.

.

Naruto milik Masashi Kishimoto

.

.

"Itu, itu mereka!"

"Kau yakin?"

"Sejak kapan aku salah, Sakura. Coba lihat, mereka yang menolong kita minggu lalu dari copet di tengah kota."

Gadis yang dipanggil Sakura itu memicingkan mata, berusaha meyakinkan dirinya sendiri, "Karin, kalau memang benar itu mereka ... aku takut ..."

"Ck! Serahkan padaku!"

Belum sempat Sakura menahan kakak tirinya itu, Karin ... gadis berambut merah dengan kacamata yang menjadi khasnya itu keluar dari persembunyian. Dia melangkah menuju tempat di mana orang-orang dengan seragam sekolah khusus laki-laki itu berkumpul dengan motor besarnya. Karin menatap dari kejauhan sosok laki-laki berambut panjang yang sedang merangkul sosok laki-laki yang wajahnya mirip dengannya.

Begitu sudah dekat, Karin menyolek pundak laki-laki tersebut, membuat seluruh siswa terbelalak atas tindakannya.

"Hai," sapa Karin.

"Di-Dia cari mati," bisik beberapa laki-laki yang memakai seragam serupa.

Laki-laki yang disapa oleh Karin menoleh, dengan senyum ramah dia menjawab, "Ya?"

"Aku ingin berterima kasih kau menolongku dan adikku minggu lalu," ucap Karin sambil melambai pada Sakura agar mendekat.

Sakura bergidik, namun dari pada harus menunggu Karin dibalik tiang listrik, dia memutuskan untuk menghampiri Karin dan beberapa kali mengangguk pada orang-orang berseragam sekolah khusus putra itu.

"Ini adikku, Sakura," ucap Karin memperkenalkan, "dan aku Karin."

"Ehm, kapan aku pernah menolong kalian?" tanya laki-laki yang menguncir satu rambutnya kebawah.

"Sudah kuduga kau akan lupa, minggu lalu aku dan Sakura belanja di tengah kota, lalu ada copet yang menjambret tas kami, kemudian kau turun dari motormu ... " tunjuk Karin pada motor besar yang sedang orang itu duduki, "... lalu kau menghajar jambret itu dan mengambalikan tas kami."

"Oi, jangan Ge Er, Itachi-san itu memang suka menolong, tapi bukan berarti kau bisa seenaknya menegur Itachi-san dengan bebas, kalau sudah selesai berterima kasih, pulang sana!" tegur salah satu laki-laki yang memiliki rambut pirang dikuncir kuda dengan gaya rambut menutupi satu matanya.

"Apa sih! Tidak ada urusannya denganmu, banci!" cela Karin.

"Apa kaubilang?!"

"Banci! Kurang jelas?! BANCI! BANCI! BANCI!" ucap Karin dengan wajah meledek.

"Kariin~ hentikan~" cegah Sakura sambil menari lengan kakak tirinya.

"Keh, wanita ini punya nyali rupanya, kau harus -"

"Deidara, dia tamuku." satu kalimat pendek namun terdengar seperti mengintimidasi cukup membuat laki-laki bernama Deidara itu terdiam.

"I-iya, maaf Itachi-san." Deidara membungkuk dan menatap sinis pada Karin yang menjulurkan lidahnya.

"Jadi, kau kemari untuk berterima kasih. Kuterima rasa terima kasihmu," ujar laki-laki bernama Itachi sambil naik motor dan mulai menyalakan mesinnya.

"Tunggu dulu, aku belum selesai," cegat Karin yang semakin membuat yang lainnya syok.

Wanita berambut merah ini memang bernyali tinggi.

"Aku ingin mengenalmu lebih dekat, apa boleh?" tanya Karin yang membuat Itachi sedikit terkejut.

"Nona! Kau ini anak rumahan ya?" tegur salah satu anggota mereka yang memiliki gigi bertaring.

Karin menatap jengkel pada sosok itu, "Enak saja! Aku suka klub kok."

Itachi menyeringai kecil, "Datanglah ke klub polaris nanti malam, kau bisa mengenalku di sana."

"Benarkah?! Wah terima kasih!" Karin membungkukkan tubuhnya, "sampai jumpa nanti malaaam, bye!"

"Ah, Karin tunggu!" Sakura berusaha mengejar Karin namun beberapa botol minuman menghalangi langkahnya sehingga dirinya harus tergelincir dan membuatnya terjatuh.

"Kyaaaaaa!"

Tubuh Sakura berhasil ditangkap oleh sosok yang sangat tampan, wajahnya terlihat begitu dingin dan tatapannya sangat tajam. Merasa malu, Sakura mendorong pemuda itu dan meneriakinya, "Dasar mesum!" karena laki-laki itu menangkap tubuh Sakura dan menyentuh buah dadanya.

Begitu Karin dan Sakura pergi, tawa menggelegar muncul dari kumpulan geng tersebut, "Hahahaha, yang satu berani menghadap Itachi yang satu menyebut Sasuke mesum, hari ini benar-benar luar biasa."

"Kau ingin mati, Hidan?"

"Ti-tidak, maaf."

Lirikan Sasuke sangat tajam dan sinis, siapapun akan takut menatap mata tersebut, bahkan orang tuanya segan menatap mata Sasuke.

"Sebentar lagi hujan, ayo kita pergi," ajak Itachi yang langsung mengendarai motornya.

Sasuke mengangguk, namun langkahnya terhenti ketika dia merasa menginjak sesuatu. Begitu dilihat, Sasuke mengernyitkan alis pada benda kecil berbentuk kelinci putih itu.

.

.

Karin dan Sakura berlari menerobos hujan menuju rumah, sesampainya di rumah mereka langsung masuk dan membuka sepatu, "Kami pulaaang!" ucap Karin.

"Loh? Tumben telat?" tanya kakak laki-laki mereka yang sedang memakan es krim cup dengan sendok yang masih menempel di bibirnya, sepertinya dia baru saja selesai mandi karena handuk masih melingkar di leher laki-laki berambut pirang tersebut.

"Kami pergi ke suatu tempat, ya kan Sakura?" ucap Karin sambil mengedipkan satu matanya.

"Iya," jawab Sakura.

Karin bergegas masuk kamar mandi untuk mengeringkan tubuhnya, sedangkan Sakura masih memeras seragamnya supaya bisa lebih kering. Melihat Sakura yang masih mengurus dirinya sendiri membuat Naruto tersenyum lembut kemudian menghampiri adik tirinya itu, "Rambutmu sangat basah," ucapnya sambil melepaskan handuk di lehernya kemudian mengusapkannya ke rambut Sakura, "nanti masuk angin."

"Hehehe, tidak mungkin, stamina ku kan kuat," ucap Sakura tersenyum riang.

"Naruto, tolong tanyakan pada Karin dan Sakura ingin makan apa," ujar sang ibu yang sedang berada di dapur.

"Aku terserah Sakura, buu!" jawab Karin dari dalam kamar mandi.

"Haah? Selalu aku yang menentukan makan malam," protes Sakura yang sudah memeras beberapa ujung seragamnya.

"Karena apapun pilihanmu, kami pasti suka," jawab Naruto.

Sakura tersenyum lembut pada Naruto dan mulai memasuki dapur, terlihat di sana ada sosok wanita cantik berambut merah sedang memasak dan pria berambut kuning sedang membantunya, "Sini, jangan memotong bawang, kau tidak akan sanggup, ini sangat pedas di mata, biar aku saja."

"Terima kasih, suamiku ... tapi kau duduk saja di ruang tamu, nonton tv atau bacalah surat kabar, biar aku yang memasak," jawab Kushina.

"Tapi aku ingin membantumu."

"Kau baik sekali, aku mencintaimu, Minato."

"Aku juga mencintaimu, Kushina."

Seolah tidak ada anak mereka yang menyaksikan, kedua orang tua itu saling berciuman dengan mesra, membuat Sakura menutup kedua matanya dan Naruto sewot.

"Apa-apaan sih dua orang ini! Kalian mau masak atau bikin drama sih?!"

"Lihat Kushina, anak kita iri karena belum mendapatkan pacar di sekolahnya," ucap Minato sambil memeluk Kushina dari belakang.

"Kasihan, padahal tampan, tapi tidak pandai mencari pacar," sambung Kushina yang mulai memotong wortel.

"BERISIK!" sewot Naruto yang akhirnya pergi meninggalkan dapur.

"Ahahaha, kalian selalu usil," ucap Sakura.

"Hehehe, bagaimana dengan sekolahmu hari ini, Sakura?" tanya Minato. Dia menarik kursi untuk berbicara dengan Sakura yang sudah duduk sambil menyantap beberapa cemilan yang tersedia.

"Baik, ayah sendiri bagaimana di kantor? Tumben pulang lebih cepat?" tanya Sakura balik.

"Kau lupa, Sakura ... hari ini kan kita akan mengadakan pesta kecil-kecilan karena surat adopsimu sudah jadi," ucap Karin yang baru selesai mandi, "mandi sana, nanti kau masuk angin."

"Iya, iya ... oh, masalah surat adopsi, ada yang ingin kubicarakan nanti, hehe." Sakura beranjak dari duduknya dan bergegas memasuki kamar mandi.

Ketika Sakura sudah memasang shower, Naruto masuk ke dapur dan menatap Kushina dengan wajah cemas. Kushina tersenyum lembut pada anak sulungnya, "Tenang saja, Sakura tidak akan pergi dari sini."

"Iya, dia sangat nyaman menjadi bagian keluarga kita kok," ucap Karin, "lagipula, apa yang ingin dibicarakan Sakura bukan tentang kehadirannya di sini."

"Lalu tentang apa?" tanya Naruto.

Karin menjulurkan lidahnya, "Rahasia."

"Kau menyebalkan ya," geram Naruto.

"Biar saja, salahmu sendiri punya perasaan padanya, jangan rusak keluarga ini," tegur Karin.

Minato menggenggam tangan karin dengan erat, "Walaupun Naruto menyukai Sakura, rasa sayangnya padamu sebagai adik tetap sama kok, tidak akan berubah."

Wajah Karin merona merah padam dan menepis tangan sang ayah, "A-APA-APAAN SIH?! ENAK SAJA, ITU TERSERAH DIA MAU SAYANG PADAKU ATAU TIDAK, BUAKN BERARTI AKU JUGA HARUS SAYANG PADANYA 'KAN?!" Karin menggebrak meja dan berlari menuju kamarnya, "kalian menyebalkan!"

"Hahaha, yaaa, kami juga menyayangimu Karin," teriak Naruto dari dapur.

"Dia sangat pemalu, hahaha," ujar Kushina.

Di saat mereka sedang menertawakan Karin, sementara itu Sakura bersender di pintu kamar mandi sambil tersenyum. Sakura dapat mendengar semua canda tawa di dalam keluarga Uzumaki. Betapa beruntungnya dia masuk keluarga ini, namun Sakura tidak tahu sama sekali tentang perasaan Naruto terhadapnya. Sakura benar-benar menganggap Naruto dan Karin sebagai saudara kandungnya, walaupun umur mereka sepantaran karena Naruto dan Karin sebenarnya adalah kembar tidak identik.

Selesai mandi, Sakura mengeringkan rambutnya memakai handuk dan berkumpul di meja makan untuk menyantap makan malam. Mereka menyantap masakan Kushina dengan lahap, dengan canda tawa yang memenuhi ruangan hangat ini. Begitu selesai makan, Sakura membuka suara, "Ehm, begini," ucap Sakura ragu, "ayah, ibu ... walaupun kalian mengadopsiku, apakah aku boleh tetap dengan marga Haruno?"

Pertanyaan Sakura membuat Kushina dan Minato saling tatap. Permintaan kedua orang tua Sakura sebelum meninggal karena kecelakaan mobil adalah bahagiakan Sakura. Jika bagi Sakura hal itu membuatnya bahagia, maka mereka akan menurutinya.

"Tentu saja sayang, kau masih boleh memakai marga itu," jawab Kushina.

Terlihat Naruto menghela napas lega dan itu membuat Karin menendang tulang kering Naruto yang duduk di seberangnya. Naruto menahan suara sakitnya agar tidak keluar, dia hanya menatap Karin jengkel dan Karin membuang muka.

"Terima kasih, hanya itu yang ingin kubicarakan hehehe," ucap Sakura.

"Ah, kupikir ada apa, kau membuatku cemas, Sakura," ujar Minato.

Selesai percakapan singkat, mereka memasuki kamar masing-masing. Karin memeluk bantalnya sambil membayangkan nanti malam sekali untuk pergi ke klub, sedangkan Sakura sedang memeriksa beberapa barangnya yang ada di dalam tas, "Untuk besok sudah beres, dan - " tatapannya terbelalak ketika dia tidak melihat benda yang menggantung di tas.

"HAH?! Aduh! Kemana gantungan tas milikku~"

Tak lama kemudian, suara pintu diketuk dan Sakura bergegas membukanya, "Karin," ucap Sakura panik, "gantungan tasku hilaang~"

"Eh? Yang kelinci? Yang kubelikan untukmu itu?"

"Iya, tidak ada di mana-mana~"

Karin menggelengkan kepalanya, "Hhh, nanti kubelikan lagi, sekarang cepat kau ganti baju. Ayah dan Ibu sudah tidur."

"Tapi ... "

"Aku akan marah jika kau masih membahas gantungan itu terus," potong Karin.

"Uuuhhh, baiklah ... "

Sakura mengganti pakaiannya dengan rok mini dan sabrina, topi putih dan polesan rias di wajahnya membuat Sakura sangat cantik, bahkan Karin menatapnya tidak percaya, "Kalau aku laki-laki, aku pasti akan jatuh cinta padamu."

"Kau juga lebih cantik, sampai-sampai di sekolah dibikin Karin fan's Club," timbal Sakura.

"Ayo kita berangkat." Karin menggandeng Sakura dan berjalan mengendap-endap. Bisa dipastikan semuanya sudah tidur, ini sudah jadi kebiasaan mereka pergi malam secara diam-diam.

Sesampainya di luar, Karin menyegat taksi dan pergi menuju bar polaris, tempat di mana dirinya akan bertemu dengan Itachi.

.

TBC

.

A/N :

Haloooo, aku comeback niih hahahaha

untuk sementara, aku publish fanfict ini yang ada di wattpad, karena ternyata ngga semua readers install wattpad di hpnya, jadi sengaja aku publish juga di sini.

sekali lagi, jangan bosan sama ceritaku yaaa, mohon dukungannya dengan review agar cerita ini dan ceritaku yang lain bisa lancar updatenya :3

XoXo

V3 Yagami