FILIA

Disclaimer : Masashi Kishimoto Sensei.

Story By : Yana Kim

Lenght : Chaptered

Rate : M

WARNING!

.

Uchiha Sasuke x Yamanaka Ino

SUM:

Persahabatan lima anak manusia dengan motto 'tidak boleh ada cinta dalam persahabatan'. Naruto, Sakura dan Shikamaru telah menikah dengan pasangan masing-masing. Tinggallah Sasuke, si pengusaha kaya tapi playboy dan Ino si desainer cantik yang mudah jatuh cinta, mudah juga patah hati.

.

.

.

Satu

.

.

.

Apollo. Restoran bergaya klasik itu tampak ramai. Maklum saja, saat itu adalah jam makan siang. Sebuah meja yang diatur sedemikian rupa—dua meja dijadikan satu dengan lima buah kursi— disudut ruangan didekat kaca besar yang pemandangannya langsung mengarah ke taman. Tiga orang pria sedang duduk disana dengan tiga gelas minuman yang berbeda didepan mereka. Terdapat juga dua gelas minuman yang tampak belum berkurang sedikitpun. Mereka tampak bercengkerama dengan serius, namun disela-sela keseriusan mereka, terkadang mereka tertawa atau lebih tepatnya menertawakan salah satu diantar mereka. Tak lama kemudian, dua orang pelayan membawakan pesanan mereka. Lima piring besar dengan tiga carbonara pasta, satu lasagna dan satu dressing salad. Tepat saat pelayan meletakkan piring terakhir, dua orang wanita dengan warna rambut terang yang berbeda memasuki restoran dan duduk mengisi dua kursi kosong itu.

Akhirnya lima kursi itu terisi. Lima anak manusia dengan watak berbeda yang sudah bersahabat sejak dua puluh tahun silam. Mereka adalah Namikaze Naruto, Uchiha Sasuke, Nara Shikamaru, Haruno Sakura dan Yamanaka Ino. Mereka bersahabat sejak tahun pertama masuk Sekolah Menengah Pertama. Dimulai dari tugas kelompok yang menguras otak, begitu juga persahabatan mereka dimulai. Mereka bersama-sama sampai lulus Sekolah Menengah Atas. Meskipun berpisah dibangku kuliah akibat jurusan yang berbeda-beda, mereka tetap saling bertemu diwaktu luang. Satu prinsip yang mereka pegang dari awal. Tidak boleh ada cinta didalam persahabatan itu. Seperti yang orang katakan, bahwa persahatan antara laki-laki dan perempuan tidak akan berhasil karena cinta bisa timbul. Namun dengan motto yang mereka pegang, mereka berhasil mempertahankan persahabatan itu sampai saat ini.

Namikaze Naruto kini berhasil menjadi arsitek dan membangun perusahaan konstruksinya sendiri. Ia juga telah menikah dengan sang kekasih Hinata Hyuuga, putri dari bosnya ditempat pertama kali ia bekerja. Tidak ada yang menyangka bahwa Naruto yang akan pertama kali menikah.

Haruno Sakura sebelumnya bekerja sebagai seorang perawat di salah satu Rumah Sakit ternama di Tokyo. Namun ia berhenti bekerja setelah menikah dengan seorang dokter bedah bernama Sabaku Gaara. Kini ia fokus sebagai ibu rumah tangga. Namun masih sering berkumpul bila ada waktu luang.

Nara Shikamaru bertemu dengan istrinya di pernikahan Sakura. Wanita berambut pirang yang ternyata adalah kakak dari Gaara itu berhasil menarik perhatian si white hacker yang sebelumnya paling malas berurusan dengan makhluk bernama perempuan. Perbedaan usia tidak menjadi penghalang untuk mereka. Keduanya menikah tak lama kemudian.

Diantara mereka berlima, tinggal Sasuke dan Ino yang belum menikah. Uchiha Sasuke si pewaris Uchiha Company yang terkenal playboy itu memang sepertinya tidak ada niat untuk menikah. Ia terlalu sibuk bermain-main dengan para wanita yang memujanya.

Yamanaka Ino sendiri belum menikah lantaran belum menemukan tambatan hati yang pas. Ia terlalu mudah jatuh hati pada pria tampan. Biasanya semuaya berakhir buruk. Saat ini desainer kawakan itu sedang menjalin hubungan dengan seorang aktor bernama Shimura Sai. Untuk yang kali ini sepertinya Ino dan lelaki itu serius. Mengingat mereka sudah berpacaran kurang lebih enam bulan. Memecahkan rekor masa pacaran Ino yang biasanya tak lebih dari dua bulan.

"Dua puluh menit. Demi Tuhan, kenapa kalian tidak pernah tepat waktu?!" Lelaki berambut kuning terang itu menggerutu sambil meminum jus jeruknya.

"Aku sudah tepat waktu, para lelakiku. Tapi ibu rumah tangga yang satu ini butuh waktu untuk bersiap karena sang buah hati tidak mau ditinggal." Ino mengumandangkan pembelaan dirinya. Tangannya kemudian mengambil lemon tea madu yang sebelumnya dipesan oleh teman-temannya.

"Pig, kau juga akan merasakannya nanti kalau sudah punya anak yang akan mengekorimu kemana saja." Sakura mendengus. Ia ikut mengambil minumannya.

"Wah, segar sekali. Terimakasih karena sudah memesankan milikku para lelaki tampan!"

Kelimanya kemudian mulai makan sambil bercerita tentang kegiatan sehari-hari mereka. Saling tertawa bila ada hal konyol yang dibahas. Kemudian dilanjut membahas pekerjaan masing-masing hingga pasangan juga keluarga mereka. Sakura yang cukup stres karena jam kerja Gaara sepertinya bertambah di Rumah Sakit hingga pria itu semakin jarang pulang, serta Naruto yang anaknya semakin aktif hingga susah dijaga. Piring bekas makan mereka sudah berganti dengan gelas wine dan senampan besar buah-buahan. Minum wine disiang hari? Bukanlah masalah, apalagi bila restoran itu adalah salah satu dari sekian banyak aset Uchiha Sasuke.

"Sasuke, kau sendiri masih jalan dengan model itu? Siapa namanya? Sela?" Sakura bertanya pada Sasuke yang baru selesai mencibir Naruto tentang bodohnya sahabatnya itu menjaga anak sendiri.

"Maksudmu Sara? Ya, kami masih jalan. Tapi mungkin akan putus sebentar lagi." Sasuke mengangkat bahu.

"Wah, dia membuatmu bosan?" tanya Shikamaru. Bukan rahasia lagi kalau Sasuke sering mencampakkan kekasihnya karena alasan bosan.

"Dia semakin banyak maunya. Aku muak." Sasuke menyahut.

"Bukannya kau tidak masalah bila mereka meminta apapun? Toh uangmu tidak akan habis sampai tujuh turunan kan?" Ino bertanya. Tangannya mengambil garpu dan menusuk melon untuk kemudian memakannya.

"Aku tidak masalah dengan permintaan yang seperti itu. Tapi kali ini dia sudah melewati batas. Menikah? Dia jelas tahu bahwa aku tidak berpacaran untuk menikah." Sasuke mengambil wine dan kembali menyesapnya.

"Sasuke dan kisah cintanya." Shikamaru ikut menyesap winenya.

"Ckckck. Hei Teme, sudah saatnya kau menikah. Kita sudah tiga puluh dua tahun. Ino saja sudah dalam persiapan." Naruto menunjuk Ino dengan garpu ditangannya. Ino tersenyum manis. Ia kemudian menunjukkan jari manisnya yang sudah terhiasi oleh cincin berlian. Semuanya melihat pada jemari Ino.

"Wah, dia melamarmu? Aku kira itu aksesoris yang biasa kau pakai." Sakura menarik jari Ino dan melihatnya.

"Tentu saja kau tidak boleh membandingkan aku dengan Sasuke, Naruto." Ino mengedipkan matanya pada Sasuke yang kemudian mendecih.

"Kita lihat saja. Tak lama lagi kau akan datang sambil menangis pada kami dan meminta kami memukuli laki-laki itu." Sasuke balas mengedipkan matanya pada Ino.

"Saiku tidak seperti itu ya!" Ucapan Ino diikuti Sasuke dengan nada yang mengejek.

"Benar Sasuke. Kau tidak boleh berkata seperti itu. Kita harusnya senang karena sebentar lagi sahabat kita akan menikah. Selamat, pig!"

Ino memeluk Sakura dari samping.

"Kau yang terbaik, forehead."

Ino berdeham, kemudian melanjutkan.

"Untuk acara pernikahanku. Aku akan menyiapkan pakaian khusus untuk kalian." Ino kemudian mendelik pada Sasuke. "Aku tidak akan menyiapkannya untukmu!"

Sasuke hanya mendengus merendahkan.

"Kau tidak menyiapkannya untukku? Ku hancurkan butikmu."

"Dasar! Beraninya hanya pakai kekuasaan."

"Teman-teman, sepertinya aku harus pulang. Gaara pulang lebih cepat hari ini. Aku harus memanfaatkan waktu dengan suamiku sebaik mungkin." Sakura baru saja memeriksa ponselnya.

"Kau naik taksi?" tanya Ino. Sakura mengangguk. Wanita cantik berambut pink itu mencium pipi Ino, Sasuke dan Naruto. Baru saja ia ingin mencium pipi Shikamaru ketika pria itu bangkit dari duduknya.

"Biar aku antar. Kalau begitu aku juga pulang. Sudah menjelang sore."

"Kakak iparku ini baik sekali." Sakura menggoda Shikamaru kemudian melambai pada ketiga sahabatnya dan berjalan keluar bersama Shikamaru.

"Aku juga sepertinya harus menjemput Hinata dan Boruto dari tempat ayah mertuaku. Aku duluannya ya. Salam untuk Sai, Ino. Dan Sasuke, aku tidak akan menitip salam pada kekasihmu karena saking seringnya berganti, aku tidak tahu nama mereka." Naruto tertawa, kemudian mengelus pelan kepala Ino dan memukul bahu Sasuke sebelum beranjak dari sana meninggalkan Ino dan Sasuke.

"Dasar dobe! Kau juga berhentilah tertawa." Sasuke berdelik pada Ino yang masih tertawa akibat ucapan Naruto.

"Well, sepertinya kita juga harus bubar. Aku duluan ya. Kau masih tetap disini kan?" tanya Ino pada Sasuke. Biasanya Sasuke lebih suka bersantai di restoran itu dari pada di kantornya.

"Aku ikut denganmu. Aku malas kembali ke kantor."

"Hei. Aku masih harus ke butik. Kalau malas kenapa tidak pulang saja?"

"Sara pasti ada di apartmentku. Aku sedang dalam tahap menjauhkan diri sampai dia kesal dan meminta putus dariku." Sasuke menjawab santai.

Ino melipat tangannya di dada. Sahabatnya itu tidak berubah. Ino tahu tidak ada gunanya menasehati Sasuke. Tapi mau bagaimana lagi, Sasuke sama seperti Naruto, Shikamaru maupun Sakura. Sasuke adalah sahabatnya. Seburuk apapun kelakuan Sasuke, pria itu tetaplah sahabatnya. Mereka berlima sudah bersama selama dua puluh tahun. Saling mengetahui keburukan masing-masing namun masih saling menyayangi. Saling mengetahui kelebihan masing-masing dan saling mendukung.

"Baiklah. Aturannya masih sama. Jangan tebar pesona selama disana."

Sasuke tersenyum.

"Kau tahu butikmu akan selalu ramai bila aku ada disana."

.

.

.

Mereka tiba di butik Ino setengah jam kemudian. Para staff Ino langsung tersenyum bahagia melihat Sasuke datang bersama dengan bos mereka. Siapa yang tidak senang bilang saat kau bekerja, seorang pria tampan datang dan tersenyum manis padamu.

"Kau mau duduk disini atau ikut ke ruanganku?" tanya Ino.

Sasuke tampak berpikir keras. "Sepertinya aku ikut ke ruanganmu saja. Aku mau tidur."

Ino menggelengkan kepalanya.

"Kalau tidur kenapa tidak di Apollo saja. Disana kan kau punya ranjang khusus."

"Memangnya kenapa? Aku sedang ingin tidur disini." Sasuke mendahului Ino berjalan menuju ruangan Ino di lantai dua butik itu. Lelaki itu membuka jasnya dan langsung membaringkan dirinya pada sofa bed besar yang ada disana. Ino juga sering tidur disana bila sedang lembur atau tidak enak badan. Ino hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ini memang bukan kali pertama Sasuke tidur disana. Bukan hanya pria itu, sebelum menikah, Shikamaru dan Naruto juga kerap kali berkunjung dan berbaring disana. Alasan mereka karena ruangan Ino wangi dan nyaman. Ya, Ino memang selalu menyalakan lilin aroma terapi alih-alih pengharum ruangan. Karena menurutnya, aroma dari lilin lebih lembut dan tidak langsung menyengat hidung seperti pengharum ruangan elektrik yang sedang tenar itu.

Ino memilih melanjutkan pekerjaannya dengan menggambar desain. Ada beberapa kalangan artis yang memesan pakaian darinya untuk acara penghargaan bergengsi yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Ino sedang fokus dengan pensil dan kertas di atas meja. Ia memang tipe orang yang tidak memperdulikan sekitar apabila sedang fokus pada sesuatu. Sasuke sendiri langsung memejamkan matanya. Mungkin ia punya apartment mewah dengan ranjang yang super nyaman, juga ruang khusus di Apollo yang biasa ia gunakan untuk beristirahat. Namun yang ia tahu, tempat ternyamannya selama beberapa tahun ini adalah ruangan Ino, juga keberadaan wanita itu. Sebenarnya tempat ternyaman Sasuke adalah bersama kelima sahabatnya.

Sejak kecil Sasuke bukanlah orang yang mudah berinteraksi. Ia sangat anti sosial. Untungnya dia bertemu dengan Naruto pada saat SD dan kemudian tiga sahabatnya yang lain di SMP. Sasuke menjadi dekat dan sangat menyayangi keempat sahabatnya itu. Hanya pada empat orang itulah Sasuke merasa sangat nyaman. Sayangnya kini mereka telah menikah dan memiliki keluarga sendiri. Persahabatan mereka memang masih sekental dulu. Namun sangatlah tidak mungkin bila Sasuke menghabiskan waktu di rumah Naruto, Shikamaru apalagi Sakura. Karena hanya tinggal Ino yang belum menikah dan masih bebas, Sasuke memilih menghabiskan waktunya di tempat sahabat pirangnya itu.

Ino juga sepertinya begitu. Mungkin ia bisa bermain ke tempat Sakura karena wanita itu tak lagi bekerja. Namun Sakura memiliki Keiko yang harus diurus di siang hari dan suami tercinta dimalam hari. Ino tidak bisa melarang Sasuke bermain ke tempatnya, karena terkadang Ino juga suka berkunjung ke kantor Sasuke saat senggang, atau ke Apollo saat jam makan siang. Untuk apartment Sasuke, Ino tidak akan ke sana kecuali bersama dengan sahabtnya yang lain, karena Ino tidak mau bertemu dengan kekasih Sasuke yang berbeda setiap bulannya. Ia tidak seperti Naruto atau Sakura yang bisa berbasa-basi dengan kekasih Sasuke, atau seperti Shikamaru yang bisa mengusir wanita itu dengan sindiran halusnya.

.

.

.

"Sasuke… bangun." Ino menepuk pelan pipi Sasuke. Ia harus membangunkan sahabatnya itu karena hari sudah menjelang malam dan ia juga harus pulang. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan butiknya sudah tutup satu jam yang lalu.

Sasuke sedikit mengerang, kemudian membuka kelopak matanya. Iris sekelam malam itu menyipit karena membiasakan diri dengan cahaya terang ruang kerja Ino. Pria itu mendudukkan dirinya hingga ia berhadapan dengan Ino yang duduk pada pinggiran sofa bed itu.

"Sudah jam berapa?" tanya pria itu dengan suara serak khas bangun tidur.

"Jam sembilan. Kau pulang kemana?" tanya Ino. Tangannya naik merapikan rambut Sasuke yang berantakan.

"Ke apartmentku saja."

"Bukannya Sela ada disana?" tanya Ino. Ia kemudian mengambil jas Sasuke yang tersampir di sandaran sofa dan memberikannya pada Sasuke. Wanita itu kemudian mengambil air putih yang sebelumnya sudah disiapkan olehnya dan memberikannya pada sahabatnya itu. Sasuke meminumnya kemudian menjawab.

"Sara. Dia masih disana. Biarkan saja. Mungkin aku akan memutuskankannya malam ini. Atau besok pagi saja? Bagaimana menurutmu?"

"Kenapa bertanya padaku?"

"Mungkin kau punya usul yang bagus." Sasuke kemudian meletakkan gelas yang kosong itu kembali ke meja. Keduanya bangkit dan berjalan keluar dari ruangan Ino. Sasuke membantu Ino menutup pintu butiknya dan juga mematikan lampu. Mereka meninggalkan komplek pertokoan mewah itu dengan mobil Ino. Sasuke yang menyetir atas permintaan pria itu sendiri.

"Apa kau tidak lelah?" tanya Ino tiba-tiba. Mobil mereka berhenti disebuah lampu merah yang berada tak jauh dari apartmen Sasuke.

"Sedikit." Sasuke memijat tengkuknya pelan.

"Bukan itu maksudku."

Sasuke memandang pada Ino menunggu wanita itu melanjutkan perkataannya.

"Kau dan para wanitamu. Apa kau tidak lelah?"

"Maksudmu kebiasaanku?" tanya Sasuke.

Ino mengangguk.

"Bukannya sudah saatnya kau berhenti dan mencari seseorang yang akan serius kau nikahi?" Ino melanjutkan.

Sasuke tidak menjawab. Lampu sudah berubah warna dan Sasuke kembali menjalankan mobil.

"Apa karena kau akan menikah makanya kau berkata seperti itu?" tanya Sasuke.

"Tidak juga. Tapi mungkin juga sih." Ino tertawa. "Aku hanya peduli padamu, Sasuke. Kalau nanti aku sudah menikah, tinggal dirimu saja yang belum menikah diantara kita."

"Aku tidak peduli." Sasuke menyahut enteng.

"Memangnya mau sampai kapan kau akan terus bermain-main? Kita sudah tidak muda lagi, Sasuke."

"Hei cantik. Yang tidak muda itu kau. Kau tidak pernah dengar istilah kalau lelaki semakin tua semakin luar biasa?" Sasuke menghentikan mobil Ino didepan apartment mewahnya.

"Apa kau sedang mengejekku?"

"Tentu saja, sayang. Yang tidak boleh menikah terlalu lama itu dirimu." Sasuke memberikan senyuman manisnya. Namun tentu saja Ino tahu senyuman itu hanya untuk mengejeknya.

"Wah. Aku menyesal sudah peduli padamu. Cepat turun dari mobilku!"

Sasuke tertawa. Tangannya naik mencubit gemas pipi Ino.

"Tapi, apa kau yakin akan menikah dengannya?" tanya Sasuke.

Ino menarik tangan Sasuke dari pipinya.

"Kenapa aku harus tidak yakin?"

"Kau tahu kan diantara kita berlima kau yang paling—"

"Mudah percaya pada orang lain, mudah jatuh cinta dan mudah patah hati?" Ino memotong ucapan Sasuke sambil melipat tangan didada.

"Padahal aku ingin merangkumnya dengan mengatakan diantara kita berlima kau yang paling spesial."

"Ck. Aku tahu kalian khawatir. Tapi kalian sudah kenal Sai kan? Dia baik."

"Kami tidak kenal dia. Hanya tahu dari ceritamu dan televisi. Dia itu aktor. Aku hanya ragu dia benar-benar menyayangimu atau hanya akting belaka."

"Jangan samakan dia denganmu, sayangku." Ino balas mencubit pipi Sasuke.

"Aku percaya padanya. Dia tidak akan begitu." lanjut Ino.

"Tapi kalian baru pacaran enam bulan."

"Karena itulah. Aku tidak pernah berpacaran selama itu kan?"

"Benar juga. Paling lama dua bulan kan?" Sasuke tersenyum mengejek.

"Brengsek. Intinya, aku sudah merasa yakin dengannya. Dia juga begitu. Kalau dia tidak yakin, dia tidak mungkin melamarku kan?" Ino menunjukkan lagi cincin yang tersemat dijari manisnya. Sasuke menatap benda itu.

"Baguslah kalau memang begitu. Kau tahu aku begini juga karena peduli padamu kan?"

Ino meraih lengan kiri Sasuke dan menyandarkan kepalanya disana.

"Aku tahu. Aku bersyukur punya kau, Naruto, Shikamaru dan Sakura dihidupku."

Ino melepaskan lengan Sasuke. "Masuklah. Sampaikan salamku untuk Sela."

"Sara." Sasuke memutar bola matanya sementara Ino terkikik.

Pria itu lantas mendekatkan wajahnya dan mencium pipi Ino.

"Sampai jumpa."

"Sampai jumpa, Sasuke."

.

.

.

Ino baru saja menyelesaikan salah satu gaun pesanan saat pintu ruang kerjanya terbuka. Sai, kekasihnya masuk ke ruang kerja Ino. Ino yang tengah memperhatian detail gaun dengan fokus tidak memperhatikan dan tidak mendengar siapa yang datang. Ia dan anak buahnya sudah menghabiskan waktu dari pagi hingga sore hari ini hanya untuk memasang permata pada gaun itu. Pria berambut klimis hitam itu melangkah menuju belakang kemudian menutup mata Ino dengan kedua tangannya.

Ino mengenal dengan baik wangi parfum itu karena ia sendirilah yang membelinya saat menghadiri Paris Fashion Week di Paris sebulan lalu. Ino tersenyum kemudian berbalik dan memeluk Sai. Pria itu mengenakan topi dan masker hitam untuk menyembunyikan penampilannya. Siapapun pasti akan heboh bila melihat aktor yang tengah naik daun itu. Apalagi karena pekerjaan Sai, mereka belum mempublikasikan hubungan mereka.

"Hei. Bukannya kau sedang syuting di Osaka sampai minggu depan?"

"Hujan lebat di lokasi syuting, jadi kami harus mengatur ulang jadwal. Untungnya disini hanya mendung. Kau masih sibuk?"

"Aku sudah selesai. Hanya melihat kembali hasil hiasan yang kami kerjakan. Kenapa? Kau mau mengajakku berkencan?"

Sai tersenyum dan mengangguk. Senyuman manis yang menjadi awal Ino menyukai pria itu.

"Sebentar ya, aku ambil tasku dulu."

Ino dan Sai menaiki mobil yang dibawa pria itu. Keduanya makan disebuah restoran yang mempunyai ruang privasi. Ino sangat senang karena bisa menghabiskan waktu bersama kekasihnya yang biasanya sangat sulit ditemui itu. Jadwal syuting Sai selalu padat. Baik itu syuting drama, film bahkan iklan. Selesai makan Sai membawa Ino mengitari kota hingga setengah jam seolah tidak ada tujuan.

"Kita mau kemana?" tanya Ino karena merasa telah melewati taman yang sama tiga kali.

"Akhirnya kau bertanya." ucap pria itu. Ino merasa ada yang aneh dengan kekasihnya itu.

"Sudah berapa lama kita berhubungan?" tanya Sai kemudian.

"Aku mengenalmu setahun lalu, tapi kita resmi berpacaran enam bulan lalu. Kemudian kau melamarku seminggu lalu. Kenapa?" Tanya Ino sambil tersenyum. Ia mengingat bagaimana Sai melamarnya di restoran seminggu lalu.

"Tapi aku merasa kau tidak benar-benar menjadi kekasihku." ujar pria itu sambil tersenyum. Matanya tetap fokus memandang jalan didepannya. Ino benar-benar merasa ada yang aneh pada Sai.

"Maksudmu?" tanya Ino. Sungguh ia tidak mengerti kemana arah pembicaraan Sai.

"Kau tidak mengerti maksudku?"

Ino berpikir sejenak.

"Apa kau merasa aku kurang perhatian padamu?" tanya Ino kemudian.

"Bisa jadi?" Sai menjawab dengan nada bertanya yang membuat Ino semakin bingung.

"Sai, kau tahu kalau kita berdua sama-sama sibuk. Apalagi jadwalmu yang semakin padat akhir-akhir ini. Kau yang tidak membalas setiap pesanku. Tapi kalau kau merasa aku kurang perhatian, aku minta maaf."

Sai tersenyum. Senyum yang entah kenapa terlihat berbeda dari biasanya.

"Apa kau ingat kencan pertama kita?"

"Tentu saja."

"Kau pergi karena temanmu menelponmu."

"Sakura melahirkan dan kau mengizinkan aku dengan senang hati waktu itu. Kau bahkan mengantarku."

"Tak lama kemudian kau melakukan yang sama karena Sasuke meneleponmu."

"Naruto kecelakaan, tentu saja aku harus pergi. Sai, kau juga tidak keberatan waktu itu."

Sai menghentikan mobilnya. Ino baru sadar bahwa mobil Sai berhenti di depan sebuah hotel mewah. Petugas valet mendekat, Sai memberitahu bahwa mereka akan parkir sendiri. Petugas itu undur diri, Sai kembali menjalankan mobilnya menuju bagian samping hotel dimana terdapat beberapa mobil terparkir.

"Tidak keberatan?" Pria itu seolah bertanya pada dirinya sendiri.

"Sai, kau baik-baik saja? Ada apa denganmu?"

Sai menatap Ino yang ada disampingnya.

"Kau tahu, aku bosan mendengar kau selalu menceritakan tentang teman-temanmu itu! Aku kesal tiap kali salah satu diantara mereka selalu meneleponmu saat kita sedang berdua dan kau larut dalam pembicaraan tak bermakna itu!"

"Sai..." Ino menatap tak percaya pada pria disampingnya itu. Sai tidak pernah menaikkan volume suaranya saat berbicara dengan Ino. Ia selalu lembut dan penuh kehangatan dalam memperlakukan Ino.

"Apa kau mencintaiku?"

"T-tentu saja."

"Baguslah kalau begitu. Kau hanya perlu membuktikannya."

"Apa maksudmu?"

"Kau lihat sendiri kita ada dimana sekarang." Sai memandang pada bangunan megah didepan mereka. Ino merasa jantungnya berdegup. Bukan karena gugup, tapi karena emosi yang entah kenapa kian tidak stabil.

"Sai..."

"Berikan layanan terbaikmu, sayang. Seperti apa yang kau berikan pada teman-temanmu. Khususnya Sasuke."

"Apa?"

"Jangan kira aku tak tahu. Enam bulan berpacaran kau selalu menolak untuk kuajak menginap. Tapi Sasuke selalu menginap ditempatmu."

"Sasuke sahabatku. Begitu juga dengan Naruto, Shikamaru dan Sakura. Sebelum menikah, mereka juga sering menginap! Kau tidak perlu sampai salah paham dengan mereka, Sai!"

Sai menganggukkan kepalanya.

"Aaa. Aku mengerti. Jadi kau bukan hanya memberikan tubuhmu pada Sasuke, tapi juga Shikamaru dan Naruto? Aku tidak menyangka kau sehebat itu."

Ino susah payah menelan ludahnya. Matanya sudah panas. Siap untuk mengeluarkan air matanya. Hatinya sudah hancur. Tidak menyangka bahwa kekasih yang ia cintai dan selalu ia banggakan berubah seperti ini. Semuanya bagaikan petir disiang bolong. Ia berusaha mengisi pikirannya dengan hal-hal positif seperti Sai yang cemburu karena pria itu mencintainya, atau Sai yang ingin Ino lebih perhatian padanya karena pria itu mencintainya. Tapi tidak bisa, karena kata-kata pria itu malah semakin memperkuat kenyataan bahwa pria itu tidak mencintainya dan justru merendahkannya.

"Kenapa kau berpikir aku adalah wanita seperti itu?" tanyanya. Berusaha sekuat mungkin agar tidak terdengar bergetar akibat menahan tangis dan emosi.

"Ayolah, kita semua tahu reputasi seorang Uchiha Sasuke! Semua wanita yang dekat dengannya pasti akan dicap sebagai wanita... murahan." Sai membisikkan kata terakhirnya kemudian tertawa.

Ino kemudian tersenyum.

"Jadi kau hanya ingin aku membuktikannya kan?"

"Ya, tentu saja. Kau lihat kan, aku tidak membawamu ke sembarang tempat. Tenang saja, ini bukan hotel milik Uchiha."

Ino menarik nafas dalam dan tersenyum lagi. "Baiklah. Kau disini saja, biar aku yang check in. Bisa gawat kalau ada yang mengenalimu. Aku akan mengirimkan nomor kamarnya."

Sai mengangguk dan tersenyum. "Kau yang terbaik."

Ino kemudian keluar dari mobil dan berjalan memasuki hotel. Bukannya ke bagian resepsionis, Ino malah berjalan ke toilet yang berada tak jauh dari sana. Air matanya tumpah saat ia memasuki salah satu bilik toilet. Dengan tangan bergetar dan air mata yang mengalir deras, ia menelepon Sasuke. Tidak butuh sepuluh detik untuk Ino menunggu karena Sasuke segera mengangkat teleponnya.

'Ya, Ino?'

"S-sasuke,..."

'Kau kenapa? Ada apa dengan suaramu?' tanya pria itu.

"Aku ada di Paradise Hotel. Berapa lama kau bisa sampai kemari dan menjemputku?" Ino berusaha agar tidak terisak ditelpon. Namun sebagai orang yang sudah mengenal Ino dua puluh tahun, Sasuke tahu jelas bahwa Ino sedang menangis. Karena itu tanpa bertanya lagi, Sasuke langsung menjawab.

'Lima menit. Aku akan sampai disana dalam lima menit. Percaya padaku.'

Ino tersenyum dalam tangisnya. Pria terbaik yang ada dihidupnya hanya empat. Mendiang ayahnya, dan ketiga sahabatnya.

"Cepatlah datang. Aku menunggumu, Sasuke."

'Jangan menangis. Kau cantik, kau kuat. Menangis hanya akan membuatmu terlihat lemah, sayang. Tunggu aku.'

Setelah mengatakan itu, Sasuke memutuskan sambungan telpon mereka. Ino menyimpan ponselnya di tas. Ia keluar dari bilik toilet dan menatap pantulan dirinya di cermin besar yang ada disana.

'Kau cantik, kau kuat.'

Kata-kata Sasuke terngiang di kepalanya.

'Menangis hanya akan membuatmu terlihat lemah.'

Ino mengusap kasar air matanya. Kemudian keluar dari toilet dan berjalan ke bagian resepsionis yang menyambutnya dengan senyum manis.

"Selamat malam, nona. Ada yang bisa kami bantu."

Ino membuka high heels dua belas senti miliknya kemudian memberikan benda itu beserta tasnya pada sang resepsionis.

"Boleh aku titip ini sebentar?" tanya Ino.

"Tapi nona—"

"Hanya lima menit." Ino tersenyum pada resepsioni itu. Berbanding terbalik dengan mata memerah dan jejak air mata yang mmbasahi pipi wanita itu.

Ino melanjutkan langkahnya ke sisi kanan meja resepsionis dimana tabung pemadam kebakaran ukuran tiga kilogram tergantung manis disana. Dengan bertelanjang kaki, Ino keluar membawa benda itu diikuti tatapan tak percaya dari para petugas hotel. Security hotel mengikuti langkah cepat Ino yang kini menuju parkiran disamping hotel.

"Nona, apa yang akan anda lakukan deng—"

Kata-kata security itu terhenti beserta dengan langkahnya ketika melihat Ino memecahkan kaca sebuah mobil dengan kalap. Pria berbadan besar itu terlalu kaget hingga tidak bisa berkata-kata melihat Ino memecahkan kaca depan, samping hingga belakang sampai rusak parah. Seolah belum puas, Ino menghantamkan tabung besi itu ke kap depan mobil mewah itu berkali-kali.

Sai keluar dari mobilnya begitu tersadar dengan apa yang sudah terjadi.

"APA YANG KAU LAKUKAN BRENGSEK?!" Pria itu berseru sambil membuka masker dan topinya. Ino menghentikan aksinya, kemudian meletakkan benda merah itu ketanah. Suasana yang semula sepi menjadi ramai

"Apa mobil ini sangat berharga bagimu?" tanya Ino dengan sinis. Sai terdiam menatap pada mobilnya yang sekarang tak ada bedanya dengan rongsokan.

"PERSAHABATANKU!" Ino berteriak.

"Lebih berharga dari apapun! Lebih berharga dari mobil ini! Lebih berharga darimu!" Ino menarik nafas panjang sebelum melanjutkan.

"Kau bilang aku memberikan tubuhku pada mereka? Tch! Tidak sepertimu yang hanya menginginkan tubuhku, mereka sangat menjagaku! Kau boleh menghinaku sepuasmu! Tapi tidak akan kubiarkan kau menghina sahabat-sahabatku! Apalagi menghina hubungan kami!"

"Kau akan menerima akibat karena sudah merusak mobilku!" Sai berujar sinis.

Ino melihat hasil karya tangannya berkat bantuan tabung pemadam itu. Ia kemudian tertawa terbahak-bahak. Ia memukul-mukul kap depan mobil itu dengan telapak tangannya. Tawanya terhenti. Ia menatap penuh kebencian pada Sai.

"Ini belum apa-apa. Lihat apa yang bisa sahabat-sahabatku lakukan untuk menghancurkanmu."

Ino mengambil tabung yang sebelumnya ia letakkan di tanah dan berbalik. Sasuke berdiri disana. Menatap Ino dengan intens. Ino melewati Sasuke. Ia berhenti pada sosok security yang ada dibelakang Sasuke. Ino menyerahkan tabung ditangannya pada pria itu.

"Terimakasih banyak, tuan." Ino membungkuk hormat.

"O-oh. Ya." Security itu menyahut kaku. Terlalu kaget dengan apa yang terjadi.

"Ayo, Sasuke."

Tanpa memperdulikan tatapan orang-orang, Ino melangkahkan kaki telanjangnya untuk memasuki hotel diikuti oleh Sasuke. Namun langkahnya terhenti karena resepsionis yang tadi ia temui berdiri di pintu masuk sambil memegang tas dan sepatu miliknya.

"Ah, terimakasih." Ino menerima barang-barangnya. Kemudian bersama Sasuke berjalan menuju mobil pria itu yang terparkir asal di dekat pos security.

Sasuke membukakan pintu untuk Ino yang kemudian masuk dalam diam. Sepanjang perjalanan menuju apartmen Ino, wanita itu tetap diam. Sasuke mengantar Ino sampai ke dalam kediaman Ino. Wanita itu sendiri langsung meletakkan tas dan sepatu yang masih ditentengnya kesofa kemudian mendudukkan dirinya disana. Sasuke muncul dari arah dapur membawa segelas air putih dan memberikannya pada Ino. Wanita itu menghabiskannya dalam sekali teguk dan meletakkan gelas yang telah kosong itu keatas meja.

"Kau baik-baik saja?" tanya Sasuke kemudian. Ia mendudukkan dirinya disamping Ino.

"Apa aku terlihat baik-baik saja?" Ino bertanya balik. Sasuke tertawa.

"Tidak. Kau terlihat jelek sekali."

Ino mengerucutkan bibirnya.

"Aku kira kau akan menghadiahkan beberapa pukulan pada laki-laki brengsek itu. Rupanya kau malah mengikutiku."

"Hei. Kau kan memintaku datang untuk menjemputmu, bukan untuk memukuli pria itu. Lagi pula..."

"Lagi pula apa?"

"Aksimu tadi sudah jadi pukulan telak untuknya," Sasuke tersenyum.

"Gadis pintar," lanjutnya. Tangannya naik mengusap lembut kepala Ino. Niatnya adalah untuk menenangkan, namun sahabatnya itu malah menangis sesunggukan. Sasuke menarik Ino kedalam pelukannya. Membiarkan Ino terisak dibahunya, membiarkan air mata Ino membasahi kemejanya dan membiarkan wanita itu meracau tentang apa yang ia alami beberapa saat lalu.

"Ssst... Sudah, jangan menangis lagi. Ini sudah larut, kau harus tidur."

Sasuke menemani Ino untuk mencuci kaki di kamar mandi. Ino sudah berbaring di ranjang ketika ia kembali memanggil Sasuke.

"Ada apa?" tanya Sasuke sambil menyelimuti Ino.

"Makeupku harus dibersihkan."

"Astaga, kau masih memikirkan itu sekarang? Makeupmu sudah bersih karena air matamu, baka."

"Sasuke..." Ino merengek.

"Iya iya, aku mengerti." Sasuke berjalan kearah meja rias Ino dan seolah meja itu miliknya, Sasuke mengambil kotak bening berisi kapas serta botol makeup remover khusus milik Ino. Sasuke menuangkan cairan itu pada kapas dan mengusap pelan mata, wajah dan bibir Ino seperti seorang ahli. Sasuke memang sering melakukannya. Bila mereka sedang minum-minum dan para wanita mabuk. Sasuke, Naruto dan Shikamaru akan bergantian menghapus makeup Ino dan Sakura. Karena kalau tidak, kedua wanita itu akan memarahi mereka dengan ganas keesokan harinya. Selesai dengan pekerjaannya itu, Sasuke membereskan benda-benda itu dan kembali mendudukkan dirinya disamping Ino.

"Aku pulang dulu." kata pria itu.

"Terimakasih, Sasuke." Ino bergumam. Matanya sudah terpejam.

"Hn."

"Terimakasih karena tiba disana dalam lima menit."

"Hn. Tidurlah." Sasuke mengecup kening Ino kemudian keluar dari apartmen sahabatnya itu. Mobil Sasuke masih berada di parkiran apartmen Ino saat ia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Naruto dan Shikamaru dengan kata-kata yang sama.

"Ada yang harus kita lakukan. Meeting di Apollo besok jam tujuh pagi. Ini tentang sibrengsek Sai."

Sasuke memegang stir dengan kuat, pertanda ia benar-benar sedang marah mengingat apa yang Ino katakan tadi. Ia sedang berada dalam sebuah gala dinner yang perusahaannya siapkan untuk para ivestor yang sudah menjalin kerja sama dengan Uchiha Company saat Ino meneleponnya. Suara bergetar wanita itu langsung menyadarkan Sasuke bahwa sahabatnya itu sedang dalam masalah. Tanpa pikir panjang, Sasuke langsung meninggalkan acara penting itu dan buru-buru mengendarai mobilnya ketempat yang ternyata tidak jauh dari hotel tempat gala dinner digelar. Entah kenapa pikirannya langsung mengarah pada Sai saat Ino memintanya untuk menjemput wanita itu. Dan benar saja, Ino sedang menghancurkan kap depan mobil Sai saat Sasuke tiba disana, sedangkan kaca mobil pria itu sudah mendekati hancur. Tangan Sasuke sudah gatal ingin menghancurkan wajah pria itu saat mendengar perkataan Ino. Namun ia bukanlah orang yang akan membiarkan tangannya kotor untuk hal yang tidak berguna seperti Sai. Ia dan sahabat-sahabatnya punya cara untuk membuat pria brengsek itu tidak berani muncul bahkan untuk sekedar menampakkan batang hidungnya. Karena untuk Sasuke, ia bisa melakukan apa saja untuk menghancurkan siapapun yang menyakiti orang-orang tersayangnya.

.

.

.

TBC

.

.

.

An :

Anyeooong... Kembali dengan Yana cerita baru disini. Hehehe. Kenapa SasuIno lagi ya? Ga tau deh. Eksta Chap untuk The Husboss juga ditunggu ya. Hahaha Semoga suka ya teman-teman. Maafkan semua ke OOC an Sasuke di cerita ini. Karena ya sedingin-dinginnya orang kalau udah sama sohib selama dua puluh tahun pasti bakal lebih care lah ya. Maafkan Yana juga untuk semua fansnya abang Sai. Tidak ada maksud apapun untuk menjelek-jelekkan si ganteng Sai. Ini semua murni untuk perkembangan cerita. Hehehe. Ditunggu ripiunya.

Love,

Yana Kim ^_^