Blaze merinding tiba-tiba. Dia segera memeluk tubuhnya sendiri dan menggeram kedinginan.

"Serius... serem banget jalan ini. Kalo aja ada jalan lain," celetuk Blaze menggerutu. Ice di sampingnya membenahi hoodie jaket. Kopeah putih dibenahi saat tersenggol oleh kain hoodie.

"Jangan berisik, nanti diikutin mbak kun lho," kata Ice datar.

"Hah? Apaan sih Ice. Gak lucu ah," Blaze sebenarnya mirip dengan Hali, takut sama dedemit. Tapi dia masih sok jaga image.

"Gak, serius. Mbak kun lagi merhatiin kamu, itu," Ice menunjuk ke arah pohon mangga di sisi kanan jalan. Blaze meneguk ludah paksa. Tenggorakan serasa kering mendadak. Dibawa lehernya berputar sesuai arah telunjuk Ice dengan gerakan patah-patah. Keringat dingin terus bercucuran saat manik coklatnya memang menemukan kejanggalan alam.

"Hihihihihi..."

"SE--SETANNN!!! ASTAGFIRULLAH! LARI ICEE!!" Blaze masih baik untuk tidak meninggalkan Ice yang sebenarnya tidak bereaksi apa-apa.

Ya kalau Ice ditinggal, yang ada anak itu ngobrol berjam-jam sama mereka. Sebagai perpisahan sebulan ke depan tidak bisa berjumpa. Setan memang.


.

.

Boboiboy milik Animonsta

Tidak ada keuntungan material apapun untuk penulis

Warning: pesantren AU, human alien, Islamic alien, elemental sibling! myb ficlets, ketidakcocokan pemilihan genre(?), humor receh garing dan terkesan dipaksakan, apa itu diksi?, typo etc, alur maju mundur, penulisan tanda baca yang salah, serta kekurangan penulis dalam kegiatan pesantren kecuali pengalaman dari pesantren kilat sekolah, mohon dimaafkan

Semoga terhibur

.

.


Masih dengan keringat menguar dari badan. Menimbulkan bau tidak sedap dari pemiliknya. Blaze mendengus kasar dan mengusap keringat di bawah hidungnya. Napas tersengal sama seperti Ice yang ada di belakangnya.

"Lain kali... hah... jangan kayak gitu lah. Bikin jantungan tau tak?" Blaze merengut kesal sembari tangan mengelap peluh.

Ice tidak menjawab, dia mengikuti kakaknya berjalan menuju kamar. Blaze masih menggerutu sambil memeluk kedua lengannya.

"Udahlah Kak Blaze... Mbak Kun cuma dadah doang tadi," ucap Ice berupaya menghibur. Tapi yang ada Blaze makin merajuk.

"Dadah doang konon," Blaze melenggang menuju kamar melewati Taufan dan Gempa yang membawa Al Quran serta sarung di leher entah darimana.

"Eh? Udah pulang? Kenapa lama sekali?" tanya Gempa melihat Blaze yang bahkan tidak mengucapkan salam dan nyelonong pergi begitu saja.

"Assalamualaikum, maaf kelamaan," kata Ice santai. Melepas hoodienya lalu memasukkan kopeah yang juga dia lepas ke saku jaket.

"Waalaikumsalam," Taufan dan Gempa lekas menjawab.

"Lama banget. Kencan ya?" goda Taufan menyenggol lengan kiri Ice dengan jahil. Ice memutar matanya lalu melirik ke arah pintu kamar Blaze yang tak jauh dari tempatnya.

"Biasa... Kak Blaze dapet senyum sapa salam dari gebetannya," kata Ice diselingi tawa kecil.

"GEBETAN APAAN?! Ogah banget sama kek gituan. Hiiiiii!!!" jerit Blaze dari arah kamar. Kepalanya menyembul serta ekspresi sebal terpasang.

"Emang kapan Blaze punya gebetan?" tanya Gempa tidak tahu menahu soal yany dibicarakan kedua adiknya.

"Sejak mbak kun samping rumah Pak Cik Ridwan nampakin diri mulu di depan mata Kak Blaze," kata Ice panjang tapi tidak lebar.

"Hah?" Gempa tidak paham. Mbak kun itu siapa? Taufan mengernyit heran juga sebelum berucap,

"Mbak kun itu... kuntilanak ya?" tanyanya polos. Gempa dan Ice menatap Taufan datar.

.

.

Setting alkisah ini berada di sebuah pesantren cukup ternama di Pulau Rintis. Tapopsantri namanya. Aneh kan? Namanya memang aneh, belum juga penghuni-penghuni di dalamnya.

Pesantren yang didirikan oleh ulama kondang yang orangnya aneh pisan. Tidak ada yang tahu nama aslinya. Sementara setiap hari dia selalu mengenakan topeng power ranger merah biru, alhasil semua santri juga para pengurus pesantren lebih sering memanggilnya Ustad Maskmana. Dan juga dia tidak punya istri, kurang aneh gimana?

Pesantren ini sesungguhnya masih berjalan walau virus yang mengudara di masyarakat mulai bar-bar. Dengan kata lain, pesantren tidak bisa melakukan pemulangan santri karena terbelenggu keadaan.

Walau begitu aktifitas para santri di hari-hari biasa tidak terlalu berbeda kecuali mereka tidak bisa sekolah apalagi pulang ke pangkuan bunda. Ah tidak, maksudnya pulang ke rumah.

Menjelang bulan puasa, para santri mulai bersiap-siap. Contohnya saja perkumpulan (tersembunyi) santri laki-laki yang mengenakan sarung bak maling karena terbatasnya masker mereka. Ada masker, tapi katanya masih dicuci dan dikeringkan. Alasan.

"Jadi... kalian tahu kan kita harus ngapain nantinya?" kata santri dengan sarung biru doker membelit mukanya. Raup semua wajah kecuali bagian mata.

Yang lain (dengan penampilan yang sama) menganggukkan kepala. Antara paham dan tidak, pokoknya angguk saja. Nanti juga dijelaskan lagi,

"Rute ronda sahur kita dari asrama cowok dulu, terus ke asrama cewek, lalu ke sekitar. Kayak tahun lalu, tapi kali ini gilirannya cuma tiga orang."

,nahkan benar dijelaskan.

"Tapi Fan... kalau tiga orang gak serak itu suara mereka teriak-teriak cuma bertiga? Nanti yang ada dimarahin karena gak kedengeran bangunin sahurnya," kata salah satu komplotan dengan sarung coklat tanpa corak.

"Ck, kan ada pengeras suara punya asrama cowok. Dua kan itu," celetuk pemakai sarung motif kobar api warna merah orange. Mencolok di antara semua temannya.

"Capek wei Blaze narik itu. Kan lagi, itu bukan wireless. Gimana sih?" sambung si sarung motif coklat pada temannya yang diketahui berinisial Blaze tadi.

Si Blaze menoleh ke arahnya. "Loh, bukan wireless toh?" Kepala berbalut sarung kemudian diarahkan pada si sarung biru doker.

"Emang wireless apaan Kak Taufan?" tanya anak itu polos, minta digaplok.

Taufan sontak menepuk jidat. "Kau itu ya, padahal gamer hampir pro. Wireless aja gak tau. Kelamaan sama Thornie gini nih," kata Taufan tidak menjawab dan tidak akan mau.

Blaze menggaruk belakang kepalanya. Aslinya dia lupa.

"Dah balik deh. Terus karena banyak tempat yang harus dituju, jadi kita bagi--"

"ASSALAMUALAIKUM YA MANUSIA!"

Tiba-tiba ada setan, maksudnya santri lain yang menyela ucapan Taufan. Tentu saja suaranya membuat jantung semua anak di dalam hampir melompat keluar dari rongga dada. Bahkan ada yang latah mengumpat dengan bahasa alien planet sebelah.

Astagfirullah akhi...

"Waalaikumsalam, astagfirullah... Setan satu belum diiket," kata Taufan menoleh pada santri yang nyengir dibalik masker kain itu. Kelihatan kok, matanya yang menyipit terlihat jelas walau ada mata tambahan alias kacamata yang mentamenginya.

"Ikut donk... aku bagian santri cowok ya, biar bisa ngegas. Kalau yang cewek nanti dilempar panci sama Yaya kayak tahun kemarin gak lucu. Masih sakit bayangin doang," katanya tidak mau repot-repot meminta maaf.

"Wah, bapak Fang ini enak saja mulutnya bercakap. Fiks, Fang kayak tahun lalu di asrama cewek," Taufan segera menulis nama santri barusan di lembar kertas peta pesantren di bagian area asrama perempuan.

"Njir," Fang memukul lengan kiri Taufan dengan keras. Anak yang lain cekikikan melihat nama Fang ditulis menggunakan spidol permanent oleh Taufan.

"Ngapain sih ke sini? Nanti juga hasil diskusi dikasih di mading asrama," kata Blaze memincing melihat Fang.

"Biasa, mau lihat yang pamitan," kata Fang ringan. "Dia biasa nemenin kalau abis Magrib. Sebulan gak lihat kan nanti," lanjut Fang lalu mengedipkan satu matanya. Berhasil membuat semua di dalam terdiam, kaku.

"Yaudah kalau nanti dikasih di mading. Duluan deh, tata titi tutu," Fang melambai santai lalu turun dari rumah pohon itu. Iya, rumah pohon. Kalian gak salah baca. Orang-orang tadi diskusi di rumah pohon yang kemudian teriakan geram merujuk ngeri yang ditujukan pada Fang terdengar dari sana. Berisi,

"SEHARI GAK BIKIN MERINDING BISA GAK SIH?!" Fang mah santuy.

.

.

Sholat sunnah taraweh tahun ini berbeda dari sebelumnya. Tahun lalu semua anak kecuali anak putri yang berhalangan disuruh menuju masjid utama, di luar area pesantren, untuk menunaikan salah satu amalan di bulan Ramadan itu. Tahun ini, Ustad Kaizo yang sudah dari tahun kemarin mengkoordinir seluruh kegiatan sholat taraweh memberi pengumuman via daring agar setiap santri melakukan sholat taraweh di jam yang telah ditentukan.

Karena satu kamar tidak hanya diisi satu orang. Imamnya terserah, asal bisa dan sanggup melakukan.

"Hom pim pah, alae hom gambreng!"

Empat tangan berhenti di udara dengan salah satu punggung tangan terlihat sementara yang lainnya telapak tangan terbuka. Halilintar melihat tangannya yang berbeda sendiri dengan datar.

"Oh, oke, aku yang pertama," kata Halilintar santai. Yang tidak santai itu Solar. Dia menginginkan mengimami pertama karena itu keren. Menurut dia. Tapi kenapa selalu dan selalu saja Halilintar?!! Kenapa?!! Solar kurang apa?!!

"Curang! Kak Halilin lebih lambat dari kami!" tapi yang protes ini bukan Solar. Melainkan Blaze. Oh, dia juga menginginkan mengimami pertama ternyata.

Tenang saja, Solar mah orangnya tidak ngegas. Dia santai. Iya kan? Harus iya!

"Huh, tindakan tidak terpuji," ejek Solar dan menatap sengit pada Hali. Si kakak sulung menatap datar.

"Jangan banyak bacod kalian. Cepat hom pim pah lagi sekalian urutan selanjutnya. Cepet. Sudah mau waktunya sholat," untungnya ini sudah masuk bulan puasa. Untungnya Halilintar di dalam mood yang aman sentosa. Untungnya tadi sudah makan. Kalau enggak, Blaze dan Solar sudah diganyang oleh Halilintar.

Kedua adiknya itu mendecih tidak suka. Sementara satu-satunya orang tersisa yang belum mendapat jatah dialog hanya menatap polos dengan wajah uwu khasnya. Mereka bertiga melakukan hom pim pah lagi sambil Halilintar memperhatikan.

"Hom pim pah alae hom gambreng!"

"Yey! Aku kedua!" Taufan menatap tangan kanannya dengan penuh suka cita. Gempa tersenyum awkward sementara Ice hanya melihat datar kakak keduanya itu. Fang tersenyum saja, orang dia urutan pertama.

"Ayo Ice, ini terakhir," Gempa mengajak Ice untuk melakukan suit. Adiknya mengangguk dan melakukannya. Berakhir dengan Gempa yang terakhir mendapat giliran menjadi imam.

"Yaudah ayo mulai. Udah ambil wudhu semua kan?" tanya Fang pada ketiganya. Tentu saja semua mengangguk mengiyakan.

"Bagus."

.

.

Sahur itu ada baiknya dilakukan mendekati waktu imsak agar orang yang bersangkutan tidak kembali ke peraduan selimut serta kasur dan langsung melaksanakan sholat Subuh. Tapi untuk Taufan, lain cerita.

Dia sudah bersemangat bangun pukul dua pagi dan mengambil air wudhu. Sholat tahajud dulu, lalu sekarang mendobrak pintu kamar sebelah tempat keempat saudaranya yang lain bersemayam. Dengan suara menggelegar, kentongan kecil dipukul penuh tenaga. Bahkan adik bungsunya yang terkenal dengan kacamata trendi hampir terjedot kasur tingkat karena melompat kaget.

"BANGUN BANGUN BANGUNNN!!! SAHOOORR!!!" teriak Taufan lebih tepatnya.

Solar mengucek mata ganteng. Dia mengambil kacamata visor orangenya setelah itu menatap Taufan tak suka.

"Sumpah heran, bangunin cara biasa bisa kan," gerutu Solar yang melihat Taufan mulai menggoyangkan tubuh Halilintar di kasur tingkat lainnya di bagian bawah dengan kaki kirinya. Tak lupa kentongan masih dipukul keras-keras tepat di samping telinga sang kakak yang mulutnya sedikit terbuka. Masih tertidur pulas.

"KAK HALI KAK HALI KAK HALI BANGOON!!!" tapi sang kakak hanya mengeluh dan bergerak melempar bantal ke arah Taufan.

"Berisik," gerutunya. Lalu selimut ditarik menutup seluruh tubuhnya.

"Nghh... Kak Taufan ya...? Hoaamm... sudah waktu sahur ya?" bukannya Halilintar yang bangun, tapi Thorn yang menyembulkan wajah dari pembatas kasur tingkat di atas Solar. Wajahnya yang masih setengah watt terlihat makin unyu dan hmm ada manis-manisnya.

"Aih, malah Thorn yang bangun. Pagi Thornie... sana gih, basuh muka. Kita bangunin orang-orang buat sahurr!!" kata Taufan berapi. Kentongan di tangan dia angkat tinggi-tinggi. Hampir mengenai Blaze yang baru saja bangun juga.

"San--hooaamm--tai Kak... Bangun Thorn! Yuk ke kamar mandi!" kata Blaze menarik sarungnya dan disampirkan saja ke bahu.

Sembari menunggu Thorn meniti tangga kasur tingkatnya dan Solar, Blaze melirik kakak sulungnya yang masih bergelung selimut.

"Hoaamm... Kak Halilin, bangun, hari ini giliran Kak Halilin adzan Subuh," katanya lalu berlalu bersama Thorn keluar dari kamar. Ajaibnya, kalimat Blaze membuat Halilintar terduduk di kasurnya dan mengangetkan Taufan yang barusan melihat perginya Blaze dan Thorn.

Taufan bahkan Solar tidak bisa berkata apa-apa.

.

.

Gempa itu sering diberikan tugas dibagian dapur asrama laki-laki. Iya sih, banyak yang bantuin. Contohnya Gopal (yang sampai saat ini belum menampakkan batang hidung), ada Halilintar, (kadang) Taufan yang masuk dapur hanya ngerusuh saja, Thorn juga, Adu Du bahkan. Kakak kelas Ejo Jo pun juga bantu walau selalu protes kenapa tidak ada petai di stok makanan. Helloww, siapa juga yang mau makan petai setiap hari sih?!

Oke, kembali ke topik Gempa tadi. Sebenarnya Gempa fine-fine saja diberi tugas di sana. Tapi Gempa ini heran. Kenapa dari sekian banyak orang yang pintar masak harus dia yang menentukan menunya?

"Oke, menu hari pertama puasa, ayam kecap, sup tahu, minumnya teh hangat saja. Buah gimana kemarin? Aman?" absen Gempa pada Adu Du dan Probe yang kali ini alhamdulillah tidak mencari masalah. Oh tenang saja, kalau membuat masalah, maka teflon anti lengket Gempa akan bertindak.

"Aman," jawab keduanya kompak.

"Gempa... gak ada petai--"

"Gak, petai mahal," belum sempat diselesaikan saja Gempa sudah tahu lanjutannya. Ejo Jo mendengus sebal sambil memotong ayam kotak-kotak.

Gempa sekarang paham kenapa dia diberi mandat mengambil alih dapur asrama oleh anak-anak. Apalagi kakak kelas.

"Kak Gem, ini tahunya," Ice datang dengan membawa wadah kotak penuh tahu. Gempa mengangguk.

"Oke yok kerja-kerja! Oh ya, mana Gopal?!"

Yang bersangkutan sedang berada di kasur dengan mengorok keras. Amar Deep menutup telinga karena dengkuran Gopal bahkan mengalahkan alarm yang dia setel kemarin malam.

"Aish! Ini anak sudah seperti beruang kutub hibernasi saja, ma! Stanley! Bangunin lah!" pinta Amar Deep pada teman sekamarnya yang turun dari ranjang atas dan mengenakan sarung asal.

"Hah? Buat apa? Toa berjalannya sebentar lagi juga ke sini," jawab Stanley santai. Dia bergerak ke arah pintu untuk membukanya sementara Amar Deep menggaruk kepalanya tidak paham. Toa berjalan itu apa? Emang ada?

Begitu Stanley membuka pintu kamar, pertanyaan Amar Deep segera terjawab dengan datangnya Taufan juga Thorn dengan kentongan serta galon bekas di tangan.

"Kami--"

"--Pembangun orang bebal--"

"--Datang memenuhi panggilan!" keduanya bahkan berlagak dabbing. Amar Deep speechless di tempat.

Membangunkan orang seperti Gopal itu sebenarnya susah-susah gampang. Mereka memilih cara yang susah dulu.

Thorn berdiri di samping sejajar perut Gopal. Sementara Taufan berdiri di samping telinga Gopal.

TOK TOK BRUGH BUAGH TOK TOK

Itu suara apa? Kentongan Taufan dan galon Thorn dipukul kuat-kuat tapi tidak menghasilkan sama sekali. Thorn merengut kesal. Taufan berfikir sebentar.

"Aha!" bohlam lampu imajiner berpendar di dalam otak Taufan. Thorn, Amar Deep, dan Stanley yang melihat di samping pintu kamar hanya memandangi Taufan yang mendekatkan wajahnya pada telinga Gopal.

"Man robbuka?"

"...GAHHH!!! IYA AKU BANGUN IYA!"

Nah kan, susah-susah gampang. Taufan mengacungkan jempol dengan bangga.

.

.

Alasan mengapa Fang tidak suka ngeronda di asrama putri ada beberapa. Satu, kalau di luar bulan Ramadan, dia akan diganggu sama 'sesuatu' yang Fang tidak suka. Untungnya ini puasa. Dua, penghuni asrama ini sangat bar-bar. Tahun lalu Fang benar-benar dilempar panci oleh salah satu penghuni karena berteriak pakai toa di samping kamarnya.

Berakhir kepala Fang benjol sampai dua hari dengan ada momen pingsan lima menit setelah tragedi pelemparan. Fang bergidik ngeri saat hawa dingin melebihi saat dia bermain survival game secara nyata mulai merasukinya ketika Fang , Blaze dan Yahya menapakkan kaki di awal asrama putri.

"Ngeri juga ya asrama cewek kalau malam-malam," kata Blaze yang baru kebagian jatah pertama kali ngeronda di sana. Yahya tertawa santai.

"Ini bukan seberapa. Ya gak Fang?" kata pemuda penyuka kelinci itu pada partner sertianya ketika ngeronda malam. Fang mengangguk tanpa melihat mereka.

"Yaaah... semoga sama Yaya tidak dalam masanya dan melempar galon misalnya," kata Fang asal tapi juga sebagai doa. Kalau semisal benar, bisa bahaya.

Kentongan dipukul bersahutan. Yahya dan Blaze semangat menyerukan suara mereka di sekitar sana. Fang juga. Tapi baru saja beberapa detik menyuara, sebuah penghalus kue meluncur di depan mereka bertiga, menancap 37 derajat tepat ditanah dan membekukan segalanya dari ketiga anak laki-laki itu.

Leher digerakkan secara kaku ke arah seseorang sebagai pelaku utawa pelemparan barang tak berdosah tersebut. Fang menelan ludahnya paksa. Ini semacam deja vu! Yahya tertawa skeptis, sedangkan Blaze kaku di tengah mereka.

"Bangunin sahur yang bener. Atau bukan hanya benda itu yang kulempar," kata Yaya, sebagai pelaku utama, disertai gerakan membelah udara di depan lehernya.

"Ba-baik!!!" sahut ketiga bujangan yang masih berdiri tegak di tempatnya. Yaya nyeremin gak bohong!

Kenapa Yaya sampai melempar benda tadi? Kalau saja, kalau saja ucapan yang disuarakan oleh ketiganya itu wajar, Yaya akan sangat senang. Tentu saja. Tapi apa yang dikatakan dengan maksud sebenarnya sangat berkebalikan.

Mana ada orang bangunin sahur dengan nyanyi lingsir wengi dari negeri tetangga versi remix? Kalau bukan mereka bertiga.

.

.

"Oh ya. Kenapa kemarin malam kau lari dengan Ice sambil teriak-teriak?" Tanya Fang.

Blaze memakan buah pisangnya sebelum menjawab.

"Kemarin disuruh Ustad Ramenman buat ngasih tahu masjid utama soal sholat teraweh di sana tahun ini tetap ada, tapi cuma orang tertentu saja. Biar masjid tidak kosong katanya, ngap!" jawab Blaze.

"Terus kenapa pulang teriak kayak habis lihat setan?" tanya Yahya yang juga ditangannya ada pisang raja.

Blaze memeluk lengannya tiba-tiba. "Emang..."

"Di pohon mangganya Pak Cik Ridwan ya?" tanya Fang. Blaze mengangguk.

"Lah? Bukannya biasa? Kau kan sering diperlihatkan sama Gempa dan Ice," Fang memainkan kentongannya.

Blaze merasa tuli. Yahya tertawa sambil memakan pisangnya sendiri.

.

.

Setelah berhasil menuntaskan tugas ronda sahur pertama mereka tahun ini, semua anak yang terlibat kembali ke kamar masing-masing untuk mendapat jatah sahur mereka. Itu adalah pukul 03.35 waktu setempat saat Gempa and the gangs selesai membagikan jatah.

"Nah sekarang makan," kata Gempa pada Ice, Taufan, dan Fang yang membawa piring masing-masing. Mirip seperti bocah habis diberi permen sama sang mami.

"Wih tahu... nasib baik gak sambal petai kayak tahun lalu," kata Taufan selesai berdoa dan siap menyantap sahurnya.

"Iya... soalnya Kak Gempa sehat tahun ini, alhamdulillah ya..." kata Ice tersenyum.

"Iya, alhamdulillah," balas Gempa dan Fang.

Masih segar diingatan saat satu hari penuh asrama laki-laki diberi makan sambal petai baik untuk sahur ataupun berbuka hanya gara-gara Gempa sakit di hari pertama puasa tahun lalu. Tentu saja pelakunya tak lain tak bukan adalah Ejo Jo. Kejadian itu berulang sampai tiga hari setelahnya. Menyebabkan toilet asrama cowok rata-rata berbau pesing petai saking banyaknya yang mengonsumsi.

Anak yang seangkatan Ejo Jo meminta maaf dengan tawa aneh pada adik kelas saat berdua atau sedang berkumpul tanpa Ejo Jo. Kata mereka, tahun saat adik kelas angkatan Gempa, Fang, Taufan, Ice dan kawan-kawan naik kelas satu SMA adalah masa yang menyenangkan. Karena ada pengendali maniak sambal petai legendaris itu. Sebut saja si pengendali adalah Gempa. Tidak terbayang bagaimana penderitaan mereka sebelum itu. Wkwkwkwk.

"Cepet sahurnya. Bentar lagi Kak Halilintar adzan," kata Gempa mengingatkan. Yang dijawab iya bagai koor oleh tiga lainnya.

Sementara kamar Gempa damai sentousa, kamar sebelah lain cerita. Kamar kembar empat yang dijadikan satu itu penuh dengan kata-kata sensor hasil ejek mengejek kombo Halilintar Blaze dan Solar. Thorn sebagai penonton kebagian bertepuk tangan dan makan ayam Solar karena tak diacuhkan. Untungnya diikhlaskan.

Selesai sahur dan mengatur emosi yang memuncak, Halilintar kabur mengambil air wudhu lalu mengumandangkan Imsak serta adzan Subuh di mushola pesantren. Hari pertama puasa di tengah huru-hara covid-19 pun dimulai.

Itu kisah mereka, gimana kisah kalian?

.

.

.

.

.


Tamat(?)


Pojokan:

Ya, seperti itu. Kalau ada yang tanya dan penasaran, iya, Fang, Ice, plus Gempa itu bisa 'melihat'. Sebenernya mau kumasukin scene Babang Kaizo, tapi gak tau kenapa malah gak dapet tempat. Yaudah gak jadi.

Benda ini ditulis untuk menyambut hari pertama Ramadan tahun ini, alhamdulillah masih bisa ketemu doi a.k.a Bulan Ramadan di 2020.

Selamat menunaikan ibadah puasa kawan kawan! Maaf kalau saya ada kesalahan apapun itu pada siapapun yang merasa saya mengganggu.

Salam saya, Society-kun.