"Vow"
A BoBoiBoy Fanfiction by Fanlady
Disclaimer : BoBoiBoy © Monsta. Tidak ada keuntungan material apapun yang diambil dari fanfiksi ini.
Warning (s) : AU, TauYa, judul rada nggak nyambung, drabble beneran; pendek pokoknya, open ending (?).
Untuk #DailyDrabbleChallenge. Prompt by Meltavi; Chat-an Mantan.
Selamat membaca!
.
.
.
"Kamu ke mana, sih? Ditungguin dari tadi tapi nggak sampai-sampai."
Taufan tersenyum kecil. Bahkan pesan yang dikirimkan lebih dari lima bulan yang lalu masih bisa membuatnya tersenyum-senyum sampai sekarang. Taufan menggulir layar. Ada begitu banyak percakapan yang tersimpan di ruang obrolan favoritnya. Meski ponselnya sudah seringkali menjerit karena kapasitas yang penuh, Taufan lebih memilih menghapus data-data lainnya daripada harus menghapus percakapan ini. Sayang kalau dihapus, pikirnya. Ada terlalu banyak kenangan yang tersimpan di ruang kecil ini.
"Taufan, kata Gopal ada akuarium yang baru dibuka di dekat kebun binatang kota. Gimana kalau besok kita ke sana?"
"TAUFAN! KAMU BELUM BALIKIN BUKU MATEMATIKAKU, YA? ANTER SEKARANG SEBELUM KEPALAMU KUGOROK."
"Taufan, aku sedih. Boleh nelpon, nggak?"
Layar terus bergulir di bawah jari-jarinya. Sesekali Taufan tersenyum, kadang ia tertawa. Beberapa kali ia termenung, membaca rangkaian pesan yang saling mereka kirimkan satu sama lain. Dulu.
Napas dihela pelan. Taufan meraih cangkir di meja dan menyesap cokelat panasnya sambil melamun. Ia menatap sedikit celah dari tirai yang tersibak di dinding kamarnya. Bulan purnama tengah bertengger anggun di singgasananya di langit malam. Berkas cahayanya menimpa tumpukan buku dan kertas yang berserakan di meja belajar Taufan.
"Taufan, aku mau ngomong. Bisa keluar sebentar?"
Obrolan terakhir mereka malam itu masih tergambar jelas di benak Taufan. ia ingat, berlari dengan penuh semangat untuk menemui sang kekasih yang menunggunya di luar. Padahal belum sampai dua jam sejak mereka berpisah di depan pintu rumah Yaya setelah Taufan mengantarnya pulang.
"Aku mau kita putus."
Itu bukan kata-kata yang diharapkan Taufan akan terucap dari mulut kekasihnya. Ia ingat hanya bisa tercengang. Mulut ternganga, menarik setiap serangga malam yang lewat untuk masuk.
"... Kenapa?"
Satu pertanyaan itu masih terngiang di kepalanya, bahkan sampai sekarang. Taufan sempat menyesali dirinya yang hanya bisa pasrah, memandang nanar punggung sang kekasih yang berjalan menjauh meninggalkannya berkubang dalam luka.
Sudah lima bulan berlalu, tidak, kini sudah memasuki bulan ke-enam sejak mereka berpisah. Taufan menghitung setiap hari, setiap menit yang harus dihabiskannya dengan memendam rindu. Bahkan untuk sekedar bertukar sapa lewat media obrolan daring pun Taufan sudah tidak mampu. Ia takut kembali terjebak nostalgia, lalu akan semakin sulit baginya untuk memadamkan asa.
Layar ponselnya berkedip. Jam digital di sudut kiri menunjukkan tepat tenah malam. Taufan melirik memo kecil yang muncul, sebelum layarnya kembali padam.
D-Day
Taufan menghenyakkan diri di bantal dan memejamkan mata. Ia berharap hari esok tidak akan pernah datang.
.
.
.
fin
A/N :
Sebenarnya aku kepikiran 3 alternatif buat endingnya (hurt, angst, fluff), tapi nggak bisa mutusin yang mana jadi digantung begini aja hahahahah /dibuang.
Makasih banyak buat yang udah meluangkan waktu untuk membaca!
Salam sayang,
Fanlady.