Enjoy!

Sorry for typo ^^


.

.

Zimzalabim!

"Mantra Dunia"

.

.

"Jika sihir itu ada, maka setiap kalimat yang kau ucapkan bagaikan mantra penenang bagiku"

"Sehun-ah… tu-tunggu dulu– nnh…"

"Tidak bisa, Lu. Aku terlalu merindukanmu…"

"Nnhh…"

Sehun baru saja kembali dari dinas luar kotanya. Kehidupan rumah tangga mereka sudah menginjak tahun ketiga, tetapi keduanya masih disibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing. Kini, Luhan sudah berhasil lulus dari residennya, menjadi dokter sekaligus seorang istri memanglah tidak mudah. Jadwalnya di rumah sakit seringkali diabaikan, meskipun ia sedang tidak ada jadwal, Luhan sering pulang-pergi ke rumah sakit jika ada hal darurat.

Terkadang Luhan sering merasa bersalah karena meninggalkan suaminya terlalu sering, tetapi Sehun selalu mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

"Aku menikahimu bukan untuk protes atas segala impinmu Lu. Cukup dengan fakta kau adalah istriku itu sudah membuatku bahagia. Terlepas dari apa profesimu, aku selalu mencintaimu…"

Yahh… begitulah kata-kata murahan ala Oh Sehun, salah satu pemimpin perusahaan terbesar di Korea dan suami dari dokter Luhan. Memang hanya titel itu yang melekat pada Sehun, ia belum mendapat titel baru seperti 'Ayah dari…' begitulah. Hahaha.

"Sehunnhh!" Luhan memejamkan matanya, jantungnya berdebar lebih cepat membuat beberapa bagian tubuhnya gemetar. Sentuhan lembut suaminya yang mempermainkan buah dadanya membuatnya menggila.

Pria yang baru saja pulang itu–bahkan ia belum membersihkan dirinya, meremas payudara istrinya dengan lembut sembari bibirnya yang memainkan puncak payudara lainnya. Lidahnya yang panas dan basah itu ia putarkan di sana, menekannya, lalu menjilatinya bagai ice cream, menekannya lagi, lalu dengan giginya ia sedikit menggigit gemas puncak payudara yang telah menegang itu.

"Sehunhh… kau– ahh!" Luhan memekik ketika Sehun menyedot payudaranya bak bayi kelaparan, disertai dengan tangan panasnya yang menarik putting lainnya.

"Bersihkan dirimu dahulu, Oh Sehun!" pekik Luhan yang menggunakan seluruh energinya untuk memaki suaminya yang sangat mesum dan tidak bisa mengontrol diri itu. "Aku sudah menyiapkan air hangat untukmuhh…"

"Kau bau, astaga!"

Seperti tidak mendengarnya, Sehun menghiraukan segala omelan istrinya. Ia semakin memojokkan istrinya ke dinding ruang tamu. Ya benar, saat Luhan membukakan pintu, si Sehun mesum itu langsung saja menerjang istrinya.

"Jangan di sana– mmhh~" tangan kekar Sehun dengan kurang ajarnya mengusap vagina Luhan dari luar dalamannya. Ia bisa merasakan istrinya itu mulai terangsang karena rasanya basah di sana. Ia semakin menekan jarinya, menusuk-nusuk lubang di balik dalaman basah itu dengan cepat.

Luhan meremas kemeja Sehun dan sekuat tenaga menahan kakinya yang terasa lemas bagai jelly. Rasanya semakin panas dan gila, segala sengatan listrik terasa di sekujut tubuhnya. Ditambah suaminya ini sepertinya benar-benar sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Tangan Sehun semakin gencar di bawah sana, kini tangannya sudah menyelinap masuk ke dalaman Luhan dan memainkan klitoris tegang istrinya.

"Sehunh…haa~ ahh!"

Cairan panas akhirnya mengalir deras dari dalam Luhan membuat Sehun tersenyum senang melihatnya. Sebagian kerinduannya terobati dengan melihat Luhan yang tak berdaya digenggamannya.

BRUK!

Kaki Luhan tidak berdaya, ia memang selalu tidak akan berdaya jika suami mesumnya itu telah melakukan hal-hal aneh padanya.

"Yeobo… temani aku mandi, hm?" bisik Sehun. Luhan tidak menjawab, napasnya masih terengah dan pasrah begitu saja saat suaminya menggendongnya ke kamar mandi.

Sehun yang berhasil melepas seluruh kain yang melekat pada dirinya dan juga Luhan, langsung memojokkan Luhan di bawah shower. Ia memutar kran dan air hangat begitu saja menyentuh tubuh mereka dengan lembut. Dengan penuh penekanan, kedua bibir mereka saling hisap dan saling menimbulkan bunyi yang mengundang libido keduanya. Lidah mereka saling bersilat dan saling serang satu sama lain.

"Mmhh…"

Tubuh Luhan terlonjak saat sebuah benda keras dan panas menyentuh pahanya. Sehun tersenyum dan menatap mata Luhan dengan dalam, "sudah berapa kali penisku menyentuhmu, tetapi tetap saja kau terkejut."

Wajah Luhan memerah, selain karena hangatnya air yang mengalir dan penis suaminya yang panas, ia merasa malu karena mendengar ocehan yang vulgar itu.

"Shhh…ahh…"

Sehun mengerang saat jari-jari Luhan menyentuh miliknya. "Jangan berkata begitu, Tuan Oh…" bisik Luhan sambil menggerakkan tangannya memijat lembut milik suaminya.

"Hmmh… kalau begitu, maafkan aku Nyonya Oh. Ahh Lu! Sial kau pandai sekali–" Sehun mendekap Luhan erat, tangan-tangan kecil istrinya itu mamainkan miliknya dan kedua bola kembar di bawah sana dengan lincah.

"Berbalik, aku sudah tidak kuat!"

Sehun membalik tubuh Luhan dan mengarahkan penisnya ke lubang dunianya. Dalam satu dorongan…

"Anngghh!" Luhan merasakan bawahnya begitu penuh dan sesak.

"Luhh… aku mencintaimu…" Sehun memulai gerakkannya di bawah sana. Desahan demi desahan terdengar dari bibir mungil istrinya. Semakin mendekat dengan puncaknya, bibir Sehun mulai mengecupi leher belakang Luhan, terus ke pundak mulusnya, lalu turun ke punggung atasnya. Menjilatinya tanpa melewatinya seincipun.

"Sehun-ah… hhh…ah…ha~"

"Sayang tunggu… bersamaa~"

Hujaman terakhir yang begitu kuat membuat Luhan tersentak dan saat itu di dalamnya terasa hangat.

..

Setelah ronde pertama itu, pasangan itu kini tengah berendam menggunakan wewangian yang membuat tubuh keduanya rileks. Sehun merentangkan tangannya di pinggiran bathtub dan membiarkan Luhan bersandar di sana.

"Sayang… jangan tidur di sini, kau bisa sakit…" Sehun memberitahu. Kebiasaan Luhan adalah tidur di manapun saat lelah.

"Jika aku tertidur di sini, itu salahmu…" gumam Luhan masih memejamkan matanya.

Sehun terkekeh geli, "daripada tidur, mau aku buat kau mendesah?" goda Sehun.

"Dasar Oh mesum Sehun ini…" gerutu Luhan.

"Lu…"

"Hm?"

"Kau sibuk ya di rumah sakit?" tanya Sehun.

Luhan membuka matanya, ia menatap suaminya dengan penuh tanda tanya. "Hm? Wae?"

"Tidak, jika kau masih sibuk sebaiknya nanti saja aku mendiskusikannya."

"Hah?" Luhan semakin tidak mengerti. "Bicarakan sekarang!" pinta Luhan.

"Sudah dua tahun, apa kita bisa memiliki anak sekarang?" tanya Sehun.

Luhan mengerjapkan matanya, wajahnya memerah. "Se-Sehun…"

"Mian… gwaenchanha jika–"

Luhan menarik kepala Sehun padanya dan mencium bibir suaminya. Ia tersenyum, "bukankah sudah kesepakatan? Setelah aku menyelesaikan masa residenku, kita bisa memiliki anak. Dan... aku sudah lulus!"

Mata Sehun membulat, "be-benarkah? Sejak kapan?"

"Hmmm… seminggu yang lalu?"

"Hei… kau licik sekali. Mengapa baru mengatakannya?" protes Sehun.

"Kau bisa terlalu semangat untuk membuat anak kalau aku memberitahu. Dasar, aku lulus tapi suamiku tidak tahu… sedih sekali~" Luhan mulai merajuk.

"Kalau begitu, bagaimana caranya agar aku dimaafkan?" tanya Sehun, suaranya mulai memberat dan tatapannya berubah mengerikan. Bagai serigala yang menatap mangsanya.

"Ba-bagaimana aku tahu…" jawab Luhan tergagap.

"Baiklah kalau begitu… aku akan memberikan anak untukmu–"

"Kyaa! Oh Sehun!" Luhan berteriak saat Sehun mengangkatnya dari dalam bathtub. Sepertinya agenda Sehun untuk membuat anak akan menjadi malam yang panjang.

.

.

Matahari kini sudah menyorot tajam, menembus gorden kamar milik pasangan suami istri yang masih terlelap dengan saling berpelukan itu. Sang suami, Sehun membuka matanya dan mengerjap perlahan, membiasakan cahaya yang masuk ke retinanya. Ia tersenyum mendapati istrinya masih terlelap. Tangannya meraih nakas di sebelah ranjang, mencari ponselnya. Benar ini hari Minggu, tentu saja tidak ada satu pun pesan masuk seperti biasanya. Sehun meninggalkan ponselnya dan kembali memeluk Luhan.

"Sayang…" panggil Sehun. "Sayang bangun, sudah siang. Kau perlu sarapan."

Tunggu, Sehun menyadari sesuatu, sepertinya sang istri terlihat tidak sehat seperti biasanya. Wajah Luhan terlihat pucat. "Sayang? Kau baik-baik saja?" tanya Sehun khawatir.

Luha bergerak di tempatnya, "engg…"

"Sehunnie… kepalaku sakit. Rasanya lemas sekali…" adu Luhan masih dengan mata tertutup.

Sehun memeriksa dahi Luhan, tidak panas, sepertinya bukan demam. "Kalau begitu ayo ke rumah sakit, kau bisa bangun?"

Luhan menggeleng, "ani… gwaenchanha. Jika aku makan dan meminum vitamin, aku akan kembali pulih."

"Benarkah?"

Luhan mengangguk. "Biarkan aku tidur lebih lama," pinta Luhan.

"Hm, baiklah. Aku siapkan sarapan." Ucap Sehun.

..

Sehun selesai membuat sarapan mereka, ia sedikit bangga dengan hasilnya. "Tidak terlalu buruk," kekeh Sehun. Lalu ia berjalan ke kamar, bermaksud membangunkan Luhan.

"Hoek…"

"Hooek, uhuk! Hoek!"

Sehun terkejut mendengar suara dari kamar mandi, dengan sigap ia berlari dan sedikit mendobrak pintu kamar mandi. "Luhan! Ada apa? Kau baik-baik saja?" Sehun menghampiri Luhan yang terduduk di dekat kloset. Wajah Luhan terlihat sangat pucat.

"Rasanya mual sekali, apa karena aku tidak makan seharian kemarin?" gumam Luhan lemah.

"Astaga kau ini. Kita ke rumah sakit sekarang!–"

Luhan menggeleng, sebelum berhasil mengucapkan sesuatu ia tiba-tiba tak sadarkan diri.

"Luhan! Lu! Hei, sayang?– astaga…" Sehun panik, ia segera menggendong istrinya itu untuk membawanya ke rumah sakit.

..

[Rumah Sakit]

"Dokter Luhan hanya kelelahan karena terlalu banyak bekerja, itu wajar Tuan Oh, mengingat usia kandungannya memasuki hari ke tujuh. Sebaiknya Dokter Luhan jangan melakukan aktivitas berat–"

Sehun masih terdiam, ia sedang menganalisis apa yang dokter itu baru saja katakan. Apa ia melewatkan sesuatu? Apa ia salah dengar?

"Tuan Oh?"

"A-ah, maaf seonsaengnim. Ma-maksud Anda… istri saya sedang mengandung?" tanya Sehun masih tidak percaya.

Sang dokter tersenyum, "ya… apa sebenarnya kalian belum tahu?" tanyanya heran.

Sehun menggeleng, "Luhan tidak mengatakannya… tapi, sepertinya kami memang belum tahu."

Dokter itu pun tertawa, "kalau begitu… selamat ya Tuan Oh, Dokter Luhan tengah mengandung saat ini."

Senyum di wajah Sehun merekah, ia menyalami dokter tersebut. "Gamsahamnida, seonsaengnim. Terima kasih banyak," ucapnya.

Sang dokter mengangguk, "kalau begitu saya tinggal dahulu."

"Enggh… Sehunnie~" suara lemas Luhan membuat Sehun dengan cepat menghampiri istrinya setelah mengantar dokter keluar ruangan.

"Sayang, kau sudah bangun?" Sehun dengan cepat memeluk istrinya lalu mencium keningnya lembut.

"A-ada apa?" tanya Luhan heran melihat suaminya seperti diliputi kebahagiaan.

Sehun tersenyum, "kau hamil, sayang. Kita akan segera memiliki anak. Terima kasih Lu…" Sehun kembali menciumi dahi Luhan berkali-kali.

"Hah?" respon Luhan kelewat singkat, tentu saja ia masih bingung saat ini.

"Dokter berkata bahwa kau kelelahan karena kau sedang mengandung. Usianya sudah seminggu."

"A-apa itu benar?" tanya Luhan. Sehun mengangguk. Sontak Luhan tersenyum bahagia, ia bahkan tidak bisa menghentikan satu bulir air matanya yang terjatuh.

"Mengapa menangis?" tanya Sehun sambil mengusap air mata Luhan yang bebas.

Luhan menggeleng, "aku hanya bahagia. Akhirnya aku bisa memberikannya, apa yang kau inginkan sejak lama."

"Lu… jangan seperti itu. Kita berdua menginginkannya, memang tidak mudah untuk menundanya, tetapi aku senang semuanya berjalan dengan rencana kita."

Luhan mengangguk. "Sebenarnya, aku sudah tidak mengonsumsi obatnya sejak dua bulan yang lalu…"

Sehun awalnya terlihat terkejut, namun kemudian ia tersenyum, "kau ini… tidak heran jika ternyata kau sudah hamil…"

"…maafkan aku karena membuatmu lelah semalaman," sesal Sehun.

Luhan memegang kedua sisi wajah Sehun dengan tangannya, "tidak ada yang tahu kan?"

"Hm… maaf ya baby-Appa" Sehun terlihat berbicara dengan perut Luhan yang masih terlihat rata. "Cepatlah besar, agar bisa melihat Eomma dan Appa, oke…" kemudian ia mencium perut Luhan.

Luhan tertawa geli. "Dia masih sangat kecil, Sehun-ah."

.

.

[7 bulan kemudian]

Hari ini, Sehun dengan penuh penyesalan harus meninggalkan istrinya yang sedang berbadan dua itu. Ia harus terbang ke Prancis siang ini, jika sekedar luar kota mungkin Sehun akan turut serta membawa istrinya itu, tetapi jika harus menaiki pesawat tentu saja ia tidak akan menyarankan Luhan untuk ikut.

"Sayang, maaf ya aku harus pergi." Ucapan Sehun berkali-kali sejak kemarin, sampai membuat Luhan bosan mendengarnya.

"Gwaenchanha Sehunnie, kami akan baik-baik saja." Luhan meyakinkan. Ia menutup koper yang akan dibawa Sehun. "Ini sudah semua… kau yakin tidak ada yang tertinggal kan? Berkas-berkasmu?"

Sehun memeluk Luhan dari belakang dan mengusap perutnya yang besar, "tidak. Gomawo eomma~" bisik Sehun.

Luhan tersenyum, "cepat pulang…"

"Hm, aku akan pulang lusa." Lalu Sehun berpindah ke hadapan Luhan dan sedikit merunduk, menatap perut Luhan.

"Kalian… jaga eomma dengan baik ya." ucap Sehun lalu mencium dua kali di perut Luhan.

"Kami akan baik-baik saja, Appa. Cepat berangkat," kekeh Luhan.

Sehun tersenyum, "hm… jangan terlalu lelah." Lalu Sehun mencium Luhan di bibirnya.

Setelah mengantar suaminya ke depan rumah hingga menghilang dengan mobilnya, Luhan yang hendak masuk kembali berbalik ketika suara tiga orang yang sangat ia hapal terdengar.

"Luhaann!"

Ya, mereka adalah teman Luhan. Irene, Yoona, Krystal, teman satu perkuliahan Luhan itu datang tepat setelah Sehun pergi. Irene kini menjadi dokter anak yang sukses, meski ia belum menikah. Krystal, ia menjadi dokter umum dan sebentar lagi akan menyelenggarakan pernikahannya. Yoona sendiri memilih menjadi dosen di salah satu fakultas kedokteran ternama di Korea, ia juga sudah menikah dengan pengusaha tersohor.

Yoona datang dengan menggandeng anak perempuannya yang masih berusia satu tahun. Gadis kecil yang memiliki wajah menyerupai ibunya itu tersenyum manis ketika memanggil Luhan. "Luhan imo!" pekiknya lucu.

"Aaa~ Hyena-ya… apa kabar cantik?" tanya Luhan sumringah. Ia memeluk anak temannya itu dengan gemas.

"Luhan, kau sendirian?" tanya Yoona.

Luhan mengangguk, "hm, Sehun baru saja pergi dinas."

"Pantas saja suamimu itu menghubungi kami." Kekeh Krystal.

"Sehun?" tanya Luhan yang langsung dianggukki ketiganya. 'Dasar Sehunnie' kekeh Luhan dalam hati.

"Ayo masuk, tidak baik ibu hamil terus berada di udara dingin." Ajak Irene sambil merangkul lengan Luhan.

"Irene-ah, aku dengar kau putus dengan kekasihmu?" tanya Luhan.

Irene tertawa, "pria masih banyak di luar sana Luhannie~ aku akan mencarinya lagi."

"Lihatlah, kapan kau akan menikah kalau begitu!" hardik Yoona.

"Luhan, sebaiknya kau nasihati Irene." Kekeh Krystal.

"Sekarang dia benar-benar menjadi pecinta pria." Luhan menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Mendengar komentar Luhan, sontak ketiga temannya itu tertawa. Mereka pun masuk ke rumah dan menghabiskan waktu hingga tak terasa bahwa sudah cukup malam. Bahkan Hyena sudah tertidur di pangkuan Yoona.

"Luhannie~ kami pergi dahulu ya." pamit Irene.

Luhan mengangguk, "hm, terima kasih sudah menemaniku."

Setelah ketiga temannya pergi, Luhan mendapat panggilan masuk dari Kyungsoo. "Hm, Kyungsoo-ya?..."

"…Kau di luar?"

Luhan kembali membuka pintu rumahnya dan terkejut mendapati Kyungsoo serta suami dan anak mereka, Kim Taeoh yang sudah berusia 3 tahun. Tetapi sepertinya Taeoh sudah tertidur karena berada di pundak Jongin.

"Eonnie!" pekik Kyungsoo lalu memeluk Luhan.

"Kalian malam-malam kemari, ada apa?" tanya Luhan.

"Sehun oppa bilang kau sendirian, jadi aku akan menemanimu. Jongin oppa juga sudah memberi izin, ya kan?" tanya Kyungsoo pada suaminya.

"Hm… sebaiknya kau ditemani Kyungsoo saja, Luhan." Ucap Jongin.

Kyungsoo mengangguk, "dan sebaiknya wanita hamil berkumpul bersama kan?" kekehnya.

Mata Luhan membulat, "kau…" lalu ia tertawa tidak percaya, "…kalian memberi Taeoh adik ruapanya."

"…selamat Kyungsoo ya!"

"Gomawoyo eonnie!"

"Kkajja kita masuk." ajak Luhan.

"Hm. Byee oppa!"

"Jangan begadang ya kalian! Tidak baik!" Jongin memperingati.

"Iya sayang! Cerewet sekali." Kekeh Kyungsoo. "Jangan lupa gantikan baju Taeoh, nanti."

"Iya sayang, jangan khawatir."

Kedua ibu hamil itu pun saling menemani, saling bercanda, dan akhirnya tertidur bersama di kamar Luhan. Tidak, sebenarnya tidak hanya berdua, Minseok, kakak Sehun datang satu jam setelah kedatangan Kyungsoo. Ia tidak hamil tentu saja, sudah cukup dua anak baginya, hahaha. Minseok sendiri mengajukan diri untuk menemani kedua ibu hamil itu. Ia merasa khawatir jika meninggalkan dua ibu hamil ini sendirian.

Dengan begini, Luhan tidak kesepian meski Sehun sedang tidak ada. Bahkan dalam mimpinya, ia merasa sangat bahagia karena Sehun merencanakan sesuatu yang selalu membuatnya aman. Jika sedari kecil Luhan selalu sendirian tanpa saudara (Baba dan Mama Luhan adalah anak tunggal), saat ini ia memiliki banyak keluarga. Ia sangat berterima kasih pada Sehun, tentu saja.

.

.

Keesokan paginya, Kyungsoo dan Minseok sudah dijemput suami mereka masing-masing. Seperti kemarin, tidak lebih dari 30 menit, Luhan sudah mendapat tamu lainnya. Kali ini, kedua mertua dan Baba-nya yang berkunjung.

"Luhan, sudah kau duduk saja bersama para kakek itu. Biar eomma yang menyiapkannya." Ucap Yixing, Sehun eomma, yang sedaritadi mencoba mengusir menantunya yang tengah hamil itu dari dapur.

"Mana bisa Luhan membiarkan eomonim mengerjakannya sendiri. Tenang saja, si kembar juga akan membantu halmoni, ya kan sayang?" tanya Luhan sambil menatap pada perut besarnya.

Yixing tersenyum lalu mengelus lembut perut Luhan. "Kalian ini, terima kasih ya cucu-cucu halmoni yang tampan dan cantik…"

"…tapi Luhan, kalau begitu kau duduk di sana dan bantu eomma memotong ini. Jangan keluyuran!" perintah Yixing.

Luhan terkekeh, "araseo eomonim."

Para orangtua itu menemani Luhan seharian dan malamnya keluarga Sehun yang lain datang. Minseok datang bersama suami dan dua anaknya, bahkan orangtua Jongdae pun datang. Kyungsoo kembali berkunjung bersama suami dan anaknya. Orangtua Kyungsoo juga datang karena ibu Kyungsoo adalah adik dari Joonmyun. Terakhir, ketiga teman Luhan juga datang, Yoona datang bersama suami dan anaknya, tentu saja Krystal datang bersama kekasihnya, ditambah Irene datang bersama dengan pria–gebetan, barunya. Hahaha.

Rumah Luhan pun kini sangat ramai. Pesta kecil-kecilan itu pun mampu membuat Luhan tidak merasakan kesepian sama sekali.

"Ayo semuanya, kita bersulang!" sru Jongdae.

"Terima kasih kepada sponsor kita malam hari ini." kekeh Yixing.

Luhan mengerjapkan matanya bingung, "hm? Siapa yang eommonim maksud?" bisik Luhan pada mertuanya.

"Suamimu…" kemudian Yixing tertawa.

"Sehun, dasar…" kekeh Luhan.

'Gomawo Sehunnie~'

.

.

[8 tahun kemudian]

Sebuah keluarga tengah piknik bersama di taman…

"Sehan! Sayang jangan berlari, Lili bisa mengikutimu!" teriakan sang ibu membuat bocah laki-laki berusia 8 tahun itu berhenti berlari. Begitu juga adik kecilnya, Lilian, anak ketiga dari pasangan Sehun-Luhan, yang ikut berhenti dan menabrak kakak tertuanya itu.

Llilian, putri kecil berusia 4 tahun itu terjatuh dan bersiap berteriak. "Huaaa! Eommaaa!"

"Astaga Lili!" pekik Luhan saat menyadari putri kecilnya terjatuh. Ia hendak berlari menghampiri kedua anaknya, tetapi ia urungkan saat putra tertuanya memeluk Lilian dan membuat tangisannya berhenti.

"Ya ampun, kenapa Lilian suka sekali mengikuti Sehan sih?" kembaran Sehan, Sherin, yang sedaritadi duduk dengan nyaman sambil memakan rotinya, mulai mendumal.

"Sherinnie, panggil Sehan dengan oppa." Sehun mengingatkan anaknya.

Sherin menggeleng geli, "Sherin dan Sehan kan seumuran, bagaimana bisa Sherin memanggil Sehan dengan 'oppa'? Yang ada Sherin ditertawai di sekolah."

Luhan kembali membawa dua anaknya, "ayo kita makan dahulu…"

"…Sherin bantu eomma menyiapkannya." Ucap Luhan yang langsung dianggukki Sherin.

Lilian langsung menghambur ke pelukan Sehun dan duduk dipangkuan ayahnya itu. "Appa!" pekiknya.

"Uh, anak Appa sudah berat sekali... Kau suka mengikuti Sehan oppa ya?" Sehun menaik-turunkan Lilian dengan tangannya.

Lilian mengangguk, "Sehan oppa bilang mau mengambil bunga di sana. Mau dibelikan ke Shelin eonnie dan Lili."

"Hah?" Sherin menoleh pada Sehan, meminta penjelasan.

Sehan hanya mengangkat kedua bahunya, "Lili… masih kecil jangan suka berbohong."

Wajah Lilian merengut, "iiii~ Lili tidak bohong! Tapi bunganya tidak dapat kalena Lili jatuh,"

"Ya sudah, nanti Appa ambilkan untuk Eomma, Sehan, Sherin, dan Lili, bagaimana?"

Lilian tersenyum senang dan melonjak-lonjak di pangkuan Sehun. "Assiikk!"

"Appa, jangan merebut ideku. Aku saja yang ambilkan." Protes Sehan.

Luhan tersenyum mendengar ucapan anak tertuanya itu. Oh Sehan, ia memiliki sifat yang tenang dan mengayomi. Yah meskipun ia terlihat cuek, tetapi sebenarnya ia sangat memerhatikan kedua adiknya.

"Di berikan bunga pun aku tidak akan memaafkanmu." Oh Sherin, kembaran Sehan mulai angkat bicara. Sherin memiliki sifat yang cuek, ia tidak suka jika apa yang disenanginya diganggu. Ia kerap bertengkar dengan kembarannya karena menurutnya Sehan terlalu mencampuri urusannya.

"Hayo, Sehan, Sherin kalian kenapa? Bertengkar lagi?" tanya Luhan.

"Aniyo, eomma." Jawab Sherin.

"Kemarin ada anak laki-laki yang menembak Sherin. Ya… karena Sehan tidak suka padanya, Sehan tolak saja." Sehan menjelaskan dengan raut wajah santainya.

"Sehan!" kesal Sherin.

"Sherin, Appa sudah bilang kan tadi?–"

Sherin berdiri, "Sherin tidak mau memanggil Sehan dengan oppa! Sherin benci Sehan! Appa juga!" kemudian Sherin berlari menjauh.

"Sherin!" Luhan menatap Sehun, lalu ia mengejar putrinya itu.

"Shelin eonnie malah?" tanya Lilian takut.

"Aniya sayang, Sherin eonnie hanya pergi sebentar. Jja… ayo makan lagi." Ucap Sehun.

Sehun menatap anak sulungnya, hingga Sehan sendiri menyadari ayahnya sedang menatapnya. "Waeyo, Appa?"

"Sehan, kenapa kau bersikap seperti itu pada Sherin?" tanya Sehun.

"Anak laki-laki kemarin itu tidak baik Appa, ia pernah berkelahi dengan teman Sehan. Sehan hanya tidak mau Sherin dilukai."

"Apa kau menjelaskannya pada Sherin?"

Sehan menggeleng, "Sherin sudah lebih dahulu memarahi Sehan."

"Sehan dan Sherin kan saudara, lebih baik membicarakannya. Appa tahu, Sehan ingin melindungi Sherin kan?"

Sehan mengangguk. "Sehan kan anak laki-laki, kata Appa harus melindungi adik-adik Sehan."

"Itu benar sekali!" Sehun mengusak kepala anak laki-lakinya itu gemas. "Lain kali jangan langsung bertindak begitu ya? Beritahu Sherin."

Sehan mengangguk. "Ne, Appa…"

Sementara itu, Luhan berhasil menyusul putrinya yang duduk di bawah pohon sambil menyembunyikan wajahnya.

"Sherin, sayang…" panggil Luhan.

"Anak cantik eomma kenapa?"

Sherin tidak juga merespon. "Sherin kesal dengan Sehan? Sherin suka dengan laki-laki itu?" Sherin mengangkat kepalanya, ia menatap eomma-nya dengan mata basahnya. "Aigoo anak cantik eomma…" Luhan memeluk Sherin dan mengusap air matanya.

"Tidak. Sherin tidak suka, tapi Sehan menolaknya dengan kasar. Sherin tidak mau memiliki musuh eomma. Sehan tidak mengerti."

"Oh, jadi begitu… Apa Sehan memberitahu alasannya?" tanya Luhan.

Sherin menggeleng. "Serin langsung membentak Sehan, karena dia menyebalkan."

"Hmm…" Luhan mengusap rambut sebahu anaknya, "Sherin mau mendengar saran eomma?"

"Hm?" Sherin melihat ibunya dengan penasaran.

"Lebih baik, Sherin dengarkan penjelasan Sehan. Kalian kan bersaudara, seharusnya saling berbicara. Jika Sherin tidak suka sikap Sehan, ingatkan Sehan. Bagaimana? Bisa?"

Sherin masih diam, ia masih memikirkannya.

"Mau terus bermusuhan dengan Sehan?"

Sherin menggeleng kecil, "Sherin sayang Sehan, Lili juga…"

"Nah, itu baru anak cantik eomma. Kalau Sehan meminta maaf, Sherin mau memaafkannya?" tanya Luhan. Sherin mengangguk. "…Sherin juga minta maaf karena membentak Sehan dan Appa? Bisa?"

Sherin memeluk Luhan dengan erat, "hm…" jawabnya.

Setelah itu, Luhan kembali bersama Sherin. Sehan langsung berdiri dan menghampiri Sherin. "Sherin-ah, mianhae…" ucap Sehan.

"…kalau Sherin tidak mau bunga, bagaimana dengan coklat, Sherin suka kan?" Sehan memberikan coklat yang sebenarnya adalah miliknya, ia dan Sherin sama-sama menggilai coklat.

Sherin diam sejenak, ia mengambil coklat dari Sehan. "Hm… Sherin juga minta maaf karena membentak Sehannie…"

Sehan tersenyum, sangat langka bisa melihat anak laki-laki ini tersenyum. Ia mengangguk, "tentu saja!"

"Appa…" Sherin berlari memeluk Sehun dan menyembunyikan wajahnya di pundak sang ayah. "Sherin minta maaf karena membentak Appa. Sherin sayang Appa."

Sehun tersenyum, ia melirik pada istrinya yang ikut tersenyum. "Geurae, Sherin dimaafkan. Appa juga sayang Sherin."

"Llili?" anak bungsu yang tidak mengerti apa yang terjadi itu terlihat sedih karena tidak mendapat pelukan. Luhan tersenyum lalu membawa Lilian ke pelukkannya. "Lili sayang siapa?" tanya Luhan.

"Lili sayang semua!" pekiknya senang. Lalu Lilian memeluk Sherin, kemudian diikuti Sehan dan terakhir Luhan.

Namun, tiba-tiba Luhan merasakan tubuhnya melemas dan tak sadarkan diri. "Sehun-ah…"

Sehun terlihat panik saat melihat Luhan yang seperti kesakitan. "Lu!"

"Eomma!" pekik Sehan dan Sherin bersamaan.

Lilian yang takut bersiap untuk menangis, dan "eommaa! Huaa!"

..

..

Luhan dilarikan ke rumah sakit. Sehun dan ketiga anaknya menunggu di luar, Sehan dan Sherin terlihat saling berpegangan tangan dan berdoa untuk ibu mereka. Lilian sendiri digendong oleh Sehun karena tangisnya baru berhenti.

"Bagaimana dok?" tanya Sehun. Sehan mengajak Sherin menghampiri Appa-nya.

"Selamat ya Tuan Oh, Dokter Luhan sedang mengandung. Usia kandungannya sudah dua minggu."

Sehun tersenyum senang, "Terima kasih dok…"

Sang dokter tersenyum, "Kalian punya adik baru ya? Senang?" tanyanya pada Sehan dan Sherin.

Sehan membungkuk, "gamsahamnida, seonsaengnim…"

"Gaerae…"

"Mari Tuan Oh."

"Dengar itu? Lili akan punya adik." Ucap Sehun senang.

Lilian mengerjapkan matanya. "Lili jadi kakak? Yeee!" girangnya.

"Hei Sehan…" panggil Sherin.

"Hm?"

"Apa artinya aku akan punya dua adik?"

Sehan mengangguk, "lalu… aku punya tiga adik?"

"Kau bisa menganggapku saudara saja jika menurutmu tiga adik itu banyak sekali."

Sehan menghela napasnya, "aku harap laki-laki, agar tidak merepotkan seperti kalian…"

"Mworago?" kesal Sherin.

Sehan menggeleng, takut pada Sherin yang sepertinya akan mengamuk. "Aniya…" Maksud Sehan sebenarnya adalah: 'Ayolah beri aku adik laki-laki, agar aku bisa bermain dan bersekongkol dengannya.'

Hahaha

Sungguh keluarga bahagia bukan?

.

.

END

.

.


[Keluarga Oh; 20 Tahun Kemudian]

Wu Luhan

Seorang istri dan ibu dari empat anak, kini berprofesi sebagai kepala departemen bedah saraf. Ia masih menjalani hari-harinya di rumah sakit seperti biasanya.

..

Oh Sehun

Suami dari Wu Luhan ini sudah tidak lagi aktif di perusahaannya. Namun, ia masih menduduki jabatan tertinggi di dua perusahaan. Perusahaan milik keluarganya dan perusahaan milik keluarga Luhan. Kedua perusahaan itu sudah diambil alih oleh kedua anaknya, jadi Sehun hanya berperan mengawasi mereka saja.

..

Oh Sehan

Putra sulung dari pasangan Sehun-Luhan. Ia memiliki perawakan sempurna, bisa dibilang Sehan bagai pinang dibelah dua dengan Sehun saat masih muda dahulu. Namun sikap cueknya itu masih saja terpatri dengan erat di tulangnya.

Kini usianya 28 tahun, ia masih belum menikah karena baginya mencari wanita idamannya itu terlalu sulit. Entah apa yang ada di kepalanya, tetapi Sehan berniat untuk mencari calon istri yang seperti ibunya, Luhan. Ia memang sangat mengidolakan kedua orangtuanya, itulah mengapa sampai saat ini belum ada wanita yang menjerat hatinya.

Sebenarnya, Sherin sudah kerap kali menjodohkan kakaknya itu dengan banyak wanita, tetapi tidak ada satu pun yang berhasil.

Sehan sudah menjabat sebagai wakil pimpinan di perusahaan keluarga Oh. Sebagai anak tertua dan laki-laki, ia memang harus mengemban tanggungjawab itu. Untunglah Sehan memang tipikal anak yang mengerti tanggungjawab. Sepertinya sifat Sehun telah menurun padanya.

..

Oh Sherin

Putri pertama, anak kedua, saudara kembar Sehan. Ia tumbuh menjadi sosok wanita hebat, jiwanya yang bebas membuat wanita cantik itu terus melebarkan sayapnya di dunia fashion. Ia bekerja sebagai designer di salah satu perusahaan di Prancis. Ya, Sherin tidak tinggal di Korea, ia bahkan sudah menjelajahi berbagai Negara yang disukainya.

Sehun dan Luhan tidak pernah membatasi impian anak mereka. Selama Sehun dan Luhan memberikan kepercayaan, mereka yakin Sherin akan bertanggungjawab akan hidupnya.

Sherin saat ini sedang menjalin kasih dengan salah satu aktor ternama di Prancis. Baginya, mendapatkan restu dari Sehan adalah yang paling sulit dibanding kedua orangtuanya, Sehan memang sesuatu bukan? Hahaha.

..

Oh Lilian

Putri kedua, anak ketiga dari Sehun-Luhan. Kini usinya beranjak 24 tahun, Lilian sendiri sedang menjalani pelatihan untuk mewarisi perusahaan dari keluarga Luhan. Ya, Lilian ditunjuk sebagai ahli waris dari perusahaan tersebut karena pasion Lilian-lah yang merujuk ke sana.

Meski Lilian adalah anak perempuan, tetapi tidak membuat Lilian minder ataupun patah semangat jika harus memimpin perusahaan. Ia memiliki rasa tanggungjawab, ia bijak, dan ia juga memiliki sikap seorang pemimpin. Ditambah, Sehan, kakaknya selalu mengajarinya banyak hal.

Lilian saat ini tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun. Meski ia adalah wanita tegas, ia tidak pemilih dengan pasangannya. Ia hanya menginginkan pria yang disetujui oleh orang-orang yang disayanginya, apalagi Sehan yang sangat pemilih. Hahaha.

..

Oh Robin

Anak bungsu di keluarga Oh. Doa dari seorang kakak yang tidak memiliki teman. Pria ini kini menginjak usia 20 tahun. Ia adalah seorang mahasiswa kedokteran. Ya, ia memiliki pasion yang sama dengan sang ibu. Ia berniat menjadi dokter hebat yang dapat menyelamatkan banyak nyawa.

Menjadi anak terakhir memang membuat Robin sangat-sangat dekat dengan keluarganya, tetapi ia tidak manja. Ia hanya terlalu sayang dengan keluarganya, bisa dibilang ia protektif, tetapi tidak separah kakak tertuanya, Sehan.

Ia menjadi salah satu mahasiswa yang paling diidolakan. Sifat Robin yang ramah dengan kepercayaan diri selangit itu membuat siapapun suka didekatnya, kecuali Sherin. Kakak perempuannya itu selalu geli dengan tingkah adiknya. Meski begitu, mereka tidak saling benci, hanya saling meledek jika bertemu. Tapi untunglah, Sherin berada di Prancis. Hihihi. Jika tidak, perang silat lidah akan berlangsung bagai perang dunia.


.

.

Sekian bonus chapter ini, semoga suka ^^ Jangan lupa reviewnya ya!

Gamsahamnida

*loveforHUNHAN yeayy!