You Are My World

Cerita ini dimulai dari eps dimana L dan Light pernah satu kampus. Light dibuat mati sama L disini bukan Near.

Oneshoot L Lawliet x Hinata Hyuuga

Rated T

Happy Reading!

Kisah ini bermula dari... bagaimana menceritakannya? Atau anggap saja, pada hari coklat ketika itu. L adalah lelaki nyentrik, menggunakan kaus putih berlengan juga celana kusam yang kebesaran. Sikapnya aneh. Dia bisa berlaku normal sih, tapi, ketika sedang serius memikirkan sebuah kasus rumit ia akan lebih memilih duduk berjongkok sembari memainkan bawah bibirnya dengan jemari tangan.

Lelaki Lawliet itu memang begitu. Tak ada hal spesial dalam dirinya yang terlihat dapat menarik seorang perempuan. L juga memiliki sifat egois dalam hal makanan manis. Semua pikirannya hanyalah makan saja layaknya sehari tanpa manis dapat membunuh kerja otaknya. Mungkin, ada hal spesial yang ada dalam diri lelaki itu, jenius misalnya?

Setelah kasus kira selesai--oh anggap saja begitu, oke--L melanjutkan kegiatan tertundanya di kampus beberapa hari, kebetulan bulan itu adalah bulan februari. L tumbuh dan besar bersama Watari, tak pernah mengalami perasaan-perasaan yang timbul di rongga dada ketika mereka menyebutnya jatuh cinta? Jika jatuh cinta pada kue vanila yang manis, mungkin L sering sekali merasakannya. Mengunyah lahap semua gula seperti makanan yang memberinya nafas bukannya oksigen. Maka, L tidak pernah tahu perasaan itu. Jatuh cinta pada seorang gadis sama sekali tidak ada dalam daftar rencananya.

Sama sekali tidak ada.

Tergopoh-gopoh gadis berambut indigo itu berlari dan berhenti tepat di hadapan si lelaki berkantung hitam, L menoleh, menatapnya lurus lalu menemukan gadis satu jurusannya tersebut menyodorkan sebuah kado berpita berbentuk love. L terdiam memperhatikan. Apakah itu coklat? L mengambilnya begitu saja sebelum gadis berambut indigo itu mengeluarkan suara. Jika gadis itu berniat memberinya, L tidak keberatan untuk menerima benda manis tersebut. Lelaki berambut hitam itu mulai membuka bungkus dengan tidak sabar.

Mungkin harus ada sedikit penjelasan tentang gadis di depannya ini. Namanya Hyuuga Hinata. Gadis berambut ungu dengan iris bulan lavender. Dia gadis cerdas, sedikit aneh, pemalu dan kikuk. L tidak terlalu mempedulikan. Atensinya kemarin-kemarin hanya tertuju pada kasus pembunuhan dengan buku shinigami. Tentunya, L sedikit tidak terlalu mengenal Hinata. Penampilannya sama sekali tidak menarik. Jaket ungu kebesaran dan celana selutut disertai rambut yang dibiarkan tergerai, tidak seperti gadis lain yang mengenakan pakaian mini mempertontonkan tubuh, mungkin gadis ini memang sedikit berbeda.

Jadi... sudah berapa kali L mengungkapkan kata 'mungkin'?

Hinata bergerak gelisah, wajahnya memerah layaknya kepiting rebus, matanya resah kesana-kemari. Hinata menyatukan kedua jarinya gugup. Dan oh lihatlah lelaki itu! L bahkan mengunyah coklatnya tanpa mempedulikan gadis Hyuuga yang berdiri di depannya nyaris pingsan. Ayolah! Dia detektif hebat! Seharusnya L mengerti bahwa jika gadis memberi coklat maka... maka... gadis itu sedang mengutarkan perasaannya!

-atau seperti itulah.

"A-a-a-ano..." Hinata berujar gugup. Peluh membanjiri penuh ketakutan akan penolakan.

Lelaki itu mulai menjilati coklat yang lumer di jemarinya. Satu demi satu, tak ingin cepat menghabiskan makanan manis yang pas terasa di lidah itu.

Hinata masih berdiri nyaris mati di tempat. Gadis itu kembali mencoba membuka suara. "Ano... a-ano... i-itu... a-a... Ryuzaki-san... a-a-aku... aku..." Hinata tak berani melanjutkan pernyataannya ketika dirinya hampir saja meledak dengan wajah panas, memerah kaku.

"Aku... a-aku... a-a-a-aku..."

"AkumenyukaimuRyuzaki-san!"

Gadis itu berteriak, membuat L melahap sisa coklat dalam sekali suapan. Lelaki itu menoleh menatap Hinata yang kini sedang memejamkan mata dengan kuat-kuat menahan malu. L mengerjap, menanyai pada dirinya sendiri apakah ia sedang mempunyai masalah dengan indra pendengaran? Namun, melihat ekspresi yang ditunjukkan Hinata untuknya. Sepertinya L memang tidak salah mendengar. Ia menelan saliva mendadak gugup.

"Hee?!"

Waktu seolah berhenti berputar. Hinata masih berdiri memerah, memejamkan mata erat dengan tubuh bergerak gelisah. L? Haha jangan ditanya, dia lari terbirit-birit meninggalkan Hinata begitu saja. Lari ketakutan seolah gadis itu merupakan hantu yang menyeramkan.

See?

Awal mereka berjumpa seperti bencana. Tak ada hal baik yang terjadi setelahnya. Lelaki Lawliet itu bahkan tidak pernah mengerti soal wanita. Ia hidup dikelilingi tumpukan buku-buku, dibesarkan Watari dengan dimanjakan oleh semua makanan manis, dan tak memiliki teman(?). L menyukai tantangan. Maka detektif adalah jawabannya. Lelaki itu mempunyai kekayaan yang berlimpah meski penampilannya berantakan, seperti: gelandangan, tak terurus juga pakaian yang nyaris hanya itu saja yang dirinya pakai setiap hari. L hanya diberkati otak terlampau jenius walau hobinya mengunyah permen, kue, dan gula. Dia adalah lelaki aneh. Right. Dialah si aneh, lalu mengapa seorang gadis sekelas Hinata menyukai dirinya yang penuh kekurangan begini?

Apa gadis itu salah menyatakan perasaan pada lelaki?

Jika gadis tersebut menyatakan perasaan pada Light--ahh lelaki yang cukup umum disukai perempuan. L tentu mempercayai hal tersebut. Light mempunyai kelebihan yang tidak dimilik L: bersikap normal seperti orang lain misalnya. Lelaki Lawliet itu bertanya-tanya mengapa Hinata bisa menyukai lelaki nyentrik macamnya? L hanya tidak terbiasa dicintai selain Watari yang sudah membesarkan lelaki itu.

Setelahnya, dimulailah acara menjadi penguntit dadakan. Biasanya untuk informasi kasus pelaku, L menggunakan suruhan untuk menguntit seseorang yang dicurigainya tersebut. Berbeda dengan gadis ini, L terlalu sungkan untuk meminta pada suruhan, lagipula memperhatikan Hinata bukanlah pekerjaan yang sulit. Jika L bersikap sedemikian rupa anehnya, Watari akan curiga dan itu membuat L sedikit malu.

Seperti yang sudah diduga L sendiri, gadis itu seperti penampilannya. Maksudnya sederhana dan manis. Dia bersikap apa adanya, senang mengunjungi perpustakaan juga sulit bersosialisasi pada lingkungan luar. Sifatnya agak mirip seperti L sendiri. Tanpa sadar L mengikuti langkah Hinata mengunjungi toko permen kapas. Satu hal yang baru diketahui L sekarang: gadis Hyuuga itu juga menyukai hal-hal yang berbau manis.

"Pa-paman... a-aku beli dua, satu dibungkus ya." Setelah Hinata berujar, paman penjual tersebut segera mengambil yang sudah dipesankan Hinata. Satu permen kapas yang dibungkus plastik, satunya lagi dibuka untuk segera dimakan. Hinata menorehkan senyum lebar, ia mulai merogoh kantungnya, iris bulan itu membola--sadar bahwa ia tak menemukan sepeser pun uang di sana. Berharap cemas, Hinata mulai merogoh ke tas, berdoa di dalam hati menemukan uang sisaan. Belum selesai dengan pencariannya. Hinata dikejutkan oleh tangan yang menyodorkan uang, lalu suara berat terdengar di samping telinga Hinata seolah berbisik.

"Aku membayarkan untuk perempuan ini."

Dan hanya dengan suara saja mampu membuat wajah Hinata memerah pekat karena tahu lelaki di belakangnya adalah lelaki yang sama ia nyatakan perasaannya tempo hari di hari valentine.

Gadis Hyuuga itu benar-benar mudah gugup, pemalu juga kikuk. Suaranya terbata-bata, kecil dan nyaris tak terdengar di telinga. Ia bahkan berbicara malu-malu di depan banyak orang ketika presentasi atau mengikuti acara amal panti asuhan. L mengakui bahwa Hinata memang berbeda dari banyaknya milyaran wanita di seluruh dunia. Layaknya sebuah kasus yang tak bisa L pecahkan dengan mudah.

Lelaki Lawliet itu menghentikan langkah, ia berdiri di tengah taman yang sepi. Iris hitamnya yang jarang tertidur nyenyak bergerak, lalu atensinya beralih pada kucing coklat putih yang mengeong menggesekkan tubuh berbulu kotor pada celana L yang kebesaran. L mengambil tubuh si kucing ringan, kemudian menghadapkan wajahnya pada hewan berkaki empat itu. Si mamalia kembali mengeong mencoba menggapai wajah L namun sebelum hal tersebut terjadi L menjauhkan si kucing pada wajahnya. Sedikit merepotkan rupanya. Merasa mendengar suara langkah kaki, L menoleh mendapati gadis Hyuuga berdiri di sana dengan pantulan cahaya senja, L tak berbohong bahwa gadis itu memang manis apa adanya.

"Mm... sumimasen... ano... Ryuzaki-san a-arigatou gozaimasu..." Jeda, Hinata menarik nafas menekan kegelisahan sembari mencengkeram kantung plastik berisi kue kering buatannya. "T-t-terimalah..." Lalu kemudian Hinata membungkuk sembilan puluh derajat sambil menyodorkan kantung tersebut pada si Lawliet. L mengerjap.

Hinata menegakkan tubuh, wajahnya penuh warna merah merona. Ia mencoba berbicara, mengutarkan maksud kedatangannya. "A-aku tahu Ryuzaki t-tidak akan menerima nominal uang karena s-sudah membantuku tempo hari. J-jadi a-aku berfikir u-u-untuk... ano... membuat kue... k-kumohon t-t-terimalah!" Dan terulang. Hinata kembali membungkukkan tubuh sembilan puluh derajat seperti sikap awal.

L menoleh ke arah lain sadar mobil mewah miliknya telah datang menghampiri, Watari sudah berdiri dengan pintu mobil yang terbuka. L kembali menoleh pada Hinata, menaruh kucing liar tersebut dalam gendongan lain kemudian menghampiri Hinata dan menerima pemberian gadis itu untuk kedua kalinya. Ia mengangguk singkat. "Oke." Mendengarnya membuat Hinata menegakkan tubuh lalu berbinar dengan senyum cerah, Hinata berujar riang. "Ah... arigatou!"

Sesaat L merasa jantungnya berdetak terlampau keras.

"A-apa... Ryuzaki-san berniat merawat kucing ini?"

L bergumam sebagai jawaban iya setengah sadar, namun yang terjadi selanjutnya adalah di luar prediksinya. Gadis itu tersenyum amat lebar, memperlihatkan wajah manis di tengah siraman senja yang indah. L tak bisa berfikir jernih ketika kata singkat keluar dari bibir Hinata yang kecil. "A-arigatou... a-aku senang Ryuzaki mau merawatnya..." Ah, mungkin semenjak hari itu? Atau memang sejak awal L memakan coklat pemberian Hinata di bulan februari? L merasa jantungnya bekerja berkali lipat lebih cepat dari biasanya, kemudian rasa panas menjalar menggrogoti sekitaran leher dan kedua telinga. Perut L terasa tersetrum jutaan volt menyenangkan--dalam artian baik tentunya. Dan ketika lelaki Lawliet itu sadar, Hinata telah melambaikan tangan pergi meninggalkan L begitu saja.

yeah...

Kita kembali ke masa sekarang.

Kita ulang sebentar. Ehem! Seperti inilah hidup, berputar dari pagi ke siang menuju sore lalu berakhir ke malam. Langit biru terlihat terhiasi benda putih mengapung yang disebut awan, matahari seperti biasa memancarkan sinarnya cerah. L memejamkan mata menikmati usapan halus bersandar di pangkuan si gadis. Rasa-rasanya, ia merasa nyenyak dengan posisi seperti ini. Merasa amat bahagia dengan hal sederhana bersama Hinatanya.

L membuka mata, iris hitamnya bergerak menengadah ketika Hinata memanggil namanya. Saat tatapan mereka bertemu, warna kemerahan menghiasi wajah Hinata--dan sejujurnya L menyukai pipi merona itu setelah pernikahan yang sudah dijalani mereka selama setengah tahun. "L-kun, a-aku baru ingat, kemarin aku belum membeli novel dan buku resep memasak yang terbaru... a-ano besok temani aku ya?"

Hening. Dan L senang memperhatikan ekspresi Hinata yang menatap penuh harap seperti ini.

"Aku ingin kue stroberi."

Hinata tersenyum lebar, kedua mata bulatnya berbinar cerah. Ia mengangguk semangat. Maksud dari perkataan L adalah bahwa bayaran setelah menemani gadis itu ialah Hinata harus membuatkannya kue krim stroberi. Tentu saja hal itu mudah. Tanpa menahan diri, seperti biasanya, Hinata mengecup wajah L gemas sebagai ungkapan terimakasih kemudian menorehkan senyum lebar memperlihatkan deretan gigi yang rapih.

Dasar...

L tidak percaya ia jatuh cinta pada gadis pemalu-kikuk-agresif ini. Meski begitu, L bersyukur Hinata adalah perempuan yang menjadi gadis pertama yang mengisi sisa hidupnya. L tidak pernah menyesal saat dirinya menjadikan Hinata menjadi miliknya seorang.

Dan ketika L sudah jatuh cinta, lelaki berkantung hitam yang senang manis itu mencoba mengungkapkan isi hatinya dengan game. Sederhananya ia tak mampu mengucapkan aku mencintaimu dengan suara sendiri pada Hinata. Lebih baik ia mengurusi jutaan kasus rumit dibanding menyatakan suka pada seorang gadis terutama perempuan anggun nan manis seperti gadis Hyuuga itu. Egonya terlalu tinggi untuk melakukan hal memalukan tersebut. Maka, sebuah rencana amatir akan digunakannya.

-atau sedikit rencana pengecut.

Hinata dibawa untuk menuju ruangan kosong oleh suruhan L. Ahh, tentunya L masih sedikit malu untuk mengungkapkan bahwa ia juga menyukai Hinata sama besarnya. Maka, ketika Hinata menghentikan langkah di ujung pintu. L berdiri dengan kedua tangan berada di saku celana menatap Hinata menggunakan sorot gelisah. Hinata menelan saliva gugup--entah mengapa firasatnya mengatakan hal ini merupakan momen penting dalam seumur hidupnya nanti. Hinata meremas jari-jemarinya sembari menggigit bibir resah.

L berjalan mendekati Hinata kemudian menyodorkan sebuah kartu mini, ia menggigit jemari telunjuknya menahan ledakan berdentum oleh jantung yang seakan ingin meledak. Lelaki Lawliet itu mengalihkan pandangan lugu.

"Kartu memori game."

Hinata mengangkat kepala menatap L bulat-bulat setelah ucapan singkat lelaki itu yang terasa menggemaskan di telinganya. Pakaian lelaki itu masih sama, kebesaran juga lusuh. Hinata menyorot L malu-malu.

"Besok aku akan menunggu di sini, lalu Hinata-san bisa memutuskan pilihan." L masih tak mampu menatap wajah Hinata terutama iris bulan Hyuuga berwarna keunguan tersebut. Menekan kegugupan luar biasa, L memainkan bibir bawahnya menunggu Hinata mengambil benda di telapak tangannya.

"Pi-pilihan a-apa?" Merasa pertanyaannya takkan membuat L mengerti maksud si gadis indigo. Hinata cepat-cepat berujar disertai warna kemerahan pekat. "A-ano a-apa Ryuzaki-san m-me-menyukaiku? A-ah maksudnya... i-itu... a-aku... a-aku tidak bisa menunggu b-besok ja-jadi kalau Ryuzaki-san--eh?"

L mengangguk.

Kini, giliran Hinata yang mengerjap oleh sikap kekanakkan L yang sejujurnya lebih lucu dibanding anak-anak polos sekalipun. Hinata kembali mengulang pertanyaannya. "Ryuzaki juga menyukaiku?"

Lagi. L mengangguk.

Wajah Hinata memerah bak tomat rebus kesukaan tokoh Uchiha di sebelah. L tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi, namun, ketika tubuhnya jatuh oleh beban kecil yang tiba-tiba menerjang lelaki itu, L tidak bisa menahan diri untuk tidak menorehkan senyum tipis. Hinata memeluk L kuat-kuat, ia meracau dengan frontal. "A-aku tidak bisa menunggu lagi... sudah lama sekali aku memperhatikan Ryuzaki... a-ano... se-setiap hari a-aku me-merasa Ryuzaki-san orang yang sangat ba-baik... a-ku... aku..."

"L."

"Mn?"

"Nama asliku L Hinata-chan."

Hinata mengangguk mengeratkan pelukannya. "Ya L-kun, ya... aku menyukaimu... a-aku selalu menyukaimu..." Lalu, selanjutnya, Hinata terisak dengan tangisan yang pecah.

Memang sih, sedikit berbeda dari rencana awal. Tapi, selama jawaban Hinata adalah yang diinginkan L, lelaki berambut hitam itu tidak mempermasalahkannya. L mengusap rambut panjang Hinata dengan lembut, kemudian ketika tangisan si gadis mereda, dengan perhatian L mengusap air matanya perlahan. Hinata tersenyum lebar, lalu mengambil kartu game yang berada di tangan L senang. "A-aku akan menyimpan ini, s-se-sebagai kenangan bahwa L-kun juga menyukaiku sama besarnya." Dan L tidak menolak pendapat Hinata tersebut. Ahh, L benar-benar sudah jatuh cinta pada gadis ini. Si gadis kikuk-gagap-pemalu Hyuuga ini.

Sinar mentari masuk melalui celah-celah gorden yang terbuka, cahayanya mampu membuat Hinata menjadi terganggu akan tidurnya lalu memilih membuka mata karena sadar pagi telah datang. Di samping gadis itu sendiri, L memeluk erat seperti anak kecil pada ibunya. Jika biasanya ketika suami-istri tidur berdua di ranjang, istri-lah yang akan memeluk dada si pria kemudian berada pada pelukan yang didominasi pria. Namun berbeda dengan L, alih-alih Hinata yang memeluk dadanya, L lebih senang berada di pelukan Hinata membiarkan rambutnya menggelitik area leher dan dagu sang gadis sehingga pelukan Hinata yang akan menjadi dominasi.

L tidur seperti anak kecil, sesekali dirinya memejamkan mata sembari mengemut jemarinya layaknya bayi--atau seperti sekarang ini. Hinata tersenyum geli, kemudian menatap L lamat-lamat penuh kelembutan. Jari Hinata mulai bermain di wajah suaminya, dari kelopak mata yang hitam seperti panda, hidung kemudian pipi. Kulit L begitu pucat, mungkin disebabkan lelaki itu yang jarang terkena sinar matahari. Rambutnya hitam legam, Hinata tak bisa menahan diri untuk tidak mengelusnya. Senyum Hinata melebar saat tahu bahwa Lawliet itu bahkan masih nyenyak dalam tidur. Ia hanya menggeliat sebentar kemudian berhenti mengemut lalu memperdalam pelukannya pada tubuh Hinata seolah sedang bersembunyi di sana.

Lucu sekali, kan.

Hinata kembali mengusap helaian rambut L yang menutupi wajah lelaki itu, Hinata menunduk mengecup puncak rambut L penuh kasih sayang. Pakaian Hinata tersingkap akibat ukuran yang kebesaran, memperlihatkan ruam kemerahan di daerah bahu dan leher yang tentunya semua orang tahu perbuatan siapa. "L-kun... aku harus membuat sarapan." Mendengar bisikan itu, L mengerang dalam alam bawah sadar, ia menggeliat terganggu, kemudian mengeratkan pelukan seperti sebelum-sebelumnya. "Bu-bukannya L-kun ingin kue krim stroberi, hm?" L menggeleng masih memejamkan mata. Hinata tergelak, masih dengan mengusap rambut si Lawliet memanjakannya. "Tapi... aku harus membuat sarapan L-kun."

Bukannya luluh ataupun merenggangkan pelukan, malahan cengkeraman L semakin menguat. L kembali menggeleng kekanakkan. "L-kun." Hinata menegur lembut. L membuka iris hitamnya sedikit, mengangkat kepala lugu menatap Hinata yang tak berhenti mengelusnya. "Lima menit ya?"

Apakah Hinata sudah menceritakan bahwa ketika saat seperti ini hampir setiap hari Hinata tak bisa menolaknya?

Hinata terkekeh kecil, mengecup puncak rambut L kemudian mengangguk. "Baiklah... lima menit, anata."

Hanya sedikit perbedaan antara Hinata dan L dalam mengungkapkan perasaan cinta mereka satu sama lain. L membuka mata ketika malah Hinata yang terbuai dalam tidurnya sediri. Senyum lebar tertoreh samar, L mencintai Hinata dengan caranya sendiri, kecupan lembut lelaki Lawliet itu berikan pada wanita pemilik hatinya, jiwanya, dunianya. Tatapan L tak bisa beralih, menatap Hinata lekat penuh cinta. Karena Hinata adalah kunci kebahagiaan seorang L Lawliet si detektif nyentrik yang jarang memperlihatkan jati diri pada orang-orang di luar sana. Seorang perempuan yang mampu membuat L bergantung pada sosoknya yang lemah. L kembali menorehkan kecupan sayang pada Hinatanya, lagi.

Note: Ini termasuk oneshoot spesial kayaknya ahahaha, L salah satu karakter favorit saya selain hxh. Apapun intinya, Thank you for reading my story :)

RnR

story by artnius


You Are My World--selesai