~Good Boy~

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

High School DxD © Ichiei Ishibumi

Warning: OOC, typo, and Etc.

Rated: M

Summary: Naruto adalah seorang anak nakal. Bolos, berkelahi, dan membuat onar adalah kesehariannya dulu. Tapi, semenjak ibunya pulang dan mengetahui semua ini. Naruto terpaksa harus berubah menjadi anak baik. Bahkan dia harus berdandan seperti anak culun. Apa-apaan ini?!

Genre: AU, Comedy, School Life, Romance, Drama, Harem, Ecchi and etc.

Chapter 2

"Hey sialan! Kemarilah. Kau pikir aku takut dengan kalian? F*ck you!"

Raiser dan kelima temannya segera menghentikan langkah mereka, saat mereka mendengar umpatan kasar dari Naruto. Mereka berbalik dengan kesal. Saat itu juga, mereka melihat Naruto yang sedang mengacungkan jari tengahnya ke arah mereka ber-enam.

"Si culun brengsek ini ingin mati!" salah satu teman Raiser berkata dengan kesal. Dia berjalan kearah Naruto dan berniat memberikannya pelajaran.

"Hey culun, kau mau merasakan pukulan kiri atau ..."

Belum sempat dia menyelesaikan perkataannya. Kepalan tangan Naruto sudah bersarang di pipi kirinya dan membuatnya tersungkur dengan kasar.

"Sialan, berani-beraninya kau ..."

Perkataannya kembali tidak dia seleaikan, saat kepalan tangan Naruto kembali menghantam pipi kirinya dengan keras. Dan pada saat dia akan bangun. Kepalan tangan akan memukulnya lagi, dan kejadian itu terulang beberapa kali sehingga pipi kirinya membengkak dengan cepat.

"Sialan, apakah kau banci? Berhentilah berbicara omong kosong denganku!" Naruto mengumpat dengan kasar setelah dia puas memukuli orang itu. Menatap 5 orang yang tersisa, Naruto meludah dengan kasar.

"Majulah kalian semua. Aku sedang sangat kesal hari ini."

Raiser dan keempat temannya yang tersisa saling menatap untuk sejenak. Sebelum mereka menerjang Naruto secara bersamaan. Naruto mencemooh. Dia menendang perut orang pertama dan mengutuk dengan kasar.

"F*ck off!"

...xxXxx...

Naruto berjongkok dengan santai. Di depannya, keenam orang termasuk Raiser yang tadi ingin mengganggunya, kini tersungkur di lantai sambil memegangi beberapa bagian tubuh mereka yang sakit.

"Berikan aku rokok." Naruto menatap mereka ber-enam dan berkata dengan acuh tak acuh. Kacamata bulatnya masih dia pakai. Meskipun rambutnya sekarang sedikit acak-acakan karena perkelahian barusan. Tentu saja dengan pakaian dan kacamata bulat tebal miliknya, penampilan culun Naruto masih sangat kental.

Raiser mengeluarkan sebungkus rokok dan pematik dari sakunya. Lalu menyerahkannya kearah Naruto dengan ekspresi tertegun. Siapa sangka jika bocah culun ini sangat pandai berkelahi? Dia bahkan merokok? Sialan, bukankah anak culun sekarang lebih menakutkan daripada preman?

Raiser yang melihat Naruto menyalakan dan menghisap rokoknya dengan santai, hanya menggertakan giginya dengan marah. Tunggu saja, dia akan balas dendam untuk apa yang terjadi hari ini.

"Hey, kalian ini kelas 3 kan?" Naruto bertanya sambil mengeluarkan asap rokok dari mulutnya.

"Y-ya. Kami semua kelas 3-C." Salah satu dari mereka menjawab dengan cepat.

"Kejadian hari ini jangan sampai diketahui oleh pihak sekolah. Apa kalian mengerti?" Naruto berkata sambil menatap mereka satu per-satu dengan tatapan tajam. Yang membuat mereka segera mengangguk dengan cepat.

"Pergilah." Naruto berkata dengan acuh tak acuh sambil membuang rokok di tangannya.

Raiser dan ke-lima temannya segera bangun dan bergegas pergi dari gang tersebut. Pada saat mereka akan keluar dari gang itu. Raiser sempat menengok ke arah Naruto dengan penuh kebencian, tapi dia langsung tertegun saat dia melihat Naruto yang terlihat sedang melepas kacamata bulat tebal miliknya.

"T-tidak mungkin. Dia ..." Raiser berkata dengan mulut sedikit bergetar. Namun ucapannya tak sempat dia selesaikan, karena salah satu temannya segera menariknya menjauh dari situ.

Saat mereka sudah berjalan cukup jauh. Ke-lima teman Raiser segera menatap Raiser dengan tatapan aneh. Faktanya, Raiser adalah seorang playboy arogan yang mudah marah. Meskipun dia tidak pandai berkelahi, dia mempunyai latar belakang yang lumayan kuat. Itulah kenapa mereka mau bergaul dengannya.

Normalnya, di situasi seperti ini. Raiser akan mengumpat dengan kasar di sepanjang jalan. Dia akan membicarakan tentang balas dendam dan memberi pelajaran pada orang yang sudah melawannya. Tapi lihat sekarang. Raiser hanya diam seperti orang bodoh.

Apakah karena dia dipukuli, dia jadi takut dengan anak itu dan tidak mau balas dendam? Kurasa itu tidak seperti Raiser yang mereka kenal.

"Hey Raiser. Apakah kita akan berurusan dengan si cul-"

"Diam! Jangan mengganggunya lagi untuk sekarang. Lupakan apa yang terjadi hari ini, dan tunggu kabar selanjutnya dariku. Kalian mengerti?" Raiser membentak dengan kasar. Dia memperingatkan mereka berlima dengan raut wajah serius.

"A-ah? Baiklah." Meskipun mereka tidak terlalu mengerti. Melihat Raiser yang begitu serius, mau tak mau mereka hanya mengangguk dengan kikuk.

"Baiklah, kalian pulanglah."

"..., oke."

Melihat kepergian mereka, Raiser menghela nafas diam-diam. Dia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan membuka sebuah gambar. Di gambar itu, terlihat seorang pemuda berambut kuning jabrik memakai kaos hitam berlengan pendek dan juga celana jeans hitam panjang sedang menyeringai malas ke arah kamera.

"Ini benar-benar mirip. Astaga, apakah orang tadi adalah orang yang 'dia' cari selama ini?" Raiser berguman dengan tidak percaya. Foto itu adalah foto Naruto. Foto itu dia dapatkan dari sahabat masa kecilnya setahun yang lalu. Katanya, itu adalah foto orang yang menyelamatkannya dulu saat dia berada di Kyoto. Dia memberikannya pada Raiser dengan tujuan agar Raiser bisa segera mengabarinya kalau dia bertemu dengan pemuda ini.

Tentu saja Raiser tidak pernah bertemu dengan pemuda ini. Dia bahkan belum pernah menginjakan kaki di Kyoto lagi sejak setahun yang lalu. Tapi dia sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengannya di sini.

Mengingat mata biru tajam Naruto. Rambut yang sedikit acak-acakan. Raut wajah, postur tubuh. Itu benar-benar mirip dengan foto yang diberikan teman masa kecilnya. Yang Raiser tidak mengerti adalah, kenapa dia berpenampilan culun? Harus Raiser akui. Jika Naruto berpenampilan seperti yang terlihat di foto. Naruto bahkan lebih tampan daripada dirinya sendiri.

Lalu kenapa dia malah berpenampilan culun seperti itu? Lupakan hal itu. Raiser menggelengkan kepalanya dengan pelan. Kemudian dia menatap ponsel miliknya dengan bimbang. Haruskah dia memberitahu teman masa kecilnya tentang hal ini?

Ragu-ragu sejenak, Raiser akhirnya menelpon kontak bertuliskan 'Rias' di ponsel miliknya.

"Ada apa Raiser? Tumben kau menelponku. Jika kau hanya ingin aku untuk meminta no telepon Akeno untukmu. Aku akan segera menutup teleponnya."

"T-tunggu, Rias. Aku bertemu dengan dia." Raiser buru-buru menjawab dengan cepat saat Rias bicara akan segera menutup teleponnya.

"Dia? Siapa?" suara Rias terdengar bingung.

"Pemuda yang kau kirimkan fotonya padaku 1 tahun yang lalu."

Rias terdiam sejenak sebelum dia bertanya dengan pelan, "Kau yakin?"

"Sebenarnya, aku tidak terlalu yakin. Tapi dia terlihat sangat mirip dengan orang yang ada di foto."

"..."

"B-baiklah. Aku hanya ingin memberitahumu itu saja. Sampai jumpa." Mendengar Rias yang hanya diam dan tak menjawab. Raiser segera menutup teleponnya dengan cepat. Mengusap keringat dingin di dahinya, Raiser sejujurnya tidak ingin berhubunghan dengan Rias. Gadis itu benar-benar bisa melakukan apa saja. Belum lagi dia mempunyai seorang kakak yang menakutkan.

Setidaknya dia sudah memberi kabar pada Rias. Entah itu Naruto adalah pemuda yang Rias cari atau bukan. Itu tidak ada urusannya dengan Raiser. Dia hanya tidak ingin disalahkan oleh Rias jika dia tidak memberitahu hal ini.

Yah, Raiser tidak ingin berurusan lagi dengan Naruto maupun Rias. Dia bahkan melupakan pikirannya untuk balas dendam pada Naruto.

...xxXxx...

Di sebuah apartemen mewah. Terlihat seorang gadis cantik berambut merah panjang yang sedikit bergelombang. Gadis itu mempunyai wajah dan bentuk tubuh yang sempurna untuk usianya yang masih berumur 18. Pinggangnya ramping, dada dan pantatnya terlihat padat dan berisi. Dia mempunyai kulit putih halus, hidung mancung, alis ramping, mata berwarna biru kehijauan yang terlihat menarik, serta bibir tipis berwarna pink yang sangat memikat.

Gadis itu memakai kaos berlengan panjang berwarna cream. Serta celana pendek berwarna hitam. Dia terlihat termenung menatap ponsel miliknya yang dia letakan di atas sofa.

"Hey Rias. Kenapa? Apakah ayam itu meminta no teleponku lagi?" sahut sebuah suara yang terdengar di belakang Rias. Di belakang Rias berdiri seorang gadis seumurannya. Dia mempunyai rambut panjang berwarna dark blue yang diikat ponytail. Gadis itu juga mempunyai wajah dan bentuk tubuh yang tak kalah menarik dari Rias. bahkan ukuran dadanya jelas lebih besar daripada ukuran dada milik Rias.

Gadis itu hanya memakai handuk yang melilit tubuhnya, dan dia nampak sedang mengeringkan rambutnya dengan santai.

"Ah, Akeno! Kali ini bukan itu." Rias menoleh kearah Akeno dengan raut wajah yang terlihat bingung, bersemangat, dan juga gelisah. Dia langsung menerjang dan memeluk Akeno, hingga Akeno hampir kehilangan keseimbangannya dan hampir terjatuh karena itu.

Akeno menggelengkan kepalanya sambil tersenyum manis. Meskipun keduanya seumuran. Sejujurnya, Akeno lebih seperti kakak perempuan untuk Rias. Melihat Rias yang menatapnya dengan mata yang nakal. Akeno hanya terkikik pelan.

"Lalu apa kali ini? Kenapa kau terlihat sangat senang?" tanya Akeno dengan raut wajah ingin tahu.

"Raiser bilang dia bertemu dengan'nya' Akeno!" seru Rias dengan nada bersemangat. Dia bahkan melompat kecil dengan raut wajah bersemangat saat dia mengatakan hal itu.

Akeno terkikik saat melihat tingkah Rias. Dia menutup mulutnya dan menatap Rias dengan dengan tatapan nakal.

"Oh? Siapa? 'Pangeran'mu setahun yang lalu?" goda Akeno, yang sukses membuat pipi Rias sedikit memerah.

"B-bukan! Sudah kubilang aku sama sekali tidak menyukainya. Aku hanya ingin berterima kasih ntuk kejadian waktu itu," elak Rias dengan cepat. Dia melepaskan pelukannya dari Akeno dan menyilangkan tangannya di depan dada.

"Ara ara, benarkah? Lagipula, aku tidak mengatakan kau menyukainya bukan? Kenapa kau membicarakan hal itu? Jangan-jangan kau memang ..." Akeno tidak melanjutkan kalimatnya, dan dia hanya menatap Rias dengan tatapan nakal.

"Akeno!" Rias mengembungkan kedua pipinya. Wajahnya memerah karena malu, dan dia menatap Akeno dengan tatapan memelas, yang membuat Akeno kembali terkikik geli.

"Baiklah, baiklah. Lalu apa yang ingin kau lakukan sekarang?" tanya Akeno yang kini tengah berjalan menuju lemari pakaian.

"A-aku akan menemuinya." Rias berkata sambil memalingkan mukanya dari Akeno yang sedang memilih baju di lemari pakaian. Akeno tersenyum nakal dan berbalik menatap Rias dengan tatapan menggoda. Merasakan Akeno yang menatapnya, pipi Rias segera memerah dan dia segera berkata dengan raut wajah yang sedikit panik, "T-tentu saja aku hanya ingin berterima kasih padanya. Tidak ada hal lain!"

Akeno terkikik geli melihat tingkah Rias. Dia mengambil sebuah kaos putih ketat dan celana pendek berwarna hijau. Perlahan, dia melepas handuk yang melilit tubuhnya, lalu memakai kaos dan celana yang diambilnya tanpa menghiraukan Rias yang kini tengah menatap Akeno dengan wajah memerah.

"A-akeno! Kau tidak memakai pakaian dalam lagi?" Rias berteriak dengan malu. Dia heran, kenapa Akeno sangat senang memakai pakaian tanpa pakaian dalam. Bagaimana jika ada orang lain yang mengetahui atau bahkan melihatnya? Bukankah itu sangat memalukan? Untung saja dia berhasil sedikit mengurangi kebiasaan buruk Akeno itu. Jika tidak, mungkin dia akan berangkat ke sekolah ataupun pergi ke luar tanpa pakaian dalam sama sekali.

"Ara ara." Akeno hanya terkikik lembut dan menatap Rias dengan tatapan nakal. Dia kemudian menarik tangan Rias dan mengajaknya duduk di sofa. Mengambil snack di meja depan sofa. Akeno memandang Rias dengan tatapan bertanya.

"Oh ya Rias. Di mana ayam itu bertemu 'pangeran'mu itu?"

"Eh? Ah?! Aku lupa menanyakan hal itu."

...xxXxx...

Naruto berhenti berjalan saat dia sampai di depan cafe yang bertuliskan 'Kushi Cafe'. Cafe itu lumayan luas, dan memiliki interior yang bagus. Cafe itu juga memiliki beberapa bangku dan meja yang berada di luar.

Jam kini sudah menunjukan pulul 4 sore. Naruto menatap beberapa pelayan yang sedang mengantarkan hidangan kepada para pelanggan. Naruto mengambil nafas dengan pelan, membetulkan letak kacamata tebal miliknya, Naruto berjalan memasuki Cafe tersebut.

Saat Naruto memasuki Cafe, beberapa pelayan mengucapkan selamat datang dengan formal. Naruto memandangi seluruh isi Cafe dan hanya bisa mengangguk pelan. Cafe nya terlihat sangat bagus. Pada saat Naruto mengamati seluruh isi Cafe, seseorang menepuk pundaknya dengan pelan.

Naruto menoleh, dan dia bisa melihat seorang pria berambut silver acak-acakan yang mengenakan setelan jas formal tengah tersenyum kearahnya. Meskipun senyum itu tidak terlihat karena mulutnya kini ditutupi oleh masker berwarna hitam. Naruto kenal pria ini, dia adalah asisten ayahnya. Kakashi Hatake.

"Kakashi-nii, kenapa kau bisa ada di sini? Apakah ayah juga sudah pulang?" Naruto bertanya dengan raut wajah heran.

"Tidak, tuan muda. Minato-sama masih melakukan urusan bisnis di luar negeri. Saya di sini karena saya sekarang jadi asisten Kushina-sama." Kakashi menjawab dengan sopan. Naruto yang mendengar jawaban Kakashi hanya menganggukan kepalanya dengan pelan kemudian kembali melihat sekeliling.

"Jadi, di mana ibu?" tanya Naruto dengan heran karena dia tidak melihat ibunya sama sekali.

"Kushina-sama ada di ruangan miliknya tuan muda. Mari saya antarkan."

"Baiklah."

...xxXxx...

Yasaka menyenderkan tubuhnya dengan malas di sofa. Alisnya mengernyit, dan raut wajahnya terlihat tidak senang. Tentu saja penyebabnya adalah Naruto. Dari awal Naruto duduk di sampingnya di kelas, sampai sekolah berakhir. Yasaka sudah beberapa kali mencoba berbicara dan menggoda Naruto. Tapi tetap saja si culun pirang satu itu tidak menghiraukannya sama sekali.

Mengingat kembali perkataan Naruto saat dia pertama kali bertemu dengannya. Yasaka berdecak dengan kesal.

"Tidak tertarik padaku? Dasar culun sialan! Argh! Dia membuatku sangat kesal." Yasaka mengerang dengan kesal. Orang culun seperti itu bahkan tidak tertarik padanya? What the hell? Itu benar-benar melukai harga diri Yasaka. Bahkan cassanova dari kelas 2 saja tertarik padanya. Tapi dia, yang hanya orang culun tidak berguna, tidak tertarik padanya? Are you kidding me?

Yasaka bangkit dari sofa, dia berjalan kearah kamarnya yang berada di lantai 2. Saat dia tiba di kamarnya, Yasaka menatap pantulan dirinya di cermin. Dia kini menggunakan kaos putih lengan pendek, serta celana pendek berwarna pink.

Bibir tipis, hidung mancung,tubuh ramping dengan dada dan pantat yang terlihat menggoda. Mata berwarna cokelat keemasan yang terlihat memikat, serta rambut pirangnya yang sedikit bergelombang di bagian ujungnya, yang kini dibiarkan tergerai dengan poni yang menutupi keningnya.

"Tidak mungkin ada lelaki yang tidak tertarik padaku kan?" Yasaka berguman dengan pelan, seakan mengingat sesuatu. Dia tiba-tiba tersentak dan menepuk kedua tangannya sambil tersenyum gembira.

"Benar, tidak mungkin ada lelaki yang tidak tertarik padaku. Si culun itu pasti pura-pura acuh padaku agar aku tertarik padanya. Ya, pasti begitu." Yasaka mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum puas.

Pada saat Yasaka sibuk dengan pikirannya sendiri, seorang gadis kecil yang kira-kira berumur 7 tahun. Masuk ke kamar Yasaka dengan langkah gembira.

"Kakak! Lihat, Kunou dapat nilai 100 dari tes hari ini." Kunou berkata dengan riang sambil melambai-lambaikan selembar kertas putih di tangan kanannya. Kunou mempunyai rambut pirang seperti Yasaka, dia terlihat imut dengan mata berwarna emas miliknya yang terlihat murni dan polos. Dia kini memakai kemeja putih berlengan pendek dengan rok hitam selutut.

"Ah Kunou? Benarkah? Wah, bukankah adik kakak ini sangat pintar." Yasaka memandangi Kunou dengan senyum lembut, dia mengelus kepala Kunou yang membuat Kunou memejamkan matanya dengan senyum bahagia.

"Baiklah, karena Kunou mendapatkan nilai 100, Kunou mau hadiah apa dari kakak?" Kunou yang mendengar kata 'hadiah' dari Yasaka langsung membuka matanya dan melompat dengan gembira.

"Yeay! Kunou ingin es krim dan kue di Kushi Cafe kak!"

Yasaka tersenyum lembut, dia benar-benar menyayangi adik kecilnya ini. Bahkan rasa kesalnya segera menghilang saat dia melihat tingkah imut adiknya. Dia bersikap lembut seperti ini hanya pada adiknya. Saat bersama Kunou, sifat keibuan Yasaka segera muncul. Mungkin karena dia tahu kalau Kunou tidak mendapatkan kasih sayang ibu dari umur 4 tahun.

"Baiklah, kakak akan ganti baju dulu, setelah itu kita berangkat oke?"

"Oke kak."

...xxXxx...

"Nah, bukankah anakku terlihat sangat tampan." Kushina tersenyum lebar saat melihat Naruto yang keluar dari ruang ganti. Naruto kini mengenakan pakaian butler, rambut pirangnya disisir ke belakang dengan rapi. Wajahnya terlihat sangat tampan, apalagi Naruto kini melepas kacamata bulat tebal yang dipakainya saat di sekolah.

"Bu, ayolah. Apakah ini harus? Aku bisa bekerja hal lain kan, kenapa harus pelayan bu." Naruto berkata dengan nada sedikit merengek. Dia sangat benci jika dia harus disuruh-suruh oleh orang lain. Apalagi itu adalah orang asing.

Saat Naruto datang bersama Kakashi ke ruangan ibunya, ibunya sedang mengurus beberapa dokumen. Dan saat Kushina melihat Naruto datang, dia segera bangkit dan memeluk Naruto dengan antusias.

Setelah mengobrol untuk beberapa saat, Kakashi pergi keluar dan Kushina segera menyuruh Naruto untuk mandi dan mengganti bajunya dengan seragam pelayan. Alhasil, inilah yang terjadi.

"Tidak, memangnya kau bisa apa? Kau bisa memasak? Tentu saja tidak kan. Jadi, ini adalah pekerjaan yang cocok untukmu sekarang." Kushina menceramahi Naruto sambil membenarkan dasi kupu-kupu milik Naruto. Naruto menghela nafas sambil memasang raut wajah tidak suka.

"Apa? Kau tidak mau? Baiklah. Aku akan menelpon ayahmu sekarang."

"Astaga, baiklah bu. Aku akan melakukan pekerjaan ini dengan baik, oke?"

Kushina menyeringai senang. Dia kemudian menyeret Naruto untuk keluar dan menemui Kakashi.

"Ingat, tersenyum dan bersikaplah ramah kepada pelanggan."

"Baik bu."

...xxXxx...

"..., apakah tuan muda mengerti?" ucap Kakashi sambil menatap Naruto dengan eye smile miliknya.

"Jadi intinya, tugasku hanya mencatat pesanan pelanggan, dan mengantarkan pesanan mereka saja kan?" tanya Naruto dengan satu alis terangkat. Mungkin ini tidak sesulit seperti apa yang Naruto duga.

"Yup, tepat sekali." Balas Kakashi sambil menepuk kedua tangannya dengan pelan. Saat Kakashi melihat beberapa pelanggan yang baru saja masuk, dia menepuk pundak Naruto dengan pelan.

"Semoga berhasil tuan muda." Naruto menatap Kakashi untuk sejenak, sebelum dia mengangguk dengan pelan. Mengambil nafas dalam-dalam Naruto berjalan dengan elegan ke arah pelangan yang baru saja duduk.

Pelanggan yang akan dihampiri Naruto merupakan 3 gadis SMA yang nampak masih mengenakan seragam sekolah mereka. Mereka nampak sedang berbincang-bincang dan bercanda dengan santai sambil melihat buku menu yang ada di meja.

"Permisi nona-nona, bisakah saya catat pesanan anda?" saat Naruto sudah sampai di meja 3 gadis itu. Naruto sedikit membungkukan postur tubuhnya dan berkata dengan sopan. Naruto tersenyum seramah mungkin seperti apa yang dikatakan oleh Kakashi.

Saat mendengar suara Naruto, ketiga gadis itu segera menoleh kearah Naruto dan mereka hanya bisa teridam dengan mulut yang sedikit terbuka. Oh my god! Dia sangat tampan! Sejak kapan Cafe ini memiliki pelayan tampan seperti ini?

Melihat ketiga gadis itu hanya diam dan menatapnya dengan kaget. Naruto mengernyit dan menatap pakaiannya sendiri dengan bingung. Naruto malah menjadi semakin bingung saat dia tidak menemukan keanehan apapun di pakaiannya.

"Nona, bisakah saya mencatat pesanan anda?" Karena tidak ada jawaban dari ketiganya, Naruto kembali berkata dengan sopan. Ketiganya segera tersentak, dan salah satu dari mereka segera menjawab perkataan Naruto.

"A-ah? Oh ya, maafkan kami. Kami memesan 3 cup cake dan 3 jus jeruk." Gadis berambut biru menjawab dengan wajah yang sedikit memerah. Dia mencuri-curi pandang kearah Naruto dengan malu-malu.

"Baik, ada lagi nona?" Naruto mencatat pesanan mereka di sebuah buku kecil dan kembali bertanya sambil tersenyum ramah.

"T-tidak."

"Baiklah, kalau begitu saya permisi nona."

"T-tunggu." Pada saat Naruto akan berjalan pergi, gadis berambut orange segera berkata dengan sedikit terburu-buru.

Naruto yang sudah siap untuk berjalan pergi, hanya menghela nafas lelah sebelum dia kembali berbalik dan menatap gadis itu sambil tersenyum ramah dan berkata, "Ya, nona? Ada lagi yang bisa saya bantu?"

"A-ano, bolehkah aku b-berfoto denganmu?" Gadis itu berkata dengan dengan nada malu-malu. Raut wajahnya memerah, dia menggenggam ponselnya dengan gugup.

Naruto tertegun sejenak seperti orang bodoh. Apa? Berfoto? Mungkinkah Cafe ibunya memiliki kebiasaan untuk membiarkan pelanggan berfoto dengan pelayan? Naruto melihat kearah ibunya yang kini tengah memandangnya dari jauh bersama Kakashi.

Melihat ibunya hanya mengacungkan jempol kearahnya sambil tertawa terbahak-bahak. Naruto merasa kalau dia sedang diejek oleh ibunya.

"K-kalau kau tidak bisa, tidak apa-apa. Maaf untuk meminta hal yang aneh." Mendengar tidak ada jawaban dari Naruto, gadis itu segera berkata dengan sedikit kecewa.

Naruto menoleh kearah gadis itu. Melihat gadis itu terlihat sedikit kecewa dan malu, Naruto hanya tersenyum lucu dan berkata dengan santai, "Baik, ayo berfoto."

"B-benarkah? K-kalau begitu, bisakah kau duduk di sebelahku, biar temanku yang memfotokannya." Gadis itu berkata dengan wajah memerah, dia menggeser tubuhnya kesamping agar Naruto bisa duduk di sebelahnya.

Naruto yang melihat itu langsung duduk di samping gadis itu dengan santai. Gadis itu segera menyerahkan ponselnya pada gadis berambut biru yang kini hanya memandangnya dengan mulut yang sedikit terbuka. Gadis berambut orange itu sedikit memiringkan kepalanya kearah Naruto dan mengangkat tangan kanannya untuk berpose. Dia tersenyum manis kearah kamera.

"Siap, 1, 2, 3, oke."

"Baiklah, kalau begitu saya permisi nona." Saat foto sudah diambil, Naruto segera bangkit dan berpamitan pada ketiga gadis itu.

"T-terima kasih."

Naruto hanya melambaikan tangannya dengan santai mendengar ucapan terima kasih itu. Terima kasih? Hell yeah, itu hanya foto bung. Tidak seperti dia menyelamatkan hidupnya hanya dengan berfoto kan?

Saat Naruto sudah berjalan cukup jauh, gadis berambut biru segera mengembalikan ponsel milik gadis berambut orange dan berkata, "Irina, kau sangat berani sekali meminta foto pada pria itu."

Irina hanya mengembungkan pipinya dan berkata dengan wajah yang sedikit memerah, "Aku sangat malu, kau tahu Xenovia. Aku bahkan baru pertama kali meminta seorang pria untuk berfoto bersama."

"Memangnya apa yang ingin kau lakukan dengan foto itu Irina-san?" tanya gadis berambut pirang yang dari tadi hanya diam.

Irina menghela nafas dan membuat raut wajah jengkel. "Ini hanyalah cara untuk menyingkirkan monyet pengganggu itu agar dia tidak mengganggu hidupku lagi Asia-chan. Kau tahu sendiri kan dia selalu menggangguku dengan pernyataan cintanya yang menyebalkan itu."

"Jangan bilang kau ingin menggunakan foto itu untuk ..."

"Tentu saja, lagipulan pria tadi terlihat jauh lebih tampan daripada si monyet pengganggu itu."

"Kau gila."

"Apa katamu? Kau yang gila. Bilang saja kau iri padaku karena bisa berfoto dengan pria tampan."

"Apa kau bilang?"

...xxXxx...

Naruto sudah melayani beberapa pelanggan dan dia merasa pekerjaan ini tidak sesulit seperti yang dia duga. Dia hanya tinggal mencatat pesanan pelanggan dan mengantarkan pesanan mereka. Yang membuatnya kewalahan adalah setiap pelanggan gadis yang datang. Entah itu anak SMA ataupun gadis Universitas terdekat. Selalu memintanya untuk melayani mereka. Mereka bahkan menolak pelayan lain, dan hanya ingin dilayani oleh dirinya. Shit, itu benar-benar melelahkan.

Apakah gadis-gadis itu ingin membunuhku dengan membuatku bekerja tanpa henti? What the hell!

Beruntungnya, intensitas pelanggan sedikit menurun saat jam menunjukan pukul 6 sore. Sehingga dia bisa beristirahat untuk sejenak. Saat Naruto tengah duduk beristirahat di dekat pintu masuk Cafe. Naruto tercengang saat dia melihat seseorang yang dikenalnya memasuki Cafe.

What the f*ck! Kenapa dia bisa ada di sini?!

To be continued ...

A/N: Yo semuanya. Pa kabar? Sehat ya.

Gausah nanya Fic SOM kapan update. Kalo udah kelar juga tar gw update. Buat sekarang, gw lagi sibuk sama RL, terus gw juga sempet kena Write Block. Makanya gw ngerjain Fic ini dulu. Yaudah, see you next time ...