Warnings: AU, OOC, OC, OverPowerNaru!, AnbuNaru!


Summary: Sebuah Dunia dimana kehidupan Shinobi terikat oleh peraturan dan sistem yang dipimpin oleh sebuah Organisasi leluhur sejak dahulu kala. Seiring berjalan waktu lahirlah seorang pemuda berbakat. Menjadi Shinobi bertalenta dan mencapai karir sukses. Di lain waktu, keputusan untuk berhenti dari Shinobi tidak bisa dihindarkan. Sayangnya untuk mencapai itu berbagai rintangan menunggunya.


Author Note: Halo ini pertama kalinya saya mem-publish karya tulisan ke media sosial. Semoga menghibur. Untuk Latar waktu yang saya gunakan di cerita ini lebih modern dari di story Canon Naruto ya. Kalian bisa menggambarkannya seperti Canon Boruto. Selain itu story ini AU, jadi garis utamanya berbeda dari yang di canon. Selamat menikmati.


"Jadi kau ingin mengajukan pensiun dari Shinobi, Naruto kun?"

"Benar Hokage sama."

Jawab ku tegas ketika orang yang memimpin dan bertanggung jawab atas wilayah yang saat ini kupijak bertanya memastikan sambil membelakangi ku menghadap pemandangan kota melewati kaca jendela yang luas sembari menghembuskan asap rokok yang sebelumnya ia hisap itu.

"Apa karena soal keadaan ibu mu saat ini?" Dirinya pun menghadapkan dirinya ke arah ku. Mata bertemu mata.

"Ha'i."

"Baiklah kalau keputusanmu sudah bulat, aku akan menyampaikan hal itu ke pihak High Table setelah ini. Akan tetapi sebelum aku melakukan hal tersebut ku ingin bertanya satu hal padamu terlebih dahulu."

"Pertanyaan apa itu Hokage sama?"

"Kau tahu untuk seorang shinobi sebelum meninggalkan pekerjaan berdarah ini tentu akan menerima sebuah misi terakhir dari mereka?"

Pertanyaan yang diajukan oleh Hokage tak perlu berlama untuk ku jawab, bagaimana pun sejak awal terjun masuk dunia gelap ini diriku sudah mengerti dengan sistem pekerjaan Shinobi. Memang benar secara detail misi seperti apa ku belum mengetahuinya karena setiap kasus objek misi akan selalu berbeda, akan tetapi untuk dasar-dasar peraturan yang telah ada itu semua sudah berada di luar otakku. Dan jelas ku menjawab dengan pasti, "Tentu, Hokage sama."

"Baiklah."

Tak lama setelah itu orang di depan ku saat ini dengan gerakan yang santai mengangkat sebuah gagang telfon yang berada di atas meja di dekatnya dan kemudian memencet beberapa angka di sana. Menurutku dia akan menelfon ke bagian Administrasi dari High Table.

Tak butuh waktu lama panggilan yang ia minta pun dijawab.

["Dengan Bagian Administrasi."]

Kulihat Hokage sama nampak menghelakan nafasnya sesaat. "Aku ingin mengubah status."

["Verifikasinya tuan?"]

"Hokage 1-7-1-0-9,...

Shinobi Konohagakure,...

Uzumaki Naruto." Hokage melirikkan matanya ke arah ku.

["Status Baru?"]

"Pensiun."

["Diproses, akan diumumkan satu jam dari sekarang."]

Aku pun ikut menghela nafas ketika Hokage menutup telfonnya.

"Misimu akan diumumkan di kota oleh mereka dalam waktu satu jam kedepan..."

"Dimenge—"

"Dan satu lagi."

Ah, oke. Sepertinya belum selesai.

"Penjelasan lebih detail mengenai misi akan ada seseorang dari pihak High Table yang akan berkunjung ke rumah mu, Naruto kun."

"..."

"..."

Mendengar suara serak dari Hokage yang sudah berumur uzur itu diriku berterima kasih dengan melakukan tunduk hormat, "Terima kasih Hokage sama."

Dibalas dengan anggukan olehnya dengan sebuah senyuman kecil. "Aku dengar setiap misi terakhir itu mempunyai tingkatan kesulitan yang sangat sulit lho Naruto kun."

Perkataan Hokage tersebut menurutku memang tidak salah. Probabilitas kesuksesan misi itu selalu berada dikisaran 50%. Maka dari itu, hampir jarang sekali ada orang yang berhasil menyelesaikan misi terakhir mereka dan selalu berakhir dengan kegagalan atau skenario terburuknya yaitu menjumpai kematian. Kau tidak bisa keluar dari pekerjaan berdarah ini apabila tidak bisa melaksanakan misi terakhir tersebut. Banyak shinobi-shinobi yang lebih memilih untuk melanjutkan tugasnya daripada harus menyelesaikan misi akhir dimana kau harus berjudi lagi disitu, perkara ini taruhannya tentu nyawamu satu-satunya itu. Diperbolehkan untuk membatalkan misi akan tetapi status mu sebagai Shinobi akan tetap aktif hingga akhir hayat atau kembali menyelesaikan misi tersebut.

"Dari kabar yang saya dengar, memang hanya sedikit orang yang bisa menyelesaikan misi tersebut, Hokage sama."

"Kau benar." Jeda sejenak "Dalam kasus ini pernah ada di masa lampau di negara kita, Konohagakure. Ketika seorang shinobi seperti Senju Hashirama yang mendapatkan misi terakhir yaitu misi dimana beliau dituntut wajib untuk mengeliminasi rivalnya sekaligus sesama Shinobi berperingkat kelas atas, Uchiha Madara."

Aahh ku sudah mendengar cerita soal itu dari ibu. Dari ceritanya pertarungan itu memakan waktu 3 hari 3 malam, "Dan dia berhasil."

"Kau benar, Naruto kun. Dan beliau bisa kembali menikmati kehidupan normal hingga kepergiannya."

Dua sudut bibir itu kembali dia tarik kembali.

"Jadi aku harap kau bisa menjadi salah satu bagian kandidat seperti Kakek buyut mu itu." Kata Hokage sama dengan tersenyum.

Dengan kemampuan ku saat ini kupikir rintangan semudah-sesulit apapun itu tetap akan kuhadapai dengan penuh. Ku melakukan hal ini demi ibu ku. Masalah uang tidak perlu dipusingkan lagi karena dari hasil misi Shinobi yang ku selesaikan memperoleh uang yang sangat cukup. Yang harus kulakukan sekarang adalah keluar dari pekerjaan ini dan menemani waktu bersama ibu ku yang sedang sakit.

"Ha'i Hokage sama."

Diriku yang masih mengenakan pakaian seragam Anbu lengkap dengan jubah bertudung berwarna putih yang hampir menutupi seluruh tubuh, dengan topeng Tengu yang terpasang dengan tulisan kanji 白鬼 di dahinya. Tulisan itu dapat diartikan sebagai Iblis Putih. Julukan yang kudapatkan dari seorang petapa karena rekam jejak pertarungan ku di lapangan selama 20 tahun ini. Selama itu?

Perkenalkan, aku Uzumaki Naruto. Anak dari hasil persilangan Uzumaki dan Senju. Ayah ku sendiri merupakan anak dari adik sang Dewa Shinobi, Itama Senju. Ayahku menikahi ibu ku ketika umurnya hampir mencapai setengah abad. Pasca kelahiranku Kyuubi keluar karena masa kelahiran. Setelah beberapa pertarungan berselang Ayah ku tewas bersama Kyuubi di dalamnya setelah penyegelan selesai akibat beliau kehabisan darah. Kyuubi yang harus ikut mati bersamanya tersebut terpaksa harus menunggu tahun-tahun yang akan datang dimana dia akan terlahir kembali. Ibu ku yang sudah menjadi mantan Jinchuuriki beruntung selamat. Normalnya seorang Jinchuuriki akan langsung tewas ketika masa ekstrasi bijuu tersebut telah selesai. Akan tetapi berkat lahir dengan darah Uzumaki, ibu ku Uzumaki Kushina mampu bertahan hidup dan segera diberi pertolongan cepat. Walaupun selamat dari kejadian itu, hingga kini terkadang ibu ku sering mudah mengalami sakit. Umur ibu tahun ini akan genap ke-50 tahunnya. Ayah dan ibu terpaut usia 23 tahun namun ku tahu perasaan cinta mereka tidak menghalangi hal tersebut. Dari cinta mereka lah aku lahir di dunia ini.

Aku yang lahir dengan perawakan campur aduk gen antara ibu dan ayah. Kulit terang dengan tekstur rambut yang lebat pula bagian depan yang berponi lancip dimana terkadang menutup pandanganku dengan warna dominan putih keperakan bagian atas yang menggantung ke bawah (menggantung ke bawah: gak jabrik/berantakan) dan sisanya lagi berwarna hitam pada bagian sisi samping hingga belakang yang dipotong secara tipis dengan ketinggian 3 ruas jari dari pinggiran rambut. Mata berwarna ungu terang seperti punya ibu. Dengan ini semua kupikir tidak cukup untuk membuat kaum hawa terpana kearah ku. Evaluasi mereka terhadap ku tidak lah besar. Aku berpikir seperti itu dan sangat yakin akan hal tersebut. Sayangnya pengalaman mengatakan tidak, ketika diriku berjalan dengan identitas publik ku di tempat umum berbagai peristiwa darah yang keluar dari hidung kerap terjadi. Tentu saja korban mayoritas merupakan kaum hawa meskipun kaum pria juga—

maaf tidak perlu kubahas terakhir itu.

Dengan gagasan itu ternyata memang cukup masuk akal kenapa reaksi wanita berakhir seperti itu, karena berbicara persoalan asmara cinta ku memang pernah mengalaminya sekali dan sempat berhubungan selama beberapa tahun, tapi itu hanyalah kisah lama. Terkadang ku bertanya ke diri sendiri, seperti apa dia sekarang dan bagaimana kabarnya... seperti itulah.

Dan kini usia ku sudah mencapai 27 tahun, menjadi shinobi sejak umur 7 tahun dan terdidik dengan keras di bawah naungan Danzo Shimura sejak usia 4 tahun, menjadikan diriku sebagai lulusan Anbu terbaik di bawah asuhan sang veteran yang pernah ada hingga saat ini. Terhitung hingga hari ini menurut file databook, diriku telah menyelesaikan misi sebanyak 1998 misi resmi yang di total: 96 Rank D, 303 Rank C, 745 Rank B, 805 Rank A, dan 49 Rank S. Dan dengan misi terakhir nanti akan menjadikannya yang ke-1999. Tidakkah itu menyebalkan? Kurang 1! Melihat angka yang tanggungnya setengah mati itu sungguh...

menyebalkan sekali!


Pelajaran #1 - High Table,Dunia ini tercipta beribu-ribu tahun silam, nenek moyang yang berasal dari suatu klan yang bernama Ootsutsuki sebagai asal muasal dimana aliran tenaga dalam yang bernama chakra lahir. Hingga sekarang Klan tersebut lah yang memimpin keadaan dunia ini karena mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa. Hal itu tidak mengherankan lagi karena mereka lah sang leluhur. Mereka di sebut dengan High Table. Tidak ada yang tahu siapa, berapa, dan keberadaan para petinggi atau anggota dari High Table itu. Yang jelas terdapat beberapa aturan tak tertulis yang harus dipatuhi oleh para Shinobi di negara manapun sejak dahulu. Aturan-aturan tersebut telah disebar dari mulut ke mulut, dituliskan dalam kertas atau dibukukan lalu kemudian disebarkan lagi ke seluruh penjuru tanah shinobi agar kita mengerti bahwa kita hidup di bawah peraturan dan peraturan itu jelas ada. Paham bahwa hanya dengan mengikuti dan tunduk terhadap peraturan itu yang dapat membedakan kita dengan binatang. Hidup di bawah High Table. Mengabdi pada High Table. Semuanya berada di bawah High Table. Kita semua yang hidup sebagai Shinobi dituntut seperti itu. Apabila bertentangan maka nyawa taruhannya.


"—ruto kun."

"Naruto kun?"

"Ah tidak apa Hokage sama. Kalau begitu saya izin undur diri."

Hokage itu menganggukan kepalanya.

Selama perjalanan pulang cahaya terik matahari seolah akan membakar kulitmu apabila tidak terlindungi. Setelah dari kantor hokage, aku berencana untuk mampir ke pusat perbelanjaan terlebih dahulu untuk mengisi stok dapur. Meloncat melewati atap rumah penduduk ku terus maju mengikuti alur menuju arah lokasi yang kutuju berada. Jaraknya tidak terlalu jauh jadi hanya butuh waktu sebentar untuk tiba di sana.

Tap

Suara yang kuhasilkan ketika kakiku menapak ke tanah. Suasana terbilang cukup ramai walau dibandingkan dengan waktu pagi ini tidak seberapa.

"Hm, kira-kira ibu mau makan apa ya?"

Ketika aku sedang berpikir menu apa yang ingin dibuat buat hari ini dari arah belakang terdengangar suara tertawa yang menggelegar. Menolehkan diri ke arah asal suara itu ku dapat melihat sekumpulan shinobi yang sedang berkumpul di suatu rumah makan cepat saji itu.

"Oi Kiba, suara mu terlalu besar bodoh!"

"Ahahaha maaf-maaf."

Hmm masa remaja adalah masa yang menyenangkan ya. Mungkin usia mereka lebih muda 10 tahun dari ku. Entah kenapa ku jadi merasa seperti seorang kakek-kakek yang nostalgia.

"Yare yare."

Arah pandangan ku kembali ke toko sebelumnya. Melihat apa yang ada di hadapanku sebuah lemari kaca estalase yang di depannya tersusun wadah berisi beberapa jenis ikan segar yang tersusun rapi. Sebuah menu makanan terbesit dipikiran ku.

"Paman, saya beli ikan ini 2 ekor."

"Woah lihat siapa yang datang kalau bukan si Iblis Putih." Tawanya di akhir, paman yang ceria.

Aku merespon dengan mengangguk.

Kulihat sebelumnya dia hanya berfokus ke arah papan shogi. Kupikir dia sedang bermain dengan seorang kakek-kakek. Ayahnya?

"Yosha." Dengan lubang mata di topeng iblis tengu ku dapat melihat paman penjual ini sedang mengambil kantong plastik.

Terlepas dari itu mengetahui bagaimana cara dia memanggil diriku dengan sebutan itu sebenarnya jika kau bertanya ke seluruh penjuru Konoha apakah ada yang mengenal siapa si Iblis Putih maka persentase yang mengenali julukan itu bisa mencapai 90% sisanya merupakan bayi atau orang sepuh yang sudah pikun yang belum mengerti siapa yang dimaksud. Aku tidak melebih-lebihkannya tapi memang seperti itulah faktanya.

Akan tetapi jika kau bertanya ke mereka siapa [sosok] dibalik Iblis Putih maka hampir dari mereka keseluruhan tidak ada yang tahu. Pasukan Khusus dimana identitas asli dirahasiakan. Hanya jajaran petinggi yang mengetahui siapa diriku yang sebenarnya. Jika ku menggunakan identitas publik maka sebagian kecil dari mereka hanya tahu bahwa aku sekedar Shinobi pangkat rendah dan selebihnya tidak tahu siapa itu [Naruto] jika bukan karena marga Uzumaki yang ku bawa.

Aku yang mengetahui ini pun juga karena telah melakukan berbagai survey ke lapangan seperti ke sudut-sudut desa bertanya mengenai 2 hal tersebut.

Apabila kau mencari ku di Konoha di sekumpulan orang-orang kau butuh waktu lama agar dapat menemukanku. Karena di desa ini cukup mudah mencari orang berambut putih sepertiku. Semenjak program migrasi dari luar desa beberapa tahun lalu berbagai macam jenis orang bertambah.

Setelah transaksi jual beli selesai ku segera mencari sisa bahan yang masih kurang dan segera pulang ke rumah. Tentu pulang dengan cara sembunyi.


OwO


Di rumah yang sederhana ini ku tinggal berdua bersama anakku. Aku, Uzumaki Kushina. Seorang single parent yang usianya tak lama lagi mencapai setengah abad. Wow. Aku sudah setua itu ternyata. Meskipun begitu penampilan ku tidak cepat menua tau. Jika dihitung lumayan banyak sih yang ingin meminang ku ke jenjang pernikahan. Sebenarnya ku tidak tertarik untuk memulai hubungan baru. Meskipun putra ku Naruto mengatakan tidak keberatan jika semisal aku menikah lagi namun ku dapat merasakan dibalik raut wajah senyum kalemnya saat itu dia tidak ingin hal tersebut terjadi. Huh... Dasar Naruto. Aku ini akan lebih senang kalau kamu melarang ibu mu ini untuk menikah lagi. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain hidup bersama anakknya dattebane.

"Kalau dipikir-pikir Naruto jarang mengambil atau mendapatkan misi akhir-akhir ini."

Ucap ku bermonolog sembari mengaduk adonan kue yang sedang kubuat. Sayup-sayup ku dapat mendengar suara Naruto dari depan. Sepertinya dia sudah pulang. Adukan yang kulakukan melambat dan mulai berhenti.

Ya, pulang dari pekerjaannya sebagai Shinobi. Kekhawatiran ku selalu muncul ketika dia pamit untuk berangkat menjalani sebuah misi yang setahuku pasti berbahaya. Ketika dia pamit ke luar lewat pintu depan rumah. Aku sangat takut kalau pintu itu tidak dia buka lagi. Berharap cemas menunggu kepulangannya di ruang tamu. Kecemasan ku terhadap satu-satunya alasan kenapa ku masih bisa hidup di dunia ini. Larangan ku terhadapnya untuk tidak masuk ke dunia Shinobi semasa dia kecil ditolak dengan sifat keras kepalanya yang genetik berasal dari ku. Seorang anak kecil berusia 4 tahun yang mengerti situasi ekonomi keluarganya sendiri sedang berada di bawah. Mengerti kondisi ibunya yang mudah sakit. Rasanya aku ingin menangis sekarang jika mengingat itu. Kekurangan ku yang telah membawa Naruto ke jalan yang penuh darah demi sesuap nasi. Aku merasa tidak berguna, gagal sebagai seorang ibu saat itu. Saat tidak bisa melarangnya untuk masuk ke dunia Shinobi. Saat dimana seorang ibu membiarkan anaknya bekerja bertaruh nyawa demi mengisi perut ku yang bahkan kelaparan setelah tidak melakukan apa-apa. Sebagai ibu yang tidak bisa membahagiakan anaknya, aku tidak lebih layaknya sebuah kotoran yang bahkan orang pun tidak ingin menginjaknya saking najisnya kotoran tersebut.

"Ibu kenapa menangis?"

Astaga suara Naruto tiba-tiba masuk dalam pendengaranku. Interupsi yang dilakukannya telah membuat ku buyar dari pikiranku. Tapi tunggu dulu... menangis?

Dapat ku rasakan kulit jari Naruto bergerak menyeka cairan yang berada di sekitar mata dan pipi ku. Ya ampun aku menangis.

"Ibu kenapa menangis?"

Ya tuhan bahkan ku membuatnya bertanya dua kali. Dari raut wajahnya ku dapat menyimpulkan Naruto sedang khawatir melihatku yang tadinya menangis tanpa kusadari. Ibu macam apa aku ini.

"A-ah ibu habis memotong bawang... iya bawang." Dengan tawaku diakhir yang sedikit kubuat agar sedikit meyakinkannya meskipun yang ada malah membuatnya seperti tawa canggung.

Direksinya pun melihat ke arah wadah adonan kue yang sedang kuaduk.

"Tapi ibu, kan itu kue."

"Kue apa yang pakai bawang? Emang ada ya bu? "

A-aaahhh aku bingung mau jawab apa dattebane. Demi apapun kok aku jadi gugup sendiri di hadapan anakku sendiri. Ahh mouu...

"T-tentu saja ada, gak usah banyak tanya! Cepat ambilkan wadah cetakan di lemari sebelah sana sekarang!"

"H-Ha'iiii!"

Hanya dengan cara ini agar situasinya bisa berbalik. Hehehe maafkan ibumu ini ya Naruto.

Setelah itu kami pun melanjutkan aktifitas membuat kue, dia cukup terampil dalam melakukannya. Tidak heran dia bisa dibilang seorang jenius. Di usianya ke-7 dia masuk ke Pasukan Khusus Shinobi Konoha [Anbu] setelah menjadi lulusan terbaik yang pernah ada hingga saat ini. Di umurnya yang ke-27 tahun ini dia dengan penampilan yang tampan dan serba bisa aku penasaran dengan pengalaman romantisnya. Aku pernah mendengar cerita darinya kalau dia beberapa tahun yang lalu berhasil menembak gadis idamannya. Gadis yang dia sukai sejak masa kecil, seperti itulah yang dia bilang. Aku yang mengetahui saat itu dengan mata berapi-api langsung menuntutnya untuk membawakan calon menantu itu ke rumah. Akan tetapi dia menolak dengan muka malu-malu tersebut, dia bilang akan membawakannya di lain waktu. Sayangnya beberapa tahun kemudian hubungan mereka berakhir. Naruto bilang ini keputusannya. Aku tidak menanyakan alasan lebih dalam soal itu namun pada akhirnya aku tidak mengetahui siapa namanya dan seperti apa gadis yang disukai oleh Naruto. Huuhh Naruto ini... Tidak tahu apa kalau ibu mu yang sudah tua ini pingin punya cucu.

Ding Dong

Suara bell rumah berbunyi.

Naruto yang sedang membuat kue ke cetakan dengan gerakan yang cepat untuk meletakkan bahannya. Padahal aku sendiri sudah mau menghampiri si tamu yang berkunjung.

"Biar aku saja ibu."

"..."

Ayashì (Mencurigakan)

Menyipitkan mata ku sendiri ke arah anakku yang berjalan ke arah depan rumah sambil mengelus dagu ku menggunakan jari telunjuk dan jempol ku sendiri. Mataku ku pejam seolah sedang berpikir sambil membayangkan sesuatu dalam pikiranku

Seorang anak laki-laki jomblo yang tidak membiarkan ibunya bertemu tamu...

Dari gerak geriknya yang terburu-buru...

Biarkan ku berpikir bentar...

Hm...

Pola ini...

Tidak salah lagi...

Sudah kuduga, pasti cewek!

*endus endus*

Tidak salah lagi ini cewek perawan!

Narutoo anak kurang ajar! jadi kau berselingkuh selama ini! Awas kau ya!

Aku pun dengan amarah segera beranjak dari dapur, akan kuhajar anak itu tapi beberapa saat kemudian ku terdiam lagi ketika sepintas pikiran muncul. Jika kau melihatnya aku seperti sebuah patung yang berdiri dengan satu kaki saat ini.

Eh bentar... Bagaimana kalau si ceweknya ini mantannya Naruto yang kini sudah rujukan?!

Aku sendiri terkejut dengan bayangan yang ada di pikiranku.

Aku ingin melihatnya.

Dengan tidak sabar ku meninggalkan dapur dan menyusul Naruto.

Rumah kami tidak terlalu besar jadi butuh beberapa langkah saja sudah mencapai ruang tamu yang mana dekat situ pintu masuk rumah ada di dekatnya. Setibanya di sana aku dapat melihat...

Ruang tamunya kosong.

Apa mereka di luar? Pintunya tertutup jadi ku tidak bisa melihat keluar tapi sayup-sayup ku dapat mendengar suara obrolan Naruto dengan seorang...

Gadis.

Gadis perawan.

Tuhkan. Iyakan. Cewekkan. Apa kubilang.

Secara sadar ku membuat wajah smug face saat ini.

"Naruto, kau tidak membawa paca— tamu mu masuk ke dalam rumah?" tanyaku sedikit berteriak sambil mendekat dengan mengendap-endap dengan kedua telapak tangan yang saling digesekkan. Layaknya seekor singa kelaparan yang akan segera menangkap mangsanya. Sluurrpp.

"Cuma sebentar kok ibu."

Kupikir Naruto tidak akan tahu ketika aku akan mengintip sedikit lewat jendela. Tadinya...

Naruto dengan tiba-tiba membuka celah pintu sedikit agar kepalanya masuk dan mengatakan dengan keras, "ibu kompornya!"

" ! "

Aku yang posisi kaget sendiri jadi bingung. Kaget karena kemunculan Naruto yang tak terduga dan karena sadar meninggalkan kompor menyala. Aku pun segera lari ke dapur sambil ngambek ria.

"Mouuu Narutoo~"

Aku pun tiba di dapur. Setiba di dapur dengan mata sayu bersama menghisap jari telunjuk sembari sesekali menarik ingus yang mau keluar ku dapat mendengar suara oven tanda masakan kue sudah matang, direksi pandanganku kemudian tertuju ke arah kompor yang diatasnya terdapat wajan kosong.

Gak nyala tuh.

.

Tik

.

Tik

.

Tik

.

"Narutoo jahaaaattttttt!"

Ketika sedang nangis karena dibodohi oleh si anak, dari sudut mata kiri muncul Naruto yang nampaknya sudah selesai dengan Apel Kilatnya. Nangis ku pun tambah kencang layaknya anak kecil sehabis terjatuh.

Naruto tertawa.

Aku tahu! Di depan sejak awal dia pasti sudah tertawa! Hidoii!

"Yosh. Yosh." Ucapnya sambil menepuk pelan kepala ku. Namun ku dapat mendengar cengengesan nya yang ditahan tersebut. Kucubit perutnya.

Merintih kesakitan sih tapi ketawanya malah makin menjadi.

Aku jadi ikut tersenyum melihatnya. Melihatnya yang bahagia sudah cukup untukku. Abaikan kealayanku sebelumnya, sejak awal ku tidak sungguh berharap tamu adalah pacar si Naruto. Memang benar sih ada sedikit harapan =3= Tapi setelah mendengar sedikit pembicaraan mereka tadi yang aku dengar mungkin tak jauh dari kaitan misi Shinobinya.


OwO)7


3 Hari Kemudian

Menyiapkan barang-barang keperluan yang akan kugunakan dalam misi kali ini. Ya, aku Uzumaki Naruto akan melaksanakan misi terakhir. Sebenarnya misi ini sudah bisa dilakukan sejak diumumkan dari seorang wanita yang datang ke rumah 3 hari yang lalu.

Flashback ■

Ketika ku bersama ibu sedang membuat kue ditengah itu ku melihat jam yang berada di dinding sekitar.

'Ini sudah satu jam sejak aku dari kantor Hokage tadi.' Batin ku

Tak lama setelah itu saat aku sedang memencet plastik berisi adonan agar keluar ke cetakan terdengar suara bel rumah berbunyi dari depan.

Dia sudah datang.

Ibu saat itu sedang mencuci sendok jadi setelah mengeringkan tangannya dia segera ingin menemui si tamu ini. Namun dengan cepat ku memintanya agar aku yang menemuinya saja.

Setelah sampai di depan kubuka pintu itu dan dapat kulihat disana telah berdiri seorang wanita dewasa berambut biru lavender pendek lurus yang disanggul, iris mata yang berwarna kuning itu juga terdapat perona mata berwarna lavender di sekitar matanya. Ada juga sebuah tindik di bawah bibirnya. Selain itu di rambutnya sebelah kanan juga terpasang sebuah aksesoris cantik berbentuk bunga... itu kertas?

"Çodename: Tengu, alias Iblis Putih, alias Uzumaki Naruto."

Dengan ekspresi wajahnya yang netral itu dia mengucapkan nama dan julukan ku sebagai seorang Anbu dengan garis mata lurus ke arah mata ku.

"Iya benar. Sedangkan kau orang dari High Table kan?"

"Benar."

Dirinya pun membuat sebuah amplop kertas yang tiba-tiba keluar dari tangannya. Melihat itu satu hal yang dapat kupahami dari wanita di depan ku sekarang ini. Kemampuan memanifestasi kertas. Ini langka.

"Namaku Konan, aku datang sebagai perwakilan dari High Table untuk—"

"Aku sudah tau keperluan mu ke sini untuk apa."

Dia mengulurkan tangannya yang terdapat sebuah surat amplop di sana. Aku pun mengambilnya.

"Semua sudah dijelaskan di surat itu, akan tetapi aku akan menjelaskannya secara langsung agar lebih jelas."

Mengerti aku yang diam menyimak sembari membaca isi surat pun dia melanjutkan.

"Terhitung hari ini..."

Aku akan memastikan apa yang ia ucapkan sama dengan isi surat yang sedang kubaca saat ini.


Surat Perintah

Nomor: 0012/X/XN/HT/MisiAkhir/


Nama: Konan

Jabatan: Ajudikator

Memerintahkan

Kepada

Nama: Uzumaki Naruto

Affiliasi: Konohagakure

Perihal: Pengajuan untuk pensiun dari Shinobi

Untuk

Menyelesaikan misi

Jenis Misi: Eliminasi/Bunuh secara Solo

Target:


"Target..."

"Sshh." Terpaksa kuhentikan kegiatan ini sejenak ketika ku merasa ibu ku dari arah belakang akan menguping pembicaraan ini. Terbesit ide jahil muncul di kepalaku. Aku pun dengan cepat membuka pintunya sedikit dan kepala mengintip ke dalam dengan cepat dan sempat melihat ibu ku terjatuh dengan bokongnya terlebih dahulu dengan wajah shock yang pikir ku dia kaget. Lucu sekali saat aku melihatnya.

"Ibu kompornya!"

Ibu ku lalu lari ke belakang dengan nada ngambeknya.

"Maafkan ibu saya. Dia seperti itu orangnya."

Konan menanggukan kepalanya. Dapat kudengar ketika dia mengatakan kata 'daijoubu'.

"Jadi kita lanjutkan, Target mu adalah Jinchuuriki Kyuubi."

Sesaat mataku sempat melebar mengetahui siapa target misi kali ini.

"Jadi Kyuubi sudah terlahir kembali ya?" Aku sedikit tertarik soal hal ini, 27 tahun lalu dimana Ayah berhasil menaklukannya dan gugur dalam waktu yang bersamaan. Dalam proses itu ibu ku mampu bertahan namun meninggalkan catatan sebuah penyakit permanen.

"Ya, 3 tahun lalu pihak kami menemukan aktifitas chakra kyuubi di suatu lokasi."

Perhatian kami kemudian terganggu ketika mendengar suara teriakan ibu yang menggelegar dari dalam. Jiahaha dia pasti memarahi ku nanti.

Keringat jatuh muncul di belakang kepala Konan, begitupun juga dengan ku.

"Aku lanjutkan, Target terakhir terekam berada di suatu kota bernama Roran di Negara Angin, Sunagakure."

3 tahun lalu, aku tidak tahu seperti apa dia hanya saja jika Jinchuuriki ini merupakan orang yang cukup cakap maka bukan tidak mungkin selama 3 tahun ini dia sudah menguasai chakra Kyuubi itu dengan sempurna. Ini akan sedikit merepotkan.

"Selama perjalanan mu dalam waktu 6 jam sekali akan ada dari pihak kami yang memberitahumu lokasi terbaru dari targetmu."

"Itu saja yang bisa ku sampaikan padamu, setelah selesai melaksanakan tugas mu pihak kami akan melaporkannya ke pusat."

Setelah mengatakan hal tersebut wanita cantik ini kemudian dengan tanpa segel tangan atau penyebutan nama jutsunya mampu mengeluarkan kertas-kertas yang berterbangan dari tubuhnya dan bersatu lalu memadat membentuk sepasang sayap di belakangnya.

Tenshi

"Selamat menjalankan misi, Uzumaki Naruto."

Selepas menyampaikan salam terakhirnya malaikat itu terbang ke udara layaknya roket kendali. Tersadar dengan teriakan ibu tadi ku bergegas masuk ke dalam dan menutup pintu. Astaga mengingat kembali kejadian tadi ku jadi tertawa saat ini.

Flashback Off

Ketukan pintu menyadarkan ku dari lamunan sesaat ketika suara ibu terdengar dari sana meminta untuk masuk ke kamar ku.

"Masuklah."

Pintu yang tidak ku kunci itu terbuka perlahan.

Menampilkan ibu ku yang menggunakan pakaian kaos putih lengan sebahu lebih sedikit dengan luaran dress kuning selutut berenda di bawahnya. Kulihat kedua tangannya dia katupkan satu sama lain di depan dadanya.

Perhatian ku kembali dengan tas kecil yang sedang kuatur isinya. Segala perlengkapan Shinobi yang kubutuhkan aku cek satu per satu. Tidak perlu membawa barang yang tidak membantu di suatu misi seperti baju ganti atau pun bento. Makanan praktis sudah terdapat pil ransum militer yang disediakan oleh Negara. Satu biji pil sudah cukup untuk membuat mu kenyang selama beberapa jam, layaknya kita makan makanan biasa dengan porsi normal. Diriku yang sudah mandi, oke. Pakaian seragam Anbu sudah terpakai, oke. Jubah tudung, siap. Topeng Tengu, oke. Pedang Tantoo, sudah terpasang. Bagus.

Saat ku akan menghadap kembali ke arah Ibu berada...

Tiba-tiba ku merasakan sepasang tangan putih mulus yang melingkari perutku dari belakang.

Tangan itu bergetar.

Area punggung dapat kurasakan suatu tekanan ketika sebuah kepala bersandar di sana. Perlahan dengan pasti ku memutar diri menghadap ke arah sosok wanita yang ku cintai ini. Aku tahu dirinya saat ini sedang khawatir. Mungkin hari ini lebih tenang jika dibandingkan dari 3 hari yang lalu saat ku menceritakan soal misi yang akan kujalani. Saat itu emosi ibu menjadi tidak stabil. Dirinya melarang ku dengan keras untuk menjalankan misi terakhir ini. Wajahnya saat itu sangat tertekan dan panik akibat rasa trauma. Ketika kata Kyuubi terluar dan hal itu berkaitan dengan misiku dimana ku harus bertarung dengan inang dari sosok jelmaan monster orange tersebut. Aku menjelaskan dengan sabar dan setenang mungkin agar meredakan emosi ibu kala itu. Terlintas percakapan terakhir dengan ibu ku setelah emosinya reda di pikiran ku.

"Kapan kau akan melaksanakan misi itu?"

"Mungkin 3 hari lagi."

Setelah itu ibu ku masuk ke dalam kamarnya dalam diam dan sejak saat itu ibu tidak banyak bicara. Namun ketika kusuruh untuk makan ketika makanan telah siap atau mandi ketika air hangat sudah siap ibu ku menurut. Hanya saja ketika diajak berbicara ibu ku enggan melakukan itu. Dan di hari kedua ibu ku drop. Selama hari itu ku hanya bisa tersenyum sedih. Aku tahu dia pasti sangat khawatir bila ku terjadi apa-apa di luar sana. Tapi hanya dengan cara ini saja agar ku bisa keluar dari pekerjaan berdarah yang kulakukan selama 20 tahun ini untuk bisa kita berdua hidup dengan tidak mencemaskan perut kami. Aku tidak ingin menyalahkan ibu, tapi aku lahir sebagai anak lelaki, lahir sebagai Senju telah membawa ku sebagai seorang Shinobi. Memiliki kakek-kakek hebat di masanya yang mendorong ku untuk ikut andil dalam peran tersebut. Melindungi orang tersayangnya. Hanya itu. Tidak perlu menjadi pemimpin desa. Ataupun mimpi yang berlebihan.

Rambut merah yang panjang itu aku sentuh di kepalanya sekarang. Dagu ku juga bersandar di sana.

"Ibu tahu kisah Senju Hashirama kan? Saudara tertua dari kakek kita."

Ibu ku hanya diam dalam pelukan hangat. Namun ku tahu dia mendengarkan ku.

"Hashirama jii sama adalah seorang Shinobi yang kuaaat sekali."

Ibu masih diam, pandangannya masih ke arah samping. Dengan telinganya yang menempel di dadaku mungkin dia dapat mendengar detak jantung ku saat ini. Aku pun melanjutkan.

"Dia bisa mengalahkan musuh yang sangat kuat."

"Bukankah ibu ingin mempunyai putra yang kuat seperti Jii sama."

"Dengan beg—"

"Ibu tidak ingin putranya kuat seperti kakek! Ibu tidak ingin putranya melawan musuh yang kuat! Ibu tidak ingin kamu jadi seperti siapapun!"

Suara luapan emosi yang ibu keluarkan membuat diriku sedikit bergetar. Aku dapat merasakan rasa perih di punggung, sebuah cakaran dari ibuku. Pelukannya mengerat.

"Ibu hanya ingin kamu hidup tenang." Lirihnya "Bersama ibu."

"Ibu gak masalah kamu melanjutkan pekerjaan mu itu, lagi pula dari penghasilanmu selama ini itu sudah sangat cukup untuk kedepan. Kamu bisa ambil misi peringkat rendah. Nanti dengan uang yang ada bisa sebagai modal untuk buka toko, kamu gak perlu khawatir ibu kelelahan. Ibu bisa sewa pekerja nanti. Jadi tidak perlu lakukan misi ini yah Naruto?"

Aku tidak tahu, tapi ketika melihat wajah yang ia dongakkan menampilkan senyumnya ibu dimana dibalik itu terdapat kecemasan di sana. Aku tidak kuat melihatnya, tatapan yang memberitahu ku bahwa harapannya seakan meminta untuk dikabulkan. Tapi aku tidak bisa, maafkan aku ibu, tekad ku sudah bulat. Hanya cara ini yang bisa kulakukan.

Dengan gerakan pelan ku memegang kedua pundak ibuku untuk memberikan jarak diantara kami. Tatapan memohonnya sungguh membuatku tidak tega, tapi mau gimana lagi.

"Aku akan tetap melakukannya." Ucapku dengan pelan dengan rambut ku yang sedikit menutupi mata ku.

Ibu ku tetap dapat mendengar hal itu.

Tiba-tiba dia sedikit menunduk. Raut wajahnya nampak kesulitan, matanya bergetar, iris ungunya berkaca-kaca di sana menahan agar tidak keluar untuk kesekian kalinya. Tangannya mulai turun dari pinggangku dan mengepal di sana.

"Ibu tahu sekuat apapun ku berusaha kamu akan menolaknya."

Disetiap perkataannya yang pelan ku dapat mendengar suara parau isak tangis yang ia tahan sedari tadi.

Aku diam mendengarkan. Tanpa kusadari air mataku juga ikut mengalir.

"Kamu memang keras kepala, dari masih bocah kau saja sudah keras kepala."

Harus kuakui perkataan ibu memang benar, sedari kecil ku mengabaikan larangannya untuk tidak terjun ke akademi khusus Shinobi.

"Ibu juga tidak bisa menyalahkanmu, karena bagaimana pun juga sifat keras kepala mu itu berasal dari ibu."

Yah kupikir itu tidak salah sepenuhnya. Selama ini kami sering berdebat bahkan mengenai hal yang tidak penting sekalipun memberikan argumennya masing-masing dan menunjukkan siapa yang paling benar. Aku tersenyum menginat hal itu.

"Lakukanlah apa yang kau mau." volume suara yang pelan itu keluar dari mulut Ibu.

Senyuman ku tanpa disadari luntur meskipun sangat sedikit saat mendengarnya.

Mendengar itu aku merasa seperti aku dilepas, perasaan seperti seorang induk burung yang telah lelah menghidupi anak-anaknya. Perasaan ini... Aku merasa sedih di suatu tempat.

Beberapa saat kemudian dia menatapku dengan tajam.

"Tapi kau harus berjanji! Kau akan kembali hidup-hidup! Jika Ibu mendengar kabar kematianmu, maka Ibu akan ikut mati saat itu juga lalu akan ku bunuh kau di alam sana, akan kuhajar kau, akan kuminta Ayahmu serta Hashirama jii memberikan serangan telapak Buddha Suci pada mu!"

E-eeh~

Dua biji keringat jatuh muncul di belakkang kepala ku.

"Ibu kau terlalu berlebihan." Ucapku dengan wajah tertawa canggung.

"Ibu tidak mendengar." Ibu nampak mendengar sebenarnya, dirinya sedang berkacak pinggang dengan mata yang tertutup. Ada apa dengannya?

Mengingat ucapan nyelenehnya tadi membuat ku lupa dibalik itu ada permintaan janji yang harus kulakukan. Janji yang harus kutepati bagaimanapun caranya.

Aku meraih kedua tangan yang sedang berkacak pinggang itu dan membawanya berada diantara kami. Perilaku yang kulakukan membuatnya secara refleks kelopak tersebut terbuka, menatap mata ungunya yang indah itu, tekad ku membara. Semangat ku untuk memperjuangkan demi kebahagian kami meningkat.

"Ibu.."

Dengan suara tegas.

"Aku berjanji..."

Dengan niat sungguh.

"Aku akan kembali."

Air matanya mengalir melewati permukaan tanpa terjal hingga terjatuh menembus material kain di lantai. Namun dari ekspresi itu aku dapat melihat sebuah senyuman itu muncul di sana. Senyuman kebahagiaan dari seorang ibu yang harus ku jaga.

To Be Continued - Chapter 1: Promise


Preview Next Chapter:


—"Belum lama ini chakra kyuubi terekam berada di kawasan Negara Batu, Ishi no Kuni."

Ucap sesosok yang muncul dari dalam tanah.


—"Aku sudah mendengar dari seorang wanita malaikat kalau aku menjadi target buruanmu, sang Iblis Putih."

Ucap sesosok pemuda berambut hitam dengan raut dingin.


—"Aku dengar adikku sedang melakukan pencarian Jinchuuriki Kyuubi."

Ucap sesosok wanita di salah satu kanopi di taman kolam air yang sedang nampak hujan. Seorang gadis berambut hitam di dekatnya melebarkan mulutnya terkejut, setelah itu perhatian mereka teralih ke seorang wanita lainnya yang datang membawakan makanan dengan payung.


Dari kejauhan di sebuah bukit lapang, nampak beberapa orang berjubah hitam awan merah mengamati pertarungan Naruto.

—"Haruskah kita membantunya?"


—"Tidak ada peraturan yang mengatakan aku tidak boleh membawa rekan ataupun kelompokku dalam pertarungan kita. Peraturan itu hanya berlaku untukmu."

Ucap sosok rambut hitam dengan seringainya dalam mode biju bereekor


—"Di luar perkiraan ku, akan jadi dua jinchuuriki dalam pertarungan ini. Ini akan merepotkan"

Batin Naruto.


—"MOKUTON HIJUTSU: JUKAI KOUTAN!"

Tanah di sekitar pertarungan mereka hancur ketika muncul akar-akar kayu berukuran menengah yang mulai menjerat musuh.


Mohon maaf kalau sekiranya cerita ini membingungkan, kalian bisa keluarkan komentar dan pendapat kalian mengenai cerita yang kusampaikan kali ini. Apa saja tidak perlu sungkan. Bagaimanapun juga ku butuh arahan agar semuanya semakin lebih baik.

Terima kasih, Chr0no out

Minggu, 19 April 2020 - Yogyakarta 15:25