Gabin.

Part 4 - Timing

Byun Baekhyun

)~(

Park Chanyeol

Park Chanyeol sadar jika sedari awal dia hanya mempermainkan Hana dengan tetap menikahinya meski ia tahu semua tak akan pernah berjalan dengan baik.

Pilihan untuk memilih mengikuti keinginan orang tuanya adalah pilihan ketika satu wanita kurang ajar yang dengan berani memporak porandakan kehidupannya.

Perjodohan. Pernikahan.

Chanyeol sadar jika sedari awal ia hanya melarikan diri. Bukan karena ia takut, tapi karena ia terlalu marah.

Wanita kurang ajar itu. Jelas nembuatnya marah.

Keputusan yang ia pilih tanpa memberitahu tentang keberadaan wanita asing yang telah ia hamili adalah suata bentuk kebejatan. Kesadaran akan betapa brengseknya dia. Seratus persen cocok.

Memilih menikah dengan tameng perjodohan adalah suatu kemunafikan yang dengan sadar Pria itu rasakan.

Jung Hana.

Ia cantik. Berhati lembut. Dan mempunyai perasaan yang tulus.

Mereka berdua sama-sama asing ketika perjodohan itu mempertemukan mereka dan membawa mereka pada jenjang pernikahan.

Yaa. Asing.

Kesadaran akan segala hal yang telah melukai Hana. Chanyeol mencoba membohongi dirinya sendiri. Wanita itu akan baik-baik saja.

Hana akan selalu menjadi istri yang baik, ia pendamping yang sangat sempurna.

Chanyeol sadar akan perasaan cinta dengan ketulusan yang meledak dari Hana. Tapi, seolah tuli dan buta. Ia menjadi pria brengsek yang seolah tidak peduli.

Hana pikir, Chanyeol hanya mempedulikan Gabin. Tapi itu bukan hanya tentang gadis kecil yang berstatus putri dari suaminya. Tapi, tentang ibu dari anak itu.

Chanyeol pernah mengatakan jika Gabin akan selalu menjadi segalanya untuk kehidupan pria itu. Dan saat itu pula, Hana sadar jika itu bukan hanya tentang Park Gabin sedari awal.

"Kenapa kau menerima perjodohan kita?" Tanya Hana

"Orang tuaku mengingkanmu menjadi menantu mereka." Jawabnya dengan bariton yang cukup membuat Hana terkekeh datar.

"Lalu, setelah berstatus menjadi istrimu, apa kau mencintaiku?" Tanya kembali terdengar dari Hana.

Tapi tak satu pun suara terdengar. Chanyeol memilih diam.

"Kau mencintai wanita itu." Pernyataan tegas Hana ucapkan.

"Apa maksudmu?" Sautan dari baritonnya sedikit membuat Hana tertawa kecil.

"Ibu dari anakmu, kau mencintainya."

"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" Bariton itu mengutarakan pertanyaan yang membingungkan diri sendiri. Hana kembali tertawa. Sangat sumbang.

"Aku ingin kita bercerai." Hana berucap tegas. Meskipun suaranya terdengar bergetar, ia bertahan dengan mengucapkan kalimat itu dengan lantang.

"Aku lelah denganmu, semua yang kujalani terasa percuma." Hana menatap manik bulat Chanyeol, mereka bersitatap.

"Aku muak menjadi pecundang. Ceraikan aku, Park Chanyeol." Tumpah sudah. Air mata itu jatuh melewati wajahnya. Hana terisak.

"Hana," bariton itu khawatir. Tentu saja. Ia melukai Hana.

"Jujurlah pada perasaanmu sendiri. Aku bertahan karena aku masih sanggup berusaha, namun ketika aku tahu segala usaha yang kulakukan percuma, aku ingin berhenti." Isaknya tak mereda. Seraknya semakin menyakitkan.

"Aku memberikanmu kesempatan untuk memperbaiki semua hal tentangnya dan orang tuamu, aku akan menghormati keputusanmu dan mendukungmu, jadi jujurlah pada perasaanmu terlebih dulu." Setelah bersusah payah mengucapkannya, Hana berlalu memasuki kamar dan menguncinya.

Chanyeol menatap punggung wanita itu. Brengsek. Adalah sumpah serapah yang ia utarakan pada dirinya sendiri.

Melihat Hana menangis benar-benar pukulan telak untuknya. Wanita itu mempunyai hati seluas samudera setelah apa yang telah ia lakukan padanya.

Kejam. Tak berperasaan.

Hana jelas tau jika pernikahan itu hanya tameng. Entah untuk apa, namun Hana yakin jika perasaannya tak akan pernah terbalas sedalam apa pun ia berusaha.

.

.

Setelah menidurkan Gabin, Baekhyun turun ke lantai bawah. Malam ini keadaan Bar cukup lapang.

Meja kasir kosong, entah pergi kemana si kasir cantik itu. Baekhyun pun mendekati meja kasir untuk menggantikan Yerin sementara.

Bel pintu terdengar tanda seseorang membuka pintu. Netranya tertuju pada pintu dan di sana ia menemukan ayah Gabin.

Senyum sapaan tergambar di wajah Baekhyun. Namun, Chanyeol memilih berlalu mengabaikan sapaan itu dengan datar.

Baekhyun memilih mengambil langkah mendekati Chanyeol.

"Apa yang kau lakukan di sini? Tidakkah kau seharusnya di rumah bersama istrimu?" Tanya yang terdengar dari mulut Baekhyun membuat Chanyeol berdecih.

Alih-alih menjawab, Chanyeol meminta Baekhyun untuk membawakannya 2 botol soju.

Setelah memberikan pesanan, Baekhyun memilih kembali pada tempatnya. Mencoba acuh pada salah satu meja di sudut ruangan.

"Ada apa dengannya?" Itu Yerin. Baekhyun terkejut.

"Kenapa bertanya padaku?" Kembali tanya Baekhyun lemparkan pada Yerin.

"Kenapa kau kemari?"

"Hanya memeriksa, kau darimana?"

"Toilet."

"Lebih baik kau menemaninya."

"Kenapa harus?"

"Oh, aku fikir kau tengah dilema."

"Apa yang-"

"Atau kau bisa mengabaikannya dan tertidur dengan tenang di kamarmu."

Baekhyun berdecih dan menatap Yerin kesal. Langkahnya ia bawa berlalu meninggalkan Yerin. Bukan untuk tertidur tenang di kamarnya, namun, untuk menanyakan keadaan ayah Gabin.

"Sesuatu terjadi?" Baekhyun memilih duduk di hadapan Chanyeol. 2 botol Soju yang beberapa menit ia bawa kini telah kosong.

Chanyeol yang tengah tertunduk merasa terusik.

"Soju tidak membuatku mabuk. Bisa kau bawakan yang lain?" Baekhyun diam, seolah tak mendengar permintaan Chanyeol.

Mereka saling menatap. Dua botol soju masih menbuatnya sadar. Wajah Baekhyun masih terukir jelas di dalam netranya.

"Apa sekarang kita masih asing?" Bariton itu bertanya. Baekhyun terdiam. Memberikan tatapan bingung.

"Apa kau masih tidak mau menikahiku?" Tanya kembali terdengar. Tak ada reaksi yang kentara dari Baekhyun.

"Kalian bertengkar?" Kini Baekhyun yang bertanya.

"Bukankah kita sudah tidak seasing dulu?"

"Aku akan menghubungi Hana."

"Asing menjadi alasan kau tidak ingin menikahiku. Dan sekarang kita cukup dekat karena telah membesarkan Gabin bersama. Dan kau masih menolak lamaranku?"

Baekhyun beranjak. Ia merasa harus menjauh dari pria itu, dan menghubungi Hana terkait keberadaan Chanyeol.

"Hana ingin bercerai." Bariton itu berujar sebelum Baekhyun melangkah menjauh.

"Aku membuatnya menangis. Dan bukannya menenangkannya. Aku memilih datang kesini dan melamarmu."

"Brengsek."

"Aku tahu. Dan aku berhak menyalahkanmu untuk itu."

"Brengsek."

"Semua berawal darimu. Kau juga bersalah."

"Bajingan."

"Seharusnya kau tidak keras kepala hanya untuk melindungi harga dirimu itu ketika bahkan kita sudah bersetubuh dan kau melahirkan Gabin."

"Kau bajingan."

"Asing kau bilang? Sebelum menikah dan melahirkanmu, orang tuamu juga hanya orang asing yang kebetulan bertemu dan jatuh cinta lalu menikah."

"Tutup mulutmu."

"Kau merasa kau korban dan menyalahkanku ketika aku siap bertanggung jawab dengan segala hal. Namun nyatanya. Aku yang menjadi korban di sini, Byun Baekhyun-ssi."

Keduanya diam. Tak ada sautan lagi. Baekhyun masih berdiri menatap nyalang pada Chanyeol, yang mana Chanyeol pun melakukan hal yang sama.

Yerin yang menatap dari kejauhan dan mendengar pertengkaran mereka pun dibuat bimbang. Haruskah memisahkan dua orang itu atau membiarkannya.

"Kau tidak akan memisahkannya?" Tanya Junho pada Yerin.

Junho datang dari dapur bersama Hanbin karena suara mereka terdengar sampai dapur. Beruntung keadaan Bar malam ini sangat lapang.

"Biarkan saja. Aku lapar, buatkan aku ramen." Ujar Yerin lalu berjalan menuju dapur. Yang di ikuti Hanbin dan Junho.

.

.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang? Apa hanya memakiku?" Chanyeol beranjak. Mendekati lemari minuman yang berada di dekat meja kasir dan mengambil tiga botol soju.

Baekhyun masih terdiam. Tak bergeming dari tempatnya.

"Tidakkah kita perlu memperbaiki hubungan kita terlebih dahulu?" Tanya Chanyeol, sebelum menegak minumannya.

"Apa? Apa yang kau harapkan?" Baekhyun melemparkan pertanyaan tegas. Chanyeol sudah gila berada di sini dan mengoceh tidak jelas.

"Hmm, mengurus perceraianku dengan Hana, lalu mengurus surat pernikahanku denganmu." Bariton itu berujar tanpa beban. Seolah hal itu lah yang memang harus dan pantas di lakukan.

"Apa kau masih waras?"

"Bukankah memang itu yang harus di lakukan?"

"Apa otakmu tercerna bersama minumanmu?!"

Chanyeol mendongak. Berhenti meminum sojunya dan kembali menatap Baekhyun. Namun, maniknya terlihat lebih lembut kali ini.

"Aku lelah." Baritonnya terdengar mengadu.

Baekhyun terpaku.

"Bisakah kau berhenti egois, dan kita hidup bahagia bersama Gabin?" Tanya dari baritonnya terdengar seperti permohonan. Keputusasaan.

Setiap kata yang terucap dari mulut Chanyeol tercena dengan hati-hati dalam pikiran wanita itu.

"Orang tuaku, memilih jodoh yang baik. Hana benar-benar sangat tulus dalam segala hal yang dia lakukan, meskipun seberapa banyak aku melukainya terus menerus," Percayalah, Chanyeol berujar dengan kesadaran normal. Soju tak sedikit pun merenggut kesadarannya.

"Kau tau apa yang di katakannya setelah menginginkan perceraian?" Chanyeol menatap Baekhyun.

"Ia ingin aku memperbaiki hubunganku denganmu. Ia tidak terdengar seperti wanita keras kepala dengan segala keegoisan di dalam dirinya, bukan?"

"Tidak seperti seseorang yang menolak lamaranku di saat tengah mengandung putriku," bariton itu sangat sarkas. Chanyeol kembali menuang soju dan menegaknya.

"Sepertinya bajingan yang brengsek ini lebih memilih si egois yang melahirkan putrinya, dari pada wanita baik hati seperti Hana." Baritonnya terkekeh. Tak berhenti menuangkan soju setiap gelasnya kosong.

"Benar-benar sosok pria bertanggung jawab." Bariton itu tengah membanggakan dirinya. Ia bahkan menegak minumannya dengan senyuman lebar terlukis di wajahnya. Sangat bangga akan diri sendiri.

"Jadi bagaimana?" Pertanyaan itu terdengar bersamaan dengan tatapan lembut yang di berikan dari manik bulatnya.

Baekhyun bahkan tak tahu harus bereaksi seperti apa mendengar setiap kalimat yang terucap dari mulut pria itu.

Park Chanyeol benar-benar bajingan brengsek.

"Kau tahu, aku ini ayah yang baik untuk Gabin kita yang cantik."

"Ah! Meskipun aku bukan suami yang baik bagi Hana. Tapi kau harus akui itu semua karenamu, jadi... tentu saja aku akan menjadi suami yang baik untukmu." Chanyeol terkekeh mendengar kalimatnya sendiri.

"Jadi bagaimana, kali ini kau menerima lamaranku?"

.

.