Namanya Shielda.
Salah satu petarung hebat TAPOPS yang tentu saja sangat diandalkan.
Wanita berzirah bersenjatakan perisai ini cerdas, tenang, kritis, dan kuat. Bersama dengan kakaknya, Sai, mereka adalah duo yang begitu iconic dalam organisasi penyelamat Power Sphera ini.
Tapi…
Ada kalanya Shielda merasa jenuh.
Tidak, bukan pada pekerjaannya sebagai petarung atau kelakuan Sai yang sering membuat Shielda tergoda untuk menimpuk kakaknya itu dengan rice cooker.
Dia mensyukuri itu semua, yah…kecuali satu hal.
BoBoiBoy Galaxy milik Monsta Studios. Kalo punya saya, Taufan pasti maso #setrum
Rate: T+ (uhuk, for real)
Genre: Humor? Parody? Sci-Fi? Fantasy?
Warning: Semi-canon, TAPOPS, super power, genderswitch!Chara, Elemental siblings, no pair, humor krispi, miss typo, OOC demi keperluan cerita X'D
Oh…and final warning, fanfiction ini mungkin akan sedikit 'berat' jadi ratenya T+ alias R-15 meski itu buat jaga-jaga sih, jadi kalau ada yang merasa terganggu silahkan tekal tombol back, okay? XD
.
.
.
Scroll~
"Kerja bagus, Sai, Shielda. Kalian bisa istirahat sekarang," tukas Komandan Koko Ci, alien ras kubulus tapi baik yang menjabat sebagai atasan mereka di organisasi ini.
"Terima kasih. Kami undur diri Komander," Sai dan Shielda kemudian pamit, hendak beristirahat setelah menyelamatkan salah satu Power Sphera di planet yang saat ini mereka singgahi.
Sebuah planet mirip bumi yang disebut Teegarden X, yang uniknya penduduk planet ini juga merupakan humanoid alien yang mirip dengan manusia bumi.
"Oh iya, Sai," panggil Komandan Koko Ci tiba-tiba.
"Ya, Komander?" Sai merespon cepat.
"Berapa waktu yang kau butuhkan untuk istirahat? Saat ini Gempa, Yaya, dan Gopal membutuhkan bantuan di sekitar Garden Five. Ada alien buas yang mengamuk," jelas Komandan Koko Ci yang sepertinya baru mendapatkan pesan via transmisi.
"Kalau begitu aku pergi sekarang saja, Komander. Istirahat bisa menunggu," tukas Sai.
"Hmm, baiklah. Tapi jangan paksakan dirimu, oke?" tegas Komandan.
"Siap!"
"Komander…aku bagaimana?" tanya Shielda yang sadar sejak tadi sang atasan berbicara seolah hanya ada dirinya dan Sai saja di ruangan itu.
"Shielda istirahatlah. Sai sudah cukup untuk menanganinya," sahut Komandan Koko Ci.
Shielda mengerutkan kening, "Aku masih bisa pergi, Komander. Aku baik-baik saja,"
"Kau mendengar ucapan Komander, Shielda," Sai angkat bicara, "Lagipula kau itu perempuan. Kau pasti lelah kan?"
Shielda menggigit bibirnya, kedua tangannya terkepal erat, tapi gadis itu akhirnya menghela napas, berusaha untuk menenangkan diri.
"Baiklah. Semoga berhasil, Sai," Shielda berujar disertai senyuman yang tidak mencapai mata, namun Sai yang tidak menyadari ekspresi tersebut hanya mengangguk kemudian pamit.
Shielda menghela napas lagi.
Ini lah satu hal yang membuatnya merasa jenuh, melebihi yang lain.
Shielda menyayangi Sai, dan senang kakaknya itu perhatian padanya. Shielda juga menyukai pekerjaannya sebagai petarung dari TAPOPS yang berjuang membela kebenaran.
Sungguh, dia menyukai itu semua.
"Tapi kenapa…aku harus terlahir sebagai perempuan?"
.
.
.
"'Jangan berlebihan, kamu itu perempuan,' 'Kamu tuh perempuan, istirahat saja ya,' 'Kau itu Perempuan, cantik pula. Jangan galak sama orang lain dong,' cuih!"
Shielda, seorang petarung wanita TAPOPS yang saat ini sedang bebas tugas alias luang alias nggak ada kerjaan, memilih untuk berjalan-jalan di sekitar distrik Garden Seven X, sebuah distrik ramai yang bisa dibilang mirip 'Shibuya'nya Jepang, untuk membunuh waktu.
"Perempuan ini, perempuan itu. Hanya karena aku perempuan, selalu saja dianggap rapuh. Aku bukan sepatu kaca lah! Kenapa selalu saja Sai, duh!" gadis berzirah itu menggerutu sepanjang jalan, mengabaikan teguran ramah para penjual yang mempromosikan dagangan mereka.
Entah mau ke mana Shielda saat ini, yang jelas gadis itu berniat mendinginkan kepalanya sebelum kembali ke kapal angkasa. Bagaimanapun juga, Shielda tetap harus menjaga imejnya sebagai perempuan yang tenang dan berkepala dingin, tidak boleh seperti saudara kembarnya yang suka panas dan main lempar perisai sembarangan.
Ini memang bukan pertama kalinya dia diperlakukan 'khusus' karena gendernya.
Bahkan beberapa musuh tangguh yang ditemui mereka lebih memilih menghadapi Sai ketimbang dirinya.
Itu semua karena dia perempuan, dan kebanyakan orang-bahkan penjahat sekalipun-enggan menyakiti perempuan.
Itu membuat Shielda muak. Dia ingin diperlakukan sama seperti kakaknya, tapi tidak bisa. Sekalipun Sai dan Shielda sama-sama petarung yang berjuang atas nama TAPOPS, tetap ada yang namanya perbedaan di antara mereka berdua.
Itu karena Shielda perempuan.
"Huh…menyebalkan…apa tidak ada cara agar aku bisa sama dengan Sai di mata orang-orang itu?"
"Permisi, anda mau mencoba ramal nasib?"
Langkah kaki Shielda terhenti. Untuk sekali ini, tawaran dari seorang pemilik toko berhasil menarik atensinya.
"Apa katamu?" Shielda berbalik menatap seorang…wanita? Pria? Shielda tidak bisa memutuskan pasti karena tubuh sosok itu ditutupi jubah bertudung berwarna perak.
"Ya, ramal nasib. Mungkin saja anda ingin mengubah sesuatu pada diri anda, anda bisa melakukannya dari sekarang," sahut sosok itu.
"Apa yang bisa membuatku mempercayaimu?" tanya Shielda ragu, meski begitu gadis itu tetap berjalan mendekati kedai si makhluk berjubah yang didominasi warna perak dan hitam tersebut.
Orang itu tersenyum, "Panggil saja aku Keeper. Yang aku maksud 'ramal' di sini bukanlah meramal masa depan anda melalui garis tangan atau zodiac seperti yang lain. Tapi…" seketika bola kristal khas peramal yang ada atas meja menyala.
"Aku bisa mengubah nasibmu sekarang. Itu jika anda mau," ucapnya.
"Nasibku…" Shielda bimbang, seharusnya dia tidak mempercayai sesuatu yang seperti ini. Tapi entah kenapa…sebagian dari dirinya ingin mencoba.
Hanya ada satu hal yang ingin diubah oleh Shielda dalam kehidupannya.
Tidak ada salahnya kan? Kalaupun orang ini penipu, Shielda bisa menghajarnya dengan perisai nanti.
"Wajahmu telah menjawab, anakku. Keraguan yang ada dalam dirimu itu lah, yang menjadi landasan penyesalanmu akan nasib," Keeper berucap lagi.
"Aku…" Shielda mengepalkan tangannya kuat-kuat, lidahnya terasa kelu.
"Katakan, anakku. Tinggal sebut saja 'ya' atau 'tidak' dan semuanya akan sesuai keinginanmu," ucap Keeper sembari tersenyum lembut.
Shielda memejamkan matanya kemudian menghela napas panjang, sebelum akhirnya sepasang manik cokelat itu penuh dengan kilat akan ambisi.
"Ya. Aku…aku ingin berubah," Shielda menjawab mantap, meski masih ada setitik keraguan dalam hatinya.
Tapi tidak.
Shielda juga ingin dianggap equal dengan Sai. Dengan semua anggota TAPOPS, meskipun dia seorang perempuan.
Keeper masih tersenyum sembari mengangguk pelan.
"Permintaanmu sudah diterima. Selamat, anakku. Kini dirimu menjadi satu dari sekian banyak pembawa keajaiban,"
Tepat setelah mengatakan itu, langit bergemuruh. Suara guntur terdengar menggelegar, reflek membuat Shielda mengangkat perisainya.
"Apa yang terjadi?" tanya Shielda panik, tapi sayangnya tidak ada yang menjawab pertanyaannya. Keeper yang mengaku bisa mengubah nasib itu sudah menghilang dari tempatnya.
"Loh…Keeper? Kau ke mana? Hey!" Shielda panik sendiri, apa jangan-jangan orang itu menipunya dan berniat menyerangnya?
"Ugh…gimana sekarang…"
Blaaar!
Belum sempat Shielda menggerakkan kakinya, seberkas cahaya berwarna putih menyambar dirinya, yang entah bagaimana membuat adegan ini menjadi lebih mirip sinetron ketimbang fanfiction…
Yak lanjut!
Cahaya itu tidak hanya menyambar Shielda, tapi juga menghujani seluruh distrik. Sinarnya yang menyilaukan mau tidak mau membuat Shielda harus menutup pandangannya dengan perisainya.
.
.
.
Sepuluh menit berlalu setelah menghilangnya cahaya tersebut.
"Uhuk…apa yang terjadi…?" Shielda membuka matanya, pandangannya menjadi sedikit berkunang-kunang karena masih belum bisa beradaptasi dengan penerangan yang ditangkap penglihatannya.
"Cih, sebaiknya aku cari Keeper tidak jelas itu dan meminta penjelasan-aduh!" Shielda yang hampir tersandung kakinya sendiri bersusah payah menahan tubuhnya menggunakan perisainya.
"Perasaanku saja…atau tubuhku menjadi lebih berat? Apa berat badanku naik…?" Shielda dengan susah payah berjalan menyusuri distrik, sangat yakin pola makannya tidak seharusnya membuatnya gemuk mendadak begini.
Shielda kemudian melewati sebuah tokoh pakaian yang tentunya memiliki pintu kaca yang bisa membuatnya melihat wajahnya sendiri.
"Hmm? Ada yang cosplay…?" Shielda berhenti tepat di depan toko tersebut. Maniknya menangkap seorang pemuda tampan memakai pakaian berzirah yang sama persis dengan miliknya. Pemuda itu juga memandanginya dari balik pintu.
"Apa kau lihat-lihat?" desis Shielda judes, dan anehnya pemuda itu juga menunjukkan raut wajah yang sama dengannya.
"Eh…sebentar…" Shielda memperhatikan pemuda itu dari atas sampai bawah dalam keheningan. Tentu saja pemuda itu juga melakukan hal yang sama.
"D-dia…bukan cosplayer…" Shielda menelan salivanya dengan susah payah, keringat dingin mendadak membasahi wajahnya.
"Kumohon…jangan katakan kalau dia…" berusaha menepis pikiran gilanya, Shielda sekali lagi menatap pintu kaca tersebut, dan tentu saja pemuda itu juga balas menatapnya dengan raut wajah yang sama persis.
"A-aku…tidak mungkin…" Shielda akhirnya menyadari kenapa tinggi dan berat badannya bertambah.
Tidak hanya itu. Jari-jarinya juga memanjang, rahangnya menjadi kokoh, matanya menjadi lebih tajam, dan tentu saja suaranya berubah menjadi lebih berat.
Plak!
"Aaaaaah! Aku tidak mimpi!" Shielda yang pipinya memerah akibat tamparannya sendiri melangkah mundur.
"A-aku…aku jadi laki-laki?! Yang benar saja!" Shielda menjedotkan kepalanya ke tiang terdekat, masih tidak bisa menerima kenyataan yang aneh tapi benar-benar nyata ini.
"Jadi ini 'ubah nasib' yang dimaksud Keeper itu? Astaga…" Shielda makin meringis karena sekarang kepalanya yang bengkak.
"O-oke tenang…aku harus berikan penjelasan yang logis ke yang lain. K-karena aku bosan jadi perempuan? Aku ingin dianggap setara dengan Sai? Aku tidak bisa memutuskan!" Shielda meracau sambil berjalan tanpa melihat ke mana dia pergi saking paniknya.
"Ini memalukan…aku harus gimanaaaa!"
Bruk!
"Hey! Perhatikan jalanmu!"
Bruk!
"Astaga, ada mata nggak sih?"
Duk!
"Ganteng-ganteng buta arah!"
"M-maaf!" Shielda yang dalam hati merutuki dirinya sendiri yang ceroboh menabrak para pejalan kaki dengan cepat menyingir, tapi jalanan yang ramai membuat Shielda yang saat ini tidak bisa mengontrol tubuhnya dengan baik tetap kesulitan bergerak sampai akhirnya-
Bruk!
"Eh…" Gadis-oke, pemuda, berzirah itu membeku. Rasanya sikunya seperti menyentuh sesuatu…yang bulat, dan empuk…
"HWAAA!" Shielda reflek melompat mundur setelah menyadari apa yang sudah dia lakukan. Dengan tubuhnya yang sekarang, gadis di hadapannya ini pasti akan menganggapnya kurang ajar.
"M-maaf! Aku tidak melihatmu! Aku tidak bermaksud menyentuh…i-itu!" ujar Shielda kikuk dengan wajah merah padam.
"Hah? Kau ini kenapa sih? Ini kan cuma dadaku," gadis itu menyahut, "Sesama laki-laki juga. Nggak usah lebay deh,"
"L-laki-laki…?" Shielda perlahan membuka matanya, "T-tapi tadi ada…'b-boing'nya gitu loh…"
"'Boing'? He?" gadis itu malah dengan polosnya menyentuh dadanya sendiri, sampai memijit dan meremasnya beberapa kali.
"A-apa ini? Kok bisa…" gadis itu tampak bingung, manik safirnya kemudian beralih menatap Shielda yang wajahnya sudah semerah sambal terasi botolan level 30 akibat perbuatan gadis itu.
"Sebentar, rasanya aku pernah melihatmu di suatu tempat," gadis serba biru itu bergumam lagi.
"Kalau dipikir-pikir…kau juga tidak asing…" Shielda, yang sudah berusaha mencuci otaknya, memperhatikan penampilan gadis itu dari atas sampai bawah.
Jaket biru tua dengan motif gelombang mirip angin, pelindung siku ala pemain skateboard berwarna biru muda, rambut hitam panjang dengan sedikit warna putih di bagian atas, serta topi dinosaurus yang dipakai miring.
"K-kau…jangan-jangan…" Shielda yang sudah lama berada di TAPOPS tentu kenal siapa makhluk yang suka berpenampilan seperti ini.
Keduanya melotot di saat yang bersamaan, keringat dingin kembali membasahi wajah si pengguna perisai.
"Shielda…?"
"Taufan…?"
Keduanya terdiam dengan raut wajah yang sulit ditafsirkan, setidaknya selama sepuluh detik.
"HEEEEEEEEEE?!"
.
.
.
Kembali ke pesawat TAPOPS, setelah insiden di distrik Garden Seven X.
"Aku tidak percaya ini…apa yang terjadi sebenarnya?" gumam Taufan yang kebingungan menghadapi tubuh barunya ini.
"Aku juga tidak tahu…" Shielda menjawab ragu, masih tidak ingin mengatakan apapun soal Keeper yang pasti bertanggung jawab atas insiden nista ini.
"Kita sudah sering mengalami hal aneh selama berpetualang ke luar angkasa, tapi…astaga, menjadi perempuan? Aku bahkan tidak pernah memimpikannya!" omel Taufan. Kalau bermimpi berubah jadi Porenjes yang biasa ditontonnya waktu kecil sih tentu saja pernah.
"Oke, berhentilah mengoceh. Kalau ada yang dengar gimana?" sahut Shielda kesal. Saat ini dirinya masih belum siap jika harus bertemu dengan teman-temannya dengan kondisi seperti ini.
Itu sebabnya Shielda menumpang sembunyi di kamar Taufan selagi anggota lainnya sibuk dengan misi.
"Huh…yang benar saja…" Taufan menghela napas, siapa yang menyangka jalan-jalan berkeliling distrik setelah menyelesaikan misi malah membuatnya berakhir seperti ini?
Apa dia kualat karena terus-terusan mengatai kakaknya 'Waifu idaman'?
"Mmm…" Taufan kemudian iseng memperhatikan penampilannya di depan cermin full body yang kebetulan ada di kamarnya.
"Jika kita bisa mencari tahu penyebab kenapa kita menjadi seperti ini, kemungkinan kita kembali normal bisa lebih cepat," tukas Shielda, "Yang harus kita lakukan sekarang-Taufan, kau ngapain?"
Gadis yang saat ini adalah pemuda itu menatap heran rekannya yang sibuk berkaca dengan kening berkerut.
"Taufan?" panggil Shielda lagi.
"Uhh…"
Shielda bisa mendengar Taufan menggeram, dan adik dari Sai itu bisa memaklumi. Berubah jenis kelamin memang bukanlah sesuatu yang lazim dialami seseorang, makanya…
"Subhanallah…aku cantik banget…"
"Hah?" Shielda cengo, rasa prihatinnya seketika terbang tertiup angin.
"Ahahaha~ aku tidak menyangka aku bisa menjadi seperti ini. Mungkin rambut panjang memang tidak begitu buruk," ujar Taufan yang dengan riang gembira menguncir rambutnya menjadi high pony tail agar tidak mengganggu.
"Kau menyukainya…?" tanya Shielda tidak percaya.
"Hee~ habisnya aku berubah menjadi perempuan cantik nan bahenol begini~ sebagai laki-laki wajar saja aku merasa terpesona," cerocos Taufan sembari berputar ala-ala putri kerajaan.
"Hah…" Shielda sweatdrop, tapi dia mengakui Taufan memang terlihat sangat cantik sampai mungkin saja perempuan lain yang melihat akan iri.
"Tapi bukannya itu biasa? Toh sebagai laki-laki juga kau termasuk baby face, tinggimu rata-rata, dan suaramu mirip cewek. Kau yang seperti ini hanya kayak Boboiboy versi rambut panjang, kau tahu?" komentar Shielda lempeng.
"Ck, tolong jangan mengacaukan moodku! Aku sedang hepi saat ini~" balas Taufan tidak terima.
"Iya, iya. Kalau kau sudah selesai mengagumi dirimu sendiri, kita harus segera bergerak," ucap Shielda bosan.
"Sip! Tapi sebelum itu, aku mau ke kamar mandi dulu,"
"Mau ngapain?"
"Ah…aku hanya berpikir…ini kan tubuhku. Melihat tubuh sendiri itu tidak apa-apa kan?" sahut Taufan watados.
"Kau gila ya?! Jangan anggap ini main-main!" Shielda yang wajahnya sudah memerah lagi langsung menjitak kepala si pengendali angin dengan perisainya.
"Shielda barbar ih. Aku 'kan cuman bercanda…" gumam Taufan cemberut.
"Bercandamu menggelikan kali ini, tahu! Sebagai perempuan aku tidak menyukainya," omel Shielda.
"Hee…tapi yang perempuan 'kan aku. Memangnya Shielda tidak tertarik? Coba deh lihat ke cermin. Kamu ganteng dan keren loh~ bahkan lebih keren dari Sai," goda Taufan, yang sebenarnya bermaksud memuji tapi malah membuat Shielda merasa terhina.
"Sudah ah! Kita tidak punya waktu untuk omong kosong ini," tukas Shielda yang muak karena Taufan terus-menerus membahas hal memalukan ini.
"Ya udah. Sekarang kita mulai dari-"
"HWAAAA! HELP MEEEEE!"
"A-apa itu?" Shielda reflek berdiri sembari mempersiapkan perisainya.
Duk duk duk duk duk duk duk!
"Kak Taufaaaaan! Tolong akuuuu!"
"Thornie?" Taufan mulai deg-degan melihat bagaimana pintu kamarnya digedor dengan brutal seperti itu.
Apa ada alien yang menyerang adiknya?
"Thorn? Kau kena-"
Grep!
"Hweeee! Kak Tau, tolongin! Aku…aku kenapa jadi begini~?" Thorn langsung memeluk sang kakak dengan erat tepat setelah pintu kamar terbuka.
"T-thorn? Kau…"
"Hiks…aku 'kan baru pulang dari Garden Eleven…d-dan rambutku tiba-tiba memanjang, tubuhku mengecil, dadaku membesar dan-"
"S-stop, jangan dilanjut Thorn, aku ngerti," potong Taufan cepat dengan wajah merah.
"K-kak Taufan…apa yang terjadi padaku? Apa aku akan mati?" tanya Thorn dengan mata berkaca-kaca.
"T-tidak, kau tidak akan mati kok, Thornie. S-sekarang tolong lepas ya, aku susah bernapas kalau 'd-digencet' begini…" gumam Taufan patah-patah.
"Eh?" manik zamrud Thorn membola, "Kak Taufan juga menjadi sama denganku!"
"I-iya, kita semua, Thornie. Kelihatannya kita jadi begini karena suatu fenomena alam, tapi tenang saja tidak ada yang akan mati kok," ucap Taufan.
"Ooh…syukurlah…aku benar-benar panik…" desah Thorn lega.
"Jika Thorn juga kena, berarti ada kemungkinan yang lain bernasib sama…" komentar Shielda.
"Kita tidak akan tahu jika hanya tetap di sini. Kita periksa sekarang saja," sahut Taufan. "Ah, tapi sebelum itu, sini aku rapikan rambutmu, Thornie,"
"Terima kasih, Kak Tau,"
Shielda memperhatikan bagaimana Taufan menata rambut Thorn yang begitu berantakan (mungkin karena pengendali tumbuhan ini habis berayun dari suatu tempat) dan mengikat rambutnya menjadi low twin tail.
"Selesai~ jangan diberantakkin ya?" ucap Taufan sambil memakaikan kembali topi hijau-hitam milik sang adik.
"Un! Ah…tapi aku merasa berat berjalan dengan dada seperti ini. Apa boleh kucopot?" tanya Thorn polos.
"Y-ya nggak bisa, Thornie~ akan sangat horror kalau itu terjadi!" jerit Taufan gregetan.
"S-sudah…ayo berangkat," tukas Shielda mulai lelah dengan segala insiden yang membuatnya yang notabene perempuan asli ini malu.
"Kak Taufan? Kakak di dalam?"
"Hmm?" Taufan dan Thorn menoleh ke arah pintu kamar.
"Astaga, kali ini siapa lagi…" desah Shielda pusing.
Pintu kamar otomatis tersebut terbuka karena Taufan memang tidak lagi menguncinya dari dalam.
"Kak Taufan, aku melihat ada satelit aneh yang barusan-eh?" seorang gadis bermanik emas dengan pakaian serba cokelat-kuning melongo melihat ada 'orang asing' di dalam kamar kakaknya.
"K-kalian siapa? Kok bisa masuk ke sini?" tanyanya panik.
"G-gem, ini aku, Taufan! Terus ini Thorn, dan itu Shielda," sahut Taufan cepat sebelum sang adik pertama terlanjur mengeluarkan sarung tangan batu miliknya yang konon bisa membuat kepala keram dan perut pusing.
"Huh? Jangan-jangan…kalian juga?" kaget Gempa.
"'Juga' apa maksudmu?" tanya Shielda.
"Seperti yang sudah kalian lihat, kita semua bertukar jenis kelamin," jelas Gempa, Boboiboy bernomor urut tiga yang juga saat ini berpenampilan sama dengan Taufan dan Thorn.
"Waaah, Gem!" Taufan dengan antusias mendekati sang adik yang masih berdiri di ambang pintu.
"A-apa? Jangan melihatku seperti itu!" Gempa reflek menutupi bagian atas tubuhnya dengan wajah merona.
"Gem~ punyamu lebih besar…kok bisa?" tanya Taufan penasaran.
"Mana aku tahu! Lagipula aku tidak menyukai ini!" teriak Gempa malu setengah mati.
"Kak Gem jadi cantik~ aku seperti punya dua kakak perempuan sekarang!" Thorn tiba-tiba memeluk Gempa dari belakang dengan penuh semangat.
"T-tunggu dulu, Thorn…ini memalukan. Tolong lepaskan…" bisik Gempa gugup karena Thorn yang saat ini berjenis kelamin perempuan 'menempel' di belakang punggungnya, yang berarti...
Mungkin sebaiknya tidak usah dibahas.
"Hee? Kenapa? Kak Gem kan kakakku~" Thorn kembali melayangkan jurus Puppy Eyes yang saat ini berefek dua kali lipat, berhasil membuat Gempa mati kutu.
"Oke, stop! Kalian benar-benar membuatku malu! Kalian ini cowok kan!?" Shielda yang kesabarannya sudah habis akhirnya meledak.
"Oh iya, tadi kau mau ngomong sesuatu, Gem?" tanya Taufan.
"Ha'ah. Ada yang ingin aku tunjukkan. Sebaiknya kalian ikut aku," sahut Gempa akhirnya mendapatkan kembali kewarasannya.
"Sip~ tapi sebelumnya, izinkan aku menata rambutmu ya GemGem~~" pinta Taufan antusias.
"Eh? B-boleh sih…tapi buat apa?" tanya Gempa.
"Nggak apa-apa~ buat ciri khas aja gitu," ucap Taufan riang sambil menyeret Gempa menuju cermin.
"Mungkin…half up half down cocok untukmu, Gem," gadis pengendali angin itu dengan bersemangat mengikat sebagian rambut sang adik menjadi ekor kuda dan sebagian lagi dibiarkan tergerai.
"Aku lihat daritadi kau semangat sekali melakukan itu. Lagipula dari mana kau mengerti cara menata rambut?" tanya Shielda.
"Belakangan ini Pipi sering memintaku merapikan rambutnya sih…aku jadi terbiasa deh," Taufan menepuk-nepuk tangannya, "Selesai! Sekarang ayo berangkat," tukasnya.
"Terima kasih, Kak Taufan. Ya udah, kita ke distrik Garden V sekarang," tukas Gempa setelah mengenakan kembali topi dinosaurusnya.
.
.
.
"Apa…" Shielda dan Taufan melongo, mungkin baru sadar karena tadi mereka buru-buru kembali ke pesawat sehingga tidak begitu memperhatikan keadaan sekitar.
"Kyaaaaa! A-aku 'bertumbuh!'"
"Apa yang terjadi padaku?"
"Emooh! Aku nggak mau jadi cowok!"
"Aku kok jadi cewek tepos sih!"
"Waah…" Thorn dengan polosnya takjub dengan kericuhan sepanjang jalan di mana para penghuni planet kelabakan dengan wujud baru mereka.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Taufan selagi perjalanan mereka menuju Garden V yang tidak terlalu jauh tapi juga tidak begitu dekat.
"Seperti yang kalian lihat, bukan hanya kita saja yang mengalami hal ini," jawab Gempa.
"Ini seperti kisah-kisah mistis di mana orang-orang di suatu negeri mengalami kutukan…dan kutukannya hanya bisa dihilangkan dengan pengorbanan, jadi harus ada seseorang yang bersedia buat dijadiin tumbal," celetuk Thorn.
"Dongeng macam apa yang sudah kau baca itu, Thornie?" gumam Taufan sweatdrop.
Sementara itu, Shielda yang berlari di samping ketiga kembar elemental masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
Ini tidak mungkin karena keinginanku kan…?
"Kita sampai," Gempa lebih dulu berlari ke arah sebuah bangunan tua yang sepertinya bekas toko yang sudah tidak terpakai.
"Kalian, lihat ini," panggil Gempa dari samping gedung. Tiga yang lain dengan penasaran mendekati si pengendali tanah yang sepertinya menemukan sesuatu.
"Apa itu?" kaget Taufan.
Di samping gedung tak terpakai itu, terdapat sebuah benda putih raksasa yang seperti terjatuh dari langit dilihat dari retakan di sekitarnya serta sebagian tubuh benda itu yang juga tertanam ke dalam tanah.
"Satelit? Drone? Kenapa bisa ada di sini?" tanya Shielda.
"Entahlah. Setelah aku menjadi seperti ini, kebetulan juga aku masih berada di sekitar sini, dan tanpa sengaja aku menemukan benda ini. Ini mungkin sejenis satelit yang dipakai di luar planet atau semacamnya," jelas Gempa.
"Ah benar juga!" Thorn tiba-tiba bersuara, "Aku 'kan tadi habis dari Garden Eleven, terus tiba-tiba ada semacam cahaya yang terang banget, aku sampai harus menutup mataku,"
"Hmm…karena kau menyebutkannya, aku juga ingat melihat cahaya sejenis itu sesaat sebelum berubah total seperti ini," timpal Taufan.
"Cahaya…hmm…" Gempa yang sudah pasti melihat hal yang sama terdiam sejenak, mencoba menyatukan teka-teki yang begitu samar ini menjadi suatu petunjuk.
"Jangan-jangan satelit ini yang memancarkan cahaya aneh yang membuat orang-orang di sini bertukar jenis kelamin?" tebak Gempa.
"Bisa jadi. Tapi…sekarang satelitnya ada di sini, dan kelihatannya sudah tidak berfungsi lagi, berarti…"
"Benda ini berjumlah lebih dari satu," Gempa menyambung kalimat sang kakak.
"Baiklah, besar kemungkinannya. Sekarang pertanyaannya, gimana caranya kita menemukan satelit sejenis ini untuk membuat kita kembali normal," ujar Taufan.
"Bagaimana kalau minta tolong Solar?" usul Thorn.
"Aku sudah mencobanya, tapi jam kuasanya tidak bisa dihubungi. Aku akan coba lagi nanti," jawab Gempa.
"Benar juga, Solar, Blaze dan Ice kan sedang ada tugas khusus dari Komander," komentar Taufan.
Shielda yang sejak tadi hanya menyimak tanpa memberikan komentar kemudian memperhatikan satelit berwarna putih itu dengan seksama. Sesungguhnya dirinya sudah tahu penyebab kenapa ini bisa terjadi, tapi entah kenapa dia tidak bisa mengatakannya.
Tidak sekarang.
"Hey lihat, itu TAPOPS!" tiba-tiba seorang pemuda (yang dipastikan sebelumnya adalah gadis) mengacungkan jari telunjuknya ke arah Shielda dan para Boboiboy yang masih berdiskusi.
"Apa? TAPOPS? Pas sekali!" bertambah lagi beberapa orang penghuni asli planet yang diketahui menjadi korban 'pertukaran gender' di hadapan mereka.
"A-ada apa ya?" Gempa bertanya canggung.
"Tolong lakukan sesuatu!"
"Apa yang sebenarnya terjadi pada kami?"
"Kenapa aku bisa jadi laki-laki?"
"Kembalikan wajah cantikku!"
"Aku nggak bisa nikah kalau gini ceritanya!"
Akhirnya penghuni Garden V mulai bergerombol dan menerjang mereka layaknya paparazzi yang mengincar selebritis ternama untuk diwawancarai dan dibongkar skandalnya.
"S-sebentar, biarkan kami menjelaskan dulu," sahut Gempa panik.
"Apa kami akan menjadi seperti ini selamanya?"
"Tolong kami, kumohon!"
"Iya sebentar…aduh, bantuin dong!" seru Gempa panik karena gerombolan humanoid tersebut mulai mengelilingi mereka dan memborongi pertanyaan yang saling bersahut-sahutan dan sulit ditangkap pendengaran.
"Hey, tenangkan diri kalian," Shielda akhirnya kembali mengeluarkan perisainya, "Kami bisa jelaskan-"
"Siapa dalang dari semua ini?!"
"Tolonglah, kami ingin kembali normal!"
"Kalian TAPOPS akan menyelamatkan kami kan?!"
"Aduh, tenang dulu dong!" Taufan akhirnya maju paling depan, mulai kasihan melihat Gempa yang didorong-dorong dan dihujani pertanyaan.
"Lakukan sesuatu, TAPOPS!" teriak gerombolan massa itu lagi.
"Iya, kami akan jelaskan, nanti-ah!" Taufan yang masih belum terbiasa dengan tubuh barunya ini akhirnya terdorong oleh para massa dan membuatnya terjatuh di pinggir jalan dengan tidak elitnya.
"Aduh…tubuh ini merepotkan sekali…" keluh Taufan sambil mengelus kepalanya yang entah terbentur apa tadi.
"Kau tidak apa-apa?" sebuah tangan berbalut sarung tangan hitam-merah terulur ke arah sang gadis yang seharusnya bergender laki-laki tersebut.
"Ah, iya…makasih," Taufan kemudian menyambut uluran tangan tersebut, tidak lupa memasang senyum matahari khasnya.
"Eh sebentar, kenapa rasanya aku jadi kayak heroine di serial cantik sih?" Taufan jadi malu sendiri dengan tingkah lakunya.
"Ada keributan apa di sana?" tanya si pemuda yang tadi membantu Taufan berdiri.
"Oh, itu karena seluruh penduduk planet ini menjadi…" Taufan tidak melanjutkan ucapannya, manik safirnya membola.
"Huh?" pemuda serba merah dan hitam itu juga ikutan terkejut.
"Taufan, ada apa?" Gempa bersama Shielda dan Thorn yang dengan susah payah menerobos kerumunan yang masih sibuk protes itu langsung tercenggang, tidak menyangka keadaan akan menjadi semakin tidak terduga.
"H-hali…?" gumam Taufan tidak percaya. Tubuhnya mendadak tidak bisa digerakkan.
Boboiboy Halilintar mengernyit, "Apa lagi yang kalian lakukan?"
"Ahahahaha…bersambung ke bagian selanjutnya," jawab Taufan seadanya.
"Hah?"
Sepertinya kasus pertukaran gender ini akan menjadi sedikit lebih rumit daripada ekspektasi.
Yah, siapa juga yang bilang ini sederhana?
.
.
.
End of Chapter 1
HELLO~XD
Sebenarnya A/N ini nggak ada faedahnya sih karena isinya pasti cuman saya yang menggila.
Tapi kalau ada yang baca sampai sini saya ucapkan terima kasih sebesar tiga golem tanah, oke~ XD
Untuk chapter ini, sebagian besar adegannya terinspirasi dari Gintama, tapi saya memang udah lama pengen nulis genderbender, cuman pengen sesuatu yang beda aja UwU
Female!BBB kan udah banyak fanartnya, jadi harusnya udah nggak asing lagi dengan penampilan para Dedek elemental kan? Tapi kalau ada waktu mungkin saya bakalan gambar versi saya sendiri, kalau ada waktu ya #heh
Maaf kalau agak…ehm, mesum #eh karena seperti yang sudah dijelaskan di atas, ini T+, tapi saya sebisa mungkin meminimalisir dan membuatnya seimplisit mungkin karena…saya juga yang malu kalau sampai kelepasan kan, hahahahaha…#plak
Awalnya mau one-shot, tapi karena bakalan panjang banget, jadi saya bagi menjadi tiga part aja deh.
Kalau ada yang mau kritik, saran, komentar, protes, silahkan ke kotak review ya. Terima kasih sudah membaca dan sampai jumpa lagi~ XD
Review?