.

.

.

.

11.12 Waktu Korea Selatan, Jantung Jungkook berhenti berdetak. Ia dinyatakan meninggal karena serangan jantung juga kelelahan. Tak ada yang mengetahui hal itu sampai keesokan pagi Taehyung menemukannya berbaring di ruang tengah flat mereka tanpa nafas tersisa.

.

.

GENRE : DRAMA FANTASY ROMANCE

LENGTH : SINGKAT

FANFICTION BY : TIANLIAN

DESCLAIMER : THIS IS MY OWN

RATE: A+T-M (AMAN TANPA MSG)

WARN : YAOI, BXB, TYPO'S, DLDR, CERITA INI TERINSPIRASI DARI BERBAGAI SUMBER, JADILAH PEMBACA YANG BIJAK, INI HANYA CERITA PASARAN.

.

.

.

.

Katamu, tidak perlu takut akan harapan yang belum terwujud di pagi saat kita membuka mata.

.

.

.

.

Taehyung bergerak kaku, tubuhnya bergeming kebingungan melihat mayat Jungkook diangkat oleh petugas rumah sakit untuk segera di makamkan. Tidak ada penyelidikan lebih lanjut atau indikasi apapun perihal kematian Jungkook sebab kematiannya memang telah dinyatakan positif akibat kelelahan juga serangan jantung. Wajar, mungkin bagi sebagian orang sebab hal semacam ini memang telah sering terjadi. Namun, hal ini tetap menjadi pukulan besar bagi Taehyung. Jungkook dan dia masih punya urusan, mereka berdua bahkan masih sempat bertengkar hebat sebelum kepulangan Taehyung ke Daegu dua hari yang lalu. Dan sekarang, ia hanya bisa tertawa miris melihat mayatnya. Gila, apa yang sebenarnya terjadi disini?

.

"Kau sudah menghubungi keluarganya, nak Taehyung?" bibi Min, tetangga mereka yang terkenal pecinta kucing juga ramah itu mengusap punggung Taehyung―simpati. Taehyung mengangguk singkat sebelum membersit hidungnya yang tiba-tiba berair.

.

Kematian itu pasti,

.

Taehyung pun memahami hal itu, tapi tetap saja dia masih tidak bisa menerima kenyataan jika Jungkook ―Sang Sahabat merangkap saudara tiri- tiba-tiba pergi tanpa berpamitan padanya. Sialan!

.

.

.

.

.

Rembulan telah lama menggantung di batang-batang bercabang layu yang telah kehilangan dedaunan, musim telah menjadi lebih buruk dari yang pernah coba ia bayangkan. Lantas, sepi kembali membawa kewarasan Taehyung yang kini telah menunggu raung tergugu keluar dari bibir kering membeku miliknya. Ada sesak yang tak bisa dia paparkan, sembilu yang tak lagi bisa ia ungkapkan, juga marah yang hanya terhempas sia-sia karena keadaan. Jungkook tiada, meniadakan apapun tentang alasan kenapa dia seegois itu pergi tanpa menunggunya!

.

"Kau bedebah sialan!" dia hanya memaki udara dingin, melihat uap udara membumbung lalu kandas sebelum sampai pada awang-awang. "Jeon Jungkook sialan!" lagi, makian yang tertuju pada satu nama manusia ―yang terhitung telah dua belas jam berganti klasifikasi dari seonggok makhluk hidup menjadi mayat- masih saja ia sembahkan pada kehampaan.

.

"Sial―"

.

'Berhenti memaki!'

.

Suara Taehyung sukses tertelan paksa, matanya yang telah memerah mengkerjab kasar sebelum ia berbalik―melihat siapa atau barangkali apa yang tiba-tiba menghentikan makiannya. Ia lebih dulu mundur, tersentak dan menangis tanpa suara kemudian.

.

'Taehyung... siapa yang membuatmu menangis?'

.

Kata Jungkook, ia tidak perlu takut akan harapan yang belum terwujud di pagi saat mereka membuka mata. Katanya, semua akan baik-baik saja sampai keadaan menjadi jauh lebih baik seperti sedia kala. Namun sekali lagi, kenyataannya Jungkook yang meniada kini hadir di hadapannya. Dengan wajah yang sama, senyum yang sama, dan suara yang sama pula.

.

Dia―

.

"Jungkook―" telah menyempurnakan sesak membelenggu suaranya, mengikat semua frasa yang tersendat di tenggorokan untuk senyap kemudian menggulirkan semua warna di setiap dunia Taehyung menjadi gelap seketika.

.

.

.

.

Lalu kataku, iya, tugas kita hanya bersyukur masih ada dunia lebih lama dari yang kita duga.

.

.

.

.

Tidak tahu mana yang benar, sekarang Taehyung benar-benar nyaris gila hanya karena terbangun akibat tiupan mesra sosok hantu berwajah pucat berinisial 'Jeon Jungkook'. Ya, manusia yang baru saja mati beberapa belas jam itu kini telah legal dinyatakan sebagai hantu. Sekali lagi, hantu!

.

"Kau sudah mati!" seru Taehyung tak fokus dengan telunjuk menuding tepat dimana sosok 'hantu' Jungkook kini menatap lekat Taehyung yang sudah mirip orang gila.

.

Oke, Jungkook memang sudah mati loh. Kenapa di perjelas lagi, apa kurang jelas? Apa Jungkook harus menembus tembok dulu atau barangkali lompat dari gedung ini agar Taehyung jadi sedikit lebih waras?

.

Sinting!

.

Jungkook menatap Taehyung―lelah, mau menghela napas juga terkesan miris sekali sebab dia bahkan sudah tidak bernapas. Sialan. Mau tak mau ia hanya duduk di bawah lantai mengamati sosok Taehyung yang masih menatap Jungkook ―horor- dari atas ranjang. "Ka-Kau sudah mati! Pergilah!"

.

Perilaku diam Jungkook makin membuat Taehyung paraniod, bagaimana jika tiba-tiba Jungkook terbang ke arahnya, memakan dagingnya dengan ganas lalu mengubah Taehyung menjadi hantu juga supaya dia tidak kesepian! Oh, Tunggu. Jungkook hanya arwah penasaran kok, maaf mengecewakan, dia bukan zombi. Ha ha..

.

'Pergi kemana lagi?' remang suara Jungkook mengalun dingin. 'Aku sudah berjam-jam lalu pergi tapi tak diterima di manapun.' Ia lelah dan merana. Bahkan hingga ia bukan lagi manusia namun masih saja ada perasaan enggan yang begitu sukar untuk ia lebur agar tenang. 'Tae...'

.

"Tidak! Jangan bersuara! Kau sudah mati! Kau harus pergi dari sini!" Taehyung jadi autis seketika, menggerakkan kedua tangannya tak tentu arah hanya untuk mengusir sosok Jungkook yang sebenarnya tidak tembus pandang. Dia tampak nyata, sama seperti Jungkook yang biasa Taehyung lihat di setiap kali ia membuka mata. Jadi, tidak bisakah ia tidak gila jika ia melihat sosok Jungkook yang beberapa jam lalu dia temukan tergeletak tanpa nyawa dan kini tengah memandang iba pada dirinya yang jelas-jelas masih hidup! Gila, ini bukan ajang uji nyali kan?!

.

'Tae, serius. Bisakah kau jadi sedikit saja waras.' Jungkook tidak pernah meminta hal yang berlebihan, ia tahu bagaimana kapasitas otak Taehyung jika sudah mulai tantrum seperti ini. Biasanya Jungkook hanya perlu memeluknya, namun kali ini bergerak sedikit saja Taehyung akan melempar kasur beserta seperangkat bed cover agar kembali menembus tubuhnya setelah bantal dan guling itu tak lagi terjamah oleh jangkauan tangan.

.

"Tidak! Aku masih waras! Kau hantu sialan harusnya pergi! Kenapa kau kembali?! Belum cukupkah kau menakut-nakutiku, hah?! Aku minta maaf jika selalu membuatmu kesal, maaf karena selalu memakai celana dalammu diam-diam, aku juga minta maaf membuatmu di tampar oleh Eunha tempo hari, aku akan membakar playstation dan cemilan yang kau suka agar kau bisa meyebrangi jembatan surga dengan damai. Kalau masih belum puas, aku juga bisa membakar koleksi sepatuku yang paling kau sukai, jadi mohon menghilanglah. Kumohon kembalilah dengan tenang ke alam baka wahai hantu Jeon Jungkook."

.

Senyum samar terulas di wajah pucat Jungkook, ada beberapa hal yang ia pikirkan. Beberapa hal yang kemungkinan besar menjadi satu-satunya alasan kenapa dia masih terikat dengan dunia ini dan tidak bisa pergi.

.

'Taehyung..'

.

Begidik, Taehyung merasa begitu dingin tatkala Jungkook menyerukan namanya dengan nada aditif begitu khas.

.

Sosoknya bukan lagi sebuah pertanyaan, bukan lagi sebuah hipotesis tanpa jawaban. Jungkook, hantu itu ada secara nyata walaupun tak dapat tersentuh oleh rasa maupun karsa. Sama sepertinya, dia hidup dalam konotasi yang jauh lebih luas. Menghabiskan waktunya dalam sosok lain yang mungkin lebih kekal dari pada dirinya.

.

'Mungkin, alasan kenapa aku tak bisa pergi dari dunia ini adalah dirimu.'

.

.

.

.

Selalubisa berbincang panjang lebar ketika menjelang pejam, tak melulu tertawa, kadang marah, lantas di serang haru, juga kesal, kemudian berujung peluk sampai pukul dua pagi.

.

.

.

.

Konyol, tak tahu siapa yang waras. Taehyung atau Jungkook, manusia atau hantu gentayangan. Keduanya kini berbaring bersebelahan dengan dua pasang mata menerawang jauh menatap langit-langit kamar. Seperti dejavu, yang lebih tua kini mulai menghela napas sembari membawa tangan kiri untuk menutup kedua mata. Ada sesak yang memanjat naik, menggulirkan tetes tangis diam yang begitu hening hingga larung bersama fajar.

.

'Aku akan memastikan kau baik-baik saja.'

.

Ucapan Jungkook kembali terngiang,

.

"Kenapa?"

.

Hening hanya mampir sejenak, mengurai tanya yang memiliki berbagai macam jawab agar segera sirna.

.

'Sebab, hanya aku satu-satunya yang boleh membuatmu menangis.'

.

Jungkook memang selalu seegois itu, dia akan berada di semua garis depan tatkala Taehyung di rundung kesusahan. Selalu bersikap menyebalkan saat Taehyung di runtuhi kebahagiaan, selalu membuat Taehyung merasa begitu serba salah. Seperti waktu-waktu yang berlalu, saat mereka masih bisa saling memaki tanpa khawatir salah satu mungkin bisa tiba-tiba saja menghilang bagai kabut asap.

.

.

.

.

.

Keduanya masih mengingat bagaimana mereka bertemu, Taehyung tak lebih dari sekedar anak yatim piatu yang menyedihkan. Di pungut oleh paman Jeon―ayah Jungkook- lantas di adopsi sebagai anak sulung mereka. Taehyung namanya, marganya Kim sejak awal dan akan tetap sama meski dia telah di kubur dalam tanah.

.

Dedaunan layu meranggas jatuh beterbangan, mengajak serta angin untuk tinggal menikmati detik di mana dua pasang netra itu bertaut dalam sebuah prasangka. Tentang kenapa Paman Jeon―Ayah Jungkook membawa pulang bocah lain, tentang kenapa bocah itu tampak begitu menyebalkan, tentang mengapa bocah itu tidak tersenyum padahal Jungkook sudah jelas memamerkan senyumnya sejak beberapa detik lalu. "Apa kau bisu? Kau tidak punya nama? Aku Jungkook, Kau tidak tahu siapa aku?!"

.

Suaranya terdepak senyap, senyum Paman Jeon aka Ayah kandungnya makin membuat Jungkook sebal. "Namanya Taehyung, Jungkook. Mulai hari sekarang hyung ini akan tinggal di rumah agar Jungkook tidak kesepian. Bagaimana?"

.

Heh? Kesepian? Yang benar saja?

.

Melihat bocah bernama Taehyung itu hanya diam dengan wajah menyebalkannya. Jungkook hanya memutar mata malas, bicara saja tidak becus bagaimana dia bisa membuat Jungkook tidak kesepian?

.

"Tidak, aku tidak butuh hyung bisu sepertinya. Ayah, kembalikan saja dia ke asalnya."

.

Penolakan keras dari Jungkook masih membuat Paman Jeon tersenyum maklum. Ia menggeleng geli sambil mengusap punggung Jungkook dengan tangannya. "Mulai sekarang dan selamanya kalian harus saling melindungi satu sama lain, Oke."

.

Tidak, Jungkook secara gamblang jelas sudah mengatakan tidak oke pada tatapan Ayah meskipun ia tak lagi mau bersuara. Sudah, percuma. Lagipula suaranya hanya akan dihitung masif karena dia hanyalah bocah. Ya, mau bagaimana lagi. Sekarang, tugas tersisa bagi Jungkook hanya membuat bocah bisu itu menyesal telah menginjakkan kaki di daerah kekuasaan Jeon Jungkook.

.

.

.

.

Keduanya tak lantas menjadi dekat, keduanya hanya mengaku melakukan genjatan senjata sebab sang Ayah memutuskan menikah lagi saat keduanya baru menginjak bangku SMP. Serangan beruntun dengan judul 'Ibu Tiri Cantik' membuat kedua bocah itu mengatur ulang strategi pertahanan. Dari hanya sekedar saling baku hantam karena masalah tempat tidur dan uang saku―yang sebenarnya sama. Kini keduanya mulai membalik otak, ah.. Jungkook adalah pelopornya. Sebenarnya dia selalu menjadi pihak antagonis dalam setiap keadaan, baik itu perihal Taehyung yang tiba-tiba dipungut Ayah Jeon hingga Ibu baru yang sebenarnya baik-baik saja.

.

Kabar baiknya untuk Taehyung, dia tidak lagi dijadikan satu-satunya sasaran kemarahan Jungkook yang tanpa sebab. Kabar buruknya, Taehyung tidak masalah dengan rencana Ayah Jeon. Tapi, sayang sekali Taehyung sudah terlanjur membuat janji manis dengan si setan Jeon Jungkook.

.

"Apapun yang terjadi wanita itu tidak akan pernah menjadi Ibuku."

.

Ultimatum Jungkook berlanjut, dulu Taehyung merasakan bagaimana Jungkook selalu saja membuat hari-harinya ramai huru-hara. Kini, sayang sekali perhatian Jungkook beralih pada wanita cantik yang telah bersanding di depan altar bersama Ayah Jeon.

.

"Tentu saja." Jawab Taehyung tenang setenang kolam ikan belakang rumah yang sudah lama tidak di huni apapun selain tanaman hijau merambat, ya. Tentu saja wanita itu tidak akan pernah menjadi ibu Jungkook. Bagaimanapun juga Jungkook hanya akan memiliki satu ibu yang telah berjuang untuk melahirkannya dalam satu kehidupan ini. Namun, tidak baik jika meletakkan begitu banyak kebencian pada satu orang saja. "Dia hanyalah istri Paman Jeon, bukan ibumu."

.

Senyum Taehyung menguar, senyum menawan itu membuat jantung Jungkook berdetak begitu aneh. Dan beruntungnya, Jungkook mengartikan itu sebagai kebencian season kedua bagi anak pungut ini. Ya, kebencian season satu yang telah usai karena keadaan itu kini bersemi lagi hanya karena ucapan Taehyung yang tanpa sadar membuat Jungkook merasa kesal dalam level yang berbeda.

.

.

.

.