ke arah Fukuzawa. Fukuzawa sendiri berdiri tegak dari jarak beberapa meter dengan pedang kayu tergenggam.
"Ah ... " Satu-satunya orang dewasa di situ hanya bisa menghela napas lelah melihat jenis permainan ekstrim yang mereka cetuskan. Fukuzawa mengayunkan balik kardus itu dengan pedang kayunya, seolah itu tongkat bisbol. Kenji sendiri juga kembali menangkap kardus tadi, yang isinya tak lagi utuh dengan amplop-amplop dari dalamnya berserakan ke luar.
Yosano dan Ranpo yang dari tadi bersahut-sahutan tiba-tiba berhenti untuk menonton permainan Fukuzawa dan Kenji. Dimana
Kunikida yang secara spontan merasa tidak nyaman ketika melihat dokumen-dokumen bertebaran di lantai meminta agar itu dihentikan.
"Kalian belum sarapan?" tanya Dazai, berhasil mengamankan kardus itu ke tempat yang lebih tinggi. Anak-anak itu menggelengkan kepala.
"Apa di sekitar sini tidak ada kafe?" tanya Ranpo. Dia cukup heran dengan ruang penitipan yang berada di ketinggian sekian meter dari tanah.
"Ada, biar aku yang ambilkan sesuatu untuk dimakan." Dazai memutuskan. Membiarkan orang luar tahu situasi agensi sekarang lebih banyak ruginya.
"Ehm, selagi aku ambil makanan, jangan ada yang keluar, lho! Fukuzawa-kun, kamu yang pimpin anak-anak lain, ya, mulai sekarang panggilanmu 'Shachou'!"
Fukuzawa mengerutkan dahinya, tetapi tidak menolak. Dia mungkin heran, dari semua panggilan kenapa yang dipilih 'pengasuh' itu malah sebutan Shachou.
Dazai membuka kenop pintu dengan hati-hati, tidak terkejut ketika melihat kilauan logam dari kejauhan, sesuatu yang mungkin dilihat Yosano tadi.
'Sniper ... tapi aku tidak ditembak ketika masuk pertama tadi. Jadi siapa yang diincarnya? Musuh sengaja mengubah anggota agensi menjadi anak-anak, apa untuk melemahkan mereka? Kalau begitu, kenapa tidak mengambil tindakan lebih lanjut sebelum aku datang tadi?'
Sementara berpikir, Dazai kembali ke dalam dan mengambil handphone kecil Kyouka.
"Eh? Tidak jadi ambil makanan?" Ranpo menghampirinya.
"Sebentar, aku harus telepon seseorang dulu."
"Oh, oke."
Kenji ikut mendatangi Dazai. "Boleh keluar tidak? Aku ingin memberi makan sapi!"
Dazai tertawa kecil. "Nah, kita memang harus segera pindah tempat, tapi yang jelas bukan ke lokasi peternakan."
"Kenapa?"
"Di sini tidak aman."
Ranpo melompat ke atas sofa. "Maksudnya tentang badai yang kau bilang tadi?"
"Hmm, kemungkinan lebih bahaya dari itu."
Menyelesaikan panggilannya, Dazai kembali melenggang ke arah pintu. Kali ini dia benar-benar pergi.
Anak-anak yang tinggal di ruangan kantor itu kembali sibuk sendiri-sendiri. Iseng, Yosano meraih sebuah buku dari atas meja terdekat. "Panduan lengkap bunuh diri?" gumamnya mengeja judul. "Yang beginian ada bukunya juga, ya?"
"Lebih baik jangan baca." Fukuzawa mengambil alih buku itu dengan tatapan tidak setuju. "Kalau ini benar tempat penitipan anak, kenapa bisa ada buku seperti ini di tempat yang mudah dijangkau?"
"Lihat!" Ranpo merebut buku itu dari tangan Fukuzawa, begitu tiba-tiba sampai anak tertua di sana itu tidak sempat mempertahankan pegangannya.
"Dari tingkat kelecekannya, buku ini sudah sering dibaca setidaknya selama dua tahun." Anak itu bergumam rendah. "Susunan ruang ini ... benda-benda yang ada, jelas saja ini bukan tempat penitipan."
"Kupikir juga begitu." Yosano menyetujui. "Lalu apa orang tadi itu semacam penjahat?"
"Aku tidak merasakan niat buruk darinya." Fukuzawa berpendapat.
"Tapi Dazai itu jelas penuh dengan kebohongan," timpal Ranpo.
Bersambung?
(Sebenarnya, ini sudah kutulis sejak setahun lalu ...)