Flower on the Sand

Disclaimer : Masashi Kishimoto Sensei.

Story By : Yana Kim

Lenght : Chaptered

Rate : T semi M

WARNING!

Tidak ada manusia yang sempurna. Jadi harap maklum atas segala kesalahan yang mungkin terjadi. Hehehe.

Cast : Sabaku no Gaara x Yamanaka Ino

SUM:

Rombongan Konoha yang akan menghadiri pernikahan Shikamaru dan Temari dibuat tercengang oleh perlakuan khusus yang di berikan Kazekage pada Yamanaka Ino. Ada apa diantara mereka? Sejak kapan dua orang dengan sikap bertolak belakang itu, bisa menjadi begitu "dekat" ? Sequel of Fireflies.

.

.

.

Ekstra Chapter

.

.

.

Sunagakure di pagi hari. Gaara baru selesai dengan sarapannya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Gaara memang berencana untuk berangkat agak siang hari ini, karena semalam ia harus menghadiri rapat dengan para tetua mengenai kendala pembangunan dam air di timur Suna.

Suara pintu depan terbuka. Asame datang dengan barang belanjaannya. Sejak menikah dengan Ino lima bulan lalu, wanita itu tetap melakukan pekerjaannya seperti biasa. Bukan karena Ino tidak bisa melakukannya, Asame berkeras untuk tetap melakukan pekerjaannya karena merasa bertanggung jawab pada Gaara. Maklum saja, sebelum berangkat untuk menyelamatkan Gaara bersama tim dari Konoha, Chiyo sepupu jauhnya memintanya untuk menjaga Gaara saat dirinya mati nanti. Ia memberikan pesan terakhir seolah tahu bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Karena itulah, meskipun Ino sudah meminta Asame untuk tidak bekerja dan beristirahat saja, Asame tetap berkeras untuk bekerja.

"Ino-chan belum bangun?" tanya Asame seraya menyusun barang-barang yang baru di belinya dari pasar ke tempatnya.

"Belum, baa-san. Tidak biasanya." sahut Gaara.

"Sebenarnya ini biasa untuk seorang wanita yang sedang hamil. Terkadang bawaan bayi dalam kandungannya yang membuatnya seperti itu. Untungnya selama kurang lebih dua bulan ini, ia tidak mengalami muntah-muntah dan pusing seperti yang lainnya."

"Aa. Benarkah?"

Asame mengangguk.

"Apa Ino-chan sudah mulai meminta sesuatu yang aneh?" Asame berujar lagi. Kali ini ia membereskan peralatan makan yang baru selesai digunakan Gaara.

"Sesuatu yang aneh?"

"Seperti meminta makanan atau keinginan-keinginan lainnya yang cenderung tak masuk akal."

Selesai dengan acara berberesnya, Asame kemudian mengambil keranjangnya dan pamit pada Gaara yang masih terdiam dengan ekspresi bingung. Ia merasa tidak ada yang berubah dari Ino selain porsi makannya yang lebih banyak dari biasanya, serta perutnya yang mulai menunjukkan tanda bahwa ia tengah mengandung walaupun belum kentara.

"Baguslah kalau tidak ada. Mungkin belum, jadi kalau hal itu terjadi anda tidak perlu kaget lagi. Turuti saja, kalau tidak akan berpengaruh pada kondisi psikis dan juga kandungannya. Saya permisi dulu."

Gaara masih diam sampai Asame keluar dari rumahnya. Ia belum pernah mendengar tentang hal itu. Jujur saja, ia buta akan hal itu. Sebenarnya ia ingin mulai membaca buku tentang kehamilan sejak Ino hamil sekitar dua bulan lalu, namun pekerjaannya membuatnya tidak pernah sempat untuk menyambangi perpustakaan Suna. Gaara memilih beranjak untuk masuk ke kamarnya untuk berpamitan pada Ino karena hari sudah semakin siang. Ia harus segera berangkat ke gedung Kazekage.

Saat Gaara masuk ke kamar, Ino sudah terbangun. Wanita itu duduk di tepi ranjang dan membelakanginya sehingga Gaara hanya dapat melihat surai pirang istrinya itu.

"Kau sudah bangun?" Gaara menyapa istrinya seraya melayangkan sebuah kecupan di puncak kepala wanita itu.

"Anata..."

Gaara tidak menjawab namun mengangkat tangannya untuk mengelus lembut surai pirang milik istrinya itu.

"Aku ingin ke kamar mandi."

"Ke kamar mandi?" Gaara memandang bingung pada Ino, kemudian pada pintu kamar mandi yang ada di sudut kamar.

"Gendong."

"Hn?"

"Gendong aku dipunggungmu." Ino mengangkat kedua tangannya ke arah Gaara. Sebenarnya Gaara tidak mengerti pada permintaan tiba-tiba istrinya ini. Namun seketika ia mengerti begitu mengingat apa yang dikatakan oleh Asame-baasan beberapa saat lalu. Ia sudah tidak kaget lagi memang, tapi masih dilanda kebingungan apakah memang para wanita hamil seperti ini atas keinginan bayi tersebut atau malah keinginan sang ibu.

Gaara berbalik dan merendahkan badannya agar Ino bisa naik ke punggungnya. Dengan semangat wanita itu melingkari tangannya pada leher Gaara. Gaara memegang kedua kaki Ino agar wanita itu tidak terjatuh, kemudian berjalan ke kamar mandi yang hanya berjarak beberapa langkah dari tempat tidur mereka.

"Aku akan mandi. Jangan pergi kemana-mana. Gendong aku ke ruang makan ya."

"Hn. Aku mengerti."

Hal tersebut masih berlanjut. Gaara terpaksa berangkat ke gedung Kage ketika jam sudah menunjukkan pukul satu. Kali ini bukan karena drama minta gendong, tapi Ino yang tidak mengizinkan Gaara untuk berangkat ke gedung Kage. Wanita itu berkeras tidak ingin ditinggal oleh Gaara. Meskipun sudah memberikan penjelasan, Ino tetap tidak mau di tinggal. Wanita yang sudah berganti marga menjadi Sabaku itu bahkan menangis sampai sesenggukan sambil berkata kalau Gaara tidak mencintainya lagi. Akhirnya Gaara mengalah dan menemani Ino sampai wanita itu tertidur.

.

.

.

Malam harinya Ino kembali seperti biasanya. Seolah kejadian aneh itu pagi tadi tidak pernah terjadi. Wanita itu tampak ceria seolah bukan dirinya yang menangis sampai sesenggukan pagi tadi.

"Okaerinasai, Anata. Malam ini aku masak makanan kesukaanmu. Kau mau mandi dulu atau langsung makan."

Biasanya Gaara akan menanggapi ini dengan memberikan sebuah ciuman atau pelukan pada Ino. Namun karena masih syok atas kejadian tadi pagi dan perubahan mendadak Ino membuat Gaara bingung ingin bereaksi seperti apa. Ia hanya diam sampai Ino menyadarkannya bahwa ia sudah termenung beberapa saat.

"Anata?"

"Ya? Oh. Aku mandi dulu ya."

Gaara akhirnya memberikan sebuah kecupan di pipi istri pirangnya. Bersamaan dengan itu, tangannya mengelus lembut perut istrinya untuk menyapa sang buah hati. Ia ingat betul bagaimana air matanya turun tanpa di perintah begitu Ino memberitahu kalau ia tengah hamil dan mengandung anaknya. Rasa bahagia tidak bisa ia bendung sampai memeluk Ino terlalu erat sampai istrinya merasa sesak, kemudian secepat kilat melepaskan pelukannya karena takut anaknya ikut merasa sakit akibat tekanan berlebih yang diberikannya. Hal itu membuat Ino tertawa melihat tingkah menggemaskan calon ayah itu.

.

.

.

Selesai makan malam, Gaara memilih untuk membaca berkas tentang proyek pembangunan dam air yang kemarin mereka rapatkan. Kendala terkait bahan baku yang kurang karena belum tiba dari Iwagakure menjadi salah satu penyebabnya. Gaara duduk bersila di atas tempat tidur sambil menyandarkan punggungnya pada kepala tempat tidur. Ia hanya mengenakan celana tidurnya. Seperti biasa Gaara tidak pernah mengenakan atasan saat tidur. Kecuali ia sedang di Konoha dan sedang musim dingin disana. Tangannya memegang berkas yang sore tadi diberikan oleh Baki untuk diperiksanya. Ino yang baru selesai mandi sudah siap dengan gaun tidurnya. Ia tengah menyisir surai panjangnya, salah satu kebiasaannya sebelum tidur. Sejak mereka menikah, Ino memberikan sentuhan dekorasi di rumah yang membuat rumah yang sebelumnya sepi, kini benar-benar terlihat seperti rumah. Termasuk sebuah meja rias sederhana dengan kaca berukuran sedang yang kini ada di kamar mereka. Selesai dengan dengan kegiatannya itu, Ino bangkit dan naik ke tempat tidur. Namun bukannya berbaring seperti biasa, Ino malah mendudukkan dirinya di pangkuan sang suami. Tangannya melingkari leher Gaara dan menyandarkan dagunya pada pundak Gaara.

Gaara memilih meletakkan berkas ditangannya ke meja kecil di samping tempat tidur. Akibat kejadian tadi pagi, Gaara menyempatkan diri untuk membaca buku seputar kehamilan yang ada di perpustakaan Suna. Meskipun sudah dijelaskan dengan sederhana oleh Asame, namun dengan membaca buku tersebut kini Gaara benar-benar mengerti akan situasi yang disebut mengidam itu. Entah kenapa Gaara merasa hal itu merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan oleh calon bayi mereka agar mendapat perhatian dari ayahnya, dalam kasus ini adalah Gaara sendiri. Dan Gaara mendapati dirinya merasa tidak keberatan bahkan ia merasa senang. Setelah meletakkan berkasnya, Gaara membalas pelukan Ino dengan melingkarkan tangannya pada pinggang sang istri.

"Ada apa, hm?" tanya Gaara. Ino tidak menjawab masih betah dengan kenyamanan yang didapatnya di lekuk leher sang suami.

"Ino?" panggil Gaara lagi.

"Aku hanya ingin seperti ini."

"Hn." Tangan kanan Gaara naik dan mengusap lembut punggung Ino membuat kenyamanan kian melingkupi Ino.

"Anata, apa kau sedang sibuk akhir-akhir ini?" tanya Ino kemudian.

"Lumayan. Kenapa?"

"Benarkah. Kalau begitu tidak jadi."

"Ada apa? Katakanlah."

Ino diam sejenak. Seolah ragu untuk mengatakan maksudnya. Namun kemudian ia melepaskan pelukannya di leher suaminya itu dan menatap Gaara.

"Umm. Sebenarnya aku ingin kita ke Konoha."

"Kau merindukan ibu?" tanya Gaara. Ino menggeleng.

"Apa kau tahu tentang keadaan dimana seorang wanita hamil yang terkadang memiliki keinginan akan sesuatu?" Ino bertanya.

"Hn. Mengidam kan?"

Ino mengangguk. Rona merah tiba-tiba menghiasi wajah cantik itu.

"Aku... aku ingin makan daging di Yakiniku Q."

"Aa." Gaara mengangguk mengerti. Ino pernah bercerita tentang restoran daging yang terkenal di Konoha itu. Salah satu restoran yang punya kenangan untuk Ino, tim sepuluh dan juga Sarutobi Asuma.

"Selain itu ada yang sangat ingin ku lakukan. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba ingin melakukannya. Hanya saja keinginaan itu sangat menggebu-gebu. Aku jadi tidak tenang kalau belum melakukannya."

"Melakukan apa?" tanya Gaara penasaran.

Ino mendekat dan berbisik pada Gaara. Raut kaget muncul diwajah Gaara namun kemudian berubah menjadi senyum tipis dan anggukan.

"Beri aku dua hari untuk menyelesaikan pekerjaanku. Setelah itu kita berangkat ke Konoha. Bagaimana?"

Ino mengangguk senang. Senyuman lebar langsung menghiasi wajahnya. Ia kembali memeluk Gaara.

"Terimakasih, Anata! Aku mencintaimu!"

"Sekarang tidurlah. Ini sudah malam."

"Kau yakin?" tanya Ino.

"Apa maksudmu dengan yakin?" Gaara menatap bingung istrinya.

"Kata dokter kandunganku sehat, loh."

"Hn. Lalu?"

"Kalau kubilang ini bagian dari mengidam, bagaimana?"

Setelah kalimat dengan nada menggoda itu keluar, Ino meraih bibir Gaara dalam ciumannya. Kemudian mengeksplore rahang dan leher sang suami. Membuat sang empunya tak mau kalah dan menyerang balik dengan membalikkan posisi mereka. Sepertinya, edisi mengidam Ino malam itu akan jadi sangat panjang.

.

.

.

Sesuai janji Gaara, mereka berangkat ke Konoha dua hari kemudian dengan dikawal oleh dua orang Anbu. Karena kondisi kehamilan Ino, perjalanan memakan waktu sedikit lebih lama dari biasanya. Namun itu tidak mengurangi sukacita Ino begitu ia sampai di Konoha. Selesai berberes dan istirahat sebentar di kediaman Yamanaka, Ino langsung mencari Sakura dan Tenten untuk makan siang di Yakiniku Q. Ino meninggalkan Gaara yang masih tertidur. Anbu yang bertugas mengawal mereka malah tampak sedang mengawal toko bunganya membuat Hisami merasa tak nyaman. Padahal Ino sudah meminta mereka untuk beristirahat. Hinata yang sibuk dengan bayinya tidak bisa ikut dan Ino memakluminya. Mungkin ia akan menyempatkan diri berkunjung ke rumah Naruto nanti.

Sakura yang juga tengah hamil terlihat antusias menceritakan kondisinya. Perut istri Sasuke itu sudah membesar pertanda usia kandungannya lebih tua dari Ino. Tenten sendiri sedang galau akibat tangan kanan Raikage bernama Darui yang tiba-tiba menunjukkan ketertarikan padanya. Tenten kesal karena Raikage lah yang meminta Tenten untuk menjadi kekasih Darui, bukannya pria itu sendiri. Rasanya aneh saat Raikage berwajah seram itu menceritakan bagaimana Darui menyukainya sejak ia berhasil mengeluarkan rekan mereka yang terjebak dalam senjata milik si Kembar Ginkaku dan Kinkaku.

Ino dan Sakura tak berhenti tertawa membuat Tenten kesal. Namun sebenarnya Ino juga senang kalau Tenten akhirnya menemukan tambatan hatinya, walaupun sebenarnya belum pasti. Ino tahu Darui, dia ninja yang kuat dan tampangnya juga lumayan. Mereka mengakhiri sesi temu kangennya ketika Gaara datang menjemput.

"Oh... Kazekage datang menjemput ternyata. Aku senang kalian bisa bersatu dan akan memiliki anak. Tapi aku harap kau tidak plin plan lagi ya Gaara-sama. Karena kalau sampai itu terjadi lagi, aku akan mengeluarkan senjataku yang paling mematikan untuk membunuhmu."

Tenten menyapa sekaligus menyindir. Ia memberikan tekanan pada kata terakhir. Meskipun sudah tahu perihal genjutsu yang menimpa Gaara, Tenten tetap pada pendiriannya. Ia merasa Gaara terlalu lemah sampai terkena genjutsu dan hampir meninggalkan Ino karena itu.

"Aa. Aku senang dan berterimakasih karena kau masih seperhatian itu pada istriku. Aku harap kau segera menerima lamaran dari Darui, Tenten. Kasihan dia menunggu terlalu lama. Boleh kami permisi dulu?"

Tenten tidak bisa menyembunyikan rona merah di wajahnya. Padahal ia baru menceritakannya pada Ino dan Sakura hari ini. Tapi bagaimana mungkin Gaara bisa tahu perihal itu. Apa para Kage menyelipkan gosip disela rapat kenegaraan mereka? Bisa jadi. Ino dan Sakura hanya bisa menutup mulut menahan tawa.

"Hokage sudah setuju ingin bertemu. Kita langsung menemuinya dulu ya, setelah itu kita ke rumah Temari."

Ino mengangguk. Keduanya bergandengan menuju gedung Kage yang jaraknya tak jauh dari sana. Sizune menyambut mereka dengan hangat. Begitu juga dengan Kakashi yang duduk di ruangannya.

"Aku dengar kalian berdua ingin menemuiku. Kebetulan waktunya tepat sekali. Aku baru selesai rapat. Ada apa ya?"

"Hokage-sama. Terimakasih atas waktunya." Ino yang pertama kali menjawab.

"Ino, sudah berapa kali ku katakan jangan terlalu formal?"

Ino terkekeh. "Baiklah sensei. Sebenarnya yang ingin menemuimu itu adalah aku."

"Kau? Ada apa?" Kakashi memiringkan kepalanya pertanda bingung.

Ino memandang Gaara ragu. Kemudian beralih pada sang Rokudaime.

"Bolehkah... bolehkah aku memelukmu, sensei?"

Kakashi cukup kaget. Kemudian melirik pada Gaara meminta penjelasan atas apa yang baru saja di katakan oleh Nyonya Kazekage itu.

"Ino sedang mengidam, Rokudaime. Maaf dan mohon pengertiannya."

"Aaa.." Kakashi mengangguk mengerti.

"Aku mengerti. Selamat atas kehamilanmu, Ino. Tapi kenapa malah aku dan bukan kau, Gaara?" tanya Kakashi lagi. Pandangannya masih tertuju pada Gaara.

"Ini keinginan anak kami." Gaara menjelaskan.

Sekali lagi Kakashi mengangguk. Ia kemudian berdiri dan melangkah ke arah pasangan itu.

"Silahkan." Kakashi mengangkat tangannya.

Wajah Ino berubah dari ragu dan takut menjadi ceria. Ia memandang sekali lagi pada Gaara yang dibalas pria itu dengan anggukan. Kemudian Ino maju dan memeluk Kakashi. Rokudaime sendiri membalas pelukan Ino. Tiba-tiba ia teringat pada momen dimana ia dan tim sepuluh bertarung melawan Akatsuki untuk membalas dendam atas kematian Asuma, sahabatnya. Sejak saat itu Kakashi merasa ia menjadi pengganti Asuma untuk menjaga dan membimbing tim sepuluh. Beberapa saat kemudian, Ino melepaskan pelukannya. Menatap pada mata Kakashi yang entah kenapa tampak berkaca-kaca.

"Kakashi-sensei?"

"Aa. Aku tidak apa-apa." Kakashi menggeleng. Tanganya naik mengusap matanya.

"Tapi..."

"Aku hanya merasa aku semakin tua saja. Naruto sudah punya anak, Sakura sebentar lagi, dan sekarang mengetahui kalau kau hamil berarti aku akan mendapat dua orang cucu lagi. Jujur saja, aku merasa bahagia." Kakashi menggaruk tengkuknya.

"Sensei..." Ino ikut berkaca-kaca. Ia memeluk Kakashi sekali lagi.

"Terimakasih sensei. Aku ingin sensei tahu, kalau aku sangat berterimakasih padamu. Saat melawan Akatsuki, saat kami bingung tentang hubungan kami, dan saat ini. Terimakasih karena selalu ada buat kami. Terimakasih banyak."

.

.

.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore saat mereka keluar dari gedung Kage. Gaara sebenarnya ingin meminta Ino untuk istirahat barang sebentar sebelum mereka makan malam di kediaman Nara. Tapi Ino berkeras kalau ia tidak apa-apa dan masih kuat bahkan untuk mengelilingi Konoha sekali lagi.

Ino memang terlihat sama ceria daan fit nya seperti sebelum wanitai itu mengandung. Bahkan dalam perjalanan ke Konoha, Gaara dan anbu pengawal lah yang memaksa Ino agar mau beristirahat karena khawatir dengan kondisi Ino yang tengah hamil. Tapi Gaara jelas tahu, bahwa kondisi kehamilan Ino yang sehat merupakan sesuatu yang patut di syukuri.

"Sekarang aku mengerti kenapa anak kita tiba-tiba ingin memeluk Rokudaime." Gaara berujar. Tangannya yang menggandeng Ino semakin erat menggenggam tangan istrinya itu.

"Oh ya? Kenapa?" tanya Ino antusias. Senyuman tak hilang dari wajah cantik itu sejak mereka berpisah dengan Kakashi. Ternyata benar kata buku yang Gaara baca bahwa setelah wanita hamil mendapatkan apa yang diidamkannya, perasaan dan mood mereka sangat baik.

"Karena Rokudaime banyak berjasa dalam hidupmu, ibunya."

"Kau benar. Sepertinya begitu."

"Jujur saja, aku juga sangat berterimakasih pada Rokudaime atas kebijakannya perihal hubungan kita. Tidak salah aku mengaguminya. Aku ingin anak kita nanti sepertinya."

Ino terkekeh mendengar ucapan Gaara.

"Kalau aku ingin anakku seperti ayahnya saja. Sepertimu."

Sudut bibir Gaara tertarik. Menampilkan senyuman tipis pria itu yang semakin sering muncul sejak menikah dengan Ino. Mereka tiba di rumah Shikamaru. Gaara baru saja ingin mengetuk pintu ketika ketika Ino meraih tangannya.

"Entah kenapa aku jadi gugup begini."

Gaara mengangkat tangannya membelai pipi Ino yang baru Gaara sadari semakin berisi. Belum kentara memang, tapi Gaara menyadarinya.

"Jangan gugup. Lakukan seperti di saat kau berhadapan dengan Rokudaime. Ingat, ini permintaan anak kita."

"Tapi.."

"Lagipula ini kan Shikamaru, sahabatmu juga."

"Benar juga, dia pasti mengerti. Walaupun aku bingung kenapa anak kita meminta ini, tapi aku harus tetap melakukannya kan? Kalau tidak aku sendiri yang tidak tenang."

Gaara mengangguk, kemudian mengetuk pintu. Temari muncul dengan wajah senangnya. Ia sungguh bahagia mendengar kabar bahwa adiknya dan Ino akan datang ke Konoha.

"Aku sudah menunggu kalian." ujarnya setelah melepas pelukannya pada Ino.

Mereka masuk dan langsung menuju meja makan. Shikamaru baru keluar dari kamar dengan pakaian santainya. Ia memeluk Ino sebentar kemudian menyapa Gaara dan duduk di meja makan. Gaara sesekali memuji masakan kakaknya itu. Temari memang sudah banyak berubah sejak menikah. Berubah dalam artian yang baik. Masakannya hampir menyamai masakah restoran yang pernah Gaara makan. Tidak sia-sia Temari menunda kehamilannya sampai ia benar-benar menguasai resep obat-obatan keluarga Nara dan juga belajar memasak pada ibu mertuanya. Selesai makan mereka berkumpul di ruang tengah sambil meminum sake, untuk Ino, Temari menyiapkan teh hangat.

"Selamat atas kehamilanmu, Ino. Aku tidak sabar menantikan seperti apa anak kalian nanti. Apakan mirip Gaara atau malah mirip denganmu."

"Kau juga sepertinya sudah bisa program, Temari. Aku dengar kau sudah ikut membuat obat untuk dikirim ke rumah sakit Konoha. Masakanmu juga sudah melebihi masakan restoran."

Temari menunjukkan cengirannya.

"Sepertinya kau benar. Oh iya, apa kau mengidam sesuatu? Beberapa waktu lalu Sakura mengidam tomat sampai ia memborong tomat di pasar. Hinata malah jadi hobi makan ramen. Bagaimana denganmu?" Temari bertanya antusias.

"Sebenarnya tujuan kami ke Konoha untuk memenuhi keinginan Ino dan anak kami. Dia mengidam makan di Yakiniku Q dan memeluk Hokage." Gaara menjelaskan.

"Wah benarkah? Susah juga ya kalau apa yang diidamkan berada jauh dari Suna. Tapi memeluk Hokage? Benar- benar unik ya."

"Kenapa tiba-tiba kau ingin memeluk Hokage?"

"Aku juga tidak tahu. Aku hanya sangat ingin melakukannya. Sebenarnya, ada satu lagi yang ingin aku lakukan dan ini ada hubunganya denganmu, Shikamaru."

"Kau mengidam sesuatu yang berhubungan denganku? Seperti memeluk Hokage, begitu?"

Ino mengangguk antusias.

"Kau mengidam ingin memeluk Shikamaru juga?" tanya Temari. Kali ini Ino menggeleng.

"Lalu?" tanya Shikamaru.

"Sejak beberapa hali yang lalu, keinginan ini selalu mengganggu pikiranku sampai aku tidak bisa tidur. Ini lebih menggebu dari pada memeluk Kakashi-sensei."

Pasangan Nara itu diam menunggu Ino melanjtkan perkataannya.

"Shikamaru, aku ingin... aku ingin menjambak rambutmu. Boleh ya?"

"APA?!" Bukan hanya Shikamaru, Temari juga bersorak kaget bercampur bingung.

"Ini juga bukan keinginanku. Boleh ya? Ya?"

Ino memandang Shikamaru dengan tatapan memohon. Shikamaru tahu ini, hampir setengah hidupnya dihabisnya menjadi bagiana tim sepuluh dan ia sudah terlalu sering melihat ekspresi memohon Ino maupun Chouji dan jujur saja ia tidak bisa menolak. Apalagi jika ini merupakan bagian dari masa mengidam Ino.

"Haaah... Mau bagaimana lagi. Baiklah, lakukan."

"Terimakasih, Shikamaru."

"AAAAKH! Kenapa kau melakukannya tanpa aba-aba?! In sakit sekali!"

.

.

.

"Aku mungkin bisa mengerti kenapa aku tiba-tiba ingin memeluk Kakashi-sensei. Tapi menjambak Shikamaru, aku benar-benar tidak tahu kenapa aku ingin sekali melakukannya. Aku merasa tidak pernah punya dendam apapun padanya."

Ino berbaring di tempat tidur setelah selesai menyisir rambutnya. Gaara sendiri baru selesai mandi dan duduk di pinggiran tempat tidur sambil memakai kaus putih miliknya. Setelah selesai, ia ikut membaringkan dirinya diatas ranjang dengan seprai berwarna ungu muda itu. Kamar Ino merupakan salah satu ruangan favoritnya. Hanya berada di ruangan itu saja membuat Gaara merasa sangat nyaman.

"Aku ada."

"Hm? Kau bilang apa?" tanya Ino.

"Tidak. Aku hanya bergumam." Gaara menarik Ino ke dalam pelukannya.

"Anehnya, kenapa justru kau yang merasa senang setelah aku melakukannya, anata?" tanya Ino dalam pelukan Gaara.

"Aku biasa saja."

"Aku bisa lihat dengan jelas ekspresi puasmu setelah aku melakukannya. Kau terlihat senang." Ino mencubit pipi Gaara gemas.

"Hanya perasaanmu saja. Aku hanya lega karena keinginanmu dan anak kita sudah terpenuhi."

"Hmm. Terimakasih sudah meluangkan waktumu, anata. Kita bisa pulang besok atau lusa."

"Kau yakin? Apa kau tidak mengidam sesuatu yang behubungan dengan Konoha lagi?"

"Itu bukan sesuatu yang bisa kita atur, Gaara-kun. Aku merasa urusanku di Konoha sudah selesai. Kau masih banyak pekerjaan kan?"

"Hn. Kita pulang dua hari lagi. Kau bisa menghabiskan waktumu dengan Ibu, Hisami dan teman-temanmu dulu."

"Baiklah. Oh iya, bagaimana kalau besok kita ke rumah Naruto. Aku ingin melihat bayi mereka."

"Hn."

Ino melihat Gaara yang sudah menutup matanya.

"Anata," panggilnya. Gaara tidak menyahut. Ino mengangkat tangannya naik dan membelai lembut wajah suaminya itu dengan ujung telunjuknya. Sebuah kecupan Ino daratkan pada kening Gaara.

"Aku mencintaimu, Gaara-kun."

"Aku juga mencintaimu." Ino kaget saat Gaara membalas ucapannya. Mata pria itu masih tertutup.

"Eh? Aku kira kau sudah tidur."

"Hn. Apa kau mau bilang kalau kandunganmu sehat?"

"Ha?"

"Aku juga ingin. Tapi maaf, Ino. Kita sedang dirumah Ibu."

"Apa maksudmu?" tanya Ino. Gaara memang masih menutup matanya, tapi Ino yakin suaminya itu tahu jelas kalau wajah Ino sudah memerah sempurna.

"Kau mengerti maksudku, sayang. Jadi tidur ya." Gaara mengeratkan pelukannya.

"Aku memang mau tidur!" Suara kesal Ino teredam oleh pelukan erat suaminya.

"Hn. Aku juga mencintaimu."

.

.

.

FIN

.

.

.

A/N :

Maaf banget kalau Gaara kelewat OOC disini. Hahahaha... Aku hanya ingin membuat dia terlihat kiyuuut. Aku selipin Tenten dan Darui dikit. Kayaknya aku rencana bikin oneshot mereka. Mereka cute banget ga sih? Apa Cuma aku yang merasa begitu? Hehehe

CAH! Ini dia ekstra chap buat teman-teman sekalian. Terimakasih banyak atas semua dukungannya. Kalian yang terbaik! Jangan lupa jaga kesehatan teman-teman. Tetap semangat dalam beraktivitas. Walaupun tidak saling mengenal secara pribadi, aku tetap mendoakan kesehatan teman-teman semua. Karena kita adalah sahabat di dunia perfanfictionan. Hehehe. Ai lop yu, gais!

Btw, Kita akan bertemu lagi dengan cerita baru. Mau tahu siapa pairingnya? Tunggu minggu depan yaaa..

Salam,

Yana Kim ^_^