Saya FI. AllenaRida dan langsung saja, disini saya melanjutkan chapter sebelumnya yang digarap oleh FI. Abidin Ren. Jika chapter ini tidak memuaskan mohon dimaklumi.

Hanya ingin mengingatkan kembali yang mendapat giliran menulis:

Giliran 1: FI. BijiBapakMu

Giliran 2: FI. Antonio no Emperor

Giliran 3: FI. BijiShiraki

Giliran 4: 4kagiSetsu

Giliran 5: Jangkryx

Giliran 6: FI. Abidin Ren

Giliran 7: FI. AllenaRida

Giliran 8: FI. Shiroyukki

Chapter 7 ditulis oleh FI. AllenaRida


Lifetime: The Prince Horizon's Adventure

Naruto © Masashi Kishimoto

High School DxD © Ichiei Ishibumi

Serta character dari anime lain milik pengarangnya

Warning: Alternative Universe, Out of Character, Over Power Naru!

Summary: Menjadi seorang adventurer bukanlah keinginannya, tetapi ia harus melakukan itu demi bertahan hidup di kerajaan asing, kota asing, setelah ia dibuang oleh kerajaannya sendiri. Naruto, takdir apa yang telah menunggumu di ujung sana?


.

.

© Fanfiction Indonesia (FI)


Arc I: Member Party

Chapter 7: Alasan


Matahari mulai naik menuju tahtanya. Membangunkan semua makhluk yang ada di dunia oleh cahayanya yang terang. Aku sendiri, Naruto, sudah bangun bahkan sebelum matahari terbit.

Setelah membersihkan diri dan memakan sarapan yang diantarkan langsung oleh Fred sang pemilik penginapan ini, aku lalu keluar dari kamar meninggalkan Zenitsu yang masih tertidur pulas di atas kasur.

Aku keluar dari Oracle Inn, melihat hilir mudik orang-orang di kota Asylum yang memulai aktifitas mereka di pagi hari. Hari ini aku dan party-ku memutuskan untuk libur sejenak dari kegiatan kami sebagai adventurer. Melihat dari beberapa masalah yang kami telah alami sejauh ini, tidak ada salahnya untuk libur sejenak dan menenangkan diri bukan? Terutama untukku yang kemarin baru saja menghadapi masalah yang cukup merepotkan.

Masalah yang kemarin kuhadapi adalah perihal kesalahpahaman bahwa aku menculik putri dari salah satu keluarga bangsawan yaitu Ravel Phenex. Yang pada kenyataannya gadis itu sendiri yang kabur dari rumah karena ingin merasakan kebebasan dengan menjadi seorang petualang.

Masalah itu berakhir dengan sebuah duel antara aku dan kakaknya, Riser phenex yang kemudian dimenangkan olehku. Lalu setelah duel itu, aku terlibat perbincangan yang cukup alot dengan ayah dan kakak dari Ravel yang kemudian berakhir dengan keputusan bahwa Ravel diijinkan menjadi seorang petualang dan berada di dalam party-ku. Dengan catatan bahwa aku akan menjaganya dengan baik. Itu sesuatu yang cukup merepotkan sebenarnya.

"Huft ..."

Helaan nafas keluar dari mulutku. Aku kembali menatap orang-orang di sekitarku sejenak sampai kemudian aku berlalu pergi dari tempat itu. Sambil berjalan, aku memikirkan kembali apa yang telah kulalui selama ini.

Menjadi seorang kriminal dari kerajaanku sendiri akibat keegoisan dari sang pangeran. Menjadi petarung di Colosseum untuk sebuah kebebasan yang pada akhirnya tidak kudapatkan. Dibuang oleh kerajaanku ke benua lain dan sampai akhirnya aku berakhir disini menjadi seorang petualang.

Hal-hal yang telah kulalui selama ini membuatku memutuskan untuk tidak akan mempercayai orang lain. Aku hanya akan mempercayai diriku sendiri. Dan jika seandainya ada orang yang bisa kupercayai, aku akan menolak semua itu.

Meskipun begitu, aku tau aku tidak bisa hidup sendiri di dunia ini. Akan ada saatnya aku membutuhkan orang lain. Maka dari itu aku memerlukan rekan, apalagi dengan pekerjaanku sekarang yang sebagai seorang petualang. Dan aku beruntung bisa mendapatkannya.

Aku mungkin tidak akan mempercayai mereka. Tapi bukan berarti aku juga tidak akan menggunakan mereka.

Zenitsu. Bocah yang pertama kali kutemui di benua ini. Orang yang mengalami hal yang sama sepertiku dibuang oleh kerajaannya sendiri. Dia adalah salah satu rekanku saat ini meski awalnya aku tidak berniat seperti itu. Tapi setelah melihat kemampuannya, kupikir dia cukup bisa diperhitungkan. Apalagi dengan fakta bahwa walikota Asylum menyukainya. Itu akan cukup menguntungkan bagiku jika dia kujadikan rekan.

Luke. Dia adalah orang yang kutemui saat menjalankan quest. Dia adalah seorang anak setengah dewa. Dia akan sangat menguntungkan untukku dimasa depan jadi aku menjadikannya rekan.

Akeno. Dia menguntungkan mengingat dia mengetahui hal-hal yang tidak kuketahui di kerajaan ini. Dia juga ahli dalam sihir dan bisa menjadi support dalam party-ku.

Lalu anggota party-ku yang terakhir, Ravel. Dilihat dari manapun, dia sangat menguntungkan bagiku. Bukan hanya karena dia berasal dari keluarga bangsawan, dia juga bisa menggunakan sihir yang bisa menjadi support juga sama seperti Akeno.

Namun meskipun mereka adalah rekanku, aku tetap tidak bisa mempercayai mereka. Selalu ada kemungkinan mereka akan menghianatiku. Sama seperti orang tua sialan itu. Itulah kenapa aku berusaha untuk menyembunyikan kemampuanku dari mereka. Tapi aku tetap berusaha bersikap baik pada mereka agar mereka tidak tahu maksudku yang sebenarnya

Sejujurnya, aku sangat ingin membalas dendam. Pada mereka orang yang telah membuatku mengalami hal sulit saat di kerajaanku dulu. Tapi aku sadar dengan diriku saat ini, aku tidak bisa melakukannya. Maka dari itu aku menyusun rencana jangka panjang untuk pembalasan dendamku nanti. Rencana itu sudah kumulai dan sampai saat ini berjalan dengan lancar.

Pada akhirnya semua yang kulakukan adalah untuk kepentingan diriku sendiri.

Aku berhenti berjalan, terdiam sejenak sebelum kemudian menghela nafas. Sedari tadi aku berjalan tanpa tujuan. Aku tidak tahu harus kemana aku sekarang atau apa yang harus kulakukan. Jujur saja, meski aku yang menyarankan untuk libur sejenak untuk party-ku, aku sebenarnya tidak memiliki rencana apa yang akan kulakukan. Aku hanya berpikir dengan libur ini bisa sedikit menghilangkan beban pikiran. Tapi sepertinya aku menyesal sekarang. Tidak ada kegiatan yang bisa kulakukan itu membuatku bosan, dan aku juga tidak tahu apa yang harus kulakukan.

"Mungkin sebaiknya aku kembali ke penginapan."

Itu mungkin pilihan yang baik. Mungkin saja jika aku kembali ke penginapan, aku bisa menemukan hal menarik yang bisa kulakukan dengan yang lain.

Aku berbalik berniat kembali menuju penginapan sampai kemudian aku terhenti saat merasakan ada sesuatu yang menabrakku dari belakang disusul suara sesuatu yang jatuh. Aku menengok ke belakang untuk melihat apa yang menabrakku yang ternyata itu adalah seorang wanita yang memakai pakaian tertutup berwarna putih. Dan dia sedang terjatuh karena menabrakku.

'Seorang biarawati?'

Ya, wanita yang terjatuh itu adalah seorang biarawati. Terlihat dari pakaian tertutupnya itu. Aku berpikir apa yang dilakukan seorang biarawati berkelian seperti ini? apa dia sedang mencari seseorang?

"Kau tidak apa-apa? Maaf sudah membuatmu terjatuh." Aku mengulurkan tanganku pada wanita itu memberikannya bantuan untuk berdiri.

"Ah ya, aku tidak apa-apa. Dan aku juga minta maaf sudah menabrakmu." Wanita itu membalas sambil menerima uluran tanganku dan berdiri.

Aku melihat kembali wanita di depanku yang kini sedang membersihkan pakaiannya. Dan baru kusadari ternyata dia lebih pendek dariku. Tingginya hanya sebatas dadaku dan dilihat dari wajahnya, sepertinya dia masih seumuran dengan Zenitsu.

"Err, maaf jika aku tidak sopan. Tapi jika boleh tahu, apa yang kau lakukan di tempat ini? Apa kau sedang mencari seseorang?"

"Ah benar. Aku memang sedang mencari seseorang tuan."

'Sudah kuduga.'

Tebakanku benar bahwa dia sedang mencari seseorang. Seketika sebuah ide terlintas dipikiranku, membuatku memasang senyum tipis yang tak lama kembali kuhilangkan.

"Jika boleh, bisakah aku tahu siapa orang yang kau cari Sister-san? Mungkin aku bisa membantu." Aku bertanya kembali. Mulai menjalankam rencana yang ada di kepalaku saat ini.

"Ah, anda mau membantuku? Apa tidak merepotkan?"

"Tidak masalah. Lagipula kurasa aku memiliki waktu luang. Jadi, siapa yang sedang kau cari Sister-san?"

"Ah benar. Aku sedang mencari teman lamaku tuan. Namanya Akeno."

Aku mengerutkan dahi. Dia bilang, Akeno? Apa dia temannya Akeno? Tidak. Aku tidak bisa langsung menyimpulkannya. Bisa saja orang yang dia cari itu orang yang berbeda yang kebetulan memiliki nama yang sama. Aku harus memastikannya lebih dulu.

"Err, apa orang yang kau cari itu Himejima Akeno?"

"Ah benar itu dia. Apa anda mengetahuinya tuan?"

"Tentu. Aku adalah temannya."

Ternyata orang yang dia cari memang benar Akeno. Baguslah, ini semakin memudahkanku.

"Ano, kalau begitu bisakah anda mengantarku untuk menemuinya tuan?"

"Ah tentu. Aku akan melakukannya. Dan ngomong-ngomong, namaku Naruto."

"Ah, aku Asia Argento. Salam kenal Naruto-san." Gadis bernama Asia di depanku tersenyum. Aku membalasnya dengan senyum juga lalu setelah itu mengantarnya untuk menemui Akeno, orang yang dia cari.

Skip time.

Saat ini, aku bersama gadis biarawati bernama Asia berada di penginapan yang ditinggali oleh Akeno. Penginapan yang juga merangkap menjadi sebuah restoran sederhana. Sangat berbeda dengan Oracle Inn tempatku tinggal. Kami duduk disebuah meja yang disediakan bersama dengan Akeno, orang yang dicari oleh Asia, juga Ravel di depan kami. Kami saat ini membicarakan tentang masalah yang dihadapi oleh Asia yang membuatnya mencari Akeno.

"Hmm ... itu masalah yang cukup buruk." Aku bergumam sambil memegang dagu setelah mendengar penjelasan dari Asia tentang masalahnya.

Masalah yang sedang dihadapi oleh Asia adalah berupa penyerangan sekelompok goblin di desa Tera, desa tempat Asia dan Akeno teman lamanya berasal. Sekolompok goblin itu mencuri hasil ladang dan ternak dari warga desa Tera yang membuat mereka resah. Karena itu, Asia pergi untuk meminta bantuan pada teman lamanya Akeno, yang diketahui sebagai petualang untuk mengatasi masalah ini.

"Tapi Argento-san, maaf sebelumnya, bukankah lebih mudah untuk kalian jika membuat sebuah quest saja ke guild dibandingkan dengan kau yang harus mencari Himejima-san seperti ini." Ravel angkat bicara. Menyuarakan kebingunan yang ada di kepalanya.

Jika dipikirkan, itu memang benar. Akan lebih baik jika penduduk desa Tera membuat sebuah quest ke guild daripada menyuruh Asia bersusah payah mencari Akeno. Lagipula pada akhirnya hasilnya sama saja.

"Untuk itu, kami penduduk desa Tera tidak memiliki cukup dana untuk membuat quest seperti itu. Karena itulah aku memutuskan mencari Akeno Nee-san untuk menyelesaikan masalah ini," balas Asia menjawab kebingungan kami.

"Karena itu Nee-san, tolong bantu kami." Asia menundukan kepalanya. Memohon pada Akeno untuk membantu masalah yang menimpa desa Tera.

"Meskipun kau memintaku seperti itu Asia-chan, aku tidak yakin bisa menyelesaikan masalah ini sendirian," balas Akeno. Raut wajahnya terlihat bimbang saat ini.

Apa yang dikatakan Akeno benar. Kendati dia ingin membantu Asia untuk menyelesaikan masalah desa Tera, yang juga merupakan desa tempat dia berasal, dia tidak bisa melakukannya sendirian dengan kemampuannya sekarang.

Aku sejenak melirik Akeno dan dapat kulihat mata gadis itu sesekali juga melirik ke arahku. Aku mengerti arti dari lirikannya itu. Aku menghela napas sejenak sebelum kemudian mulai berbicara.

"Kau tidak sendirian Akeno-san. Aku akan membantumu."

Dapat kulihat ketiga wanita yang bersamaku menatap ke arahku terkejut. Aku menghiraukan itu lalu menlanjutkan ucapanku.

"Bukan hanya aku. Tapi juga Luke, Zenitsu, dan Ravel juga akan membantumu."

"Apa kau serius Naruto-kun? Kau tahu bukan jika kau tidak akan mendapatkan apapun dari hal ini," tanya Akeno memastikan keputusanku untuk membantunya.

Aku mengangguk lalu kemudian membalas, "Tentu. Kita adalah teman satu party. Sudah seharusnya kita saling membantu. Bukankah begitu Ravel?" Aku menatap gadis dari keluarga Phenex itu mencoba meminta pendapat darinya.

"Kupikir memang tidak ada salahnya membantu. Lagipula, dengan itu kita juga membantu mensejahterakan kerajaan bukan?" Ravel angkat bicara, menyuarakan pendapatnya.

Dengan membasmi para goblin yang membuat warga resah, itu berarti kita memberikan kesejahteraan bagi warga tersebut. Itulah yang dimaksud oleh Ravel.

"Aku yakin Luke dan Zenitsu juga akan menyetujuinya. Jadi kau tenang saja Akeno-san."

Wajah Akeno dan Asia berseri, raut senang terpancar jelas di wajah mereka berdua akan ucapanku.

"Terima kasih Naruto-kun, sudah mau membantu desaku."

"Uhm! Terima kasih Naruto-san dan Ravel-san."

Aku dan Ravel mengangguk menanggapi ucapan terima kasih dari Akeno dan Asia. Dalam hati aku menyeringai, rencanaku berhasil dengan mus sejauh ini.

Bukan tanpa alasan aku memutuskan untuk membantu masalah yang menimpa desa Tera. Kendati tidak ada imbalan yang kudapat dari hal ini, namun aku akan mendapat hal lain yang akan lebih menguntungkanku nantinya. Yaitu kepercayaan dari Akeno.

Dengan membantu masalah yang menimpa desanya, itu akan membuat Akeno lebih mempercayaiku sebagai teman dan juga akan lebih menghormatiku. Juga ini akan membuat citraku menjadi lebih baik dimata party-ku yang lainnya. Mereka akan menganggapku sebagai orang baik yang pastinya dengan begitu mereka juga akan lebih mempercayaiku.

"Baiklah, kalau begitu kita akan berangkat menuju desa Tera besok siang, bagaimana menurut kalian?" Aku bertanya pada ketiga wanita yang bersamaku meminta pendapat mereka.

"Aku setuju."

"Aku juga, semakin cepat semakin baik."

"Aku juga setuju."

Aku mengangguk mendengar tanggapan mereka yang setuju dengan rencanaku.

"Baiklah, kalau begitu aku akan kembali ke penginapan untuk memberitahu Luke dan Zenitsu. Kita akan bertemu besok di gerbang kota. Persiapkan sebaik mungkin apa yang dibutuhkan nanti."

Mereka mengangguk mendengar intruksiku. Setelah itu aku lalu pergi keluar dari tempat ini kembali ke Oracle Inn untuk memberitahu masalah ini pada Luke dan Zenitsu.

Skip time.

Hari berlalu begitu saja tanpa terasa. Seperti yang sudah dijanjikan kemarin, aku dan party-ku plus Asia siang ini akan pergi menuju desa Tera untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di sana. Kami saat ini berada di gerbang kota Asylum.

"Baiklah, apa kalian sudah siap?" Aku bertanya memastikan sambil menatap anggota party-ku dan juga Asia secara bergantian. Mereka semua mengangguk sebagai jawaban.

"Baiklah, kalau begitu aku kita berangkat!" Dengan komandoku itu, kamipin memulai perjalanan kami.

Desa Tera adalah desa kecil yang berada cukup jauh di arah barat Kota Asylum. Butuh waktu setengah hari untuk sampai ke desa itu dengan berjalan kaki. Desa dengan hampir semua penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Tidak mengherankan jika masalah penyerangan goblin yang mencuri hasil ladang itu membuat mereka resah.

Perjalan menuju desa Tera terbilang lancar untuk kami. Tak ada hambatan selain dari rute menuju desa itu sendiri yang melewati hutan. Kami beristirahat sejenak di perjalan, mengisi perut kami yang kosong lalu setelah itu kembali bergerak.

Sampai akhirnya kami tiba di desa Tera saat hati mulai gelap. Lahan-lahan pertanian yang sudah kosong dapat kulihat di desa ini. Rumah-rumah penduduk yang kebanyakan berfondasi kayu tersaji di mataku. Dan ada sebuah hutan di sisi barat desa.

Asia mengantar kami menuju ke suatu rumah yang lebih besar dari rumah lainnya. Itu adalah rumah dari kepala desa Tera katanya. Asia mengetuk pintu rumah itu dan tak lama kemudian seorang pria paruh baya keluar dari dalam. Pria itu menatap bingung pada kami. Lalu Asia mulai menjelaskan tentang maksud kedatangan kami pada pria itu dan tak berapa lama raut wajah pria paruh baya itu berbinar. Dia terlihat senang mengetahui bahwa kami datang untuk membantu menyelesaikan masalah yang menimpa desa Tera. Setelah itu kamipun dipersilahkan masuk ke dalam rumahnya.

Di dalam rumah kepala desa Tera, aku dan party-ku juga Kepala desa dan Asia membahas perihal masalah yang menimpa desa ini. Kepala desa mengatakan jika pencurian ladang dan ternak ini terjadi empat hari yang lalu. Saat itu penduduk dibuat kebingungan akan hilangnya ternak dan ladang mereka yang siap panen di pagi hari. Penduduk menduga bahwa itu adalah kasus pencurian karena itulah mereka memutuskan beberapa orang untuk berjaga dimalam hari. Dan disaat itulah akhirnya mereka mengetahui siapa pencurinya. Penduduk yang berjaga memergoki sekelompok goblin berusaha mencuri ladang dan ternak mereka. Melihat itu, mereka berusaha mengusir sekelompok goblin itu dan akhirnya berhasil, meski ada sedikit ladang mereka yang berhasil dicuri.

Malam berikutnya setelah itu, sekelompok goblin kembali datang dan berusaha mencuri ladang mereka lagi. Penduduk yang berjaga berusaha kembali mengusir para goblin, namun berbeda dari sebelumnya, para goblin kali ini membawa persenjataan dan menyerang balik para penduduk yang berjaga dan membuat mereka terluka. Itu berlangsung kembali sampai malam berikutnya dan membuat penduduk desa Tera semakin resah karena jika hal ini terus berlangsung, ini akan membuat kerugian yang sangat besar untuk para penduduk yang hidup bergantung pada hasil ladang mereka.

Sayangnya, keterbatasan dana yang dimiliki membuat mereka tidak bisa mengajukan quest untuk menyelesaikan masalah ini ke guild. Hal inilah yang mendorong Asia untuk pergi mencari Akeno yang diketahui sebagai petualang untuk menyelesaikan masalah ini.

"Maaf menyela paman, tapi kulihat semua ladang sudah kosong. Apa semuanya sudah dicuri oleh para goblin?" Luke angkat suara bertanya pada kepala desa.

"Tidak. Kami mengamankan hasil ladang yang tersisa," jawab kepala desa memberitahu kenapa semua ladang sudah kosong saat aku memasuki desa ini.

"Baiklah paman, kami sudah mengerti masalahnya. Dari sini serahkan saja pada kami. Akan kami usahakan untuk menyelesaikan masaah ini," kataku yang disetujui dengan anggukan oleh anggota party-ku.

"Baiklah, tolong selesaikan masalah ini."

Kami mengangguk lalu setelah itu kamipun keluar dari rumah kepala desa. Lalu setelahnya, dengan dipimpin oleh Asia, kami dibawa menuju tempat dimana dia mengatakan akan menjadi tempat kami untuk menetap sementara waktu di sini. Kami pergi menuju salah satu sudut desa Tera yang disana terdapat sebuah bangunan besar. Itu adalah sebuah geraja cukup besar dengan fondasi batu bata, satu-satunya bangunan yang tidak berfondasi kayu di desa ini.

"Rasanya seperti kembali ke masa lalu." Akeno yang berada di sebelahku mengatakan itu sambil matanya menatap dalam pada gereja di depan kami.

"Aku dulu tinggal di sini sebelum pergi menulu kota Asylum untuk menjadi petualang," lanjut gadis berambut hitam itu. Kami hanya mendengarkan dalam diam perkataan Akeno yang sedikit menceritakan masa lalunya.

"Ayo masuk semuanya," ucap Asia sambil membuka pintu gereja dan masuk ke dalamnya. Kami mengikuti Asia dari belakang masuk ke dalam gereja itu.

Di dalam, kami disuguhi oleh banyaknya kursi yang berjejer rapi. Di sana juga terdapat orang-orang yang kebanyakan adalah anak-anak dan ada satu wanita dewasa yang berpakaian sama seperti Asia, dan dia sangat mirip dengan Akeno. Apa dia adalah kakaknya?

Saat kami masuk, pandangan orang-orang yang ada di dalam langsung teralihkan pada kami lalu mendekat menghampiri kami.

"Asia, kau sudah kembali." Satu-satunya orang dewasa di sini langsung menyambut Asia begitu sudah dekat dengan kami. Asia sendiri hanya tersenyum membalas sambutan wanita dewasa yang mirip Akeno itu. Lalu pandangan wanita itu segera beralih pada kami, tepatnya pada Akeno.

"Akeno, kau kembali." Wanita itu menyambut Akeno dengan wajah teduh, lalu merentangkan kedua lengannya dan memeluk Akeno. Gadis temanku itu sendiri menyambut pelukan wanita itu dengan tersenyum.

"Aku pulang, Kaa-san."

"Selamat datang kembali, Akeno."

Sekarang aku tahu kenapa wanita dewasa itu sangat mirip dengan Akeno, itu karena dia adalahnya. Kami yang lainnya hanya menatap reuni antara ibu dan anak itu dalam diam tanpa berniat mengganggu sedikitpun.

Tak berapa lama, mereka melepaskan pelukan antara keduanya, lalu ibu dari Akeno beralih menatap kami.

"Akeno, siapa mereka?" tanya ibu Akeno kemudian.

"Mereka teman-teman petualangku ibu. Yang disampingku ini namanya Naruto, lalu dia adalah Luke, yang berambut oranye itu namanya Zenitsu, dan gadis ini namanya Ravel." Akeno menjawab pertanyaan ibunya sambil memperkenalkan kami satu persatu."

"Ah begitu kah ...," tanggap ibu Akeno atas jawabannya. "Nama saya Himejima Shuri, ibu dari Akeno dan pengurus gereja ini. Salam kenal, teman-teman Akeno sekalian," lanjut ibu Akeno lagi memperkenalkan namanya. Kami merespon perkenalan ibu dari Akeno dengan senyum dan mengangguk.

"Shuri-san, mereka adalah orang-orang yang datang untuk mengurus masalah goblin yang mencuri di desa ini. Dan mereka akan menetap disi untuk sementara, apakah boleh?" ucap Asia memberitahu maksud kedatangan kami ke desa ini sekaligus meminta ijin untuk kami menetap di gereja ini untuk sementara waktu.

"Begitukah? Syukurlah kalau begitu. Aku sudah khawatir dengan masalah goblin pencuri itu. Dan tentu, kalian boleh tinggal disini untuk sementara waktu," jawab ibu Akeno mengijinkan kami untuk tinggal. "Dan maaf jika tempat ini sedikit berantakan dan tidak bagus," lanjutnya lagi.

"Tidak masalah Himejima-san, lagipula kami hanya akan disini untuk sementara waktu. Justru kami yang harusnya minta maaf, karena sudah merepotkan anda dan yang lainnya," balasku menanggapi ucapan ibu Akeno. Teman-temanku yang lain mengangguk setuju dengan perkataanku.

"Itu tidak benar, kalian tidak merepotkanku sedikitpun. Justru aku senang dengan kedatangan kalian karena dengan itu masalah goblin pencuri di desa ini bisa di selesaikan, juga aku senang karena Akeno kembali," ucap ibu Akeno. Kami hanya mengangguk tersenyum menanggapinya.

"Kalau begitu ayo masuk, akan kuantar kalian menuju kamar. Kalian pasti lelah bukan setelah perjalanan jauh menuju ke sini?" Ibu Akeno berkata seperti itu lalu menuntun kami menuju kamar yang akan kami gunakan untuk beristirahat.

Aku dan yang lainnya, minus Asia mengikuti Shuri-ibu dari Akeno- dari belakang masuk lebih dalam gereja ini. Kami lalu sampai di depan sebuah pintu kamar yang langsung dibuka oleh Ibu Akeno.

"Ini adalah kamar untuk Naruto-san, Luke-san dan Zenitsu-san. Untuk Ravel-san, akan sekamar dengan Akeno."

Kamar yang diperuntukan untuk kami tidaklah terlalu besar. Itu adalah sebuah kamar berukuran sedang dengan empat tempat tidur yang di bagi dua antara sisi kiri dan kanan dengan dua tempat tidur bertingkat.

"Kalau begitu aku tinggal untuk sebentar, aku akan mengantar Akeno dan Ravel-san dulu menunu kamar mereka. Akan kupanggil kembali saat makan malam nanti. Selamat beristirahat," Lanjut Ibu Akeno lalu berjalan pergi bersama Akeno dan Ravel. Kini hanya tinggal tersisa kami bertiga para laki-laki.

"Aku akan mengambil kasur yang ini." Aku berkata seperti itu sambil berjalan masuk ke dalam ruangan ini mendekat menuju salah satu kasur yang berada di sebelah kiri bagian bawah.

"Naruto-san aku tadi ingin mengambil kasur yang itu." Zenitsu mengeluh dengan pilihanku akan kasurnya tadinya ingin ditempati olehnya.

"Kau kalah cepat Zenitsu." Luke merespon Zenitsu sambil berjalan menuju salah satu kasur yang berada di sebelah kanan dibagian bawah.

Zenitsu yang mendengar ucapan Luke terlihat cemberut dan itu membuatku kesal. Dia benar-benar seperti anak kecil mempermasalahkan soal tempat tidur seperti ini.

"Hah, kalau begitu aku pilih yang ini saja." Zenitsu berkata sambil berjalan menuju kasur yang berada di atas kasur Luke.

Kami bertiga lalu meletakan barang bawaan kami di ruangan ini lalu kemudian saling diam tanpa ada yang berniat memulai pembicaraan. Sampai kemudian ibu Akeno datang memberitahu kami bahwa sudah waktunya makan malam. Kami bertigapun meninggalkan kamar mengikuti wanita itu menuju ruang makan, disana sudah terdapat anak-anak yang duduk di kursi yang berjejer di samping sebuah meja panjang yang diatasnya sudah terdapat banyak makanan. Akeno dan Ravel juga sudah ada di sana duduk di salah satu kursi yang ada. Kami berempat juga mengambil tempat kami di kursi yang tersisa.

Acara makan malam berlangsung meriah. Itu karena ulah para anak-anak yang saling bercanda satu sama lain dan terkadang dengan kami juga. Para anak-anak yang ada digereja ini semuanya adalah anak-anak yatim piatu yang kebanyakan kehilangan orang tua mereka karena suatu hal atau bahkan dibuang oleh orang tua mereka sendiri. Itulah yang dikatakan oleh Shuri-ibu dari Akeno-pada kami.

Gereja ini sendiri juga dibangun atas dasar untuk menampung anak-anak seperti mereka oleh pengurusnya dulu. Dan setelah pengurus gereja yang lama meninggal dunia, kini ibu dari Akenolah yang berperan sebagai pengurusnya. Untuk mencukupi kebutuhan anak-anak di gereja ini sendiri mereka melakukan hal yang sama seperti penduduk desa Tera lainnya yaitu berladang. Dan karena itulah masalah pencurian oleh goblin ini juga sangat mengkhawatirkan untuk mereka.

Setelah acara makan, Aku dan party-ku pergi menuju ruang depan yang merupakan ruangan untuk berdoa di gereja ini. Kami di sini untuk membahas rencana penyelesaian masalah yang menimpa desa Tera.

"Baiklah, kita sudah mengetahui detail dari masalahnya. Yang harus kita lakukan sekarang hanya tinggal bergerak saja. Dan aku sudah memutuskan untuk melakukannya malam ini." Aku berkata memulai pembahasan rencana.

"Semakin cepat, semakin bagus, kah?" Luke merespon perkataanku. Aku yang mendengar itu mengangguk menanggapinya.

Dari yang dikatakan oleh kepala desa, para goblin mulai beraksi pada malam hari dan mereka datang dari dalam hutan di sisi barat desa. Dengan informasi ini, aku sudah menyiapkan rencana untuk menyelesaikan masalah ini.

"Kita akan bersiap di tepi hutan sisi barat desa, tempat dimana para goblin akan muncul untuk menyergap mereka. Dengan ini, kita bisa meningkatkan persentasi keberhasilan dengan memanfaatkan keterkejutan para goblin akibat penyergapan ini." Aku menjelaskan rencana milikku yang berniat menyergap para goblin. Anggota party-ku semuanya mengangguk setuju dengan rencanaku.

"Persiapkan semua hal yang kalian butuhkan secepatnya. Dan Ravel, ini adalah kali pertamamu melawan monster, jadi berhati-hatilah," lanjutku lagi memberikan instruksi pada semuanya sekaigus mewanti-wanti Ravel agar berhati-hati karena ini adalah pengalaman pertamanya melawan monster. Ravel yang mendengar ucapanku menganggukmengerti.

Akan sangat berbahaya jika terjadi sesuatu pada Ravel dalam misi ini. Itu akan sangat merugikanku.

"Baiklah, pembahasan rencana selesai. Kita berkumpul kembali disini dalam 30 menit mendatang. Manfaatkan waktu itu untuk mempersiapkan apa yang dibutuhkan."

Dengan itu kami semua bubar menunu ke kamar masing-masing untuk mempersiapkan diri mengurus para goblin pencuri nanti.


Bersambung

Saya disini hanya berperan sebagai penyeimbang dan menjelaskan hal yang tidak dijelaskan oleh author sebelum saya. Jadi maaf jika chapter kali ini membosankan dengan tidak adanya action sama sekali.

Akhir kata,

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini