Pintu kamar rumah sakit itu terbuka dengan kuat. Helaan nafas terdengar tergesa, membuat dua orang di dalam ruangan menoleh kaget.

"Tetsuya?"

"Kurokocchi!"

Panggilan singkat itu membuat si pemilik nama terduduk lemas, merasa beban yang ada di hatinya terangkat seketika ketika manik aquamarinenya bertemu dengan pemilik heterochrome yang sedari tadi memenuhi pikirannya.

Pria itu baik-baik saja. Bahkan tengah tertawa bersama Kise Ryota tadi. Tak terlihat luka atau apapun.

"Kau menyebalkan, Akashi Seijuurou!"

Tetsuya berdiri dan keluar dari ruangan, menutup keras pintunya. Aomine yang berada di dalam ruangan hanya diam melihat wajah kebingungan Seijuurou dan Ryota.

"Apa aku melakukan kesalahan?" Tanya Seijuurou entah pada siapa.

"Ng.. Aku.. aku mengejar Kurokocchi dulu." Kata Ryota gugup, menyadari bahwa ada Aomine di sini, lalu bergegas keluar dari ruangan.

Aomine dan Seijuurou hanya saling memandang. Mereka bahkan tidak pernah bertutur sapa dan sekarang ditinggalkan oleh para perantara yang mereka kenal.

"Kalau kau baik-baik saja, Akashi-kun, aku permisi mencari Tetsu dulu."

"Kau dekat dengan Tetsuya."

"Eh?" Aomine kaget mendengar pertanyaan itu, "Ya, dia sahabatku sejak sekolah."

"…"

"Kalau kau berpikir aku punya hubungan lain dengan Tetsu, kau harus membuang pikiran itu jauh-jauh. Kami hanya berteman."

"hm.."

"Aku permisi, Akashi-kun."

"Tentang Ryota…"

Seijuurou pulang ke apartemennya setelah mendapatkan ceramah panjang dari kedua orang tuanya. Ia tetap memilih pulang walaupun rumah sakit memintanya untuk beristirahat semalam. Dengan alasan tidak ingin meninggalkan Tetsuya di rumah, ia berhasil membujuk ibunya yang memang posesif terhadap menantu kesayangannya.

Sekeliling apartemen gelap gulita, namun semuanya terlihat sudah rapi. Mungkin Tetsuya pulang dan melimpahkan kekesalannya dengan bersih-bersih. Teringat kebiasaan Tetsuya yang terkadang aneh membuatnya ingin tertawa. Pelahan ia berjalan ke dalam kamar yang juga gelap. Terlihat gundukan di atas tempat tidur yang membuat Seijuurou merasa lega. Setidaknya pria itu tidak kabur pulang ke rumah orang tuanya.

"Tetsuya."

Tak ada jawaban. Seijuurou baru tahu kalau Tetsuya juga bisa merajuk seperti ini.

"Maaf aku membuatmu cemas."

"…"

"Kau masih marah padaku?"

Seijuurou bingung dengan Tetsuya. Ia tidak menjawab apapun. Tetapi ia tahu, kata-katanya pagi ini memang agak kelewatan. Ia juga tau Tetsuya merasa cemas karena insiden kebakaran yang ia alami.

"Aku minta maaf." Kata Seijuurou sambil naik ke atas kasur

Tetsuya membatu ketika ia merasakan sepasang tangan melingkar di pinggangnya. Wajahnya panas seketika dan bersyukur Seijuurou tidak menghidupkan lampu kamar.

"Tetsuya."

"A.. aku tidak marah."

Seijuurou tersenyum. Tetsuya akhirnya bersuara.

"Aku… mendapat kabar dari ibu kalau kau pingsan setelah terjebak dalam kebakaran. Tiba-tiba, kau sudah duduk dan tertawa seakan tidak terjadi apa-apa. Lagipula, kau bukan superhero. Bagaimana kalau hal buruk benar-benar terjadi? Bagaimana kalau.."

Seijuurou mempererat pelukannya saat ia merasakan gemetar yang tidak biasa dari tubuh Tetsuya.

"Aku baik-baik saja."

"Aku tahu. Maaf."

"Kenapa kau yang meminta maaf? Aku yang sudah membuatmu cemas."

"… maaf karena aku berteriak padamu."

Seijuurou tersenyum dan menghirup wangi shampoo vanilla dari surai biru di hadapannya. Kalau dipikir-pikir, ini pertama kalinya mereka sedekat ini sejak hari pernikahan mereka.

"Tadi pagi.. kata-kataku sudah keterlaluan." Bisik Seijuurou pelan, "Maaf."

Tetsuya menyentuh pelan tangan Seijuurou yang melingkar di depan perutnya.

"Kau.. masih memikirkannya?"

"tentang apa?"

"Momoi-san."

"…"

"Tidak apa-apa kalau kau tidak mau menjawabnya. Maaf aku sembarangan bertanya."

"Bohong kalau aku tidak memikirkannya."

Tetsuya mengatur nafasnya. Jawaban Seijuurou kembali mengganggu pikirannya. Ia tidak seharusnya bertanya.

"Satsuki bukanlah gadis yang cantik. Ia hanya gadis biasa. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa mencintainya. Dan setelah bersama selama tiga tahun, ia tiba-tiba pergi begitu saja."

Jangan lanjutkan lagi.

"Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat."

Kumohon.

"Setiap hari aku bergelut dengan pekerjaan untuk melupakannya. Tapi semuanya percuma. Tidak ada yang bisa kulakukan. Bahkan sampai sekarang…"

Aku tidak ingin mendengarnya lebih jauh lagi.

"Aku masih sangat berharap bahwa ia akan kembali kepadaku."

Seijuurou membalikkan tubuh Tetsuya menghadapnya. Ia dapat melihat wajah Tetsuya yang mulai basah karena air matanya.

"Aku juga sadar semua yang kuharapkan itu percuma. Karena itu.."

"…"

"Jangan katakan kau ingin bercerai dariku. Sekali kau menjadi seorang Akashi, kau akan selamanya menjadi seorang Akashi. Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi semudah itu."

"Sei-kun.."

"Bantu aku melupakannya, Tetsuya."

Tetsuya memandang Seijuurou kaget. Apakah ia tidak salah dengar?

"Aku sudah lelah memikirkannya. Aku sudah lelah menunggunya."

Isakan Seijuurou menyadarkan diri Tetsuya. Seharusnya ia bahagia mendengarkan kalimat itu. Tetapi isakan seorang Akashi Seijuurou membuatnya paham. Gadis yang bernama Momoi adalah gadis yang bodoh. Bukan karena ia meninggalkan Akashi Seijuurou yang mempunyai segalanya.

Tetapi karena ia meninggalkan seorang Akashi Seijuurou yang sangat mencintainya.

Dan isakan Seijuurou juga terasa seperti pisau yang menyayat hatinya. Karena Tetsuya sadar, sedalam apa Seijuurou mencintai gadis itu hingga ia meneteskan air mata untuknya.

Kise Ryota melihat arlojinya dan menghela nafas. Sudah lama ia tidak pulang selarut ini. Ini karena sahabat sialannya itu. Ia meminta menagernya untuk menunda pemotretan saat Akashi Shiori menghubunginya tadi siang. Ia kira hal buruk terjadi pasa Seijuurou. Ternyata ia pingsan karena terlalu banyak menghirup asap kebakaran. Bahkan saat ia sampai di rumah sakit, Seijuurou tidak terlihat sakit.

"Pantas dimarahi Kurokocchi. Semoga saja kau harus tidur di ruang tamu, Akashicchi sialan."

Ia membuka pintu apartemennya dan menghidupkan lampu. Kemudian melihat aneh pada sepasang sepatu yang asing di rak sepatu itu.

Apa ada pencuri? Pikirnya kaget Masa ada pencuri yang bisa sempat merapikan sepatu. Lagipula tidak terlihat pintunya rusak.

Ryota lalu berjalan pelan dan masuk ke dalam ruang tamu.

"Kau selalu pulang selarut ini?"

Suara bass yang menyapa telinganya membuatnya berbalik ke arah dapur. Jantungnya berdetak tidak karuan.

"Akashi memberikan alamatmu padaku. Saat mencoba memasukkan password, pintunya terbuka."

"Aominecchi…."

"Kau masih menggunakan password yang sama."

Aomine berjalan pelan menuju Ryota yang sudah tidak bisa menahan air matanya, lalu memeluk pria itu.

"Maafkan aku, Ryota."

Aomine tersenyum saat tangisan Ryota pecah dan merasakan pelukannya dibalas. Betapa bodohnya ia dulu karena tidak mencoba mengejar pria ini.

"Dia sama sekali tidak mengkhianatimu."

Aomine menatap Seijuurou yang memandangnya tajam.

"Malam itu, agensi lamanya mencekokinya dengan alcohol dan membuatnya tidur dengan salah seorang produser yang memang sedari awal sudah tertarik padanya. Apalagi produser itu tahu, bahwa Ryota mempunyai kekasih yang juga seorang pria."

"…"

"dan mereka sengaja mengirimkan foto-foto itu padamu. Bahkan membuat isu bahwa ia tidur dengan para produser agar karirnya meningkat. Dan kebetulan saja, karirnya memang tengah mencapai puncaknya dulu."

"Aku.."

"Ia merasa malu dan memilih pergi tanpa memberikan penjelasan apapun padamu saat kau bertanya. Itukah alasan yang ada dalam pikiranmu, Aomine-kun?"

Aomine mengangguk.

Seijuurou tertawa kecil melihat ekspresi wajah Aomine. Ryota memang bodoh. Darimana ia bisa berpikiran bahwa pria ini sudah membencinya?

"Karena ibumu memanfaatkan situasi itu, meminta padanya agar ia meninggalkanmu. Membiarkanmu memiliki keluarga yang lebih pantas dengan seorang wanita."

"Ibuku?"

"Bukankah Ryota bodoh? Ia dilecehkan. Ia dituduh. Ia ditimpa skandal yang tidak benar. Bahkan keluarga kekasihnya malah memintanya pergi."

Wajah Aomine bahkan seperti hewan buas yang sudah siap menerkam mangsanya penuh kebencian.

"Agensi lama nya. Siapa yang mengatur semua itu?"

"Aku sudah memastikan mereka tidak punya masa depan lagi." Jawab Seijuurou singkat, "dan kalau kau hanya ingin menyakitinya dengan kata-katamu, jangan muncul lagi di hadapannya."

'Kau kira aku bisa memaafkan orang yang pergi begitu saja setelah tidur dengan orang lain demi keuntungannya sendiri?' Aomine kembali mengingat kata-katanya kasar yang ia lontarkan pada Ryota di basement rumah sakit dulu.

"Ryota terlalu berharga untuk kau sakiti." Seijuurou menatap Aomine tajam

"Aku akan mengatur masalah ibuku. Katakan padaku dimana aku bisa menemukan Ryota."

Aomine mengelus pelan kepala Ryota yang tertidur lelah di sampingnya setelah menghabiskan sesi panas melepaskan kerinduan hati mereka masing-masing. Ia melihat wajah damai Ryota yang sangat ia cintai dulu. Semua yang Seijuurou katakan di rumah sakit tadi siang membuat ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Maafkan aku." Bisik Aomine pelan, menahan air matanya

"Aominecchi?" panggil Ryota terbangun saat merasakan helaan nafas Aomine di telinganya

"Aku mencintaimu, Ryota."

TBC…