Penyatuan Kita Akan Menghentikan Ini.

Rate: M

Detective Conan and Magic Kaito punya Aoyama Gosho. Aku cuman pinjam karakternya demi membuat dan memenuhi asupan pribadi yang sedang amat sangat bucin dengan KaiShin.

Warning! Typo, Gaje, banyak Plot Holenya dan sebangsanya. Shinichi adalah WANITA. Yeps, ini genderbend Shinichi.

Happy—oh, terakhir, DLDR!

DONT LIKE DONT READ.

Dosa dan segala hal yang membuat readers menggila, menjerit, menangis, dan sebagainya bukan tanggung jawab saya. Ditanggung sendiri ya (ngakak nista).

Happy Reading!

.

.

.

.

Kaitou KID tampak duduk termenung diatas pagar pembatas gedung. Jarinya yang tertutup sarung tangan memainkan permata yang baru saja dicuri.

Pikirannya melayang pada kejadian dirumahnya 3 bulan yang lalu.

Kejadian dimana gadis cilik bernama Conan menciumnya dan menghilang tanpa jejak hingga saat ini. Ia bahkan sudah melakukan pertunjukannya 2 kali. Tapi gadis itu bahkan tidak pernah muncul lagi.

Yang lebih mengherankan, Snake, pembunuh yang mengincarnya itu sudah tidak pernah muncul. Yah, bukan apa. Hanya saja ini hal yang cukup aneh.

Kembali pada Conan, kenapa Kaito merasa rindu? Sebenarnya siapa gadis kecil itu? Hakuba juga belakangan selalu menghilang dengan alasan kasus. Namun tidak ada berita apapun mengenai kasus besar dan pemuda pirang itu tidak menghadiri pertunjukannya.

Jika Kaito bertanya, Hakuba hanya akan bungkam. Bahkan saat ia menjahilinya. Membuat Kaito merasa sedikit frustasi namun ia juga tidak memiliki informasi tentang Conan lebih jauh.

"Oi, sampai kapan kau akan duduk termenung disana seperti orang yang tengah patah hati?" suara itu menarik kesadaran Kaito. Membuatnya langsung awas dan turun dari tempatnya semula.

Seorang gadis yang tampaknya seumurannya tengah berdiri membelakanginya. Memakai dress tiga per empat warna hitam yang sedikit berkibar tertiup angin kencang. Ia memakai jaket yang menutupi lengan dan bahunya dari dinginnya angin malam.

Saat ia berbalik, oksigen disekitarnya terasa menghilang.

"Aku kembali, Kaito..." gadis itu mirip sekali dengan Conan versi dewasa tanpa kacamata bulatnya. Sekaligus mirip dengan Shinichi... Shinichi-nya...

"Shi...ni...chi...?" Kaito terbata, apa yang ada didepannya ini nyata kan? Gadis ini... benar benar Shinichi?

Lalu saat gadis itu merentangkan tangan, Kaito tidak dapat menahan diri untuk tidak segera masuk kedalam dekapan itu.

"Shinichi. Shinichi. Shinichi. Shinichi. Shinichi. Aku bertemu denganmu lagi... kau ada didepanku, dipelukanku. Hsk, Shinichi..." Kaito meracau, ia benar benar bahagia. Aroma Shinichi yang lembut dan menenangkan dihirupnya dalam dalam. Aroma yang tidak sekalipun pernah dilupakannya.

"Ya, Kaito. Ini aku, Shinichi-mu..." Shinichi pun melakukan hal yang sama. Memeluk Kaito erat dan menenggelamkan diri pada pelukan hangat kekasihnya.

Kaito melepas pelukan mereka hingga ia dapat melihat wajah kekasihnya lebih jelas, dan Shinichi mengusap air mata yang mengaliri pipi Kaito tanpa ia sendiri sadari. Wajah mereka berdekatan dan sebuah ciuman manis terjadi.

Penuh perasaan, penuh cinta.

Lengan Shinichi mulai mengalungi leher Kaito saat Kaito menarik pinggangnya lebih mendekat. Ciuman mereka mulai menjadi panas jika saja Kaito tidak tersentak kaget dan langsung mundur beberapa langkah.

"Shin...ichi... tidak—tidak, tidak seharusnya kita bertemu seperti ini—" Kaito meracau panik, membuat Shinichi menatapnya sedih.

"Kai kumohon dengarkan aku dulu—" Shinichi menangkap lengan Kaito tepat sebelum kekasihnya itu melarikan diri dengan Hang Glider-nya.

"Tidak Shinichi! Jika kita bertemu maka salah satu dari kita akan tiada lagi—aku tidak mau! Aku tidak mau melihatmu mati dihadapanku lagi!"

"Kai dengarkan aku!"

"Kumohon lepaskan aku Shinichi!"

"AKU SUDAH MENEMUKAN CARANYA!" pada akhirnya gadis itu berteriak. Membuat pemberontakan Kaito terhenti begitu saja.

"Ha... hahaha.. jangan bohong, Shinichi... kumohon... itu tidak mungkin..."

Shinichi menatap Kaito yang masih bergerak gelisah dengan penuh keyakinan. "Kalau kau tidak percaya... aku punya bukti kuat. Bukti yang sudah ku kumplkan selama bertahun tahun, bahkan saat aku baru berumur 7 tahun!"

"Dan bagaimana bisa kau begitu yakin bahwa kita tidak akan terpisah lagi Shinichi?! Apa kau tidak merasa sakit?!" Kaito melepaskan tangan Shinichi di lengannya, beralih mencengkram kedua bahu Shinichi dan secara tidak sadar membentaknya. "Apa kau tidak merasa sakit saat melihat aku atau kau sendiri mati dihadapanmu?! Aku lelah, Shinichi! Aku lelah mengetahui kenyataan bahwa salah satu dari kita akan kembali mati saat kita bertemu!"

"Kai..."

"Cukup Shinichi... bukankah lebih baik kita tidak bertemu? Ini semua kesalahanku... jika saja aku tidak memecahkan pandora... kau... kau pasti masih hidup dan tidak perlu merasakan takdir kejam ini!"

"Kaito! Jangan berkata seperti itu!" Shinichi menyentak Kaito, memeluknya erat dan menghapus air mata yang mengalir deras. "Sesakit apapun... aku akan baik baik saja, Kai."

Kaito berhenti memberontak, beralih memeluk Shinichi erat dan menangis di ceruk lehernya. "...hsk..."

"Aku akan baik baik saja... karena aku tau aku akan kembali bertemu denganmu. Selama itu terjadi, aku akan selalu baik baik saja. Itu karena kamu, Kai." Shinichi menepuk nepuk Kaito lembut, "Maaf, kau pasti sangat menderita kan?"

"Kai, kalau kau masih tidak percaya, datanglah ke mansion Kudo. Aku akan menunggumu... kita bisa menyelesaikan ini bersama. Aku yakin karena selama ini takdir telah selalu mempertemukan kita..."

"..." Kaito melepaskan pelukannya, menatap Shinichi dengan tatapan rumit. "Aku... aku akan memikirkannya." dan seketika asap putih menghalangi pandangan Shinichi, lantas Kaito menghilang.

"Aku akan menunggu... aku mencintaimu, Kaito.."

'Aku juga, Shinichi.' Bisik Kaito dari balik kegelapan malam.

.

.

.

.

Buku misteri bertumpuk disebelahnya bersama kopi hitam yang sedikit mengeluarkan uap. Shinichi duduk menyamankan diri dengan buku misteri tebal di pangkuan.

Aqua-nya fokus pada setiap barisan kata yang merangkai kalimat kalimat bersambungan. Tanpa sadar larut dalam cerita.

"Shinichi..." ia tidak terkejut saat kedua lengan beralut jas putih memeluknya dari belakang bersamaan dengan wangi familiar. "Membaca Sherlock, eh?"

"Nnnh... Kaito, kau datang..." Shinichi sedikit melenguh saat Kaito bernafas di lehernya. "Oi, geli.."

"Ya, dan aku menagih penjelasan." Kaito menarik diri, memutar dan berhadapan dengan Shinichi.

Menghela nafas, Shinichi bangkit berdiri dan melangkah kearah rak buku disudut. Menarik tuas tersembunyi dan seketika tangga menuju bawah tanah terpampang.

"Ikut aku, Kai..."

Kaito terkekeh, mengubah seragam KID-nya menjadi baju biasa dan membuat Shinichi menatapnya lamat lamat. "Tentu saja aku sudah tau itu, Shin-chan... dan aku juga tau, kau sudah menangkap pembunuh ayahku..."

Mendekat, Shinichi mengalungkan lengannya pada leher Kaito dan mencuri kecupan dari kekasihnya. "Aku hanya menghindari adanya kemungkinan mereka mengacau..."

Tersenyum mesum, Kaito meraih pinggang Shinichi dan mencium gadis itu. "Terimakasih sudah membuat mereka dipenjara..."

"Sama sama. Nde, kamu mau ke ruang penelitianku atau mau pindah ke ranjang saja?" Shinichi tersenyum menantang, tapi Kaito melepaskan pelukan mereka dan mundur satu langkah.

"Aku ingin segera menyelesaikan kutukan ini. Aku tidak mau kau kembali mati..."

Shinichi mengangguk, mendahului Kaito turun dan menyalakan lampu agar lebih terang dan mereka tidak akan tersandung.

Ruangan bawah tanah itu seperti perpustakaan di atas, namun lebih kecil dan bukunya tidak berisi misteri, namun tentang penelitian dan macam permata. Juga tentang teori kehidupan reinkarnasi. Ada meja kerja ditengah ruangan, penuh dengan buku tebal terbuka acak berserakan dengan berbagai bahasa kuno—yang entah kenapa Kaito mengerti artinya. Disisi sisinya, dinding penuh dengan rak buku.

Lalu pandangan Kaito jatuh pada dinding yang penuh tempelan kertas coretan dan paku yang menghubungkan benang merah satu sama lainnya diapit oleh rak berisi buku dikanan-kirinya. Indigo-nya membulat saat tidak sengaja membaca salah satu berita tentang Magician Under Moonlight. Itu dirinya! Dirinya sebagai Kaitou KID pertama!

Tunggu, berita berita apa yang tertempel disini?!

Kaitou KID pertama yang kehilangan kekasihnya saat ia mendapat sihir dari sebuah permata bernama pandora. Fenomena bulan merah yang terjadi seribu tahun sekali. Kejadian bulan dan matahari ungu dihari kematian Kaitou KID pertama. Kekasih paling tersiksa. Fenomena aneh di muka bumi seharian. Kaitou KID kembali setelah 24 tahun menghilang. Sepasang kekasih yang bunuh diri layaknya Romeo dan Juliet—

"Sh—shinichi... ini..."

"Itu kita, Kai. Semua berita itu memuat tentang kita." Shinichi dibelakangnya duduk dengan coklat hangat ditangan. "Sobekan kertas itu kuambil dari buku buku teori. Aku menggabungkan semua hal itu dan mendapat sebuah kesimpulan."

"Ta—tapi bagaimana bisa berita tentang nama reinkarnasi kita ada ditanganmu?!" Kaito menatap tidak percaya, nyaris berteriak saat tidak sengaja melihat berita Edogawa Conan yang disebut sebut memiliki kejeniusan diatas rata rata. "Kau—jangan bilang kau adalah Edogawa Conan?!"

Shinichi menghela nafas, Kaito-nya pasti terguncang.

"Kai, sini duduk bersamaku. Aku akan meceritakan semuanya." Shinichi menaruh gelasnya di meja kecil disamping sofa, mengulurkan tangan dan menyambut Kaito yang langsung mendusel padanya. Aqua-nya menatap dinding penuh tempelan didepannya kosong, sedangkan tangannya refleks mengusap rambut berantakan Kaito.

"Aku bilang duduk bersamaku, bukan berlutut didepanku seperti ini..."

"Aku hanya ingin memelukmu... Shinichi."

"Tapi tidak berlutut seperti ini..."

Kaito memandang Shinichi dalam diam, kemudian tanpa aba aba ia berdiri dan mengangkat pinggang Shinichi.

Belum sempat Shinichi protes, Kaito sudah mendudukkan diri disofa dan menurunkan Shinichi di pangkuannya. "Dengan begini aku dapat memelukmu."

Gadis dipangkuannya mengerjap, lalu blushing saat lengan Kaito merambat untuk memeluknya lebih erat. "Ka-kai..."

"Ceritakan, Shinichi... kumohon, aku begitu takut kau akan mati lagi. Melihatnya sangat menyaitkan..."

Menghela nafas, sambil mengusap usap kepala berambut coklat gelap yang mendusel pada bahunya, Shinichi memulai kisahnya.

"Apa kau ingat awal dari semua ini? Kau bunuh diri setelah seminggu aku tiada. Orang orang menyebutmu penyihir yang beruntung, tapi kau malah bunuh diri dan setelah kematianmu, matahari berubah menjadi ungu dan bulan menjadi merah seharian. Membuat semua umat manusia panik, mengira hari kiamat telah tiba. Nyatanya tidak terjadi apapun hingga sekarang."

"Kecuali reinkarnasi kita yang terus berulang bagaikan kutukan. Iya kan?"

Shinichi mengangguk, dan Kaito makin mengeratkan pelukannya.

"Pandora menginginkan kita bersatu, Kai. Itu sebabnya kita selalu mati bersama. Kau ingat reinkarnasi dimana jiwaku tertahan didunia bukan?"

"Dan jiwamu berhasil pergi saat aku ikut bunuh diri..."

"Ya. Dan setelah reinkarnasi pertama kita dimana aku melupakanmu sesaat dan mengingatmu sebelum aku mati, aku selalu mengingatmu, berusaha mencari cara memutus kutukan ini. Dan kau selalu menemukanku disaat aku nyaris putus asa. Kau selalu menyelamatkanku Kai."

"Cukup, Shinichi. Aku mulai paham sebagian besarnya. Lalu perihal Conan? Bagaimana bisa kau mengecil? Kau tau, aku bahkan merasa aku adalah pedofil karena berciuman panas dengan anak dibawah umur."

Shinichi dipelukannya tertawa, "Maaf Kai, tapi itu harus dilakukan. Setidaknya agar 'jiwa' pandora didalam diri kita bertemu dan 'mengetahui' bahwa 'mereka' akan bersatu."

"Huh, kenapa harus saat masih berwujud Conan?" Kaito cemberut, melampiaskan rasa kesalnya dengan menggigit kecil perpotongan leher kekasihnya.

"Kai! Geli! Saat itu aku masih melawan Black Organisasion, jadi aku belum bisa kembali sebagai Shinichi. Kai! Berhenti menggigit leherku!"

Kaito melepas gigitannya, menjilat bekasnya dan tersenyum mesum. "Awww, Shin-chan manis sekali~ aku jadi ingin memakanmu~"

Shinichi mendengus, "Shut up! You can eat me later. Mau masih ingin tau perihal Conan atau tidak?"

Kaito menarik kepalanya dan mencium Shinichi. "Tentu saja aku masih ingin mengetahuinya. Bagaimana caranya kau bisa menjadi kecil seperti itu?" ucapnya setelah nyaris membuat Shinichi melenguh dengan ciumannya.

"Manis sekali, aku tidak tahan, Shin-chan. Jangan membuat wajah seperti itu didepan yang lain selain aku, okay?"

"Kai—aku... aku ceroboh karena terlalu fokus dengan kasus..." Shinich mencoba menjelaskan saat aura Kaito terasa menusuk. Seakan akan sudah mengerti mengapa Shinichi bisa mengecil menjadi anak 7 tahun.

"Oh, aku sudah menduga itu."

"Mereka meminumkanku sebuah obat... dan aku berubah menjadi 'Conan'. Tapi sekarang aku sudah kembali Kai... dengan bantuan Shiho, mantan anggota organisasi dan para polisi dunia."

"Ya. Kau kembali dengan selamat." Kaito mencium Shinichi kembali dan turun menyerang leher yang terlihat. "Aku akan meninggalkan tanda padamu... aku mencintaimu, sampai rasanya aku akan gila saat mengerti kau nyaris menghilangkan nyawamu lagi."

"Nnnh... Kai..." lengan Shinichi meraih leher Kaito, mendesah memalukan namun membiarkan Kaito yang sedang agresif bertindak sesukanya. "Tanggal kejadian bulan merah dan... ngh... matahari ungu itu tetap sama... shhh... tanggal 4 mei... setiap... seribu tahun... aakh... Kai! Sakit..."

Kaito menarik diri, menatap beberapa tanda yang sukses ia ciptakan dileher dan bahu Shinichi. Dahinya sedikit berkerut, 4 mei itu... ulang tahun Shinichi dan tanggal kematiannya. "4 mei?"

Shinichi mengangguk, menatap Kaito dengan mata berkaca dan berucap, "tanggal 4 mei... hari ulang tahunku dimasalalu dan hari dimana kau bunuh diri... dikehidupanku sekarang, tanggal ulang tahunku adalah 4 mei.."

"Lalu, bagaimana cara memutus kutukan ini? Ulang tahunmu sebentar lagi. Dan aku masih ingat tanggal kematian salah satu dari kita adalah 5 mei. Itu selalu berulang." Kaito memperhatikan Shinichi yang mendadak merah padam dipangkuannya. "Shin-chan?"

"Pada tanggal 4 mei tahun ini... tragedi bulan merah akan kembali terulang... dan kita harus... harus..." wajah Shinichi makin memerah, dan Kaito mulai menangkap maksudnya. "Itu... itu..."

"Kita harus bersatu pada saat itu ya, Shin-chan?" pernyataan Kaito membuat Shinichi tersentak dan memalingkan wajahnya, terlalu malu untuk melihat Kaito.

'Awww, imutnya! Shin-chan memang yang terbaik! Aku mencintaimu Shin-chan!' batin Kaito menjerit. Shinichi-nya memang selalu manis.

"... saat yang tepat untuk kita bersatu adalah hari dimana 'pasangan' Pandora ikut meninggalkan dunia, menyebabkan bulan dan matahari menangis darah. Itu sebabnya fenomena itu disebut sebagai tangisan darah..."

Kaito terdiam, di hari ulang tahun Shinichi ia akan menyentuhnya—astaga. Wajahnya ikut merona mendengarnya.

"Shin-chan, kalau bisa aku ingin mengikatmu dulu... baru menyentuhmu. Aku tidak mau jika sampai kelewatan hingga kau hamil, terlebih kita masih kuliah." Kaito kembali mendusel untuk menyembunyikan wajahnya yang panas, begitupun Shinichi yang otomatis bersembunyi di bahu lebar Kaito.

"Kalau begitu... jangan jauh jauh dariku. Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang tak terduga padamu..."

"Tentu Shin-chan, tapi izinkan aku mengabari ibuku untuk mengenalkanmu. Tentu saja aku ingin bertemu dengan pasangan Kudo untuk secara sopan meminta putri mereka untuk menjadi Istri dari Kuroba Kaito."

Shinichi mengangguk, hatinya diam diam berbunga. Bahagia karena Kaito begitu gentle dengannya.

Kaito melirik jam tua yang berdenting dipojok ruangan, sudah jam setengah tiga pagi. Mereka harus tidur.

"Shin-chan, ayo tidur. Dimana kamarmu? Kita bahas hal ini nanti."

"Dari ruangan atas belok kanan, kamarku ada di lantai atas ditenga—Kyaa! Kai!" Shinichi menjerit saat Kaito mendadak mengangkat tubuhnya seperti pengantin baru.

"Pegangan, sayang. Aku akan menggendongmu." Kaito tersenyum saat Shinichi mengalungkan lengan dilehernya. "Kau ringan sekali sih. Tapi aku suka."

Shinichi mengalihkan pandangan, "k-kalau kau sih, semua yang ada pa-pada diriku pasti suka... cinta malah."

Kaito tertawa dan mengeratkan gendongannya. Menaiki tangga dan mematikan lampu ruangan Shinichi lantas menutupnya seperti sediakala.

"Kai... kau mau tidur sendiri atau bersamaku?" pertanyaan Shinichi membuatnya menyeringai mesum, "Oh tidak, aku tau apa yang ada didalam pikiran mesummu itu."

"Ahaha, kau yang mengundangku, Shin-chan~ hummpp!" mulut Kaito seketika terbungkam oleh tangan Shinichi yang membekapnya. "Huump-huuhup-huhuhuph,"

"Diamlah! Kau bilang tidak akan menyentuhku dulu—gyaa! Apa yang kau lakukan?!" Shinichi refleks melepas bekapannya saat Kaito malah menjilat telapak tangannya.

"Salahmu memancingku begitu. Dasar! Tenanglah, aku tidak akan melakukannya jika kau belum siap." Kaito menurunkan Shinichi diatas kasurnya, mengunci pintu dan ikut naik keatas kasur.

"Tapi kalau kau memintanya..." Shinichi menatap Kaito yang menarik selimut untuk mereka berdua, jika Kaito yang memintanya... ia akan dengan senang hati memberikannya.

"Shh, Shin-chan. Kita bahas lagi nanti. Ayo tidur, sini." Kaito malah menarik Shinichi mendekat dan menutup tubuh mereka dengan selimut. Memeluknya posessif. "Oyasumi," lalu mencium dahinya dan tertidur.

"Oyasumi, Kaito." Shinichi bangun, balas mencium pipi Kaito dan menyamankan diri dalam dekapan Kaito.

.

.

.

.

Yukiko masuk kedalam rumahnya, menjerit dan mencari keberadaan anak perempuannya. Sedangkan suaminya hanya dapat geleng geleng kepala mengetahui kebiasaan istrinya.

Brak!

"Shin-chan ibu pulang—eh?" Yukiko yang baru saja mendobrak pintu kamar anaknya (hingga membuat kuncinya jebol) mematung saat menyadari tidak hanya anaknya yang ada didalam ruangan itu.

Penasaran, ia mendekat dan melihat bahwa anaknya dan seorang pemuda yang mirip dengan anaknya namun versi laki laki tengah tidur berpelukan.

"KYAAAAAAAAAAAAAAA! SHIN-CHAN! YU-KUN CEPAT KEMARI!" ia menjerit histeris. Mengagetkan Shinichi dan Kaito hingga mereka cepat cepat bangun.

"Ka-kaa san!" Shinichi panik, oh tidak—jangan sampai ibunya salah paham. Ia langsung bangun namun tertahan lengan Kaito yang melingkari perutnya.

"Ada apa Yukiko?" Yusaku muncul dari balik pintu, menatap terkejut dengan adanya Kaito diatas kasur disamping anaknya.

"T-tou san..."

"KYAAAA! YU-KUN! AKU AKAN SEGERA PUNYA CUCU!" Yukiko menjerit dan memeluk suaminya, tampak begitu gembira.

"KAA SAN! KAMI TIDAK MELAKUKAN HAL ITU!" Shinichi ikut menjerit dengan wajah merah padam. Sedangkan Kaito yang gugup hanya mampu diam ditempatnya.

"Huh! Shin-chan bohong! Lalu apa itu bekas di lehermu?" tuding Yukiko, membuat Kaito maupun Shinichi makin memerah ditempatnya.

"I-ini..." Shinichi tergagap, namun tidak dapat mengelak tanda di lehernya.

Poof!

"A-ano... saya Kuroba Kaito! Salam kenal!" Kaito mengambil atensi dengan memperkenalkan diri. Menyelamatkan Shinichi dari rasa malu yang membakar wajahnya.

"Kuroba? Sepertinya aku mengenalnya... tunggu. KAU ANAKNYA KUROBA TOICHI?!" Yukiko menjerit lagi. Hingga Kaito diam diam merasa ngeri. "KYAAA! AKU HARUS MEMBERI TAHU CHI-CHAN!"

"Yukiko, itu berlebihan..." Yusaku yang dari tadi diam, mencoba menstabilkan istrinya yang nyentrik.

"Hah? Berlebihan apanya? Mereka itu harus segera di ikat! Aku mau punya cucu!"

"Anoo... sepertinya onee-san salah paham... saya belum menyentuh Shinichi."

Yukiko yang mengotak atik ponselnya langsung terdiam. Yusaku sepertinya sudah berusaha menjelaskannya tadi? "Kalau begitu sentuh saja Shin-chan sekarang!"

"H-hah?! Kaa san!"

"Moshi moshi, Chi-chan? Ini Yukiko, bisa kita bertemu? Sepertinya kita akan berbesan secepatnya... ha'i, Kai-chan sudah memperkenalkan dirinya padaku. Ha'i."

Perkataannya dianggap angin lalu. Poor you, Shin-chan.

"Tou san percaya padamu. Kalian belum melakukannya. Tapi... sepertinya apa yang kau cari sudah ketemu, Shinichi." Yusaku mendekati Shinichi dan Kaito, lalu mengusap puncak kepala keduanya.

"Tou san..."

"Yusaku-san..."

"Karena itu, biarkan kami menyatukan kalian dengan sah. Karena mendengar cerita dari Shinichi, kalian sudah sangat menderita selama ini."

Kaito tertegun, sedangkan Shinichi bangkit dan memeluk ayahnya. "Arigaou, Tou san.. sudah percaya padaku."

"Tunggu—Shin-chan, kenapa kau tidak bilang kalau kau sudah menceritakannya pada ayahmu?!"

Shinichi menoleh dan memeletkan lidah, "Aku sengaja kok."

Dan sejujurnya Kaito mendadak ingin sekali menghukum Shinichi karena membuatnya kesal. Sayang sekali sekarang sedang tidak bisa. Mungkin lain kali ia akan menghukumnya habis habisan.

Haha. Sadis kau Kaito.

.

.

.

.

Tanggal 4 Mei.

Shinichi menatap pantulannya yang memakai gaun biru polos tanpa lengan dengan panjang selutut. Rambutnya digerai seperti biasa namun ibunya menambahkan jepit permata pada sisi kepalanya. Wajahnya pun dirias sederhana. Hanya bedak tipis dengan eyeliner dan liptint.

Perasaannya sedikit gelisah. Ia bahkan melirik ponselnya berkali kali. Kaito belum memberi kabar apapun dari kemarin. Sudah seminggu mereka terpisah jarak, dan Kaito yang belum memberi kabar membuatnya cemas.

"Akhirnya Shin-chan tampak seperti wanita! Kaa san harus berterimakasih pada Kai-chan nanti!" Yukiko memfoto Shinichi dari segala sudut, membuat gadis itu risih.

"Haa? Untuk apa kaa san berterimakasih padanya."

"Yah karena dia, Shin-chanku yang dulunya suka memotong pendek rambutnya hingga tampak seperti laki laki akhirnya mau memanjangkan rambut sampai seperti ini."

(Sekedar info, Shinichi selalu potong cowok sebelum jadi 'Conan'. Bahkan nyamar jadi cowok. Alasannya biar gampang kalau menghadapi kasus [jika dia terang terangan menjadi perempuan, tentunya ia akan dalam bahaya jika pelaku ingin balas dendam padanya]. Tapi setelah jadi 'Conan' dia mulai panjangin rambut sampe sepunggung. Shinichi disini jadi 'Conan' sudah nyaris 4 tahun. Makanya rambutnya bisa sepanjang itu.)

"Ka-kaa san! Kau tau sendiri aku memanjangkan rambut bukan untuk Kaito!"

Yukiko cekikikan, "kurasa tidak hanya karena hal itu, Shin-chan."

"Sudahlah, sudah saatnya kita berangkat atau kita akan terlambat nanti."

"Yu-kun, hari ini tragedi itu kan? Tangisan darah..."

Yusaku mengangguk, melirik Shinichi yang bergerak gelisah. "Shinichi, tenanglah. Kaito akan baik baik saja."

"Lebih baik kita segera berangkat. Ayo turun."

.

.

.

.

Mereka mengadakan acara pertunangan ini di hotel starlight, kota Shibuya. Rencananya besok mereka baru akan mengambil gambar untuk disebarluaskan. Mengingat banyak kenalan keluarga Shinichi dan Chikage yang ada diseluruh dunia. Khususnya jepang dan amerika.

Acara ini sendiri hanya dihadiri kerabat dekat dan berlangsung sederhana. Teman dekat Shinichi dan Kaito bahkan tidak diundang untuk mencegah kemungkinan bocor ke pihak media. (Mengingat Yukiko adalah aktris dan Shinichi masih dikira laki laki.)

"Kita sampai." Yusaku menggenggam tangan Shinichi, menuntunnya masuk hingga Yukiko merasa cemburu.

Shinichi sendiri masih merasa tidak tenang. Entah ia gugup atau takut, ia tidak tau. Yang terpenting adalah ia ingin bertemu Kaito sekarang.

Hingga mereka sampai disebuah ruangan besar dengan pintu merah marun yang menjadi pembatasnya terbuka, Shinichi baru bisa menghela nafas lega saat melihat Kaito tengah berbincang dengan profesor Agasa.

"Ah, kalian sudah datang." Seorang wanita dengan rambut ungu gelap—yang kemungkinan hal itu hasil semiran—menyambut dengan ramah. Ibunya bahkan langsung melompat dan memeluk wanita itu.

"Chi-chan! Hishashiburi!"

"Iya, sudah lama ya..." mereka berpelukan riang, sedangkan Shinichi bertatapan dengan Kaito. Bahkan gadis itu tanpa sadar sudah berjalan mendekati kekasihnya dan menarik pelan lengan bajunya sambil menunduk.

"Shinichi..." Kaito merengkuh pinggang kekasihnya, meredakan rasa gelisah Shinichi. "Tak apa, aku disini."

"Un..."

"Saa! Ayo kita mulai acaranya!" Teriakan ceria Yukiko memecah hening, dan mereka semua mengangguk menyetujui.

.

.

.

.

"Sepertinya Shin-chan kelelahan." Kaito berujar saat melihat tunangannya yang nyaris tertidur di salah satu kursi. Cepat cepat ia menggendong gadis itu sebelum ia benar benar jatuh karena tertidur.

"Sa, bawa ke kamar gih." Ai Haibara—atau kita bisa panggil Miyano Shiho tiba tiba berbisik dibelakang Kaito, membuat pemuda itu merinding karena hawanya yang seram. "Sana, lihat itu, ibumu sudah tidak sabar ingin cucu."

Tersenyum mesum, Kaito membawa tunangannya naik kekamar hotel yang sudah keluarga mereka pesan. Dan sepertinya benar kata kekasihnya. Dunia diluar sana benar benar tertimpa cahaya ungu.

"Mnn.. Kaito..." sepasang lengan merambat kearah lehernya, dan aqua itu mengerjap ngerjap lucu.

"Shin-chan, kenapa kau bangun?" Kaito menyapa dengan senyum, dan Shinichi pelan pelan mendapatkan kesadarannya secara utuh.

"... sudah saatnya ya?"

Kaito mengangguk dan membuka pintu kamar 605, "Sebelumnya ayo mandi dulu."

Shinichi tau Kaito mengunci pintu kamar mereka dan memasang kunci ganda. Jadi ia menarik kekasihnya dan menciumnya saat Kaito menurunkannya. "Kai..."

"Shin-chan sangat tidak sabar ya, ayo mandi dulu."

"Aku mau mandi bersamamu." Lengan Shinichi terkalung di leher Kaito, sedangkan Kaito disana sudah merona malu. "Rasanya sudah sangat lama sejak kau terakhir menyentuhku... Kai, aku merindukanmu."

Shinichi mencium Kaito, menghisapnya dan menggodanya. "Touch me.. Kai."

Kaito membalas, mendorong Shinichi lembut dan mengurungnya diantara lengan dan tubuhnya. Mereka bertukar saliva dan saling beradu lidah, menciptakan suara berkecipak erotis.

"Shinichi..." mendesah bahagia, Kaito mulai melepaskan pakaian Shinichi. Tangannya turut meraba raba, meninggalkan sensasi panas pada kulit sang penerima.

Shinichi sendiri merasa mabuk oleh aroma Kaito. Mereka sudah tidak pernah saling bersentuhan dan bercinta sejak mereka pertama kali bereinkarnasi. Ia sangat merindukan hal ini. "Kai... penuhi aku.." ia mendesah memalukan, meminta layaknya jalang dengan wajah merona. Tangannya mengusap punggung kokoh berkeringat prianya. Kekasihnya.

Mereka melenguh bersamaan saat Kaito memasuki Shinichi. Penghalangnya didalam sana robek, dan dengan penuh cinta Kaito mengisi kekosongan didalam sana.

Nafas berhamburan, namun seolah belum cukup, mereka melakukannya lagi dan lagi. Tanpa menyadari cahaya merah yang masuk malu malu melalui tirai gorden yang tidak sepenuhnya tertutup mulai mendekati mereka.

Menyinari penyatuan mereka dengan sinar merah hingga gerakan Kaito maupun Shinichi langsung terhenti.

"Shinichi..."

"Nnngh~ Kai.." Shinichi dibawah tindihannya menggeliat, merasa tidak nyaman saat bagian bawahnya masih diisi oleh milik Kaito. Aquarime-nya melihat cahaya merah yang lama lama berubah menjadi putih dan meredup, meninggalkan asap putih aneh yang memasuki perutnya. Ia tersenyum lega saat melirik warna langit diluar sana sudah kembali normal.

"Apa semua ini sudah berakhir, Shinichi?" Kaito turun dan mencium Shinichi dibawahnya, indigo-nya berkilat. "Kutukan ini sudah hilang untuk selamanya... kan? Kita tidak akan terpisah lagi kan?"

"Tentu saja Kai... tentu saja." Shinichi membalas ciuman Kaito, memeluknya erat hingga badan mereka yang penuh keringat menempel. "Kita akan selalu bersama.."

Mereka mendesah dan kembali berciuman. Shinichi kembali menatap Kaito dengan pandangan meminta dan badan mereka memanas.

"Lanjutkan Kai... penuhi aku.."

Kaito tertawa mendengarnya, "Tanpa kau suruh pun aku akan melakukannya." Dan ia menghantam lorong dibawah sana tanpa aba aba. Membuat Shinichi terguncang karena gerakannya yang semi-kasar.

"Oohh~ yeah Kaito! Harder~"

"As your wish, my love."

Ah, sudahlah. Mari kita tinggalkan mereka untuk bersenang senang.

.

.

.

.

.

End.

a/n:

Halo! Aku ngebut ngetik ini sejak hari kamis lalu!

Maaf tentang "Ekhem-ekhem" mereka yang kurang panas, haha. Aku ngetik ini didalam kelas dan tidak mungkin aku terang terangan membuat mereka "Ekhem" dengan keadaan yang ramai dengan anak anak mondar-mandir.

Okay, sekian sampai sini! Semoga kita bertemu dilain fanfiction!

Minat Review?

.

.

.

.

9 tahun kemudian, kota Ekoda, kediaman keluarga Kuroba.

Seorang bocah berusia sekitar 6 tahunan sedang berlarian turun dari atas tangga. Menimbulkan bunyi gedebuk berisik.

"Conan! Jangan lari lari!" seorang wanita dengan manik aqua dan rambut coklat gelap panjang menegur dengan pisau sayur ditangannya.

"Mou, kaa chan! Aku sudah terlambat! Tou chan dimana? Ia janji mengantarku hari ini!" bocah berkacamata yang tadi berlari hanya menggembungkan pipi dan memeluk pinggang ibunya. Rambutnya yang berantakan membuat sang ibu diam diam menghela nafas lelah. Putranya benar benar mirip dengan ayahnya. Minus sifatnya yang selalu menganalisis sesuatu saat sedang serius.

"Tou chan ada dikamar. Sana bangunkan dia."

"Ha'iiii~" Conan melepas pelukannya dan kembali berderap menuju kamar orang tuanya. Meninggalkan sang ibu yang tersenyum melihatnya.

.

.

.

.

"Tou chan!"

BRUK!

Suara cempreng dan perut yang tiba tiba ditindih sudah cukup untuk membuat Kaito terbangun dari tidur lelapnya. "Nngh... Conan... masih pagi."

Conan mendengus, "Tou chan! Tou chan! Tou chan! Bangun! Kaa chan bilang dia ingin pergi kerumah Heiji-san! Kalau tou chan tidak bangun kaa chan akan marah!" ia mengguncang guncang hingga ayahnya itu tersentak bangun.

"Arghht! Shinichi tidak bilang begitu tadi malam!" ujarnya sambil mengacak acak rambut.

"Tehe, aku hanya berbohong. Tou chan melupakan janji tou chan sih!" Conan memeletkan lidah sebelum melompat turun dan kabur keluar.

Meninggalkan sang ayah yang menjerit kesal. Dan mulai mengejar Conan yang sudah bersembunyi dibalik Shinichi.

"Kaito! Just hurry up and drop your act! Kau akan membuat Conan terlambat!"

"Iya iya, Shinichi—tapi biarkan aku mendapat morning kissku dulu!" Kaito makin merengut saat istrinya itu hanya mengecup pipinya kilat dan menyuruhnya untuk bersiap.

Conan memeletkan lidah, mengejek ayahnya yang tidak mendapat ciuman dari ibunya.

Dasar, keluarga yang bahagia.