Uchiha Sasuke sedang menikmati sarapannya pagi ini saat getaran pada ponselnya membuatnya mengalihkan perhatian dari roti gandum yang sedang disantapnya. Nama yang muncul di ponselnya langsung membuat senyumnya mengembang. Sakura. Tanpa menunggu lama, ia langsung menjawab telepon dari gadis yang sejak semalam menjadi kekasihnya itu.

"Pagi," sapa Sasuke tanpa bisa menahan senyumnya. Ibu dan kakak iparnya yang juga sedang menikmati sarapan mereka melongo kaget melihat tingkahnya. Bagaimana tidak, lelaki irit bicara dan minim ekspresi itu menjawab telepon dengan senyum dan wajah cerah. Pasti ada sesuatu, pikir kedua orang itu.

"Pagi juga." Sasuke dapat membayangkan Sakura balas tersenyum padanya. "Kamu lagi siap-siap, ya?"

"Iya, ini lagi sarapan. Kamu hari ini ada kelas pagi, kan? Jangan lupa sarapan juga, ya."

Kata-kata Sasuke itu sukses membuat Izumi, kakak ipar Sasuke, menjatuhkan garpunya. Ia menoleh pada Mikoto, ibu mertuanya, meminta penjelasan. Tapi Mikoto juga sama bingungnya dengan Izumi, jadi wanita cantik itu hanya menggeleng pelan dengan ekspresi kaget yang kentara.

Dari seberang telepon, terdengar Sakura tertawa kecil. "Iya, ini juga mau sarapan, kok. Kamu lanjutin sarapannya, ya. Semangat hari ini."

"Kamu juga semangat, ya. Jangan lupa kasih kabar."

Saat Sasuke hendak melanjutkan sarapannya setelah sambungan telepon sudah terputus, ia menangkap dua tatapan menuntut dari kakak ipar dan ibunya.

"Ap—"

"Jelaskan," tuntut ibunya langsung. Sasuke segera mengetahui arah pembicaraan ini, jadi dia hanya menghela napas malas. Mikoto yang melihatnya otomatis jadi kesal. "Sasuke, jelaskan atau ibu akan menguntitmu ke mana pun sampai ibu tahu sendiri?"

Sasuke memejamkan matanya sejenak. Oke, pagi ini akan terasa panjang.

.

.

.

Palindrome: Date, Music and Love

a story by jenojaem

Disclaimer: story is mine but characters are Masashi Kishimoto's

.

OOC, conflictless, plotless, typo(s)

.

enjoy!


"Hei, Teme, kau nggak marah soal kemarin, kan?"

Uchiha Sasuke yang dipanggil Teme itu menoleh malas. Sesosok lelaki tan berambut kuning langsung menyambutnya dengan cengiran lebar andalannya. Introduced to you, Uzumaki Naruto, lelaki yang kemarin meninggalkan Sasuke di festival musik sendirian.

Sasuke lantas melirik jam tangannya. Jam 10. Dan Naruto baru datang, sementara jam kerja kantornya dimulai jam 8. Entah Naruto habis melakukan site visit, atau bertemu klien, atau malah baru bangun paska festival kemarin, Sasuke terlalu malas untuk bertanya. Bahkan tanpa bertanya pun Naruto selalu langsung cerita.

Oh, tentu saja Sasuke harus bekerja hari ini. Ini hari Senin. Dan sebagai fresh graduate yang ingin mencari pengalaman di bidang arsitektur, Sasuke akhirnya melamar di sebuah firma arsitektur di Konoha. Yaa… jasanya sebagai seorang arsitek belum secara langsung dimanfaatkan, sih. Ia hanya bertugas untuk membuat gambar kerja atau gambar model yang diminta oleh seniornya. Begitu juga dengan Naruto yang baru lulus dari jurusan Teknik Sipil di kampus yang sama dengan Sasuke.

"Hn," gumam Sasuke seadanya pada akhirnya. Dipikir-pikir, Naruto tidak sepenuhnya salah, sih. Malahan karena ia ditinggalkan sendiri, ia akhirnya jadi bertemu Sakura dan bisa mengubah statusnya dari single menjadi in relationship with Haruno Sakura. Sudut bibirnya terangkat sedikit, yang tentunya tidak disadari oleh sahabatnya yang memang tidak peka itu.

"'Hn' itu artinya iya atau enggak, sih? Jangan sok dingin gitu, deh, Teme!" ujar Naruto sambil menepuk pundak Sasuke dengan semangat.

Sasuke mendelik Naruto yang duduk di meja kerja yang persis berada di sebelah kirinya dengan semangat.

"Berisik, Dobe."

Naruto menghela napas tanda menyerah. "Sorry, deh. Lagian kalau kau ikut aku dan Hinata, nanti kau malah jadi nyamuk! Aku dan Hinata juga punya privasi tahu," katanya dengan nada memelas yang Sasuke tahu hanya sekadar akting.

"Cih, privasi apanya. Kau, kan, yang kemarin ribut waktu Yuhi Kurenai manggung?"

Naruto membeku. Darimana si Teme ini tahu? "Lho, kirain kau langsung pulang?" tanyanya setelah menyadari sesuatu. Sasuke yang ia kenal tidak mungkin betah sendirian di keramaian begitu. Apalagi dia tidak minat-minat amat pada festival kemarin.

Sasuke terdiam beberapa saat, kembali mengingat momen indah semalam. Tanpa berminat menjelaskan yang terjadi pada Naruto, ia kembali menatap layar komputer di hadapannya. "Lupakan saja."

Naruto menggeser kursinya mendekat pada Sasuke. He smelled something's fishy here. "Kau menutupi sesuatu, ya?" tanyanya dengan seringai menyebalkan.

Sasuke berdecak kesal. "Ck, apanya yang menutupi. Thanks anyway," gantungnya. Ia lalu sibuk dengan revisi lembar kerja untuk sebuah shophouse yang sudah setengah dikerjakannya Sabtu lalu.

Naruto jadi salah tingkah. Ia kira ucapan Sasuke barusan adalah sarkasme karena membiarkan pemuda itu terpaksa datang ke festival musik yang belum tentu disukainya dan malah meninggalkannya di sana sendirian. Padahal Naruto tidak tahu kalau Sasuke sungguh-sungguh berterima kasih pada sahabat tengilnya itu. Accidental cupid, menurut Sasuke.

"Yah, Teme, aku minta maaf, deh. Kau pasti kesal banget, ya, aku tinggalin di sana sendiri? Ah, enggak. Kau pasti marah karena kemarin. Harusnya kau bisa istirahat atau lanjut revisian—"

"Sasuke, Naruto, nanti kalian yang site visit ke shophouse Ibu Rin, ya." Suara senior mereka, Hatake Kakashi, menghentikan ucapan Naruto. Mereka lantas menoleh ke arah sumber suara. "Minggu kemarin kayaknya Kiba salah ukur eksisting lantai tiga. Nanti sekalian difoto juga railing tangganya gimana. Soalnya kalau revisi Sasuke udah beres, kita bisa langsung buat modeling." Kakashi tersenyum kecil dari balik maskernya, lalu kembali masuk ke dalam ruangannya.

Sasuke menghela napas untuk yang ke sekian kalinya hari ini. Revisi, site visit, pasti sehabis itu langsung masuk 3d modeling. Bukan hanya pagi tadi yang terasa panjang, hari ini juga akan panjang.


Sakura menautkan kedua alisnya dengan mata terfokus pada layar laptop di depannya, sementara tangan kanannya sibuk menscroll trackball mouse. Yamanaka Ino, sahabat Sakura yang satu kampus namun berbeda jurusan itu kurang lebih melakukan hal yang sama. Jika Sakura sedang mencari referensi gambar mengenai interior bergaya mid century, Ino yang notabene adalah mahasiswi fashion design sedang mencari referensi style paling ikonik dari Dolce Gabana.

Kedua mahasiswi itu kini sedang mengerjakan tugas kuliah mereka di sebuah kafe di dekat kampus. Kebetulan kelas studio pagi mereka yang jadwalnya bersamaan sudah selesai, dan Sakura tidak memiliki kelas lagi hari ini. Kalau Ino, sih, masih ada jam 1 siang nanti. Biasalah, mahasiswi tingkat akhir yang hanya mengikuti satu-dua mata kuliah.

Ponsel Sakura berdenting. Ia memeriksa notifikasi yang masuk, lalu berusaha menahan senyum saat membaca sebuah pesan Whatsapp dari sebuah kontak bertuliskan Sasuke. Katakanlah ia membosankan dan tidak manis, tapi ia lebih suka menyimpan kontak Sasuke dengan Sasuke. Alasannya, karena hanya dengan melihat namanya saja Sakura merasa senang. Duh, love bird.

Aku lagi site visit, nih.

Dan kamu tahu, ada cewek genit banget sama aku. Kalau aku boleh video call kamu rasanya pengen pamer sekarang juga.

Btw, selamat nugas ;)

Begitu isi 3 pesan dari Sasuke. Duh, pacarnya ini manis sekali, sih. Dari luar selalu terlihat cool dan mono-ekspresi, stoic. Tapi begitu sedang bersamanya, Sasuke menjadi lelaki yang hangat. Sakura jadi merasa spesial diperlakukan begitu. Padahal belum dua puluh empat jam ia dan Sasuke berpacaran, tapi rasanya seperti sudah lama sekali.

Memiliki mata elang, insting tajam, ditambah sudah mengenal Sakura bertahun-tahun membuat Ino bisa menangkap raut senang dari wajah sahabat merah mudanya itu. Mau ditahan bagaimanapun juga, sudut bibir yang berkedut itu tidak terelakkan dari mata Ino. Maka dari itu…

"Forehead, kamu udah punya pacar, ya?"

Sakura mati kutu ditembak pertanyaan begitu. Apa sahabatnya ini tidak bisa berbasa-basi sedikit?

Sakura tersenyum kikuk. "Hehe… Kelihatan banget, ya?"

Ino terkejut dengan reaksi Sakura. Ia kira Sakura akan berkelit. Padahal kalau begitu, kan, ia bisa menggodanya habis-habisan. Melihat wajah Sakura memerah karena laki-laki itu sungguh langka!

"Yang benar?!" tanyanya, masih syok. "Sejak kapan? Sama siapa? Kok kamu nggak cerita, sih, Saki?!"

Rona merah mulai muncul pada kedua pipi Sakura. "Sejak semalam, No. Maaf ya, aku pengen cerita tadi malam tapi kamu pasti udah tidur. Dan cerita lewat chat kayaknya kurang greget." Kemudian Sakura segera menceritakan kejadian yang dialaminya tadi malam pada Ino dengan semangat. Ino yang mendengarkan juga tak kalah semangat. Ia seratus persen fokus pada setiap kata yang Sakura ucapkan.

"Ini, No, orangnya," kata Sakura sambil menunjukkan sebuah foto dari ponselnya. "Demi foto ini, kita minta tolong orang yang nggak tahu siapa buat fotoin."

Ino memperhatikan foto itu; foto yang memperlihatkan Sakura dan seorang laki-laki yang menurut Ino keren. Laki-laki itu merangkul Sakura sambil tersenyum tipis. Yang membuat Ino jadi gemas dan melting adalah laki-laki itu tidak tersenyum ke arah kamera, tapi ke arah Sakura, sementara Sakura sendiri sedang tertawa lepas ke arah kamera—yang sepertinya candid.

Ino menyerahkan kembali ponsel itu pada Sakura. Ia masih sedikit terperangah dengan cerita Sakura. Mungkin berlebihan, tapi bagi Ino, kisah cinta Sakura adalah yang paling ia tunggu-tunggu selama bersahabat dengan gadis itu.

"Ra, kamu beruntung banget, sih? Emang ya, orang baik pasti ketemunya sama orang baik. Apalagi si Sasuke ini kelihatannya sayang banget sama kamu. Gimana jelasinnya, ya, pokoknya dari tatapannya, dari cerita kamu, kayaknya dia orang yang care sama orang yang dia sayang," komentar Ino pada akhirnya. Sebersit ide mendadak muncul di kepalanya. "Eh, Ra, kapan-kapan kita double date, yuk!"

"Wah, oke tuh! Ayo aja. Nanti aku tanya, deh, kapan Sasuke nggak sibuk," balas Sakura.

Ketika sedang asyik mengobrol, Ino yang tidak sengaja melihat jam dinding di kafe itu mendadak heboh. "Ya ampun, Ra! Keasyikkan cerita aku nggak sadar sekarang udah setengah satu!" Ia lantas sibuk membereskan barang-barangnya. "Aku nggak mau telat di kelasnya Pak Orochimaru. Kalau bisa sampai kelas jam satu kurang, deh!" ujarnya sambil panik memasukkan laptop ke dalam case-nya.

"Hati-hati, No. Ngobrolnya lanjut nanti lagi, ya," kata Sakura sambil bantu memasukkan mouse ke dalam tas tangan Ino.

"Oh, hampir lupa mouse-nya! Makasih, Forehead. Love you pokoknya. Aku duluan, ya!"

Ino bergegas keluar kafe. Begitu sampai di luar, ia melihat sosok yang cukup familiar sedang berjalan di depan kafe itu, tapi sepertinya tidak akan mampir ke sini. Karena itu, tanpa memikirkan kelasnya yang akan dimulai jam satu, Ino segera mengejar sosok itu.

"Sasuke!"


Sasuke dan Naruto segera berpamitan dengan pemilik shophouse yang baru mereka survey. Mereka sudah mengukur ulang lantai tiga dan memotret bagian railing sesuai perintah Kakashi. Karena ini masih jam dua belas siang—hampir setengah satu sebenarnya, maka mereka memutuskan untuk mencari tempat makan di sekitar situ.

Sasuke baru menyadari kalau shophouse yang menjadi proyek firmanya terletak persis di seberang kampus Sakura. Ia setengah mati berharap bisa bertemu dengan Sakura walaupun ia tahu mungkin Sakura sudah pulang untuk melanjutkan tugasnya di rumah.

"Enaknya kita makan di—"

"Sasuke!"

Sasuke dan Naruto menoleh ke arah sumber suara. Seorang gadis bak Barbie berjalan dengan cepat ke arah mereka—ke arah Sasuke tepatnya. Sasuke sama sekali tidak mengenal gadis blonde itu, pernah lihat pun tidak. Karena itu ia hanya menghentikan langkahnya dan menunggu gadis itu mendekat.

"Bener, kan, Sasuke?" tanyanya lagi.

"Sorry, siap—"

"Aku Yamanaka Ino, sahabat Sakura!" katanya girang. Ia tersenyum lebar sambil mengulurkan tangan kanannya. Sasuke menjabat tangan sahabat Saku—tunggu. Tahu dari mana gadis ini tentang dirinya?

Melihat kebingungan Sasuke—yang sebenarnya tidak terlihat juga, ini hanya perkiraan Ino—Ino segera menyahut, "Sakura ada di dalam, lho. Tadi makan siang denganku, tapi sekarang dia sendirian," katanya. Tidak peduli, deh, kalau mau dibilang TMI alias too much information.

Wajah Sasuke yang tadinya stoic jadi sedikit melunak. "Oke, Yamanaka Ino, salam kenal. Thanks, saya masuk dulu," ujar Sasuke sambil mengangguk pada Ino, lalu berjalan memasuki kafe, tidak memedulikan senyum lebar Ino dan wajah bingung Naruto.

"Sakura siapa, sih?"


Bosan mencari gambar referensi untuk tugasnya, Sakura segera membuka situs menonton drama Korea favoritnya. Semenjak kuliah, ia sudah jarang menonton drama manis khas Negeri Ginseng itu. Selain karena masalah waktu, Sakura adalah tipe yang akan menonton drama jika pemeran utamanya adalah aktor favoritnya.

Setelah memasang earphone ke telinga sebelah kanan, Sakura mengklik tombol play dan mulai menikmati episode pertama drama Korea yang sudah ingin ditontonnya sejak beberapa waktu lalu. Belum lima menit drama itu berjalan, seseorang menarik kursi yang ada di sebelahnya dan duduk.

Mengira itu Ino, Sakura mem-pause tontonannya, melepaskan earphone, dan menoleh ke sebelah kiri. Niatnya bertanya kenapa Ino kembali malah membuat matanya membulat sempurna saat melihat lelaki berkaus putih dengan outer flannel sudah duduk manis di sebelahnya. Tidak, duduk ganteng lebih tepatnya.

"Sasuke? Ngapain di sini? Katanya site visit?" Sakura lalu melirik seorang lelaki dengan polo shirt abu-abu berdiri di samping meja mereka. "Ada apa, ya, Mas?" tanyanya pada lelaki berambut kuning itu.

"Satu-satu, dong, nanyanya," kata Sasuke sambil tersenyum kecil, membuat si Mas Kuning bergidik geli. "Aku di sini mau makan siang. Tadi site visit ke shophouse yang ternyata seberang kampus kamu," ia lalu mengedikkan kepala sedikit ke arah lelaki yang masih berdiri di sampingnya, "Ini Naruto, temanku."

Sakura tersenyum manis pada Naruto. "Halo, aku Sakura. Ngomong-ngomong, duduk aja. Nggak pegal berdiri terus?"

Pemuda bernama Naruto itu duduk dengan kaku. "E-eh iya, Sakura, aku Naruto. Salam kenal, hehehe," katanya gaje.

Kok tegang amat, sih? Jangan-jangan dia lagi bisulan makanya dari tadi nggak duduk, batin Sakura dengan perasaan bersalah.

Sangat bertolak belakang dengan suara batin Naruto.

Sialan Teme, punya pacar nggak bilang-bilang! Cantik lagi! Eh, tapi ini duaan, kok, sibuk sendiri, sih?!


Tak menghiraukan Naruto yang duduk di depannya, Sasuke memfokuskan perhatiannya pada Sakura. Pacarnya ini sungguh selalu terlihat cantik di mata Sasuke. Hari ini rambut merah mudanya digerai, menutupi hampir setengah punggungnya. T-shirt putih polos dan celana katun hitam yang dipakainya membuat rambut dan kulitnya terlihat kontras. Pokoknya bagi Sasuke, Sakura terlihat shining, shimmering, splendid. Uhuk.

Sasuke meletakkan siku kirinya pada meja, menyandarkan kepala pada tangannya, sepenuhnya berbalik ke arah Sakura. "Katanya mau nugas. Kok, malah nonton?"

Sakura mengklik tab lain pada laman search engine yang sedang dibukanya dan menunjukkannya pada Sasuke. "Tadi. Tapi sekarang bosan, jadinya aku nonton, deh," balasnya santai, lalu menoleh lagi pada Sasuke dan tersenyum manis. Lagi.

"Sekarang masih bosan?" pancing Sasuke.

Sakura memukul tangan Sasuke main-main. "Kamu pengen aku jawab, 'Enggak, kan ada kamu di sini,' kan?" godanya.

Sasuke menunjukkan ekspresi terluka yang pura-pura. "Jadi nggak gitu, ya?"

Sakura tertawa lepas. "Enggak, dong. Udah nggak bosan, kok. Makasih ya, udah ke sini," katanya, lalu segera menyadari sesuatu. "Oh iya, kamu tahu aku di sini dari mana?"

Sasuke menjelaskan garis besar mengenai kehadirannya di kafe ini. Tak berapa lama, pesanan Sasuke dan Naruto—yang terlupakan—pun datang.

"Kamu nggak mau makan lagi? Mau bagi dua denganku?" tawar Sasuke.

Sakura hanya menggelengkan kepalanya. "Aku, kan, baru makan. Selamat makan, ya." Kemudian ia menoleh pada seseorang yang duduk di depan pacarnya, "Naruto juga."

Naruto tersenyum kaku. "Iya, makasih. Hehehe," katanya dengan tawa dipaksakan.

Wah, pasti susah bertahan dalam posisi duduk padahal lagi bisulan, batin Sakura, makin prihatin dengan kondisi Naruto.

Ya Tuhan, baru kali ini habis site visit pengennya langsung balik kantor. Jadi nyamuk nggak enak, cuy. Hinata, tunggu aku! Habis ini kita yang mesra-mesraan! Naruto menjerit dalam hati sambil mulai menyendok makanannya tanpa selera.

Sementara itu Sasuke…

Tadi pagi dikasih ucapan 'selamat pagi' dan dikasih semangat. Barusan diucapin selamat makan. Kalau udah nikah pasti diucapin 'met bobo'. Jadi nggak sabar ;)

…membatin dengan OOC-nya.


Setelah Sasuke dan Naruto menyelesaikan makan siang mereka, Sakura segera membereskan barangnya. Karena sudah tidak ada yang ia kerjakan, ia ingin pulang dan tidur siang. Tidur siang bagi mahasiswa-mahasiswi yang sering begadang merupakan 'barang langka' yang tidak bisa ditemui sehari-hari. And Sakura just wanted to treasure it.

Dan di sinilah mereka sekarang, di luar kafe.

"Aku nggak bisa antar kamu soalnya harus balik kantor. Kamu nggak apa-apa pulang pakai ojek online?"

Sakura mengalihkan perhatiannya dari ponsel pada Sasuke sebentar. "Nggak apa-apa, kok. Biasanya kalau Kak Sasori nggak bisa jemput, aku pulang pakai ojek online." Ia lalu kembali fokus pada ponselnya. Memeriksa apakah titik penjemputan dan tujuannya sudah sesuai.

Tiba-tiba sesuatu yang hangat dan lembut terasa pada pundaknya. Sakura segera memeriksanya dan menemukan kemeja flannel Sasuke sudah tersampir di sana. Sebelum ia bertanya, Sasuke sudah membuka mulutnya.

"Coba pakai dulu yang bener," katanya, lalu mengambil ponsel dan tas Sakura. "Kamu, kan, nggak bawa jaket. Masak naik motor angin-anginan gitu. Biar masih siang, nanti kamu masuk angin," jelasnya tanpa diminta.

Sasuke tidak menyadari bahwa rahang pemuda kuning yang berdiri tak jauh darinya itu bisa lepas mendengar kata-kata panjang keluar dari mulutnya. Plus, dengan nada lembut dan sedikit khawatir. Lama-lama Naruto bisa muntah pelangi.

"Kamu sendiri gimana?" tanya Sakura, belum benar-benar memakai kemeja Sasuke. "Sama aja, dong, nanti kamu juga bisa masuk angin."

Sasuke mengacak pelan rambut gadisnya. "Aku ke sini pakai mobil kantor. Dan di motorku ada jaket." Ia memasukkan ponsel Sakura ke saku jeans-nya, menyampirkan tas Sakura pada bahu kanannya, lalu membantu gadis itu memakai kemejanya. Wah, kapan lagi melihat Uchiha Sasuke OOC begini.

Setelah memastikan Sakura memakai kemejanya dengan benar, Sasuke menyerahkan kembali ponsel gadis itu. Tidak lupa dengan tasnya. "Tadi aku lihat di maps kalo driver-nya udah dekat."

Beberapa saat kemudian, seorang pengemudi motor paruh baya berjaket oranye dengan helm berwarna sama dengan jaketnya memasuki area parkir kafe. Lelaki itu mengecek ponselnya dan melihat berkeliling.

Sakura yang yakin itu adalah driver ojeknya segera berpamitan pada Sasuke dan Naruto. "Aku pulang dulu, ya. Kamu hati-hati balik kantornya. Naruto, duluan ya."

Tanpa aba-aba, Sasuke segera menarik lengan Sakura dan memeluknya. Sakura yang awalnya kaget, balas memeluk Sasuke dengan senyuman dan rona kemerahan menghiasi pipinya. Naruto yang hendak membalas ucapan Sakura jadi menahan napasnya. Lengkap dengan mata melotot kaget. Intinya, ekspresinya saat ini sangat-ekstra.

"Iya. Kamu juga hati-hati."

Sasuke melepaskan pelukannya, lalu menggandeng tangan Sakura, berjalan menuju driver ojek itu. Ia melirik sekilas Sakura yang masih merona, dan merasakan jantungnya berdegup kencang. Senyum tipis muncul di wajahnya.

"Atas nama Sakura, Pak?" tanya Sasuke.

Setelah driver itu meng-iya-kan dan memberikan helm yang sama dengannya pada Sakura, Sasuke membantu Sakura memakai helmnya. Tak lupa ia memeriksa kaitannya sudah terkunci dengan sempurna.

"Pak, nyetirnya hati-hati, ya," pesan Sasuke pada sang driver, yang langsung di-iya-kan dengan semangat. Sasuke beralih pada Sakura. "Kalau udah sampai, kabarin aku."

"Iya. Aku jalan, ya," balas Sakura sambil melambai pada Sasuke, yang dibalas pemuda itu dengan lambaian juga.

Sasuke masih mengawasi motor itu berbelok saat tiba-tiba merasakan pundaknya ditepuk dengan sangat keras. Untuk kedua kalinya pada hari ini.

"Apa, sih?" tanyanya, menahan kesal. Kini mode stoic pada wajahnya sudah kembali aktif. Ucapkan sampai jumpa pada Sasuke yang manis dan lembut. Itu hanya akan ditemukan jika ada Haruno Sakura di sisi Uchiha Sasuke.

"KENAPA KAU NGGAK BILANG SUDAH PACARAN, SIH, TEME?! MANA CANTIK CEWEKNYA! UNTUNG AKU UDAH NEMBAK HINATA KEMARIN, KALAU ENGGAK NYARIS AKU BERPALING!" seru Naruto, entah marah atau semangat. Karena teriakan itu terdengar sama saja bagi Sasuke.

"Jadi ini caramu balas dendam, ya?" lanjut Naruto. "Gara-gara kemarin kau ditinggalin sendiri, sekarang aku yang ditinggal sendiri!"

Sasuke mendengus. "Justru aku mau berterima kasih. Berkat kau, aku jadi ketemu Sakura di festival itu."

Kali ini Naruto betulan jawdrop. Ia kira Sasuke sudah berpacaran lama dengan Sakura, hanya saja backstreet. Dan siapa sangka Sasuke akan pacaran dengan perempuan yang baru ditemuinya di festival musik? Eh tunggu… Kalau begitu…

"Aku cupid, dong?!"


Mikoto dan Izumi berteriak heboh sambil memandangi ponsel Izumi. Kedua wanita itu sedang asyik mengobrol di rumah setelah menikmati makan siang saat Itachi, suami Izumi sekaligus anak sulung Mikoto dan kakak Sasuke, mengirimkan beberapa foto.

Aku baru beres kasih kuliah umum di Konoha University, dan nggak nyangka lihat ini.

[Foto pertama] Sasuke menyampirkan kemeja flannel pada seorang gadis berambut merah muda.

[Foto kedua] Sasuke mengacak pelan rambut gadis itu.

[Foto ketiga] Sasuke memeluk gadis itu.

[Foto keempat] Sasuke menggandeng tangannya.

[Foto kelima] Sasuke tersenyum sambil berjalan.

[Foto keenam] Sasuke membantu gadis itu memakai helm.

[Foto ketujuh] Sasuke melambai sambil tersenyum pada gadis itu.

Walaupun ketujuh foto itu diambil dari seberang jalan, agak goyang dan dizoom beberapa kali sehingga gambarnya agak pecah, tapi sosok Sasuke dalam foto itu terlihat sangat jelas. Bahkan wajah gadis berambut merah muda itu pun tetap terlihat cantik.

"Jadi ini, yang namanya Sakura," kata Mikoto sambil memandangi foto di ponsel menantunya.

"Orangnya secantik namanya," kata Izumi yang langsung disetujui oleh Mikoto. "Baru ketemu sekali terus jadian, auto luluh hati Sasuke lihat senyuman begini," lanjutnya sambil menunjukkan foto Sakura tersenyum saat sedang digandeng oleh Sasuke.

"Manis banget, ya," Mikoto masih tidak bisa melepaskan pandangan dari foto-foto itu. Izumi juga masih terkagum-kagum dengan foto yang dikirimkan suaminya. Gemas melihat adik iparnya yang sedingin es dan cuek bebek itu bisa sebegitunya manis di hadapan seorang perempuan.

"Izumi, semoga kamu segera dapat adik ipar, ya!"

Ucapan Mikoto itu diaminkan oleh Izumi. "Iya, Bu. Semoga Ibu juga punya anak mantu lagi, biar kalau siang begini makin ramai di sini."

Mikoto tersenyum dengan tatapan menerawang, membayangkan punya menantu lagi. Pasti terasa lengkap. Dan seru.

"Duh, jadi nggak sabar."


Owari.


Maaf kalau makin gak jelas :")

Review please :)