Mau sampai Adu Du nikah sekalipun, BoBoiBoy Galaxy tetap bukan milik saya
.
.
.
Enjoy~
"Sebentar…" Boboiboy Halilintar memperhatikan satu per satu saudara dan rekannya dengan kening berkerut, "Kenapa kita bisa ada di sini?"
Entah bagaimana ceritanya, karena kerumunan alien-alien tersebut semakin menggila, Boboiboy bersaudara beserta Shielda berakhir di dalam sebuah café yang kebetulan masih tetap buka meski saat ini staffnya sedang tidak dalam kondisi seharusnya.
"Kau mau penjelasan kan? Nggak mungkinlah kita bisa ngobrol bebas jika massa di luar sana masih menggila," Taufan, yang duduk di samping Halilintar, menjawab santai.
Halilintar menghela napas, "Sebenarnya kalian semua kenapa?" tanyanya.
"Hohoho…kenapa, Lin? Malu, hmm? Saat ini kau lagi dikeliliingi cewek-cewek cakep loh~" Taufan dengan 'genit'nya memeluk lengan sang kakak yang tampak berusaha menahan diri untuk menyetrum adik kampretnya ini.
Bagaimanapun, Halilintar tidak mau berbuat kasar sama perempuan. Meski 'perempuan'nya begini sih…
"Sudah, sudah, Kak Taufan. Jangan menggoda Kak Hali seperti itu," tegur Gempa, malu juga melihat tingkah laku kakak keduanya.
"Ngomong-ngomong kenapa kau tidak ikut berubah?" Shielda akhirnya bersuara.
Halilintar, yang memang masih berjenis kelamin laki-laki, menyesap es kopinya sebentar, "Dari kemarin aku disuruh Komander mengecek status planet ini dari atas karena ada laporan sistem pertahanan Teegarden X sedang bermasalah. Aku baru saja kembali tadi,"
"Ah, karena Kak Hali dari luar angkasa, makanya sinar itu tidak mengenai kakak ya," tebak Gempa.
"Berarti memang kita semua menjadi seperti ini karena satelit itu," timpal Shielda.
"Kalau begitu, sekarang sudah jelas, hanya planet ini saja yang mengalami peristiwa ini. Sekarang, tinggal cari cara bagaimana membuat kita semua kembali normal," komentar Taufan.
"Apa tidak ada petunjuk, atau semacamnya?" tanya Halilintar.
"Selain satelit yang jatuh itu, belum ada yang lebih. Makanya kami berniat mencari yang lain untuk meminta keterangan," jawab Gempa.
"Hah…ada-ada saja," Halilintar kembali menyesap es kopinya, dalam hati mulai mempertanyakan seberapa maju sebenarnya teknologi makhluk luar angkasa sampai bisa membuat orang lain berubah jenis kelamin segala.
"Oh iya, sebelumnya, ada sesuatu yang mau aku tanyakan. Ini bisa dibilang, sangat penting," ucap Taufan tiba-tiba. Raut wajahnya berubah menjadi lebih serius, sampai membuat Shielda merasa was-was.
"Sebenarnya…"
"Sebenarnya?" beo Thorn, sementara tiga yang lain memasang telinga mereka baik-baik.
Taufan menghela napas, mencoba dramatis sambil menopang dagunya, "Sebenarnya…bagaimana caranya buang air kecil?"
Gubrak!
Yah, kalau ini komik, mungkin yang mendengar sudah jatuh terjungkal dari kursi mereka karena pertanyaan absurd tersebut.
"Penting gundulmu!" teriak Halilintar gregetan. Menyesal sudah menahan napasnya tadi.
"Hee…ya penting lah! Lihat aku, sekarang aku ini perempuan loh. Mana mungkin kan, aku pipis dengan cara yang biasa? Itu tidak etis," Taufan mulai ngebacot, "Maksudnya kan…bagaimana kalau di tengah jalan aku tiba-tiba kebelet pipis, tapi malah nggak tahu gimana cara pipis yang benar. Masa aku harus repot-repot nanya pada orang yang sedang pipis di sebelahku soal bagaimana cara pipis biar aku juga bisa pipis dengan benar-"
"Kau terlalu banyak menggunakan kata pipis daritadi, Karpet!" potong Halilintar yang wajahnya sudah semerah jaketnya.
Taufan menggembungkan pipi, "Ya udah, aku langsung aja. Shielda, cara buang air kecil yang benar itu gimana?"
"Hah?" Shielda ikut memerah, tidak menyangka Taufan akan sefrontal ini, "L-lakukan saja seperti biasa…" jawabnya seadanya.
"Seperti biasa itu gimana? Ini tidak seperti aku pernah menjadi perempuan sebelumnya kan," Taufan merengut, tapi sedetik kemudian bola lampu imajiner menyala di atas kepalanya.
"Ah, atau mungkin seperti ini?" gadis serba biru itu beranjak dari tempat duduk, kemudian menarik tangan Gempa yang duduk di seberangnya.
"Maaf ya, kami ke toilet sebentar~" ujarnya sambil menggenggam tangan sang adik.
"Taufan?" Gempa yang tidak paham hanya memutuskan untuk pasrah dan ikut ke mana kakak keduanya yang absurd itu akan membawanya.
Namun tiba-tiba Taufan berhenti setelah posisi mereka berdua sudah agak jauh dari tempat yang lain duduk.
"Ehm…GemGem, kamu sukanya yang mana?" bisik Taufan dengan suara yang dibuat sefeminin mungkin.
"E-eh? 'Suka'?" beo Gempa bingung.
"Iya, di antara dua cowok yang di sana, kamu pilih siapa?" Taufan mengerling, "Aku sih…yang pasti nggak mau sama yang pake topi itu. Lagaknya sok cool tapi daritadi mukanya merah tiap kali kupeluk-"
"INI BUKAN KENCAN BUTA WOY!" Halilintar yang tentu saja masih bisa mendengar percakapan kedua adiknya itu akhirnya murka. Wajahnya yang merah padam entah karena marah atau malu…
"Kalian berdua sebenarnya mau ke mana?" Shielda akhirnya bertindak, menahan bahu si elemental angin sebelum dia berbuat sesuatu yang tidak-tidak.
"Biasanya cewek-cewek kalau mau ke kamar mandi pasti harus bareng kan? Sambil ngerumpi gitu soal cowok yang mereka suka~" jawab Taufan santai.
"Kan sudah kubilang ini bukan kencan buta!" teriak Halilintar lagi.
"Terus gimana caranya aku pipis dong?" tuntut Taufan sebal.
"ITU TIDAK PENTING!"
"Penting lah! Hali sih bilang gitu karena nggak ikutan berubah kan?!"
"Ini anak…"
"Anu…kalau boleh memberi saran," suara seorang wanita dewasa tiba-tiba menginterupsi. "Aku mungkin bisa membantu,"
Boboiboy bersaudara dan Shielda tampak terpana melihat seorang wanita cantik berambut toska pendek yang duduk menikmati latte tidak jauh dari meja mereka.
"Anu…anda siapa?" tanya Gempa.
"Seperti yang kalian lihat, aku sebelumnya laki-laki, tapi sekarang perempuan. Daripada panik, mending aku beradaptasi dengan kondisi sembari mencari solusi," jawab wanita itu yang dengan elegannya menyelipkan rambut sampingnya ke belakang telinga.
Wanita yang memakai tank top ketat berwarna hijau serta celana panjang itu kemudian beranjak mendekati Boboiboy bersaudara dan Shielda.
"B-beneran mau membantu?" tanya Taufan grogi.
Aku cewek loh. Nggak boleh khilaf!
Wanita itu mengangguk, "Kalian bisa ikuti aku," ujarnya kemudian melangkah keluar dengan anggun.
Akhirnya keempat remaja itu mengekori wanita yang terlihat begitu cantik mempesona meski kulitnya pucat dan bertato itu.
"Hey, ini beneran nggak apa-apa?" bisik Shielda.
"Nggak tahu. Ini 'kan fanfiction, harusnya nggak apa-apa," jawab Taufan nggak nyambung.
.
.
.
"Kita sampai," wanita itu akhirnya berhenti di depan jalanan sempit yang sepertinya menuju gang gelap yang penuh tempat sampah.
"Err…" Taufan mengerjap, mungkin saja dia melewatkan sesuatu atau semacamnya, "Maksudnya apa ini?"
"Loh, di sini tempatnya," jawab si wanita, "Kalian mau buang air kan? Kalian bisa melakukannya di sini," ucapnya.
"Hah…" Gempa sweatdrop, sedangkan Thorn malah salah fokus pada kucing-kucing liar yang ke sana-kemari di gang tersebut.
"Yah, maksudku tuh buang air kecil, bukan besar. Lagian...anda mau menyuruh kami buang air sembarangan?" tanya Taufan lempeng.
"Aku lebih suka menyebutnya 'Free Passing'," jawab si wanita dengan anggunnya.
"Intinya buang air sembarangan kan?" ucap Taufan lagi.
"Well, kita 'kan tidak tahu harus menggunakan toilet pria atau wanita untuk sekarang. Jadi anggaplah kita bisa melakukannya dengan free alias bebas~" wanita bertubuh semampai itu menjawab sambil mengibaskan rambut pendeknya.
"Apapun namanya yah anda cuma mau menyuruh kami buang air sembarangan kan?" komentar Taufan masih dengan wajah lempeng.
"Ck, ini buang-buang waktu. Bukankah kita masih punya pekerjaan?" ucap Halilintar jengah.
"Dia benar. Nona, atau mungkin tuan, kami buru-buru sekarang ini," timpal Shielda.
"Hmm…" wanita itu mengangguk, Kalau begitu kita bisa langsung ke distrik Garden 2 sekarang, anggota lain sudah menunggu,"
"Hah? 'Anggota lain'…maksudnya apa?" tanya Gempa.
"Loh, aku belum bilang ya?" wanita itu tersenyum lebar sampai giginya yang berkilau memantulkan cahaya terlihat, "TAPOPS saat ini sedang waktu rehat loh," ujarnya dengan gaya bicara yang sudah sangat familiar bagi keempat remaja tersebut.
"Ah…pantas saja dia ingin kita buang air sembarangan," komentar Taufan entah serius atau tidak.
"L-laksamana Tarung?!" kaget Shielda.
"Woah…Laksamana cantik!" puji Thorn sambil bertepuk tangan dengan antusiasnya.
"Hahaha, terima kasih. Kalian juga cantik, dan kamu sangat tampan, Shielda," balas Laksamana Tarung ramah.
"Tunggu dulu, berubah sih berubah, tapi bagaimana bisa Laksamana Tarung jadi kayak orang lain begini? Jangankan fisik, sifatnya saja berubah," komentar Gempa, tidak percaya wanita anggun namun aneh di hadapan mereka ini adalah Laksamana TAPOPS yang dikenal memiliki dua kepribadian.
"Sebenarnya apa saja yang sudah kalian lakukan sampai bisa-bisanya lengah dan kekacauan seperti ini terjadi?" tanya Halilintar.
"Ceritanya panjang. Itu sebabnya kalian ikuti aku karena waktu kita tidak banyak," jawab Laksamana.
"Kalau waktunya tidak banyak kenapa anda membawa kami ke sini?" tanya Halilintar lagi.
"Hmm? Karena kalian ingin 'Free Passing' bukan?" Laksamana Tarung menjawab dengan elegannya.
"Mana ada?! Astaga…ini bukan saatnya untuk bercanda," Halilintar yang emosi berusaha untuk tidak berteriak di depan atasannya.
"Yah, kami juga nggak mau buang air sembarangan," timpal Taufan.
"Kau bisa diam nggak sih?! Ini juga gara-gara pertanyaan bodohmu itu!" Halilintar meradang.
"Hah? Itu nggak bodoh! Buktinya Laksamana mau mendengarkan aku!" balas Taufan tidak terima.
"Kau ini ya…" Halilintar yang gondok setengah hidup akhirnya mengangkat kepalan tangannya, hendak memberikan satu jitakan pada sang adik.
"Hali~ yakin nih kau tega menjitakku yang seperti ini?"
Hii…!
Halilintar kembali merona, bohong jika dia bilang tidak salah fokus dengan penampilan fisik partnernya yang benar-benar di atas rata-rata ini.
"Ayo~ jitak aku kalau bisa~" goda Taufan lagi sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Kau…!"
"Hey, kita harus segera bergerak," potong Laksamana Tarung, mulai geli melihat interaksi dua elemental tersebut.
"Memangnya ada apa? Daritadi Laksamana terlihat buru-buru," tanya Shielda.
"Kita harus segera berkumpul semua, sebelum-"
"Pengumunan penting untuk seluruh penghuni planet Teegarden X," tiba-tiba terdengar suara dari sebuah Jumbotron besar yang lokasinya tidak jauh dari tempat mereka sekarang.
"Itu," sambung Laksamana Tarung.
.
.
.
Suara dari alat berupa monitor raksasa di sebuah bangunan tertinggi di distrik Garden Seven X bergema sampai akhirnya menarik seluruh penduduk planet yang masih dalam keadaan panik berkumpul di bawah benda tersebut.
Termasuk kelima anggota TAPOPS ini.
"Siapa itu?" kaget Gempa.
Jumbotron saat ini menampilkan seseorang yang entah pria atau wanita, memakai jubah yang menutupi wajahnya sampai hanya mulutnya saja yang kelihatan.
Sosok itu sepertinya sedang berada di dalam semacam ruang rekaman berlatar belakang abu-abu. Tampak anak buahnya yang berpakaian serupa hanya saja jubah mereka berwarna putih, berbaris di belakangnya.
"Ini adalah pengumuman yang hendak kami, kelompok Feminista, sampaikan kepada kalian," sosok itu mulai berbicara.
"Dia kan…" Shielda menelan ludah, sangat ingat itu orang yang memberikannya penawaran menggiurkan yang berhasil membuat mereka semua berakhir seperti ini.
"Jaman sekarang, sexist menjadi salah satu problem serius di galaksi manapun. Sebagian besar penduduk alam semesta sudah tidak lagi mempedulikan jenis kelamin mereka, dan kerap berbuat sesuka hati tanpa peduli pada status yang mereka miliki. Itu melanggar peraturan," sosok yang dikenal sebagai Keeper itu mulai berpidato, dan secara ajaib berhasil membuat hening massa yang sejak tadi masih meributkan kondisi tubuh mereka.
"Itu sebabnya, kami para Feminista bermaksud memberikan kalian 'hukuman' atas kelalaian yang sudah kalian lakukan. Kalian harus belajar menerima dan hiduplah sebagai pribadi yang baru mulai sekarang. Jika kalian ingin kembali seperti semula…" terlihat sang Keeper tersenyum misterius.
"Kalian harus bersikap sesuai dengan jenis kelamin kalian sekarang. Laki-laki harus jantan, dan perempuan harus feminine. Jika tidak, maka terimalah nasib dan hiduplah sebagai individu yang terlahir kembali," tepat setelah itu, monitor pun mati, kembali memicu kerusuhan pada mereka yang tidak mengerti dan tidak terima dengan pesan tersebut.
"Hah…apa-apaan itu? 'Hukuman'? Harus bersikap feminine untuk bisa kembali normal? Omong kosong macam apa itu?" Taufan menggelengkan kepalanya, raut wajahnya berubah masam.
"Mereka ternyata sudah sejauh itu ya," komentar Laksamana Tarung tenang, meski wajahnya juga tidak lagi secerah sebelumnya.
"Huh…" menghela napas, Taufan memejamkan matanya sebentar, kemudian kembali membuka matanya, menampakkan sepasang iris safir yang seindah langit musim panas.
"Oke, jika itu mau mereka, akan kita ladeni~"
"Tindakanmu sangat berlawanan dengan ucapanmu barusan, woy!" protes Halilintar lagi.
"Maa, maa, Lilitan~ kalau kamu marah-marah terus nanti kamu nggak bakalan dapat pacar loh~" sahut Taufan centil sambil mengibaskan rambut ponytailnya, sampai sesekali berkaca menggunakan ponsel untuk merapikan poninya.
"Jangan panggil aku begitu, dan berhentilah main-main!" rasanya Halilintar ingin sekali membanting sesuatu sekarang. Sayang sekali tidak bisa dia lakukan jika sang adik masih seperti ini.
"Kak Gem, feminine itu apa?" tanya Thorn.
"Feminine itu maksudnya bertingkah…err…" Gempa mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Thorn tanpa harus menambah kosakata asing yang bisa membuat sang adik tambah penasaran.
"Bertingkah…?"
"K-kayak Yaya gitu loh, Thorn…kira-kira begitulah," jawab Gempa pada akhirnya.
"Ooh! Yaya ya…" Thorn mengangguk paham. Dalam hati Gempa lega karena sepertinya tidak membutuhkan penjelasan panjang lebar untuk-
"Berarti, kita harus galak dan bikin biskuit rasa kertas pasir setiap harinya?" tanya Thorn lagi.
Gempa sweatdrop, "Aku jelaskan di kesempatan yang akan datang deh, Thorn…"
"Oki doki~ kalau gitu semuanya, mending kita berangkat dan segera tangkap kelompok yang sudah membuat kita jadi seperti ini!" ujar Taufan semangat sambil memeluk lengan Halilintar.
"Bisa tidak kau sehari saja bertingkah normal?" gumam Halilintar lelah.
"Hmm? Ini kan normal," sahut Taufan inosen.
"Normal kalau sama cewek beneran! Astaga…" si petir merah yang sudah lelah hanya bisa mengurut dahinya yang sudah berdenyut sejak tadi.
"Tapi aku cewek beneran loh, Lin," mendadak Taufan yang memang sudah jahil dari jaman sebelum T-rex dilahirkan, menyeringai, "Mau bukti?"
"Arrrghh! Kau ini sangat-"
"Lin! Di atas!" teriak Taufan tiba-tiba.
"Hah?"
Blaaaar!
Seberkas sinar yang sama seperti sebelumnya, hanya saja kali ini lebih sedikit, tiba-tiba menyambar dari atas dan tepat mengenai Halilintar yang tidak sempat menghindar.
"A-apa…apa itu?" kaget Gempa.
"Nggak tahu. Tiba-tiba saja muncul dan…entah kenapa dia seperti sengaja mengincar Hali," jawab Taufan.
"Ugh…" Halilintar yang akhirnya kembali terlihat setelah beberapa detik tertutup gumpalan asap putih berjalan sempoyongan, sampai hampir saja ambruk kalau Taufan tidak cepat menangkap tubuh sang kakak.
"Hali…? Kau oke? S-sepertinya tidak ya," gumam Taufan mencoba basa-basi.
"Sepertinya terjadi lagi," komentar Laksamana Tarung.
"Apanya? Eh…?" Halilintar cengo mendengar suaranya sendiri yang sebelumnya saja mirip perempuan, sekarang jadi semakin tinggi.
"Lin," Taufan menunjuk kaca gedung tempat Jumbotron sebelumnya, yang kebetulan bisa berfungsi sebagai cermin dadakan bagi pejalan kaki karena jendela gedung yang juga terbuat dari kaca.
"Hah?!" Halilintar tidak bisa menahan diri untuk tidak menjerit melihat pantulan dirinya sendiri.
"Kakak perempuanku tambah satu lagi~" Thorn bersenandung ceria.
"Ini tidak benar…" Halilintar seketika jatuh terduduk saking lemasnya.
"Kelihatannya satelit itu berjumlah lebih dari satu, dan mereka otomatis mengincar siapapun yang memasuki planet ini dan belum 'berubah' ya," gumam Shielda.
"Lin, kau cantik banget loh, beneran! Kalau fansmu melihat, mereka pasti akan langsung klepek-klepek, dan mendadak basis fansmu bisa merambah sampai kalangan pria juga," canda Taufan entah berniat memuji atau menghina.
"Berisik! Kau pikir ini lucu, hah?!" Halilintar akhirnya mengamuk lagi.
"T-tapi aku nggak bohong, Lin-aduh…! Kenapa sekarang aku malah dijitak?" rintih Taufan. Tiba-tiba saja kepalan tangan kakaknya mendarat di atas jidatnya, menghasilkan benjolan tidak indah yang sampai menembus topinya.
"Huh, sekarang kita 'sama', jadi tidak ada alasan bagiku untuk menahan diri lagi," balas Halilintar judes.
Taufan sweatdrop, kakaknya malah semakin terlihat seperti perempuan beneran sekarang.
"Oke, oke," Laksamana Tarung kemudian menepuk-nepuk tangannya, "Ayo kita pergi. Semakin cepat, semakin baik," tukasnya.
"Apa semuanya sudah berkumpul di sana?" tanya Shielda.
"Sebagian besar. Untuk yang lain, sudah diberi pesan via transmitter dari Komander Koko Ci," jawab Laksamana.
Shielda mengangguk paham, akhirnya kelima anggota TAPOPS yang kesemuanya sudah benar-benar bertukar jenis kelamin itu berangkat menuju lokasi.
"O iya, Kak Taufan nggak berniat menata rambut Kak Halilintar juga?" tanya Gempa iseng.
"Tidak~ rambut panjang yang tergerai begitu sangat cocok dengan imej Onee-sannya Lilin sih~" jawab Taufan ceria, sedangkan Halilintar yang berjalan di depan kedua adiknya itu memilih untuk pura-pura tidak mendengar.
"Begitu ya…" Gempa hanya mengangguk, tidak berniat membuka topik lain yang nanti malah akan semakin melenceng.
.
.
.
Distrik Garden 2
"Laksamana Tarung akan segera ke sini bersama yang lain. Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" tanya seorang gadis bertubuh gempal dengan potongan rambut bob setelah mengecek jam kuasanya.
"Kita sudah tahu dalangnya adalah para Feminista atau apalah itu. Kenapa kita tidak langsung ke sana dan tangkap mereka?" pemuda oriental berkacamata bulat dan memakai topi kupluk menyahut.
"Kita tidak bisa bergerak sebelum diberi arahan. Lagipula kita belum punya rencana," jawab pemuda lain yang memakai pakaian serba pink sambil memperbaiki tudung yang menutupi rambutnya.
"Haiya…aku sudah tidak tahan lagi, lah. Tubuh ini terasa sangat aneh,"
"Bukan hanya kau saja yang merasa aneh, Ying," gadis India di sampingnya menyambung, "Lihat aku. Aku susah makan kalau seperti ini,"
"Susah makan gimana? Kan sama aja," balas Ying.
"Aku cepat kenyang kalau tubuhku kayak gini," Gopal mengelus perutnya yang mengecil meskipun masih tergolong berisi untuk perempuan.
"Kita tidak punya waktu untuk membahas itu kan? Yaya, menurutmu gimana?" keluh Ying.
"Sabar aja, teman-teman. Kita tunggu di sini sesuai perintah Laksamana, oke?" ucap Yaya kalem.
"Penjahat ditemukan. Penjahat ditemukan…"
Tiga kawan Boboiboy itu teralihkan perhatiannya terhadap dua orang pria yang diringkus oleh anggota Feminista.
"Tunggu dulu! Kami salah apa? Kami cuma membicarakan pakaian," protes salah seorang yang ditangkap.
"Fashion bukanlah sesuatu yang wajar dibicarakan laki-laki. Kalian ikut dengan kami," jawab seorang Feminista datar.
"Tapi kami perempuan!"
"Sekarang kalian adalah laki-laki, dan sebaiknya turuti aturan yang ada," para Feminista itu mulai memborgol tangan dua pemuda tersebut, namun terhenti karena tiba-tiba ada semacam tangan yang melepas pegangan mereka.
"Sudah cukup. Kalian tidak bisa bertingkah semena-mena," seorang gadis berpakaian serba ungu tiba-tiba muncul di hadapan mereka, sebelah tangannya tampak diselimuti oleh semacam bayangan hitam keunguan. Rambut violetnya yang bergelombang bergoyang tertiup angin.
"Fang!" Yaya, Ying, dan Gopal berseru antusias.
"Seorang perempuan tidak seharusnya bertingkah kasar seperti itu," ujar salah satu Feminista.
"Bukan berarti perempuan tidak punya hak untuk melawan. Selama aku tidak melanggar, tidak masalah bukan?" Fang menjawab santai sembari mengibaskan rambutnya.
"Baiklah, tapi ingatlah kami mengawasi kalian," para Feminista itu akhirnya memilih mundur dan melepaskan dua pemuda sebelumnya.
"Fang, kau hebat sekali! Beneran kayak cewek," Ying yang lebih dulu berlari menghampiri rekan mereka yang memiliki kuasa bayang tersebut.
"Iya, itu tadi beneran kau?" timpal Gopal.
"Sangat anggun," puji Yaya.
"Diamlah kalian! Aku hanya mencoba untuk tidak tertangkap, oke?" balas Fang malu setengah mati.
"Kamu habis dari mana?" tanya Yaya.
"Hanya sedang melihat-lihat keadaan. Laksamana belum kembali? Ada yang mau aku sampaikan," ucap Fang.
"Harusnya mereka sudah dekat. Lagipula Distrik ini tidak terlalu jauh dari Seven X," jawab Gopal.
"Ah! Itu mereka datang," ujar Ying. Dari kejauhan tampak Laksamana Tarung bersama empat Boboiboy dan Shielda berjalan ke arah mereka.
"Semuanya, sini sini!" panggil Gopal.
"Wah…kalian juga berubah," Yaya berdecak kagum melihat figur teman-temannya.
"Pfft…kau cantik juga rupanya…" ledek Fang pada Halilintar yang baru saja sampai.
"Kau juga sama saja, Landak," balas Halilintar sensi.
"Sudah, sudah, kita semua cantik, nggak usah iri hati begitu," lerai Taufan yang tahu-tahu sudah berdiri di antara kakak dan rekan setimnya itu.
"Enak aja, cantikan juga dia!" balas Fang tidak terima.
"Siapa yang kau sebut cantik, Landak sok cakep?" Halilintar mulai mengeluarkan deathglarenya.
"Mungkin soal siapa yang lebih cantik, biar fans yang memutuskan. Sekarang kalian semua, ikut aku," tukas Laksamana Tarung tenang.
"O iya, Fang. Tadi kamu bilang mau menyampaikan sesuatu ke Laksamana kan?" ucap Yaya.
"Ah, benar juga. Ini soal para Feminista itu,"
"Ada apa dengan mereka?" tanya Laksamana Tarung.
"Mereka sepertinya mengawasi setiap sudut planet ini menggunakan drone dan CCTV. Kalau ada orang yang menurut mereka melanggar peraturan 'semua orang harus bersikap sesuai jenis kelaminnya', akan langsung ditangkap," jelas Fang.
"Segitunya ya? Sebenarnya apa motif mereka melakukan ini?" kaget Gopal.
"Tujuan mereka adalah untuk memberantas orang-orang yang menyalahi kodrat mereka, mungkin," komentar Ying.
"Menurutku itu tidak sepenuhnya salah, tapi cara mereka melakukannya yang tidak pantas," timpal Yaya.
"Kalau begitu, semakin cepat semakin baik ya…" gumam Laksamana Tarung.
"Soal apa?" tanya Gempa.
"Kami tentu saja berniat mencari tahu lebih banyak mengenai satelit yang mereka gunakan dan apa pemicunya. Untuk yang itu, kami sudah serahkan pada yang lain," jelas Laksamana Tarung.
"'Yang lain' itu…maksudnya…"
"Benar," potong Laksamana yang sepertinya mengerti maksud Gempa. "Nah, ayo masuk," wanita berambut toska itu kemudian membuka pintu yang menuju ke semacam laboratorium yang entah sejak kapan dibangun di sana.
"Oh, kalian sudah kembali," dan yang menyambut mereka adalah seorang wanita, yang sebelumnya adalah pria, berambut panjang agak mencuat(?) ke belakang, dengan seragamnya yang sudah sangat khas dan mudah ditebak bagi mereka yang sudah mengenalnya.
"Kami sudah mengawasi lokasi di sekitar sini sesuai perintah," sambung alien berbadan ungu besar yang diketahui adalah rekan dari si perempuan.
"K-kapten Kaizo!" kaget Gempa.
"Atau mungkin…Lady Kapten Kaizo…?" sambung Taufan takjub.
Kaizo menghela napas, sudah menduga reaksi anak-anak ini akan seperti itu.
"Dan kau…Lahap?" Gopal salah fokus.
"Iya, ini aku. Kenapa? Susah dikenalin ya? Tentu saja karena sekarang aku ini wanita sama seperti kalian," jawab Lahap sambil merapikan poni rambutnya.
"Hah…" Gopal, Ying dan Yaya sweatdrop. Daripada terlihat feminine, Lahap malah kelihatan seperti hanya memakai wig panjang berwarna pink lengkap dengan perona pipi di sisi kanan dan kiri wajahnya.
"Bagaimana?" tanya Laksamana Tarung.
"Teknologi yang mereka gunakan sudah ditemukan. Itu bukanlah sesuatu yang baru atau asing bagi kita," jawab Kaizo. Wanita itu menuntun yang lain menuju ruangan yang diketahui adalah tempat bereksperimen sekaligus mengawasi segala sudut planet diam-diam.
"Oh, kalian sudah kembali," alien berkepala kotak yang juga berambut hitam pendek menyambut mereka.
"Komander…Koko Ci?" gumam Gempa cengo.
"Untuk saat ini panggil aku Cece Ci, kami sudah mendapat informasi mengenai para Feminista ini," ucap Komandan Koko Ci kalem.
"Pffft….Cece katanya…" Taufan berusaha keras untuk tidak kelepasan tertawa karena tidak mau dianggap kurang ajar.
"Komander mencoba ngelawak mungkin?" bisik Ying sweatdrop.
"Apa saja yang sudah kalian dapatkan?" tanya Laksamana Tarung.
"Well, tidak banyak, tapi mungkin untuk saat ini cukup," yang menjawab adalah seorang gadis yang memakai pakaian perpaduan warna putih dan jingga, "Tujuan mereka memang tidak lain adalah memberantas yang melanggar kodrat jenis kelamin mereka,"
"S-solar?" Thorn yang bersuara karena para Boboiboy yang lain masih speechless.
"Ya, ini aku. Kalian nggak usah kaget gitu dong," Boboiboy Solar menyahut kalem, tidak lupa sambil memperbaiki bingkai kacamata jingga yang menghiasi wajahnya.
"Kayaknya itu memang adik bungsu kita," ucap Gempa lempeng.
"Aku terkejut kau terlihat biasa saja. Maksudku…kau cantik loh," sambung Taufan.
"Hmm?" Solar tersenyum sembari merapikan poninya, "Tentu saja aku sangat cantik. Buat apa aku terkejut terhadap hal yang sudah pasti?" ucapnya retoris.
"Oh, tapi Kakak sekalian juga tidak kalah cantik. Terutama Kak Taufan. Sudah kuduga rambut panjang memang cocok," lanjutnya lengkap dengan gesture 'Terbaik' khas Boboiboy.
"Dia menghinaku…" gumam Taufan sweatdrop.
"Jadi, di mana yang lain?" tanya Shielda.
"Sai, Blaze dan Ice akan segera kemari," sahut Solar kembali berkutat dengan apapun yang sedang dia kerjakan itu.
"Kalian punya informasinya kan? Apa saja yang sudah terjadi?" tanya Ying.
"Well, satelit yang mereka gunakan itu memang memiliki fungsi layaknya drone. Aku masih tidak tahu bagaimana cara mereka bisa mengubah jenis kelamin seseorang, tapi yang jelas satelit yang berkeliaran di sekitar planet berjumlah ratusan, mereka menerima semacam energi dari satelit utama yang terletak di luar planet. Mereka sulit dihancurkan dan bisa bergerak otomatis sesuai program yang ditanamkan," jelas Solar panjang lebar.
"Kamu tahu banyak rupanya," kagum Laksamana Tarung. Sedangkan Boboiboy yang lain sudah menduga Solar mungkin akan berpose lagi sambil berkata "Aku gitu loh," atau semacamnya.
"Yah…sebenarnya satelit yang mereka buat itu adalah milikku. Mereka mencuri cetak biruku dan memanfaatkannya untuk membuat benda-benda itu," jawab Solar pelan.
Hening seketika.
"Jadi maksudnya, ini semua ulahmu?" tanya Halilintar tanpa ekspresi.
"Bukanlah! Mereka yang mencuri cetak biruku," elak Solar.
"Tapi tetap saja kau terlibat di sini," sahut Halilintar lagi.
"Y-yah…siapa yang menyangka mereka akan menggunakan penemuan sempurnaku untuk hal semacam ini?" Solar menggaruk tengkuknya canggung, "Karena itu penemuanku yang sempurna, jelas akan sulit menghancurkannya. Bisa dibilang, bahkan aku sendiri pun nggak bisa. Aku memang hebat ya…"
"Di saat seperti ini kau bisa-bisanya ngomong begitu, Kunyuk?!"
"S-sabar, Kak Hali. Anak perempuan nggak boleh galak-galak," tahan Gempa panik.
"Aku bukan perempuan!" jerit Halilintar makin meradang.
"Sudah, sudah. Sekarang kita harus fokus," lerai Kaizo mulai lelah.
"Yaya, daritadi kamu terlihat gelisah. Ada apa?" tanya Ying pada sahabat baiknya.
"Aku…bingung. Sekarang aku cowok, jadi aku ini masih harus menutup kepalaku atau tidak? Kalau dibuka juga, artinya mereka semua akan melihat rambutku," bisik Yaya dengan wajah merah.
Ying sweatdrop, "Kalau yang itu…aku nggak bisa jawab…"
Shielda menghela napas, diperhatikannya satu per satu rekan-rekannya yang tampak berdiskusi sekaligus berdebat mengenai tubuh mereka.
Pemuda berzirah itu menggigit bibirnya. Ingin sekali dia mengatakan yang sebenarnya, bahwa dirinya lah penyebab ini semua terjadi. Tapi di saat yang bersamaan dia bingung harus mulai dari mana.
"Shielda," pemuda itu sedikit tersentak mendengar suara anggun khas wanita dewasa membuyarkan lamunannya. Ditatapnya wanita yang dikenal sebagai Pemberontak Legenda itu dengan ragu.
Kaizo mengerutkan kening, "Ada yang mau kau sampaikan?" tanyanya. Kaizo mungkin menyadari gelagat Shielda yang tidak biasa sejak tadi.
"T-tidak, tidak apa-apa," Shielda menjawab pelan.
"Oh," Kaizo mengangguk. Meski tidak sepenuhnya yakin, perempuan pemegang kuasa Enerbot itu memilih untuk tidak melanjutkan. Mungkin Shielda memang butuh waktu.
Shielda menghela napas, bersyukur Kaizo tidak bertanya macam-macam.
Masalah sexist ini mungkin akan menjadi lebih rumit dari yang seharusnya.
.
.
.
To Be Continued
Haaai~ diriku update~ XD
Terima kasih atas reviewnya sebelumnya, maaf saya nggak bisa bales satu per satu karena suatu kendala X'D
Pokoknya terima kasih, oke?
Chapter depan adalah chapter terakhir, dan untuk kali ini tokoh-tokohnya bertambah~
Ada yang nungguin Kaizo, Fang, dan Solar? Hayo~ #tendang
Anyway, soal hairstyle, saya belum nemu yang cocok untuk Solar, jadi imajinasikan saja sendiri oke? Dia kan ribet orangnya #heh
Oke lah, silahkan kritik, saran, komentar, fangirl/fanboying di kotak review, oke? Sampai jumpa lagi di segmen berikutnya~ XD
Review please~