Original Story by Alter Youko

Disclaimer : Not own anything.

.

.

Wall Maria, distrik Shiganshina. Tahun 845.

Distrik Shiganshina, adalah sebuah kota yang terletak di tepi selatan dari dinding Maria. Distrik ini merupakan tempat kelahiran dari Eren Yeager, Mikasa Ackerman, dan Armin Arlert.

Distrik yang merupakan tempat yang dijaga oleh dinding Maria setinggi 50 meter itu, telah melindungi penduduknya dari Titan selama 100 tahun.

Namun setelah Colosal Titan menghancurkan dinding Maria, distrik Shiganshina diinvasi oleh Titan dan menjadi porak-poranda. Warganya berlarian untuk menyelamatkan diri karena Titan mulai memangsa dan melahap manusia yang berada di sana.

Warga Shiganshina yang masih selamat berlari menyelamatkan diri ke gerbang bagian dalam dengan dibantu oleh prajurit Garrison. Mereka menggunakan kapal untuk pergi ke tempat yang aman.

Namun hanya ada dua kapal di wilayah tersebut yang tidak mungkin dinaiki oleh semua orang. Ketika kapal tersebut sudah memenuhi kapasitas, kapal segera berangkat dan mengabaikan masyarakat yang ada di sana, membuat mereka menjadi panik.

Eren Yeager, yang saat itu masih berumur 10 tahun, berdiri di pinggiran geladak kapal sembari memegangi pagar pembatas. Ia memandangi tajam puluhan Titan yang tertangkap indera penglihatannya.

Mata Eren tampak menegang kuat, pupil matanya yang berwarna hijau menciut tajam. Air mata mengalir tak berhenti dari kedua ujung bola matanya. Gigi-giginya bergemeletuk keras.

"ORE GA... OMAERA WO KOROSE!"

Teriakan Eren begitu tajam, dan gelap. Semua kata yang dikelurkannya diisi penuh dengan dendam-dendam dan kehancuran hatinya.

"Kanarazu!" geram Eren selanjutnya. Ia mencekram pagar pembatas kayu itu dengan sekuat-kuatnya yang ia bisa.

.

Sedangkan di sisi lain, di atas dinding Shiganshina, berdiri seorang pria jangkung bersurai pirang pucat. Ia mengenakan kaos putih dilapisi blazer hitam yang membaluti tubuhnya, kemudian celana hitam panjang dilengkapi dengan sepatu pantofel berwarna senada sebagai bawahannya. Di bawah dadanya ada kamera TLR berwarna hitam yang menggantung dari lehernya.

Orang itu adalah Naruto. Ia berdiri santai dengan kedua tangan yang tersimpan di dalam masing-masing saku celananya. Hanya diam tak beranjak sedari tadi, sejak Colosal Titan yang tiba-tiba muncul dan langsung membolongi dinding Maria.

Bola mata blue-shappire-nya memandang penuh minat dengan apa yang terjadi di bawahnya, lebih tepatnya di dalam distrik Shiganshina. Titan-titan yang saat ini semakin banyak, memangsa penduduk yang masih tersisa di distrik Shiganshina itu. Kemudian wajahnya menampilkan senyum ceria.

"Yah,.. kono sekai wa yabai desu ne."

Setelah mengucapkan itu, ia mengambil kamera TLR yang menggantung di bawah dadanya itu dengan kedua tangannya yang tersimpan di saku celananya.

Naruto membuka penutup viewfinder di bagian atas kameranya itu, kemudian dari jendela bidik itu ia mencari angle yang bagus dengan memokuskan mata kirinya.

Karena didukung jaraknya yang jauh, Naruto menangkap secara luas pemandangan tragedi di distrik Shiganshina melalui viewfinder kameranya. Setelah memastikan angle yang pas, ia memotret kameranya untuk mengambil gambar tragedi pembantaian manusia itu.

Sehabis mengambil gambar, tiba-tiba pendengarannya menangkap derap langkah yang cepat lagi kuat. Berasal dari arah yang jauh darinya di bawah sana.

Naruto mengalihkan direksinya ke arah suara derap langkah itu, dan mendapati sesosok Titan yang sangat berbeda dengan mayoritas Titan yang ada di situ maupun Titan Colosal tadi.

Titan itu berlari kencang menuju ke arah gerbang pembatas antara distrik Shiganshina dan bagian dalam dinding Maria. Saat jarak Titan itu dengan gerbang yang baru saja menutup sempurna mulai menipis, laju larinya bertambah cepat.

Titan itu kemudian menyerongkan tubuhnya ke arah kiri, setelah itu menabrak keras sehingga menghancur gerbang pembatas itu dengan bahu kanannya yang dilapisi seperti kepingan baja berwarna emas.

Naruto menaikan sebelah alisnya dengan wajah yang tampak tertarik dengan kejadian yang ia saksikan barusan.

"Sugee." Ujar Naruto kagum.

Kedua mata Naruto memandang takjub gerbang yang telah jebol itu. Iapun juga melihat bahwa beberapa Titan mulai berjalan ke arah gerbang yang sudah jebol itu.

Ketika menyaksikan itu, Naruto menyeringai tipis. Ia berbalik ke arah kiri, kemudian menggerakkan kedua kakinya untuk melangkah.

"Sugiwa dou daro kana?"

Di depan Naruto tiba-tiba muncul barier tipis yang tampak abstrak berwarna abu-abu terang bercampur abu-abu gelap. Iapun tetap meneruskan langkahnya, membawa dirinya tenggelam ke dalam barier itu.


Wall Rose, distrik Trost. Tahun 850.

Dinding Rose adalah dinding kedua, setelah dinding Maria. Jarak dari dinding Rose ke dinding Maria sekitar 100 km. Dinding yang memiliki ketinggian yang sama dengan dinding Maria itu memiliki 4 distrik, sama halnya dengan dinding Maria.

Distrik yang ada di dinding Rose itu adalah Utopia, Karanese, Trost, dan Klorva. Dan Trost adalah distrik yang berada di tepi selatan dinding Rose.

Setelah penyerangan serta pembantaian yang terjadi di dinding Maria 5 tahun lalu, banyak perubahan yang terjadi di sana. Dan yang menjadi pusat perhatian adalah, Eren beserta Mikasa dan Armin yang bergabung ke dalam kemiliteran.

Eren adalah yang paling bertekad keras ingin bergabung dengan kemiliteran karena didorong ambisinya yang masih terus-terusan tersimpan.

Kemudian Mikasa bergabung dengan kemiliteran dikarenakan Eren, ia tidak akan membiarkan Eren bergabung dengan pekerjaan yang sangat berbahaya itu tanpa dirinya.

Sedangkan Armin, ia hanya mengikuti kedua sahabatnya itu. Karena setelah kejadian 5 tahun lalu, tidak ada lagi yang tersisa dari orang di sekitarnya selain mereka.

Mereka; Eren, Mikasa dan Armin, pun bersama-sama bergabung ke dalam kemiliteran setelah melalui pengkaderan dan menjadi kadet-kadet dari 104th Trainees Squad.

104th Trainees Squad setelah lulus dari akademi, langsung diberikan tugas pertama oleh Keith Shadis, insinyur mereka ketika di akademi militer. Tugasnya itu adalah menjadi relawan dinding Rose yang dibagi ke setiap masing-masing distrik.

Dan di sinilah Eren, sedang berdiri di atas dinding Rose. Ia ditugaskan di distrik Trost bersama beberapa rekan angkatannya dari 104th Trainees Squad.

Eren berdiri mengarah ke dalam distrik Trost. Kedua bola mata hijaunya memandang keadaan di sana, dengan senyum puas yang terpatri di wajahnya.

'Akhirnya waktu ini telah tiba. Saatnya umat manusia untuk melawan balik kepada para Titan.'

Eren yang masih tersenyum, dan suasana yang masih tenang-tenang dengan angin sepoi yang berhembus sepoi-sepoi, kemudian tiba-tiba ia terkejut dan melebarkan matanya.

Petir besar berwarna oren kemerahan tiba-tiba menyambar di belakang Eren, yang diikuti dengan kemunculan Titan Kolosal.

Eren dengan sigap membalikkan tubuhnya, dan sontak matanya tambah terbelalak. Di sana, tepat di depan matanya ia mendapati wajah besar Titan Kolosal.

Titan Kolosal berada tepat di hadapan Eren, kedua tangannya mencengkram sisi permukaan dinding. Titan itu menarik kaki kanan raksasanya ke belakang, kemudian dengan kuat ditendangkan ke dinding Rose. Dinding itupun jebol terkena tendangan kuat dari Titan itu.

Tubuh Eren limbung ketika terkena getaran kuat dari efek tendangan Titan Kolosal yang menjebol dinding di distrik Trost. Iapun mencoba mengembalikan keseimbangan tubuhnya dengan menguatkan kedua otot kakinya.

Eren setelah berhasil mengembalikan keseimbangan tubuhnya, kemudian memandang tajam ke arah Titan Kolosal yang masih berada di hadapannya.

"Akhirnya kau mucul, aku sudah menunggu, SEJAK LIMA TAHUN LAMANYA!"

Eren mengambil kedua gagang kosong yang tersampir di kedua sisi pinggangnya dengan kedua tangan, kemudian langsung menyatui kedua gagang itu dengan bilah-bilah pisau baja yang panjang yang tersimpan di kedua paha atasnya.

Eren mencondongkan perut bawahnya ke arah pundak besar Titan Kolosal, dan ia langsung memencet kedua tombol yang ada di gagang pisau dengan jari telunjuknya. Setelah itu, 2 kabel baja mencuat dari tong kecil di kedua sisi pinggangnya, kemudian kabel baja itu menjerat ke pundak Titan Kolosal.

Silinder gas yang di belakang pinggang meniupkan gas yang terkompresi ke kipas-kipas di alat 3D Manuver Gear-nya, membuat kipas-kipas itu berputar kencang.

Setelah kipas-kipas itu berputar, Eren menggunakan 3D Manuver Gear membawa tubuhnya melesat cepat ke arah Titan Kolosal.

Titan Kolosal melihat Eren yang melesat ke arah kail yang menancap di bahu kirinya, mengarahkan tangan kanan besarnya kepada Eren.

Eren yang menyadari itu, melepas salah satu kabel bajanya, kemudian menembakkannya lagi ke puncak kepala Titan itu. Iapun melesat ke puncak kepala Titan Kolosal setelah melepas kabel bajanya yang satu lagi.

Setelah Titan Kolosal menggunakan tangan kanannya menyerang Eren, tangan kirinya ia gunakan untuk menyapu cannon-cannon bazooka yang ada di hadapannya.

Eren yang melihat Titan itu menyapu bersih cannon-cannon melebarkan matanya, ia menggertakkan giginya.

'Titan ini! Bagaimana dia bisa mengerti?!'

Iapun kemudian menggeram, dan menggunakan 3D Manuver Gear-nya lagi untuk bergelayut ke sisi kiri Titan itu. Ketika Eren berpapasan tepat di depan wajah Titan Kolosal, waktu seakan melambat.

Mata Eren dan Titan Kolosal saling memandang. Eren menggertakkan giginya, kemudian waktu kembali normal.

Eren setelah berada di sisi kiri Titan Kolosal, ia melesat lagi ke arah belakang Titan itu, tepatnya ke tengkuk Titan Kolosal.

"MATILAHHH!"

Eren melesat cepat dengan kedua bilah pisau bajanya yang bersiap menebas tengkuk Titan Kolosal. Namun, sebelum bilah pisaunya menebas tengkuk makhluk itu, tiba-tiba tubuhnya mengeluarkan hawa panas disertai hembusan yang sangat kuat.

Eren menyilangkan kedua tangannya di depan wajah, karena tidak tahan dengan hawa panas dari Titan Kolosal, ia melepaskan kabel bajanya yang menancap di tengkuk Titan itu, setelah itu ia terhempas.

Ketika menyadari dirinya terhempas, Eren dengan cepat membawa tubuhnya bergelayut ke sisi tembok.

Titan Kolosal sehabis mengeluarkan hawa panas, tubuhnya tertutupi asap abu-abu gelap yang membumbung seukuran tubuhnya.

Eren untuk sementara diam melihat itu, sesaat setelah angin menyapu asap-asap itu mata terbelalak.

'Titan itu, di mana dia?!'

"Eren! Apa kau mengalahkannya?!"

Eren mengalihkan pandangannya ke arah suara yang memanggilnya, dan mendapati salah satu rekan satu angkatannya di sana. Iapun kemudian menggeram.

"Tidak, dia menghilang sebelum aku menyerangnya. Ini sama seperti 5 tahun lalu."

Setelah menjawab pertanyaan rekannya, ia mengalihkan pandangannya ke bawah. Kedua matanya kembali terbelalak melihat puluhan Titan sudah berada di depan dinding yang jebol, dan satu-persatu Titan-titan di sana berjalan masuk ke dalam dinding.

Eren mengeraskan rahangnya, serta mengeratkan genggamannya di gagang pisaunya.

'Kuso ga.'


Mikasa terduduk kaku di atas permukaan lantai beton, matanya memandang kosong ke arah Titan setinggi 15 meter yang berjalan mendekat ke arahnya.

Pikirannya kosong sehingga mereaksikan kekosongan itu kepada ekspresi wajahnya. Dan tiba-tiba, sosok Eren muncul dalam khayalannya.

'Mikasa.'

Sosok Eren memanggilnya dari dalam bayang-bayangnya, membuatnya seketika menumpahkan segala bentuk kehancuran yang ada di hatinya melalui air matanya yang mengalir deras dari kedua ujung matanya.

Tubuh Mikasa masih terduduk kaku, bahkan ketika dirinya terkena gempa kecil karena langkah Titan yang ada di depannya semakin mendekat kepadanya.

'Eren, tidak ada gunanya lagi aku hidup. Aku akan segera menyusulmu.'

Setelah batinnya mengatakan itu, Mikasa menutup matanya pasrah. Wajahnya mencoba merautkan ketenangan namun gagal, air matanya yang mengalir tak berhenti membuat jiwanya takut.

"Belum saatnya kau menyerah, Ojousan."

Mikasa tersentak ketika mendengar seseorang seperti berbicara kepadanya. Matanya kembali terbuka, dan mendapati seorang pria misterius bersurai pirang berdiri membelakanginya.

Naruto berdiri santai di depan Mikasa sambil melihat Titan di depannya itu dengan wajah tersenyum.

"Kalian akan tetap hidup, dan kemudian pergi sangat jauh ke luar dinding sana."

Titan di depan mereka sudah sangat dekat, dan Titan itu merentangkan tangan kanan besarnya ke arah Naruto, ingin mencengkram orang itu.

Naruto yang melihat hal itu hanya merentangkan tangan kanannya dengan santai ke arah Titan di sana.

Titan yang tangannya hampir mengenggam Naruto itu, tiba-tiba tubuhnya terdiam kaku.

Naruto menyeringai melihat Titan itu diam tak bergerak. Ia kemudian menjatuhkan tangan kanannya ke bawah, diikuti dengan Titan itu yang serentak terhempas menghantam lantai beton.

Terjadi gempa kecil-kecilan ketika tubuh Titan itu menghantam lantai, disertai angin yang berhembus keras, membuat Mikasa menunduk dan menekuk tangan kanannya di depan kepalanya untuk menahan angin yang berhembus ke arahnya.

Titan di hadapan mereka mencoba menegakkan tubuhnya, namun gagal karena tubuhnya seperti ditimpa gravitasi yang berlipat-lipat.

Naruto dan Mikasa merasakan tubuh mereka berdua terguncang karena gempa kecil yang terjadi lagi. Naruto pun mengalihkan pandangannya ke belakang, dan Mikasa ikut menoleh ke belakang dikarenakan Naruto.

Mikasa membelalakkan matanya terkejut. Matanya melihat Titan lagi dengan tinggi yang sama namun dengan tubuh yang kekar berdiri cukup dekat dengannya.

"Ouh, sudah sampai ke sini rupanya."

Ketika mendengar Naruto yang berbicara, Mikasa segara kembali mengalihkan pandangannya kepada orang itu. Pandangannya berubah bertanya-tanya kepada Naruto.

Titan yang berdiri di dekat mereka itu kemudian berteriak keras, sehingga menggetarkan bumi di sekitar mereka. Titan itupun kemudian berlari ke arah mereka sembari tetap berteriak.

Naruto yang awal tersenyum seketika mengejutkan sedikit wajahnya, ia bergerak mendekap Mikasa yang masih terduduk lemas di lantai beton, kemudian melompat sedikit jauh membawa tubuh mereka.

Titan itu berlari bersimpangan dengan Naruto dan Mikasa yang melayang di bawah lututnya. Titan itu berhenti di sisi Titan yang masih telungkup dengan kedua tangannya yang mendorong permukaan lantai mencoba berdiri.

Titan yang berdiri di sisi Titan yang telungkup itu, mengangkat kaki kanannya kemudian menjatuhkan kakinya itu menginjak-injaki dengan kuat Titan yang di bawahnya dengan berteriak-teriak marah.

Naruto dan Mikasa mendarat di tempat yang cukup jauh dari Titan-titan itu, dengan Naruto yang bersimpuh dan masih mendekap Mikasa yang wajahnya mengekspresikan keterkejutan.

Naruto melepas dekapannya pada Mikasa, kemudian berbalik ke arah Titan-titan itu dengan masih bersimpuh. Kedua matanya memandang dengan penuh ketertarikan aksi kekerasan yang dilakukan Titan itu kepada Titan yang satunya.

"Woah, hajimatta ka."

Naruto memegang kamera yang menggantung di lehernya itu untuk mengambil gambar adegan pembantaian di depannya itu.

"Ojousan, dengan bantuan Titan itu, kalian akan mengetahui rahasia yang selama ini disembunyikan." Ujar Naruto sembari masih asik membidik kameranya.

Mikasa tersentak mendengar ucapan Naruto, ia menoleh ke arahnya dengan pandangan bertanya-tanya.

"Eh?" Mikasa hanya menggumamkan kata yang tidak jelas menanggapi ucapan Naruto.

Naruto setelah memotret menggunakan kameranya, melihat gambar hasil tangkapannya di LCD sisi belakang kameranya. Ia kemudian tersenyum puas.

"Mah, tunggu saja dan teruslah bertahan hidup hingga saat itu." Ujar Naruto seraya menegakkan kedua kakinya.

Sedangkan Mikasa masih terduduk dan semakin kebingungan dengan perkataan-perkataan Naruto yang sedari tadi ia dengarkan.

Mereka kemudian mendengar teriakan yang lebih keras dari yang tadi, sehingga membuat Mikasa menutup kedua telinganya.

Ketika teriakan itu berhenti sesaat, Mikasa menoleh ke depan melihat Titan-titan di sana. Matanya pun kembali terbelalak ketika melihat Titan yang tadi dihajar Titan yang sedang berteriak itu, punggung hingga kepalanya hancur menjadi simbahan darah yang berlumuran di permukaan lantai.

Mikasa setelah melihat itu kemudian merasakan sesuatu mengaduk-aduk isi perutnya, dan membuatnya mual. Iapun membekap mulutnya dengan kedua telapak tangannya ketika merasa ingin muntah.

"Ojousan, sebaiknya kau mengikuti dan awasi Titan itu. Dan kau akan menemukan sesuatu yang istimewa nantinya."

Mikasa dengan masih membekap mulutnya memandang ke arah Naruto, ia melihat orang itu memandang ke depan seakan menyuruhnya untuk memandang ke sana. Mikasa pun mengikuti arah pandang Naruto, kemudian ia mendapati Titan yang tadi berteriak berlari menjauhi mereka.

Mikasa kembali menoleh ke arah Naruto, dan ia mendapati Naruto mulai berjalan ke hadapannya, membuat pandangannya mengikuti pergerakan Naruto.

"Yah, antara no sekai wa hontou ni yabaidesu ne."

Naruto berdiri membelakangi Mikasa sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya dengan tangan kanan.

Mikasa menatap punggung Naruto dengan bias-bias kebingungan di matanya.

"Anata wa, dare?" Mikasa akhirnya bertanya kepada Naruto mengenai dirinya.

"Ore?" Naruto menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat Mikasa. Ia tersenyum riang sampai membuka mulutnya. "Toorisugari no gaijin da."

Mikasa masih memandang bingung kepada Naruto, yang menurutnya sama sekali tidak memberikan jawaban. Kemudian ia melihat Naruto mulai berjalan meninggalkannya, iapun terkesiap karenanya.

"Matte!" ujar Mikasa buru-buru sembari menegakkan tubuhnya.

Namun yang ia lihat, Naruto yang tetap berjalan dan hanya mengangkat tangan kanannya dengan jari kelingking dan jari manis yang dilipat, kemudian Naruto melambai-lambaikan sesaat tangannya itu sebelum ia turunkan dan dimasukkan ke dalam saku celananya.

Tiba-tiba di depan Naruto muncul barier abstrak tipis, membuat Mikasa membelalak terkejut melihatnya. Dan ketika Naruto yang tetap berjalan dan tenggelam dalam barier itu, membuatnya semakin terkejut dan tak mengerti dengan yang terjadi.

Sampai setelah barier yang menelan Naruto, atau lebih tepatnya orang itu yang menenggelamkan dirinya sendiri ke sana, menghilang, Mikasa masih tak bergeming dengan tatapan tak percaya melihat semua yang terjadi barusan.