Disclaimer :
Cerita ini merupakan fiksi penggemar, requested by Quinnfy. Terinspirasi dari lagu Uncover by Zara Larsson. Cerita dibuat oleh chanie/scramblegg, apabila ada kesamaan tempat, penokohan, dan sebagainya merupakan murni suatu kebetulan.
WARNING !
PWP (Porn with Plot) - 18+ (yang belum 18 harap menyingkir)
Play Music lebih seru!
ENJOY
UNCOVER
"Nobody sees, nobody knows, we are the secret can't be exposed."
.
.
Dia dulu selalu berpikir bahwa satu keputusan yang tempo hari ia nyatakan tempo hari merupakan sebuah canda yang tidak akan pernah ia lakukan seumur hidup. Ya, bagaimana tidak? Dua puluh tahun lebih hidupnya tidak pernah sedikitpun terlintas gelora dibalik sentuhan untuk sekedar genggaman tangan. Tidak pernah. Sekalipun bukan barang baru tubuh lahirnya menjadi objek menarik setiap orang, tak terkecuali pria.
Dia, Kim Seokjin, tidak perlu merasa heran jika sebagian dari mereka mungkin menjadikannya sasaran fantasi semata, tak terkecuali pria juga. Akan tetapi, bagaimana jika salah satu diantara mereka adalah seseorang yang begitu dekat dengannya? Seseorang yang lebih dari seorang sahabat—saudara. Seseorang yang ia sayangi selayaknya saudara-saudaranya yang lain, satu perjuangan, yang juga ia hormati. Seseorang yang menjadi pemangku, kepala pada satuan formasi dimana Seokjin berada di dalamnya. Seorang leader grup band laki-laki yang semakin terkenal namanya. Seseorang itu, Kim Namjoon namanya.
Tidak, tentu saja tidak salah jika Seokjin lebih dari puluhan kali menggunakan ikatan mereka ini sebagai canda, topik pembuka percakapan yang hanya sekedar menghangatkan kerenggangan, tidak lebih dari itu semua. Tidak ada romansa, dulunya.
Seokjin sepertinya harus dibiarkan tertawa. Selama ini, ia menyelami semesta, tapi hanya melihat gemintang saja. Mimpinya mungkin hanya berevolusi pada matahari, seperti planet-planet dalam tata surya. Seokjin tidak pernah menduga jika suatu hari rembulan yang ia kira hanya penerang malam dalam siklus melihatnya lebih dari bagian dari tata surya. Rembulan yang hanya Seokjin ajak bercanda, dan lebih sering ia abaikan sesungguhnya selalu memuja. Rembulan itu selalu mendamba, karena Seokjin adalah porosnya. Biarkan Seokjin tertawa. Sesungguhnya ia baru saja menyadari bahwa pasang-surut dalam dirinya selalu dipengaruhi oleh sang rembulan, yang kini merupakan kekasihnya.
.
-UNCOVER-
.
.
Klik!
Pintu kamar paling atas itu terkunci. Dapat dipastikan tidak akan ada yang dapat mengusiknya lagi. Pintu ini juga dibuat dari bahan khusus yang tidak menimbulkan bising meskipun diketuk secara bar-bar dari luar ruangan. Pintu ini menjadi pembatas, dimana Seokjin akan menyelami malam bersama satelit kesayangan.
.
"Euhmm.."
Hela udara malam terdengar nyaman. Dalam pagutan lembut dan hangat, tangannya merangkul dengan lamban. Sekedar menikmati sengatan perlahan dari kulit ke kulit. Seperti harmoni dalam paduan suara, gerakan mereka saling berbicara apa dan dimana satu sama lain ingin dipuja. "Heummh.."
.
Clak!
.
Satu nada kecupan meloloskan diri dari kungkungan, untuk sekedar memberi ruang bernapas. Seokjin dengan terengah meraup udara, menata napasnya yang berlari. Dengan susah paya, Seokjin mencoba menangkap ritme napasya, berkat Namjoon yang tak sekedar berhenti usai memagutnya sekali.
Sebab Namjoon sudah menjelajah pada wajah sang bumi yang memerah dalam temaram. Untuk itu Seokjin kembali berlari dengan pacu jantungnya yang tak tahu diri. Bersamaan dengan hela napasnya yang memanas, Seokjin berlindung pada lengan yang tengah berkalung.
"I miss you," bisik Namjoon dengan suara sedalam samudra. Seokjin seketika meremang. Sesuatu yang panas mendekati daun telinganya, menarikan sesuatu yang memberikan jejak basah setelahnya. "Aku merindukanmu."
Kamu yang merona tidak hanya di daun telinga. Kamu yang terengah bukan karena lelah...
Kim Seokjin membalas dengan suara parau. Kepayahan, sebab Namjoon seperti tidak peduli jika Seokjin mulai kacau. "Ya—ah, aku juga."
.
Nobody sees, nobody knows...
.
Seokjin dan Namjoon berkencan tanpa memberitahu semesta. Mereka merahasiakannya, sebab mereka ingin saja. Hanya beberapa yang memang diijinkan mengetahuinya. Ketika siang, mereka hanya akan berjalan dibawah terik seperti tidak ada apa-apa. Namun, ketika malam tiba, mereka akan kembali ke peraduan dan membuka tabir seluruhnya.
Mereka melepaskannya, menunjukkan keutuhan sesungguhnya. Menjadi yang sejujurnya. Tanpa balutan sutra, hanya kulit ke kulit saja. Bersama dengan keringat yang mengalir diantara mereka, Seokjin pun tak sungkan untuk melepaskan lenguhan yang ia dapatkan dari sentuhan-sentuhan. Lenguhan yang semula menjadi titik terjauh yang bisa ia jumpa. Sebab Seokjin tak pernah berpikir sebelumnya jika ia memiliki kenikmatannya.
.
"S-slower—"
"Hum?" Namjoon menyapu keringat diwajah Seokjin, menepikan poninya yang basah seperti habis berenang. Berenang dalam peluh yang membanjirinya.
Mereka mungkin bermain di balik malam, tapi mereka bergerak dengan ritme di bawah surya yang panas. Seokjin mencengkram seperai di bawahnya, membagi ketegangan sebelum ia tenggelam dalam gelombang pasang. "Ss—ahk!"
Namjoon menatapnya yang tampak berperang dengan suatu ketegangan. Dengan sabar, membiarkan pantainya siap diterjang gelombang. Ketika Seokjin mengulurkan lengannya, Namjoon menyongsongnya segera. Pagutan baru menjadi mula dan tanda air pasang segera tiba.
"Oh—fu*k!" Hela Namjoon di sela-sela pagutannya. Ritmenya bermain pelan. Namjoon belajar dari pengalaman, kekasihnya lebih menyukai suatu keteraturan. Meskipun ini adalah ujian yang berat.
Karena sesungguhnya panas itu semakin menyengat, menggerayap bahkan pada punggung-punggungnya yang dingin. Punggungnya yang membungkuk menuju Seokjin yang berbaring, mencoba perlahan tapi pasti, sementara tangannya menopang dua kaki yang terbuka.
Kim Seokjin mendesah—sepertinya tarian ini masih saja membuatnya tenggelam begitu cepat. Padahal Seokjin sudah berlatih berenang. Tapi, pasang air yang ia terima tidak pernah sama. Selalu saja menggelora.
"Ah! Ah! Ah!"
.
.
Alunan lofi kesukaannya menyajikan dentuman pelan, namun Namjoon memilih bass—berdentum pelan namun dalam. Begitu menghanyutkan, Seokjin tidak bisa menahan diri untuk ikut menggerakkan pinggulnya yang tenggelam.
"Oh—yeah.."
Sebab bulan tengah purnama, Seokjin harus menerima pasang laut yang mereka nantikan beberapa lama. Namjoon pun sama, pada poros bulan barunya, pasang itu harus segera tiba.
.
We are the secret can't be exposed.
.
Malam yang dingin tak lagi sama seperti sebelum mereka seirama. Terik yang menyerang tak lagi hanya saat siang saja. Mereka yang mengungkap diantara lenguhan dan helaan napas yang bersahutan, mereka yang menyelam dan berbagi saliva tengah menikmati kerinduan setelah sekian lama membiarkan payung-payung pembatas dari sinar semesta. Mereka bersama membagi duka dan suka.
.
"N-Namh—Ah! Ah! Ahk!" Seokjin diterjang puncak. Tangannya dengan erat mencengkram Namjoon yang masih bergerak.
Mereka tak ragu lagi malu mendengar masing-masing parau. Bergandengan menghadapi badai yang menghadang, bergerak dalam rima. Mereka saling bersahutan dalam peluh yang berperang.
Namjoon mempercepat tarian, menyambut Seokjin yang mulai mengerang. Namjoon menjemput, membawa Seokjin yang mulai terbang. Namjoon mencengkramnya erat, pun membawanya bersama hingga mereka sama-sama lepas.
Namjoon dan Seokjin sejenak saling menatap, memuja. Lalu berpeluk hangat. Mereka berbagi rindu, berbagi irama jantung yang bertalu. Mereka beristirahat sejenak, sebelum kembali bertemu gelombang pasang yang baru.
.
.
Mereka, Namjoon dan Seokjin, tampak jauh bagi semesta, namun mereka dekat satu sama lain selayaknya dua gravitasi yang tarik-menarik. Mereka yang kini berbagi peluh tak pernah terlihat jika mereka terikat. Mereka yang berevolusi bersama mengelilingi matahari dalam tata surya adalah dua sosok yang sama. Merekalah rahasia, yang hanya akan terbuka saat semesta tiada yang melihatnya.
.
.
"That's when we uncover."
FIN
Author's Note :
Mohon maaf authornya amatir, lugu, gaje, mager ngoreksi, belum punya editor/bukan editor saya mah. Semoga tetap menghibur :3
.
.
Salam!
Scramblegg