BGM || Don't Give It To Me - Loco feat Hwasa ||
Nyaris tidak ada hal baik yang kini ada di dalam pikiran Baekhyun. Dia bergelayut ke udara, membawa dua tangannya untuk merentang lebar dan berteriak kencang. Rambutnya kusut, wajahnya muram, penampilannya sama sekali jauh dari baik.
Ia keluar dari dalam bar setelah sebuah insiden tak menyenangkan terjadi di dalam sana. Tubuhnya sempoyongan berdiri di atas kakinya, ia menekuk sebentar dan membenarkan kerah kemejanya yang kusut. Mengancingkan mereka kembali.
Mendongak untuk melihat bar yang tadi ia masuki, matanya melihat tanda dengan warna Neon bertulisakan La Veda yang berlapis kaca kehijauan. Bibirnya menekuk ke bawah.
Entah berasal dari mana, bogem keras menghantam punggungnya hingga ia jatuh ke tanah dengan kedua tangan menahan tubuhnya. "Arghh"
"Hey, nona. Menyingkirlah, kau menutupi jalanku."
Baekhyun bangkit dari jatuhnya, berdiri dengan mata menyalang ke pada pria tolol yang membuatnya terpental.
"Maaf? Apa katamu?"
"Apa? Apa aku salah?"
"Aku lelaki."
"Benarkah?" Ia menatap Baekhyun diri bawah ke atas, terlihat meremahkan. "Oke, sebelum aku cicipi kau, aku tidak percaya."
"Apa mak—"
BUGH!
"Pergilah, bedebah!"
"Brengsek," ia melihat hidungnya hampir patah. Menatap pria yang memberinya bogem kemudian beralih pada lelaki yang ia sebut nona tadi kemudian berdecih. "Urus pacarmu itu," desisnya, mendelik ke arah Baekhyun. "Dia menghalangi jalanku."
"Apa? Kau yang menabrakku!"
"Kau berdiri di sana seperti orang gila," bentaknya.
Pria yang tadi menjadi pahlawan mendadak Baekhyun maju selangkah. Menepis tangannya yang menunjuk diri Baekhyun tepat di dadanya. "Kumohon, pergilah sebelum aku membuatmu tidak bisa berjalan." Katanya.
Sebelum beranjak, lelaki tadi mendesis pada mereka berdua dan berjalan cepat menuju ke arah gang sempit yang gelap dan menghilang di balik tikungan.
Pria itu beralih pada Baekhyun yang menatap kosong ke depan. "Kau tak apa?" Ia menggeleng hampa.
"Aku Kris. Kau?"
Baekhyun mengedipkan matanya yang panas beberapa kali sebelum membuka bibirnya. "B-baekhyun."
"Nah. Sekarang tak apa, Baekhyun. Kau bisa pergi."
"Sekali lagi terimakasih, Kris."
"Bukan masalah."
"Tapi," langkah Baekhyun terhenti saat suara berat itu kembali menyapa pendengarannya. Ia menatap pria itu dengan dua alis terangkat, menunggu kalimat yang akan pria itu ucapkan selanjutnya.
"Kita bertemu di dalam bar tadi."
Baekhyun mengernyit. Ia menyipitkan matanya. "Ah," katanya saat berhasil mengingat.
"Ya, kau yang memandangku seperti ini tadi.." ia menirukan cara Kris tadi menatapnya saat ia memesan minuman untuk pertama kali. Kris tertawa karenanya, telinga Baekhyun naik sedikit saat mendengarnya.
"Aku suka suara tawamu." Kata si mungil itu tanpa berpikir. Itu mengingatkannya pada Chanyeol. Kekasihnya itu... Ia pasti tengah menunggunya di rumah. Baekhyun menggigit bibirnya cemas, matanya menjadi tidak fokus dan tertangkap netra Kris.
"Kau, okay?"
Lelaki itu mendongak menatapnya. Kedua matanya yang jernih berkaca-kaca dan terlihat sedih. Kris yang melihatnya sontak menyentuh bahu itu lembut.
"Kalau kau tidak keberatan, aku bisa menjadi teman cerita yang cukup baik." Lelaki itu menatapnya dengan sebelah alis yang mengernyit. "Aku akan mentraktir untuk minumannya."
...
"Jangan beri aku alkohol, Kris," Baekhyun berujar pelan saat netranya menangkap jejeran botol alkohol di rak.
"Kenapa?"
"Aku bisa kehilangan kendali atas diriku."
Pria itu tertawa. "Ayolah, kau bersamaku. Aku menjamin kau tidak akan melakukan tindakan tolol atau anarkis."
Baekhyun menghela nafas pelan. "Tentu, tapi Kris—"
"Aku mentraktir. Dan aku memaksa." Baekhyun menyipitkan matanya kesal. Tidak ada orang yang pernah memaksanya. Meski Kris tidak kasar, ia terlihat suka bermain-main dengan ucapannya. Untungnya Baekhyun mengerti cara bercanda orang-orang LA.
Ya, mereka sarat akan sarkasme. Tentu saja Baekhyun paham bagaimana cara berterimakasih ala mereka. Yaitu dengan tidak menolak keinginan si penjamu malamnya.
Mungkin Baekhyun bisa mengatakannya seperti itu?
Well, Kris memintanya untuk menyetujui layanan servis yang pria itu berikan secara percuma malam ini. Sedikit alkohol untuk menghalangi kemelut sepertinya bukan sebuah ide yang buruk.
Ia cukup memahami sifat-sifat arogan namun halus orang-orang dari kota besar karena dahulu ia pernah bergaul dengan mereka. Setidaknya pengalaman pahit masa lalunya membuat Baekhyun terbius akan suatu ambisi untuk kabur jauh dari rumah dan memulai hidup baru di sebuah kota tak terlalu sibuk.
Ia mencinta pekerjaannya dan bertemu kekasihnya membuatnya merasa tersihir dan terbuai akan segala kebaikan dunia yang baru saja ia temui. Chanyeol menawarkannya segala kebaikan dunia yang tak pernah ia kecap.
Dan itu lebih dari cukup, setidaknya untuk sekarang.
Namun pandangan pria asing yang mengeksploitasi isi pikirannya ini membuat Baekhyun bergetar dalam balutan kemeja basahnya. Ia berkeringat tanpa sebab meski keadaan dalam bar cukup sejuk.
"Are you okay, Baekhyun?"
Kris bertanya pelan. Baekhyun membersihkan tenggorokannya yang kering dan menjawab "Ya," dengan canggung.
"Hello, handsome." Seseorang menyambangi mereka berdua dan bergelayut di lengan Kris.
Baekhyun yang canggung sontak mundur selangkah dan menetralkan nafasnya akan kekacauan yang mereka buat. Melihat adegan french kiss yang panas di depannya membuat ia bergerak canggung dan kikuk di saat bersamaan.
Ia akhirnya menenyesal karena menuruti permintaan Kris yang mengajaknya minum.
Ini semua jelas kacau. Ia menyebutnya kekacauan karena sistem kerja otaknya dan dalam kamus rutinitas hidupnya, ia tidak menyukai sebuah tindakan radikal yang menuntut terlalu banyak sifat seksual pada orang asing tiap saat. Dan aura seksual dominan Kris yang menguar membuat kepala Baekhyun berputar. Ia menarik banyak pasang mata selama mereka bertiga berdiri di tengah-tengah kerumunan.
Sejujurnya Baekhyun tidak terlalu menyukai bagaimana orang LA menyapa satu sama lain, dan semua dari mereka tidak dalam hubungan. Tentu saja. Komitmen adalah hal yang paling sulit untuk di jalani oleh mereka semua—mungkin tidak termasuk dia dan Chanyeol.
Mereka terlalu bebas dan vulgar. Meski sama-sama American, setidaknya kehidupannya di kota kecil tak menawarkan hal demikian. Ia sangat alami dan natural. Tidak cocok untuk kehidupan keras bak selebritas.
Ya. Kris berasal dari Los Angeles. Dan ia kemari karena ada hal penting yang harus ia urus terkait pekerjaannya sebagai pengacara handal di tanah barat selama kurang dari tujuh tahun belakangan. Ia terdengar matang meski umurnya tergolong muda, dan ia lajang, memiliki daya seksualitas yang mendominasi diantara pria yang pernah ia jumpai selama hidupnya bahkan Chanyeol.
Baekhyun terhenyuk. Merutuk pada dirinya sendiri.
Apa-apaan sih yang dia pikirkan? Dia terlalu gila hari ini. Malam ini semua fantasi kotornya mendominasi hingga membuatnya berkali-kali harus menghela nafas panjang untuk membuat oksigen memenuhi otaknya dan menjalar ke seluruh aliran darahnya.
Tetaplah berpikir positif.
Saat mereka berhasil menerobos kerumunan manusia yang menggila di lantai dansa dan area sepi, keduanya berdiri di depan stand bartender. Baekhyun juga tak paham kenapa Kris memilih menerobos kolam manusia daripada memutar arah demi menghindari mereka.
"Dua Negroni, tolong."
Kris berujar. Keduanya duduk di kursi bar yang kosong. Di sebelahnya Baekhyun hanya memandangi setiap sudut bar dan baru menyadari bahwa bar ini lebih terlihat seperti club elite.
"Ini terasa seperti club yang berada di LA. Favoritku saat ke Washington." Kris berkata. Seperti bisa membaca pikiran Baekhyun.
"Kenapa kau tidak pergi saja ke LA?"
"Aku tidak pergi ke kota yang memiliki kenangan buruk denganku di masa lalu."
Baekhyun menoleh padanya sedikit, bibirnya tertarik kebawah. "Aku setuju." Ia mengeratkan tautan jemarinya. "Karena hampir semua bar yang berada di Washington terasa seperti O'Malley. Gelap, meja dan bilik, menu makanan yang dua kali lipat lebih mahal, pilihan alkohol yang terbatas.."
"Kau suka ke sana, Baekhyun?"
Lelaki itu menaikkan kedua alisnya. Mengingat terakhir ia pergi ke O'Malley adalah bersama Chanyeol. Sedetik kemudian kakinya terasa kebas, perutnya terlilit karena perasaan bersalah.
Ia tidak yakin jika ia akan pulang dalam keadaan tidak mabuk. Tapi ia membutuhkan alkohol untuk membunuh perasaan kalutnya kini. Jadi ia hanya diam saja, tak kunjung pula menjawab pertanyaan Kris yang pria itu pikir ia tidak ingin membicarakannya.
Baekhyun memperhatikan bagaimana bartender meracik cocktail-nya.
Minuman yang terdiri dari campuran Gin, Red Vermouth, campari serta kulit jeruk itu merupakan salah satu minuman khas Italia. Kesukaan Kris jika ia berkunjung ke bar maupun club.
"Rasa minuman ini cukup strong yet sweet, akan memberikan sensasi luar biasa untuk penikmatnya." Kata Kris saat dua gelas cocktail mereka tiba. Baekhyun memperhatikan minuman campuran bermacam bahan dan alkohol itu dengan ragu.
"Merah dan pekat sekali, apakah ini benar manis?"
Kris mengangkat gelasnya. Mengajukannya di depan wajah Baekhyun dan menyasapnya sedikit. "Ini yang terbaik." Katanya kemudian.
"Aku merasa semasa hidupku, aku tak pernah berpikiran akan meminum cairan serupa darah."
Kekehan Kris mengunsang keberanian Baekhyun. Ia mencium aromanya dan mengernyit. "Kau benar-benar harus mencobanya. Kau akan terkejut."
Baekhyun melirik gelasnya, meraih mereka ke dalam genggamannya dan bersulang dengan gelas Kris hingga dentingan itu terdengar nyaring.
"Bagaimana?"
"Satu kata yang dapat menggambarkan minuman ini adalah kata classy."
Kris menaruh gelasnya dan menatap Baekhyun dalam. "Jadi, apa yang membuatmu begitu merana?"
Si mungil itu memutar tubuhnya tak suka. "Aku tidak," sergahnya cepat.
"Kau," ia menunjuk Baekhyun dengan gelasnya, beralih pada dirinya, "bisa percaya padaku."
Mata cokelat kehijauannya terkunci pada manik cokelat tua itu. Menelisik betapa indahnya irisnya yang bagai bola kristal.
Dan tak di ragukan lagi.
Ia seakan tersihir karena tarikan gravitasi kuat pria seksi ini.
Baekhyun menceritakan kisahnya dengan rincian tak bercelah.
Orang kedua yang dapat membuatnya percaya di pertemuan pertama.
Mengenai orang pertama, tentu saja Park Chanyeol yang senantiasa membayang di benaknya yang berkecamuk.
"Ya tuhan, Baekhyun."
Setelah selesai dengan kisahnya, Baekhyun merasakan tangan Kris yang dingin mengusap bahunya pelan.
"Kau adalah orang kedua yang mendengar ceritaku." Katanya sambil meminum kembali cocktail-nya. Kris terdiam beberapa saat hingga hanya suara berisik dan dentuman musik yang terdengar.
"Aku sangat menghargainya." Kata Kris tiba-tiba. Ia memelankan suaranya hingga hanya Baekhyun yang dapat mendengarkan. "Maafkan aku, Baekhyun." Ia berkata. Kehabisan kata-kata untuk cerita menyayat hati Baekhyun.
Entah apa yang ia pikirkan. Ia memiringkan kepalanya dan mengambil tangan Kris untuk ia genggam. "Itu bukan salahmu."
Pria itu memperhatikan jemarinya yang di usap lembut oleh jemari lentik nan hangat Baekhyun. Sebuah perasaan asing menjalar ke seluruh persendiannya dan bertitik tumpu pada hatinya.
"Kurasa kau tidak menganggap kisahku penting hingga kau bisa menggemborkannya dengan senang hati."
Kris tertawa karena sarkasme yang Baekhyun berikan. Baekhyun beruntung karena Kris menganggap hal itu hanya sebatas guyonan meski ia sedikit menyinggungnya. Ia punya selera humor yang bagus.
"Oh, apakah itu penting?" Ia menyinggung topik gosip terselubung yang menjadi makna ucapan Baekhyun. Lelaki itu menghardikkan bahunya. "Dan kenapa kau terlihat sangat mengintimidasi."
"Oh, ayolah. Siapa yang peduli."
Kris mengambil gelasnya. Menghabiskan isinya hingga tandas sebelum beralih kembali pada Baekhyun. Ia melirik gelas Baekhyun yang kosong dan menyeringai. "Lagi, Baekhyun?"
...
"Kris, omong-omong," Baekhyun memulai percakapan setelah keheningan yang membunuh mereka. Keadaan di dalam mobil cukup remang karena hanya satu lampu yang hidup dan Kris sama sekali tak memiliki niat untuk melakukan lebih. Ia hanya berdeham sebagai jawaban hingga Baekhyun merasa kikuk.
"Terkait perjalanan ke luar kota itu, yang mungkin antah berantah." Kris sontak tertawa saat Baekhyun mengucapkan kalimat antah berantah. Membuatnya menggigil.
"Kurasa aku bisa, tapi mungkin sekitar tiga minggu lagi. Aku memiliki beberapa urusan yang harus aku selesaikan dengan segera dalam waktu dekat."
"Bukan masalah." Kris berbelok ke tikungan dan dapat melihat dua buah rumah sederhana di bawah pohon rindang yang berhias pagar cokelat. "Itu rumahmu, kan?"
Baekhyun mengangguk. "Tapi, kemana kita akan pergi?"
Kris bergumam hal tak jelas sebelum ia menjawab cepat, "rahasia."
"Rahasia?"
Ia mengangguk. "Kejutan."
Baekhyun tertawa renyah. Seakan tak percaya akan apa yang ia dengar.
"Rumahmu seperti ada orang."
Baekhyun menoleh ke kaca. Melihat saklar lampu teras rumahnya terang dan jendela terkunci dengan rapat. Tentu saja. Chanyeol selalu di rumah pada malam hari.
"B, you okay?"
Si kecil terhentak. "Ya," tubuhnya bergerak sedikit menjauh, "aku senantiasa pergi dengan menghidupkan lampu dan menutup semua akses rumah." Ia terkejut karena kebohongan mengalir lancar dari bibirnya.
Kris pula tak menangkap raut gugup Baekhyun.
"Baiklah kalau begitu.."
Baekhyun tersadar dan melepas belt-nya. "Yeah, bye Kris. Terimakasih dengan traktir dan tumpangannya"
"Bye, Baekhyun."
Ia berjalan sempoyongan menuju ke pintu rumah yang terasa mencekam. Sejenak Baekhyun bersandar di kusen pintu dan menghela nafas dalam.
Tuhan. Apa yang ia lakukan?
Ia keterlaluan.
Kakinya terasa gemetar saat berbelok menghadap rumah mereka. Ia dapat mendengar deru mesin mobil Kris yang elegan perlahan menjauh.
Begitu pula dengan suara tapak kaki yang perlahan mendekat. Menyergap kegugupan Baekhyun dalam sekejap.
Dan saat pintu itu terbuka, ia hanya bisa menatap mata itu dengan pandangan bersalah.
"Astaga, Baekhyun. Apa yang terjadi?"
Kumohon, jangan raut kekhawatiran itu. Itu membuatku terasa bagai bajingan.
"Teman kantorku mentraktir kami minum. Maaf, aku sedikit mabuk dan melakukan kekacauan."
OBLIVIATE
Waktu dan perasaan memang tak bisa di prediksi.
Semakin hari, rasanya semakin cepat pula waktu berjalan. Sementara Baekhyun mulai mengeluh tentang apa yang ia hadapi, tentu saja bukan di hadapan Chanyeol. Melainkan Kris.
Sedikit banyak ia selalu menceritakan keluh kesah hidupnya pada pria itu, yang nyatanya sangat membantunya. Kris memberikan apapun yang Baekhyun butuhkan dan inginkan bahkan sebelum Baekhyun berucap.
Dan ia bersyukur karena keberuntungan dirinya yang satu ini. Entah apa dia menyebutnya jika dalam konotasi kasar. Mungkin ia terlihat seperti pelacur.
Atau mungkin teman minum.
Pelacur, Baekhyun melamun. Ia belum pernah bersentuhan secara fisik dengan pria itu. Jadi ia tak bisa dikatakan demikian. Lagipula siapa yang peduli akan itu.
Mungkin ia bisa menempatkan posisi Kris sebagai teman baiknya, dan ia adalah teman malam Kris untuk minum dan berkeluh kesah satu sama lain tentang kehidupan yang terkadang mencabik dan mengekang bagai jeruji besi kasat mata.
Ia bukannya tak sadar diri. Bukan pula memperdaya.
Semua itu adalah bantuan materil yang ia dapatkan setelah menemani Kris melalui malam suramnya, ia juga jiwa yang patah hati dan lelah akan kehidupan. Dan ia selalu ada untuk pria itu saat sayapnya patah.
Tak ada yang bisa mendeskripsikan bagaimana dilema-nya Baekhyun. Betapa bersalahnya dia akan apa yang ia pilih sebagai jalan hidupnya kini.
Meski begitu, ia juga tak dapat berlaku banyak. Ia mensyukuri segala yang melimpah ruah di depannya kini.
Diam-diam juga menikmati segala yang Kris berikan bersama kekasihnya, Chanyeol.
Ia merasa Deja Vu.
—
OBLIVIATE
B-Breath and Breakfastcouple92 Present
Cast : Byun Baekhyun, Park Chanyeol, Wu Yifan
Genre : Romance, Angst
Western
Rated : M
Chapter 2
— D-341
Nafasnya tersendat-sendat dalam satu dua tarikan di detik yang sama. Keringar bercucuran di sekitar pelipis menuruni pipinya yang memerah. Sementara bibirnya terbuka dua ruas jari, tengah menghirup oksigen sebanyak yang ia bisa saat paru-parunya terasa hampir kempis.
Sementara Chanyeol terkikik ria di atas sepedanya. Kakinya masih menggayuh sementara bel kecil itu terus ia bunyikan untuk memperingati Baekhyun agar terus cepat berlari di depannya.
"Semangat, Baekkie!"
Si mungil mendengus kesal dan terus berlari. Kali ini sedikit lebih lamban karena kakinya terasa pegal. Hingga akhirnya ia berhenti di satu titik yang Chanyeol yakini adalah sebuah taman.
"Oh my goodness." Chanyeol turun dari sepedanya saat Baekhyun jatuh bersimpuh dengan nafasnya yang pendek. Wajah basahnya menghadap matahari sore yang kuning hingga ia terlihat bersinar di bawahnya.
Chanyeol yang hendak mendekatinya sontak mengurungkan niat. Matanya sibuk menelisik wajah sempurna kekasihnya yang tengah menikmati hangatnya matahari sore.
Nafasnya perlahan stabil sementara bibir merahnya kembali terkatup. Kelopak mata yang dihiasi bulu-bulu lentik itu perlahan terbuka, menatap pada matanya dengan bingung.
"Apa yang kau lakukan di situ?" tanyanya kikuk.
Yang ditanya justru tersenyum dan menggeleng. Ia segera bergegas menyambangi kekasihnya dan duduk di sampingnya. Rumput yang panas seketika penyapa pantat Chanyeol yang berbalut celana training Adidas hitam.
Baekhyun memperhatikannya dalam diam. Menikmati angin sejuk yang perlahan membuat tubuhnya kering.
"Bisakah kau tetap disini sementara waktu? Aku akan kembali dalam sepuluh menit."
Chanyeol tiba-tiba bangkit. Meninggalkan Baekhyun yang memanggil bingung namanya.
Namun ia tak sama sekali menoleh dan memberitahu kemana ia akan pergi. Jadi Baekhyun hanya menghela nafas dan tak ingin ambil pusing. Toh, mungkin ia ingin membeli minum di kedai sparkling yang berada dua blok dari sini. Itu adalah janji mereka saat Chanyeol memujuk Baekhyun untuk berolahraga, hadiah sebotol sparkling sama sekali bukan ide buruk.
Baekhyun mendongak untuk melihat awan yang terlihat tipis di langit biru cerah Washington. Teriknya matahari yang selalu ia damba kini menyapa tiap inci kulitnya yang terbuka. Baekhyun tersenyum lega. Ia bahagia dengan perasaan ini.
Rasa tenang juga tak di hantui oleh paranoid seperti dua minggu yang lalu.
Tentunya keberadaan Chanyeol sangat membantu. Ia menikmati setiap waktu yang ia habiskan dengan prianya di akhir pekan ini.
Mereka berbelanja bersama, memasak sebuah menu baru Chanyeol yang ia sebut kacang merah dari Wonderland dengan ayam panggang madu yang terasa luar biasa. Bercinta dua sesi dan mandi bersama.
Oh, apa lagi yang lebih manis dari itu?
Bahkan tanpa gula buatan, kisahnya dan pria itu telah manis apa adanya.
Sungguh sebuah kisah cinta twinflame yang membuat setiap orang mengalunkan kalimat mendayu, betapa mereka menginginkan hal serupa. Kesederhanaan yang di baluti kesempurnaan kekuatan dua jiwa kembar yang melebur jadi satu.
Apalagi yang lebih hebat dari itu?
Bahkan semesta tahu cara terbaik bagaimana pasangan twinflame di pertemuan kemudian bersama menjalani misi hidupnya.
Well, terdengar bagai kisah cinta terbaik di muka bumi.
Mungkin. Jika ia tidak berbelok dari takdir yang telah digariskan dan tak berusaha mengubah takdirnya.
Pohon palem di atasnya menarik perhatian Baekhyun. Sejenak ia menelisik sekitarnya dan baru sadar bahwa mereka tengah di taman kota yang berada di tepi sungai.
Jalanan lumayan ramai dengan kendaraan mewah yang berlalu lalang. Ia juga bisa melihat beberapa anak muda yang tengah berbincang di area outdoor restoran.
Saat tengah-tengah membayangkan betapa menyegarkannya air biru itu jika ia berendam di sana, satu tepukan menyampir di bahunya. Membuatnya mengernyit tak suka karena waktu me time nya diganggu.
Baekhyun sama sekali tidak mendongak. Mungkin itu Chanyeol. Namun saat melihat sepatunya yang sama sekali bukan sepatu yang Chanyeol kenakan, Baekhyun sontak mendongak dan terkesiap saat menemukan sosok pria yang dua minggu belakangan masuk ke dalam kehidupannya dengan pasif.
"Kris?"
"Ya tuhan, ternyata benar, kau."
"Apa yang kau lakukan di Washington?"
Kris mengernyit. "Aku sering berkunjung ke mari. Washington masihlah kota bersama, bukan?"
Baekhyun berjengit karena sarkasnya. Ia tak menjawab.
Kris mengambil duduk di sampingnya. Mengabaikan Baekhyun yang menatapnya terkejut dan terus melihat pemandangan laut di depannya.
"Mau?" Kris menyodorkan Churros yang tengah ia nikmati. Baekhyun menggeleng. "Tidak. Terimakasih."
Pria itu menghardikkan bahu ringan. Matanya menatap lekat-lekat Baekhyun. "Kau habis olahraga?"
"Ya, lari jarak jauh."
Kris tertawa. "Apakah laju?"
"Lumayan."
"Aku sangat ingin tinggal untuk lebih lama, tapi aku harus pergi sekarang. Kita akan bertemu lagi, kan?"
"Y-yeah, Kris. Kurasa."
"Aku mengingat jadwalmu ke bar," ia tertawa sebentar. Entah kenapa suaranya membuat Baekhyun susah bahkan untuk menarik oksigen yang mendesak masuk ke hidungnya.
"Aku rasa aku tidak akan lagi ke sana, Kris."
"Kenapa?"
Ia memainkan jemarinya dan menghardikkan bahu. "Aku tak suka suasananya."
Kris bergumam hm panjang yang membuat Baekhyun penasaran akan artinya. Ia tak mengalunkan dengan artikulasi bingung, terdengar seperti mengerti tapi menyayangkannya.
"Aku ada dua tiket ke Luar kota. Sebuah hiburan VVIP pelepas penat dan stress."
Baekhyun membulatkan matanya. "Apa yang sedang kau coba sampaikan," desaknya sedikit menurunkan nadanya.
"Entahlah. Kita lihat saja lusa. Kau ada jadwal?"
"Aku selalu libur." Baekhyun memejamkan matanya yang panas. "Tapi aku sibuk."
"Aku bisa melihatnya. Tapi kau akan mempertimbangkannya, bukan?"
"Aku tak tahu, Kris. Aku punya acara lusa itu. Aku punya janji yang telah di tulis dalam sebuah jurnal." Ia berkata jujur. Akan jadwal liburannya dengan Chanyeol dalam Wish-Note mereka. "Aku akan ke Georgia dalam waktu dekat."
Kris pula terlihat tak memaksakannya. Ia hanya menginginkan waktu bersama lelaki itu dan memahami keadaannya. "Mungkin lain kali,"
Baekhyun menoleh cepat saat matanya menangkap siluet Chanyeol. Bersyukur saat prianya masuk terlebih dulu ke dalam mini market sedangkan Kris mulai beranjak.
"Kalau begitu, see you very soon, B."
Baekhyun tak membalasnya. Ia justru tersenyum kikuk pada Kris. Tidak mengerti kenapa pria itu berucap perpisahan demikian.
Saat bayangan Kris menghilang dari matanya, Baekhyun menghela nafas panjang. Mendongak untuk merasakan lebih sinar matahari yang menjilat kulit lembutnya.
Chanyeol datang dengan dua kaleng soda dan satu box Salad buah yang ber-stiker sebuah toko organik mahal di atas box-nya. Baekhyun memandanginya takjub.
"Dietnya benar-benar serius, ya?"
Si jangkung tertawa dan menghambur duduk di depannya. Sedikit mencondongkan tubuhnya dengan semringah. "Kau harus makan semua ini, Baek. Pekerjaan kantormu merenggut berat badanmu."
"Apakah aku terlihat kurus?"
Chanyeol membantu Baekhyun membuka kaleng soda yang keras. "Tidak juga. Hanya saja aku tidak ingin kau kehilangan lemak di pipimu." Ia mendongak untuk meminum soda dalam kaleng miliknya dan mendesah lega karena cairan berkarbon itu masuk ke dalam tenggorokannya.
"Kurasa coke bukanlah sebuah ide baik untuk diet."
"Tapi ini menyegarkan. Nyatanya kau suka." Kata Chanyeol santai.
Baekhyun mengernyit. "Kalau begitu kenapa kau tidak membelikanku Pizza? Ini membuat lemakku hancur." Ia menunjuk kotak Salad-nya.
"Ini sehat. Lihat, keju, lemak nabati. Dan buah buahan ini, protein, kalsium, magnesium. Apa yang tubuh kita butuhkah bukanlah lemak jenuh."
"Kau tak masuk akal, Yeol. Berikan aku yogurt dan selesai."
Chanyeol menopang pipinya dengan kedua tangan. Memandang Baekhyun jenaka. "Hei," panggilnya.
"Memangnya sejak kapan aku pernah masuk akal?"
Baekhyun masih mencibirnya. Chanyeol tertawa. Tentu saja ia tidak bersungguh-sungguh. "Maaf, chef."
Chanyeol tertawa karena Baekhyun terlihat sungguh kesal karena kalah berdebat dengannya.
Ia bertekad, mungkin candaannya harus dirubah sedikit. Itu sedikit kuno. Atau memang terlalu kuno. Entahlah. Chanyeol memiliki teman-teman di wilayah Amazon yang tak pandai merangkai candaan, dan ia tinggal bersama mereka cukup lama hingga ia bermigrasi ke berbagai benua dan daratan. Sikap itu mempengaruhi setiap gerak-gerik dan lisannya dalam berucap.
"Pikiranmu sama sekali tidak membantu, oke?"
Si mungil memutar matanya dan menyuap salad pertamanya. "Who cares." Cibirnya.
Baekhyun mengaduk-aduk Salad-nya. Matanya mengerjap dua kali sebelum ia melirik Chanyeol yang tiba-tiba menyipit mata seperti berusaha mengingat sesuatu.
Dan saat mata pria itu berlabuh padanya, Baekhyun tersentak karena cahayanya yang berubah dalam sekejap.
"Siapa pria tadi?"
"Pria yang mana?"
"Yang tadi menyambangimu."
Baekhyun menggenggam erat sendoknya. Perutnya tiba-tiba kram.
"Oh, entahlah." Ia menyuap makanannya tanpa memandang Chanyeol. "Aku tak mengenalnya. Ia terlihat aneh."
"Apa dia mengganggumu?"
"Tidak, dia hanya meminta tisu padaku." Ia terkesiap saat kebohongan mengalir lancar dari bilah tipisnya. Tentu Chanyeol tidak memiliki kemampuan peka luar biasa untuk menyadari betapa Baekhyun kini berkeringat dingin. Ia terlihat sama dengan Kris yang mempercayai setiap perkataannya.
Memang, sekilas sifat mereka terasa sama. Dan itulah yang membuat Baekhyun Deja Vu.
Dialognya yang berasal tanpa ia saring di otaknya membuat Baekhyun cukup lega. Meski dewi batinnya mencibir betapa bodohnya ia. Atau Baekhyun yang terlihat menjalani perannya dengan sangat dalam hingga ia tidak terlihat seperti seorang pembohong.
Well, itu hanya perumpamaan. Ia selalu bersikap alami tanpa di buat-buat, dan itu adalah point terpenting dalam dirinya yang tak banyak orang lain miliki dalam diri mereka.
Ia tidaklah sungguh ingin berbohong. Ia bukan pembohong. Ia hanya tak tahu harus menjawab apa.
Perasaan Deja Vu ini membawanya ke tepian jurang kesadarannya yang perlahan terenggut. Berbaur dalam keterbuaiannya yang fana.
Kris adalah orang ketiga yang berbicara padanya selain Chanyeol dan teman sekantornya, Scarlett.
Dan ia cukup intens. Sangat panas.
"Oh," gumaman Chanyeol membuat Baekhyun kembali menapak di bumi.
"Kenapa ia mengulangi hal serupa yang aku lakukan.."
Chanyeol menopang tubuhnya dengan kedua telapak tangan, tubuhnya sedikit condong ke belakang saat Baekhyun berbicara lagi. "Kebetulan. Artinya kau bukan satu-satunya orang konyol yang meminta tisu pada orang asing."
"Dia terdengar seperti aku." Sedikit antusiasme dalam nada suaranya terdengar cukup jenaka.
"Ya, annoying."
"Apakah aku annoying?"
"Kau lebih dari annoying."
Chanyeol tak bisa menahan tawanya karena nada mencibir Baekhyun yang lucu. Ia memegangi perutnya yang sakit dan mulai menghentikan tawanya dengan seteguk soda.
"Hari ini kau terlihat sialan cantik juga seksi karena selalu mengumpat."
Baekhyun memutar matanya. Chanyeol menyipitkan mata padanya. "Kau berhutang sepuluh tamparan di pantat bulatmu, sayang."
Pipi Baekhyun memerah. "Oh, please. Tidak lagi, Yeol."
Si besar menghardikkan bahunya acuh. "Peraturan tetaplah peraturan, babe."
"Oke, kalau begitu. Hadiahi aku sebuah makanan penutup luar biasa sebagai obatnya."
Chanyeol menyambut tangan itu hingga mereka berjabat setuju. "Sebelumnya harus ada sesi tusuk menusuk."
Dan Baekhyun tersedak sodanya. Wajahnya merona merah.
"Oh, tuhan. Maafkan aku, Baekhyun. Aku bercanda."
Baekhyun menggeleng kecil dan menghela nafas panjang. Ia tertawa kemudian. "Kau serius. Dan kita akan bercinta."
Ia bisa melihat Chanyeol yang menggigit bibirnya. "Tak sabar untuk menunggu waktu itu."
"Setelah makanan penutup, Baek." Baekhyun merapatkan pahanya yang berdesir panas. Soda menolongnya saat ini.
"Omong-omong soal olahraga dadakan dan sepeda kurang ajar yang selalu mengejarku untuk berlari lebih laju," Chanyeol terkekeh renyah. "Aku hanya ingin kau sehat. Kau selalu kelihatan lelah saat kau pulang."
Baekhyun mengejeknya dengan menirukan cara Chanyeol berbicara hingga si besar itu mencubit hidungnya keras. Dan tersenyum bangga dengan hasilnya, ujung hidung mancung itu sedikit kemerahan. Terlihat lucu karena bibir merah itu sedikit mencabik ke bawah.
"Kau obatku, dan itu lebih dari cukup."
Tangannya di tangkup dalam sebuah genggaman yang sarat akan proteksi. Sementara bibir tebalnya tersungging senyum malu-malu. "Bagaimana itu bisa bekerja?"
"Apanya?"
"Kekuatan cinta.."
Baekhyun menarik kedua tangannya. Membawa mereka pada bibirnya yang pecah karena tawa.
"Semesta punya cara tersendiri menghadirkan kekuatan penyembuh dalam sosok manusia yang bernilai lebih dalam hidup."
Chanyeol mencabikkan bibirnya. "Apakah aku berarti bagimu?"
"Pikirmu?"
Si mungil mengunyah saladnya kesal. Membuat si tinggi menahan tawanya. "Pasti sama dengan kau bagiku."
"Memangnya apa aku bagimu?"
"Jam."
"Jam?" Chanyeol mengangguk.
"Yang selalu aku pikirkan."
Baekhyun bergidik sebelum tawanya kembali pecah. "Astaga, Yeol." Itu terdengar menggelikan. Atau pria ini memang selalu tahu bagaimana cara menjadi menggelikan juga berpotensi membuatnya tersengat ribuan volt listrik dengan perut yang di penuhi kupu-kupu hanya dengan gombalannya yang Cheesy.
"Benar, kan? Jam adalah yang sering kita pikirkan. Seperti kau, orang yang sering aku pikirkan."
Mungkin saja ia terdengar norak.
Namun dari seluruh hal berkesan di dunia terkait yang namanya cinta-cintaan, Baekhyun akan berteriak dengan lantang bahwa si Cheesy inilah juara dalam membuat hatinya terasa ramai akan taburan bunga musim semi. Menerpa dirinya saat bunga itu gugur bagai musim semi yang menggelitik dinding hatinya hingga bibir merahnya tak kuasa menahan cekikikan geli.
"Aku membencimu." Cicit si kecil. Menyembunyikan wajah merahnya di balik rambut cokelatnya. Chanyeol tidak peduli seberapa lebarnya senyuman di wajahnya kini. Ia hanya senang melihat kekasihnya tersipu malu. Itu jenaka.
"Kenapa, eh?"
"Karena aku benci saat aku tidak bisa menerjangmu dengan pelukan dan menciummu dalam kecapan dalam."
Pipi merahnya membuat dada Chanyeol sungguh terasa sesak karena tawa yang ia tahan. "Who cares."
Baekhyun meletakkan sendok Saladnya dan beranjak di samping Chanyeol. Mencondongkan tubuhnya untuk menyambut dekapan nyaman sang kekasih.
Kepala keduanya miring ke arah berlawanan saat bibir mereka bertemu dalam sebuah kecapan dalam yang panas.
Chanyeol pula dengan senang hati memberikannya seperti biasa—tanpa pamrih dan terkesan kelebihan porsi. Karena Baekhyun tidak dapat bernafas dengan normal saat ia berada dalam dekap erat si raksasa berkati malaikat.
Tentu saja perkataan Chanyeol benar. Ini Amerika. Lagipula, siapa yang peduli dengan dua orang yang berpelukan dan berciuman di depan publik?
Tidak ada. Jika kau tidak dikenali.
Lain halnya jika kau dikenali, oleh seseorang.
Yang kini menggenggam erat bagian dadanya dan mengucapkan kalimat lemah.
Tentang sebuah kisah yang dengan senang hati di dengarkan oleh merpati saat pulang ke peraduannya, patah hati.
...
"Baek, kau sedang apa di sana?"
Baekhyun yang tengah sibuk menghitung lembar dollar di tangannya segala menjejalkan mereka pada tas punggungnya. Ia melihat Chanyeol yang berdiri menjulang di depannya dengan dua kantung buah-buahan di tangannya.
Singkat cerita, Chanyeol meninggalkannya untuk membeli buah-buahan untuk mereka berdua sementara Baekhyun yang tengah berkemalut dengan pikirannya memilih singgah ke sebuah toko perhiasan dan menggadaikan sebuah kalung berharga yang ia miliki.
Uang itu tak lain tak bukan akan mereka gunakan untuk biaya mengunjungi neneknya yang berada di Georgia.
Bukannya Baekhyun memaksa kehendak, namun kabar bahwa neneknya yang terserang stroke membuat Baekhyun kian tak dapat bernafas tenang barang sedetik.
Ia menggerutu karena masalah yang bertubi-tubi terjadi padanya kian menyekik. Ia bahkan tak sama sekali berniat membagikan kisahnya kepada Chanyeol. Dengan sebuah pemikiran rasional mengenai tidak ingin menambah beban pikiran prianya, Baekhyun berusaha menyandang apapun kesulitan yang ia rasakan seorang diri.
Hingga Kris datang dan menjadi malaikat pelindungnya dari segala potensi masalah yang beranak-pinak. Membuatnya merasa bebannya perlahan terangkat.
OBLIVIATE
— D - 336
"Ahh,"
Baekhyun mendesah pelan saat punggungnya bersinggungan dengan dinding hangat. Tubuhnya terhimpir diantara dinding dan Chanyeol yang semakin merapatkan tubuh padanya.
Sedangkan bibir keduanya berpacu dalam sebuah pangutan dalam yang sensual. Sementara tangan Baekhyun menjalar ke atas kepala prianya, tangan prianya yang semula menggenggam kedua jemari yang berada di atas tubuhnya, beralih mengusap pinggangnya dengan gerakan sensual.
"Ughh, shit."
Baekhyun meleguh lembut saat lidahnya dihisap, bertepatan dengan kejantanan keras keduanya yang bersinggungan di balik training mereka. Chanyeol menarik tubuhnya agar semakin dekat dengannya, menampar pantat Baekhyun dengan keras karena umpatan yang di keluarkannya.
Si mungil memekik terkejut. Ia mengumpat lagi dengan mata tertutup, membiarkan Chanyeol yang kembali memukul pantatnya.
Satu tangannya ia bawa untuk meremas kesejatian prianya. Rasa kaku dan panas menyambut telapak tangan Baekhyun, melingkupi seluruh permukaan tangannya yang kini sempurna mengurut lembut si batang raksasa yang masih tertutupi celana.
Chanyeol meleguh serak dalam pungutannya. Bibirnya terlepas dari bibir Baekhyun. Kepalanya mendongak ke atas hingga jakun seksinya kini menjadi sasaran Baekhyun untuk ia nikmati. Ia menjilat dan menyasap dua tonjolan besar yang kini bergetar di dalam mulutnya.
Dan saat ia menurunkan wajahnya untuk melihat si cantik, Chanyeol di sambut oleh sebuah sapuan lidah lembut di garis rahangnya.
Ia mendesis dalam. Baekhyun benar-benar.
Tanpa ba-bi-bu, Chanyeol membawanya dalam gendongan bridal yang terasa lebih intim. Tangan Baekhyun berkalung sempurna di lehernya. Tersenyum manis padanya.
Saat mereka sampai di kamar, Baekhyun segera menerjang pria itu dan menciumnya dalam. Perlahan tapi pasti membawa tubuh keduanya menuju kamar mandi.
Ia melepaskan seluruh pakaiannya dengan gerakan yang sengaja ia buat-buat lambat. Melepaskan pakaian Chanyeol dengan gerakan serupa hingga tubuh polos keduanya kini dengan saling berhadapan mengarah pada cermin besar.
Baekhyun menghidupkan shower dan membasuh tubuhnya dengan lembut. Mengambil sabun cair dan menggosoknya di seluruh tubuhnya. Bersikap seolah Chanyeol tak ada.
Sedangkan pria itu menyaksikan kekasihnya yang tengah mandi kini dengan mata memerah. Sejenak ia melihat ke arah cermin yang memantulkan siluet dirinya.
Tubuh kekarnya terekspos bebas dengan kejantanan besar yang mengacung ke depan. Oh, Chanyeol bahkan sangat horny saat melihat pantulan dirinya sendiri. Ia ingin segera membuat Baekhyun menyerah dalam kuasanya.
Ia mendekati Baekhyun yang kini berusaha menggosok punggungnya. Mengambil alih pekerjaan Baekhyun untuk menggosokkan foam itu secara merata ke tubuh sintalnya dan membiarkan Baekhyun melakukan hal serupa padanya.
Tangan Baekhyun membalur di sekitar lengan berototnya menuju ke bawah, menggosok perut seksinya dan meniup putingnya yang keras dengan sensual. "Ohh."
Baekhyun melirik Chanyeol dan mengusap jemarinya di sepanjang tulang betis Chanyeol beralih pada paha dalamnya. Menggosok dengan lembut dan berakhir di benda keras yang seakan menantangnya."A-ahh, Baek.."
Ia mengarahkan kedua jemarinya untuk meremas mereka sebelum membuat kelima jemarinya secara bersamaan melingkupi batangnya dan menggerakkan maju mundur. Baekhyun menggigit bibirnya sensual karena benda yang selalu ia sukai ini terlihat begitu panas. Ia membayangkan saat batang itu masuk ke dalam tubuhnya, membuatnya mendesah pelan karena gairah yang memuncak.
Baekhyun mengurut kejantanan Chanyeol dengan gerakan teratur. Memekakkan telinga karena desahan dalam Chanyeol yang merenggut kewarasan otaknya. Ia berusaha memfokuskan diri pada tekstur benda keras di tangannya kini.
Panjang, besar, keras dan terasa panas.
Guyuran shower sama sekali tak membantu Chanyeol untuk berpikiran jernih saat kesejatiannya yang perkasa kini berada di dalam sebuah kehangatan lembutnya mulut kekasihnya.
Ia menggeram jantan saat merasakan hisapan kuat yang membombardir kewarasannya. Baekhyun terlalu lihai hingga membuatnya nyaris gila.
Menatap ke bawah, ia melihat kekasihnya yang kini mengoral kejantanannya dengan kedua mata yang tertutup. Dengan gumaman tak jelas, Baekhyun mengekspresikan betapa ia menikmati daging keras tak bertulang yang kini menyumpal mulutnya.
Menghisap, menjilat, mencium, mengecup dan mengeluar masukkan batang besar itu dalam mulut panasnya. Sesekali menghisap dua bola merahnya hingga suara hisapan dan desahan keras Chanyeol menggema di penjuru kamar mandi.
Baekhyun membuka matanya saat Chanyeol mangusap rambutnya lembut. Menikmati perasaan hangat yang menjalar di hatinya saat merasakan sisiran halus di rambutnya yang sarat akan kasih sayang.
Dengan kepala yang terus bergerak maju-mundur, Baekhyun berusaha tersenyum hingga wajah kakunya yang kini penuh dengan genangan air mata membuat Chanyeol terasa terhantam ke dasar aspal panas.
Ia menarik kekasihnya untuk berdiri dan menciumnya dalam. Lembut dan mesra.
Kukungan posesif itu sarat akan proteksi tinggi yang membuat Baekhyun nyaman. Ia membiarkan air matanya dan sang kekasih beradu menjadi satu dalam pungutan mesra sementara di bawah sana ia dapat merasakan dirinya perlahan terisi dengan rasa penuh yang menyesakkan tubuhnya. "Emhh—Chanyeol.."
Baekhyun menggeliat sementara tangan Chanyeol mengusap di perpanjang tulang belikatnya. Ia melepas ciuman mereka dan menatap Baekhyun dalam.
"Aku sangat mencintaimu, Baek." Ucapnya dengan sebuah air mata haru dan bahagia yang turun dari bola mata beningnya.
Baekhyun mengusap rahang kekasihnya dengan lembut. Mata berbinarnya berbaur dalam kelembutan tatapan Chanyeol. Obsidian mirip keduanya terlihat berbinar di bawah cahaya lampu yang seadanya. Menghadirkan desiran luar biasa yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya.
"Aku amat mencintaimu, Chanyeol."
Chanyeol menikmati bagaimana wajah cantik di depannya kini menghipnotisnya dalam gravitasi tak terbatasnya. Menelisik setiap inci wajah dan tubuh kekasihnya, berusaha menyimpan semuanya ke dalam memorinya yang kuat.
Dan saat Baekhyun mengangguk yakin padanya. Chanyeol mulai menggerakkan dirinya. Perlahan-lahan menumbuk titik manis Baekhyun yang selalu mudah dirinya temui.
Nafas Baekhyun mulai memberat, kedua tangan yang awalnya berada di sisi kiri dan kanan tubuhnya kini beralih pada pantat seksi Chanyeol. Mencengkramnya seakan memberi komando bagaimana seharusnya ia memasuki tubuhnya. Cepat dan dalam.
"Rileks, Baekhyun. Jangan terlalu erat menjepitku, aku sulit bergerak." Bisik Chanyeol.
Baekhyun melebarkan lubangnya dengan gerakan senam yang ia pernah lakukan dahulu. Chanyeol mendesah lembut karena sensasinya.
Lubang itu terasa panas dan mencengkram dengan erat dan selalu sama. Memijat batang panasnya hingga ia merasa akan gila. Menariknya setiap kali ia menjejal jauh ke dalam dan mendorong dengan sensual saat ia menarik diri.
Satu kakinya Chanyeol angkat ke atas, dan sebuah hujaman dalam kembali ia berikan pada pusat tubuh erat Baekhyun. Melupakan sebuah tempo lembut dan berusaha mengejar satu pelepasan bersama yang tentunya akan terasa sangat memuaskan nantinya.
Bibir ranum Baekhyun terbuka dua ruas sementara puting berisinya kini terlihat memerah karena bibirnya yang tadi terlalu keras menghisap mereka. "Ah! ya tuhan."
Ia membawa satu jemarinya untuk menggelitik mereka hingga salah satunya tegang. Bibir panasnya kembali menjelajahi leher Baekhyun yang terdapat beberapa tanda keunguan. Menyasapnya kembali sebelum cengkraman erat Baekhyun di bawah sana membuat nafas Chanyeol terputus-putus dengan cara terbaik.
Ia menenggelamkan wajahnya di leher harum itu dan mendesah sekerasnya.
Baekhyun pula terlihat lebih kacau.
Ia menggeram sesekali mengumpat dan memekik feminim dengan kedua tangan yang mencengkram erat punggung lebar Chanyeol. Melantunkan erangan sensual sementara bibirnya sibuk meraup oksigen yang menipis di paru-parunya.
"Arrghh, sial, Baek."
Chanyeol memberi Baekhyun tamparan di pantat sesuai dengan yang mereka bicarakan tadi sore.
Pantat kenyal itu kembali mendapatkan rangsangan luar biasa saat Chanyeol tiba-tiba menurunkan sebelah kaki Baekhyun dan memutar tubuhnya. Ia melepas tautan mereka hingga suara seksi itu terdengar keras.
Chanyeol berjongkok di belakang Baekhyun. Menyibak belahan pantatnya hingga lubang merah yang tadi ia nikmati terlihat eksistensinya. Sedikit terbuka dengan cairan miliknya yang terlihat membaur hingga terasa lembab.
Lidah Chanyeol menyapa di sana. Membuat lubang itu seketika tertutup dan terbuka lagi karena sang empu yang terkejut akan sapuan panas lidahnya yang lembut.
Tubuh Baekhyun mengejang dan melengkung saat ia mendapatkan pelepasannya. Tangan Chanyeol berhenti memompa kejantanan kekasihnya. Ia membalikkan tubuh Baekhyun dan memasukkan keseluruhan kejantanan si mungil dalam mulutnya.
Mengisap mereka dengan kencang, membersihkan sperma yang Baekhyun semburkan dan menyapukan lidah panasnya di sepanjang garis merah kejantanan mungil itu.
Baekhyun bergetar lagi karena pelepasan yang kembali menghantamnya.
Saat Chanyeol berdiri menjulang di depannya, Baekhyun segera menarik kepala si tinggi dan mengecap bibirnya yang masih membekas sperma miliknya. Merasakan cairan asin itu dalam pungutan panas.
Chanyeol kembali memasuki Baekhyun dalam sekali hantakan hingga ia berjengit kecil karena rasa perih dan sesak yang kembali menghantam tubuh dalamnya. Chanyeol sangat dalam dan besar hingga membuat perutnya sakit.
Ia sedikit berjinjit untuk mengurangi rasa tak nyamannya, mengabaikannya sebanyak yang ia bisa dan mulai menikmati kembali tempo Chanyeol yang manis.
Saat ia menikam dalam dan keras, Baekhyun kembali kehilangan kewarasannya. Ia melengkung dengan sensual dan mendesah lembut.
"Do you feel me, baby? Hmmhh.."
"Y-yeah, I feel you. Ahh—"
Chanyeol tersenyum. Ia menumpahkan segala perhatian indera penglihatannya pada sosok indah di depannya kini. Memuja tiap inci kulit halusnya dalam usapan lembut.
Saat Baekhyun membuka mata, kedua iris kembar mereka beradu dalam. Suara desah terputus-putus mereka bersahutan dengan nafas pendek yang menikam paru-paru.
"Kau sangat cantik, Baekhyun. Sangat indah."
Chanyeol mencium pundak kecilnya yang indah. Hanya sebuah kecupan ringan yang bersamaan dengan pelepasan dalam Chanyeol yang berada di dalam tubuhnya.
Baekhyun meringis, ia merasakan Chanyeol tetap menggerakkan dirinya hingga suara kelamin mereka yang beradu kini memenuhi kamar mandi karena cairan Chanyeol yang terasa mengalir di sudut lubang dan pahanya yang masih beradu dengan milik Chanyeol.
"Ah! Haa—fuck, It's feels so good."
"Lebih cepat kumohon."
Dan Chanyeol kembali menumburkan pinggangnya pada Baekhyun. Lebih keras dan dalam. Lebih cepat namun sensual.
Hingga ia kembali datang untuk yang kedua dan Baekhyun dalam hitungan ketiganya.
"Kita melupakan dessert-nya."
"Kau dessert-ku." Balas Chanyeol cepat. Masih dengan nafas terengah, ia melepaskan dirinya hingga dirinya melihat lubang Baekhyun yang terbuka dan mengeluarkan cairannya yang banyak. Ia tersenyum bangga.
"Ini."
Ia menjajalkan kembali lidahnya di sana hingga Baekhyun kembali mendapatkan gairahnya dengan cara terpanas.
Keringat membasuh tubuh mereka yang kembali berpacu dalam penyatuan dalam yang terasa menyenangkan hingga pagi menjemput.
OBLIVIATE
— D – 334
BGM || Eternity - VIXX ||
Hari ini terasa melelahkan bagi Chanyeol.
Setelah tour dadakan yang ia dan band-nya lakukan selama dua hari tiga malam di selatan Florida, ia kembali ke rumah dengan wajah lelahnya yang berubah bersemangat saat mendapati Baekhyun yang menyambutnya di depan pintu dengan seporsi pie apel dan pelukan selamat datang.
Ia terlihat lebih berisi dari hari terakhir mereka bertemu pekan kemarin. Dan ia terlihat lebih bahagia.
Karena suasana hatinya yang baik, Chanyeol juga tak dapat menyembunyikan raut gembiranya.
"Apa ada kabar baik dari kantormu?"
Baekhyun memajukan kursinya dan menekan garpu di bibirnya. "Menurutmu?"
"Mungkin, atau kau mendapatkan kenaikan gaji."
Baekhyun tertawa renyah. Sesaat meninggalkan kecanggungan dalam nada suara Chanyeol. Ia meringis malu.
"Apa aku salah?"
"Tidak sepenuhnya."
Si mungil itu menunduk untuk memotong dagingnya, menyuapnya pelan-pelan sementara Chanyeol masih terdiam memandanginya. Menunggunya berbicara.
"Kami mendapatkan sponsor besar. Aku di promosikan lebih luas dan kami akan pergi ke luar kota untuk beberapa hari."
"Ke luar kota?"
Baekhyun bisa mendengar nada suara Chanyeol yang sedikit meninggi yang ia tidak ketahui alasannya apa. Mungkin ia sedikit terkejut. Itu hal biasa.
"Um, kurasa.. Selama tiga atau empat hari. Aku akan menyusun jadwalnya sore ini, kami memiliki pertemuan siang ini untuk membahasnya lebih jauh. Bagaimana menurutmu?"
Chanyeol tidak menjawab. Entah kenapa sebuah perasaan asing masuk ke dalam dirinya hingga ia dapat merasakan sebuah hal tak beres.
Entahlah. Hanya saja, pasangan twinflame memang sangat intuitif untuk merasakan energi dari pasangannya dan terikat secara batin. Jiwa mereka kembar, itulah alasan paling masuk akal kenapa Chanyeol turut merasakan perasaan tak menentu yang sebenarnya berasal dari perasaan Baekhyun sendiri.
Ia mentransfer energinya pada pria itu hingga ia lelah dan tak dapat membuka suaranya.
"Yeol?"
Si tinggi tersentak dan menatap Baekhyun dalam. "Ya?"
"Aku bertanya, bagaimana menurutmu?"
Chanyeol menunduk. Kembali memakan dagingnya tanpa berniat ingin membalas ucapan Baekhyun.
Dan untuk pertama kali seumur hubungan keduanya, Chanyeol bersikap seperti itu padanya.
"Kenapa kau mengabaikanku?"
Baekhyun memandangi Chanyeol dengan raut tak terbaca. Pria itu mengangkat wajahnya. Tanpa banyak bicara, ia mengirimkan sinyal apa yang ia pikirkan tanpa berucap. Hal yang biasa di lakukan oleh dua pasang jiwa yang sama. Telepati. Ilmu psikologis.
Baekhyun menunduk dalam.
Ia telah menebak sebelumnya, tidak akan semudah itu.
"Kau tidak sedang berbohong padaku, bukan?"
Chanyeol membuka suaranya. Mengejutkan Baekhyun yang tengah memainkan kelopak mawar yang berada di vas.
"Kau tahu bagaimana aku, Yeol." Ia menjawab pasti. Matanya yang sipit sedikit mendelik marah saat Chanyeol meliriknya.
Ia terkesiap.
Sebenarnya apa-apaan ini?
Mereka membuang energi hanya untuk berdebat secara tak langsung. Seharusnya izin ini menjadi sedikit lebih mudah jika saja Chanyeol memahami bagaimana posisi Baekhyun sebagai seorang sekretaris dari sebuah perusahaan ternama yang cukup besar.
Ya, seharusnya.
Dan ia mencobanya.
Untuk memahami kekasihnya dan mengabaikan teriakan di dalam dirinya yang bertentangan dengan rasio keduanya.
...
"Bagaimana dengan usulan proposalnya?"
"Sejauh ini tidak ada kabar lebih. Aku hanya mendapatkan dua sampai tiga sponsor.."
Chanyeol mengangguk pelan meski lawan bicaranya tak dapat melihat. "Beri aku kabar lusa ini, aku berada di tempat yang sangat jauh dan tidak akan ada signal di sana. Kurasa seminggu lagi aku akan pulang."
"Oh, kemana kau akan pergi?"
"Amazon, pamanku sakit. Karena selama beberapa hari kita tak ada jadwal, aku akan berada di cafe untuk beberapa waktu dan mengisi shift-ku yang kutinggalkan beberapa waktu. Atau kau bisa menjumpaiku di sana untuk membicarakannya tanpa harus menunggu seminggu setelah aku pulang dari Amazon."
"Kau akan berburu?"
Chanyeol mendengus. "Aku tak bilang aku akan melakukannya." Ia berjengit di kursinya. "Aku telah melupakan aktivitas itu dalam waktu yang sangat lama. Aku berada di kota modern, mereka tidak akan mentolerirnya. Semua orang di sini menganggap berburu adalah tindakan tolol."
Ia bisa mendengar suara tawa Vernon di seberang sana. Ia terlihat tergelitik dengab jawaban teman satu band-nya itu.
"Ayolah, bung. Kau berasal dari hutan. Lagipula siapa yang peduli akan itu."
"Kekasihku peduli. Aku tak ingin terlihat menyeramkan. Lagipula aku telah cukup lama mengasingkan diri ke sini, itu tak akan menjadi hal yang akan aku lakukan dalam waktu dekat. Maksudku, aku senang hidup seperti kebanyakan orang."
"Aku mengerti." Vernon berkata jika ia ingin melakukan sesuatu dan Chanyeol mengakhiri sambungannya.
Saat ia meletakkan ponselnya pada meja persegi di sudut ruang kerjanya, matanya menangkap kelopak bunga yang kering berserakan di sekitar vas.
Baekhyun pasti lupa mengganti bunganya. Ia tidak mempermasalahkan itu. Mungkin ia benar-benar tidak mengingatnya.
Jadi ia membersihkan kekacauan alamiah itu dan segera membawa vas kosong itu ke tempat cucian kotor.
Ia melirik kekasihnya yang tengah berkutat dengan kalender dan jurnal pribadinya di sudut perapian.
"Hei, babe."
Baekhyun yang sibuk mencatat kini mengalihkan perhatiannya pada pria tampannya yang menaruh vas di cucian kotor. "Oh, kenapa kau meletakkannya di sana?"
Chanyeol melirik vasnya. "Bunganya kering. Aku membersihkannya dan kurasa tidak membutuhkannya."
"Oh," gumam Baekhyun pelan. "Aku lupa mengganti bunga dan airnya."
"Bukan masalah." Chanyeol mendekat padanya. Jurnal itu sontak ia letakkan di meja bundar di sampingnya. Membiarkan Chanyeol kini bersimpuh di depannya dan melumat halus bibirnya.
"Bagaimana tour-nya?"
Rutinitas Chanyeol yang sedikit lebih padat membuat waktunya bersama Baekhyun sedikit berkurang. Ia yang dahulu memiliki banyak waktu luang kini menjadi sangat padat. Sebaliknya, Baekhyun yang dahulunya memiliki jadwal padat dan waktu yang terbatas kini lebih sering terlihat di rumah.
Entah untuk alasan apa. Selama seminggu terkadang ia menemukan kekasihnya kerap berada di rumah dan menghabiskan waktu dengan memangkas taman kecil mereka atau barangkali belajar memasak menu baru yang bahkan tidak Chanyeol ketahui sejak kapan Baekhyun tertarik untuk melakukannya, tanpa dirinya.
Ia menjadi lebih mandiri dan modis.
Chanyeol yang melihatnya tentu saja senang.
Setelah ia pulang malam karena pekerjaan barunya—di cafe— menyita jam sore hingga malamnya, ia disuguhkan dengan makanan yang memenuhi meja dapur.
Meski makanan Baekhyun tak seenak bikinannya, setidaknya ia berusaha keras memasak dan menyuguhkannya segala bukti cinta tanpa ucapannya. Dan Chanyeol bahagia akan itu.
Kian hari ia semakin berusaha lebih keras untuk mendapatkan uang hingga kini keadaan rumah mereka membaik dan Baekhyun pun sepertinya menjadi penyokong terbanyak dalam segi materil, karena ia yang mendapatkan uang lebih besar dan dalam waktu singkat ia bisa membali hal-hal yang Chanyeol rasa cukup janggal.
Tidak mungkin Baekhyun digaji perminggu, kan?
Namun ia tak pula bertanya kenapa.
Toh, itu bukan urusannya. Maksudnya, itu tak sopan dan ia tak berhak bertanya berapa dan kapan kekasihnya menerima gaji dari kantornya.
Sepertinya omongan Baekhyun tentang proyek dan promosinya memang benar-benar masuk akal. Dan Chanyeol merasa bersalah karena egois dan cenderung membuat hatinya menguasai dirinya waktu itu.
Mungkin saja itu hanya sebuah ketakutan yang di dorong oleh sugesti di dalam dirinya sendiri.
Tak ada yang sebenarnya terjadi selain kehidupan yang perlahan membaik dan merangkak naik.
Ya, ia memutuskan untuk menempatkan intuisinya dalam urutan kedua dan menomorsatukan rasionalnya.
Ia tidak bisa selalu membiarkan perasaan yang jiwanya katakan untuk mendominasi dirinya. Meski ia tahu bahwa intuisi tak pernah bohong. Namun ia menempatkannya dalam level dimana rasionya tak bisa di ganggu gugat oleh sebuah kata hati nurani.
Terkesan kejam.
Demi kebaikannya dengan Baekhyun. Ia harus mempercayai lelakinya.
Tentu. Baekhyunnya tak akan berbohong padanya.
Ia yakin.
Sisi rasionalnya mendominasi.
Ia menatap lekat wajah cantik Baekhyun. Mengusap pipinya lembut hingga si mungil memejamkan matanya penuh damba.
Semua akan baik-baik saja, bukan?
OBLIVIATE
— D - 314
"Kau benar-benar tidak membutuhkan jaket, Baek? Udara akan sangat dingin akhir-akhir ini."
Baekhyun menggeleng dua kali. Kedua tangannya sibuk membenarkan tali sepatunya sementara Chanyeol memandanginya melalui sofa. Saat ia selesai, ia tersenyum pada kekasihnya.
"Kemarilah, Baek." Chanyeol menepuk pahanya.
Ia berjalan mendekat. Mendudukkan dirinya di atas pangkuan Chanyeol dan mengalungkan kedua lengannya pada bahu kekar kekasihnya.
"Aku akan sangat merindukanmu." Bisiknya. Mencium mulut Baekhyun yang akan menjawab kalimatnya.
Bibir mereka saling melumat lembut sementara tangan Chanyeol yang terayun bebas kini mengusap punggung hangat Baekhyun.
Kedua lengan kekar itu di tahan. Sang pelaku tak lain adalah si mungil yang berbalut kemeja kantornya yang kini sengaja menaruh dua telapak tangan prianya di sisi tubuhnya.
"Kenapa?" tanya Chanyeol.
Baekhyun menggeleng dan tersenyum. Menyisir rambut Chanyeol yang berantakan akibat ulahnya.
"Aku tak ingin pakaianku kusut dan kau robek. Kurasa tadi malam cukup."
Chanyeol mendengus. "Ya, ya, aku mengerti, tuan sibuk."
Baekhyun terkekeh dan menusuk pipi kekasihnya. "Jangan marah."
"Aku tidak." Chanyeol menyergah cepat. Namun wajahnya terlihat seperti anak lima tahun yang merajuk. Hal itu membuat Baekhyun tak kuasa menahan tawanya.
Jemarinya kembali menyisir rambutnya yang sekarang berubah menjadi hitam legam. Teksturnya sedikit kasar.
Chanyeol memejamkan matanya karena jemari lentik itu kini turun ke pipinya. Membelai dahi, hidung, pipi, dagu dan berhenti di bibirnya yang sedikit terbuka.
"Aku tak akan lama," ia meyakinkan. Sedikit mencondongkan dirinya untuk lebih intim pada prianya. Chanyeol membuka matanya. Nafas Baekhyun menyapu pipinya dengan halus. Kedua retina cokelat kehijauan keduanya saling bergulir pada bibir masing-masing, Baekhyun mendesah kecil.
"Aku pasti akan sangat merindukan ini."
Ia bersender pada bahu prianya. Menatap lurus ke depan. Memejamkan matanya saat merasakan usapan lembut di pinggulnya.
"Kau akan mematikan ponselmu selama tiga hari penuh itu?"
Baekhyun mengangkat wajahnya. Senyum meminta maaf menyebar di wajahnya, bahkan tak mencapai mata. Chanyeol mengangguk paham.
"Jadi aku akan menahan diri," ia berujar sangat lembut dan mencium bahu Baekhyun.
"Tak usah di pikirkan, aku akan baik-baik saja."
"Bolehkah aku tahu di mana pastinya?"
"Seattle, Yeol." Baekhyun menggigit bibirnya. Ia berbohong lagi.
Chanyeol tak lagi merangkai percakapan diantara mereka. Ia menikmati waktu sebenarnya bersama si mungil sebelum ia pergi untuk urusan pekerjaannya selama tiga hari. "Jadi, kita bergantian. Kemarin kau yang meninggalkanku, sekarang aku yang meninggalkanmu."
Decihan kecil keluar dari sudut bibir Chanyeol. Ia menyeringai tampan. "Kita bekerja sangat keras." Baekhyun mengangguk setuju. Kembali menenggelamkan wajahnya pada dada harum kekasihnya.
Seketika ingatan akan mereka yang menghadapi masalah bertubi tubi muncul di dalam benaknya. Suatu hal yang rutin terjadi, yang justru semakin mengeratkan hubungan keduanya sebagai dua insan twinflame.
Baekhyun menatap Chanyeol yang berada di atasnya dan mengerjap palan. Pria itu sontak menengok ke bawah dan tersenyum lembut. "Ada apa, hm?"
Ia menggeleng. "Aku ingin menghirup udara segar."
Keduanya berjalan dengan dekapan masing-masing yang sama sekali tak mengendur. Memilih duduk di bawah rindangnya pohon yang terdapat kursi taman. Baekhyun kembali duduk di pangkuan Chanyeol dan menenggelamkan dirinya di dalam dada prianya.
Chanyeol terkekeh kecil. "Kau sangat manja, Baek."
"Aku hanya rindu." Angin lembut menyapa mereka hingga harum tubuh keduanya yang khas kini menguar hingga membuat masing-masing terhipnotis dalam.
Dia mengusap lengannya lembut. Menatap langit yang mendung dan menarik lembut bibir Chanyeol yang memberengut, "kenapa?"
"It's so unfair."
"Hm?"
"Kau tahu kenapa, Baek?"
Baekhyun menggeleng. Menyamankan posisinya dan menatap wajah tampan kekasihnya. Seketika ingin merasakan mulut Chanyeol mengoyak pakaiannya.
"Kenapa semuanya terasa sangat berat, sementara semua ini menguras waktu kau dan aku. Aku memikirkannya sejak tadi malam. Aku berada dalam perjalanan panjang menuju pulang. Aku memikirkanmu, rumah kita, segalanya. Aku tak sanggup untuk jauh terlalu lama. Mungkin aku berlebihan, tapi itulah faktanya. Aku bertemu denganmu dengan waktu yang sangat singkat, kemudian kau dituntut untuk siap siaga bepergian kapan saja karena urusan kantor. Sedikit banyak membuat kita jarang memiliki waktu berkualitas."
Mata berkaca Baekhyun menarik perhatian Chanyeol. Ia terkekeh pelan. "Apa kau menangis?"
Ia mengabaikannya. Sementara Baekhyun memutar jemarinya di garis rahang Chanyeol. "Bagaimana jika aku mengatakan hal yang sama?"
"Itu akan lebih baik." Bisik si besar dengan suara seraknya.
"Aku merindukan berada dalam dekapanmu, dan selama kau pergi kemarin, aku memeluk guling. Dan itu menyebalkan."
Baekhyun menggerutu. Chanyeol tertawa geli. "Tapi kau tidak masturbasi sambil memikirkan aku, kan?"
Satu pukulan keras menyampir di bahu Chanyeol sementara sang pelaku mencibir kesal. "Baik, aku hanya bercanda."
Helaan nafasnya menarik perhatian kembali. Jadi ia menyamankan posisi untuk mendekap tubuh harum itu lebih banyak.
"Dan setelah ini kau akan pergi lagi, dalam kurun waktu dua jam, aku tak dapat melihatmu bahkan mendengar suaramu untuk beberapa waktu."
"Aku turut kesal, tapi aku tak memiliki pilihan. Aku harus melakukannya."
"Aku mengerti." Chanyeol meraih jemarinya dan mengecupnya lama. "Aku tak berharap banyak, hanya saja, jaga dirimu. Dan hatimu, aku yakin, kau tak akan pernah membaginya untuk orang lain."
"Apparently. The world is not wishing-granting factory."
OBLIVIATE
Apa yang rasanya berjam-jam terjadi sebenarnya hanya terjadi dalam beberapa menit.
Keheningan di dalam mobil itu membuat Baekhyun bahkan merasa ruang geraknya terbatas meski luas mobil ini benar-benar luas. Bahkan dari kursi kemudi ke tempatnya, berjarak cukup jauh dan dibatasi oleh sebuah persegi yang Baekhyun tak tahu apa isinya.
Matanya masih memperhatikan pemandangan alam yang membentang di sisi kiri jalan raya sementara pria di sampingnya memfokuskan diri untuk menyetir. Mengacuhkannya.
"Sebenarnya kita akan pergi kemana, Kris?"
Kris tersentak. Ia bagai bergelut dengan pikirannya hingga kini reksinya terlihat berbeda dari yang Baekhyun lihat beberapa menit yang lalu dari awal mereka berada di dalam mobil. "Maaf, aku sedikit tidak fokus. Apa yang kau tanyakan, Baekhyun?"
"Oh, aku pikir kau terlalu fokus pada jalan."
"Aku hanya memikirkan sesuatu."
"Kembalilah pada tubuhmu saat kau tengah menyetir. Kau bisa menempatkan kita dalam bahaya saat ragamu tidak di sana untuk menyadarkanmu."
Pria itu tertawa canggung. "Maafkan aku."
Baekhyun melirik ke pemandangan alam lagi, "sebenarnya kemana kita akan pergi?" matanya melirik plang yang menunjukkan arah kota dan memasuki area gersang dengan rimbun kering.
"Kita akan ke gurun?"
Kris meliriknya sekilas. Tawanya pecah seketika. "Apa yang kau tertawakan? Aku?"
"Serius, Baek. Tidak ada gurun di daratan Amerika ini."
Baekhyun membulatkan bibirnya terkesiap. "Lalu bagaimana aku bisa menyebut daratan kering padang pasir dengan banyak kaktus?"
"Texas."
"Oh, ya tuhan, tentu saja. Bagaimana aku bisa melupakannya."
Kris terkekeh. Ia menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Kau lucu." Katanya.
Baekhyun berjengit tak setuju. "Mungkin maksudmu, konyol."
"Maka aku tak masuk akal. Mungkin kita akan terdengar cocok."
Gerakannya terhenti. Dadanya berdenyut nyeri saat mendengar kalimat 'tak masuk akal' yang keluar dari bilah bibir Kris.
"Memangnya sejak kapan aku pernah masuk akal?"
...
"Oh, wow." Baekhyun menghela nafasnya kecil. Matanya menelisik Penthouse mewah dengan nuansa putih dan krem di depannya dengan wajah tak terlalu antusias. Well, menurutnya ini sedikit berlebihan.
"Welcome to," Baekhyun menyambut uluran tangan Kris dan menatapnya datar. "Las Vegas."
Ia menunduk dan mengangguk sekali. Terlihat murung.
Kris yang menangkapnya berusaha bersikap ceria dan membuat Baekhyun merasa nyaman. Karena ia yakin, mungkin Baekhyun sedikit shock dengan ini semua.
Mereka berjalan dengan bahu yang bersinggungan ke dalam Penthouse. Baekhyun juga tak kunjung membuka suaranya meski mereka kini mulai memasuki area pekarangan hijau yang di tumbuhi beberapa pohon palem.
Baekhyun melirik ke samping saat Kris memasukkan kunci dan kartu untuk membuka pintu. Ia mengernyitkan dahi. Kenapa dua?
Oh, entahlah. Itu sama sekali bukan urusannya.
Ia kembali melihat ke arah barat, ke lautan yang terbentang bebas di belakang bangunan yang sepertinya terdapat area outdoor khusus. Ini terasa seperti rumah selebritis ternama, dan tak di ragukan lagi. Ini adalah kelas terelit di barat dan Kris memilikimya atas namanya sendiri.
Dia pasti sangat kaya. Dan semua ini tidak masuk akal jika Kris masih sendiri dan ia terlihat sangat kesepian. Bagai kisahnya.
Baekhyun berjalan di belakang Kris, memasuki Penthouse yang besar dan mewah. Tidak ada antusiasme sama sekali di wajahnya. Ia terlihat sangat datar dan Kris tidak dapat menebak apakah ia terkesan, suka, atau tidak.
Ia tak pernah mendapati ekspresi Baekhyun yang seperti itu sebelumnya. Namun Kris tak berhak menyinggungnya. Reaksi Baekhyun dan tingkahnya bukanlah urusannya. Mungkin ia hanya kekalahan setelah perjalanan jauh. Masuk akal.
"Apa kau lelah, Baekhyun?"
Baekhyun tersentak dan menatap Kris dengan gelagat tak enak. "Tidak terlalu."
"Mau berandam? Mungkin bisa sedikit membuat tubuhmu rileks."
...
Selesai dengan treatment yang terlalu berlebihan baginya, Baekhyun berada dalam balutan bathrobe-nya tengah duduk di kursi santai yang berada di belakang Penthouse.
Menikmati sinar matahari sore dengan pemandangan laut yang seakan membawa segenap pikiran tak tenangnya. Ia merasa rileks kembali.
Sedang pemilik rumah kini di sibukkan dengan pekerjaannya yang berharga, Baekhyun memilih bersantai dengan ditemani buah lokal yang ia dapatkan di lemari pendingin dua pintu milik Kris.
Ia berusaha bersikap terbiasa dengan segala kemewahan yang Kris suguhkan. Nyatanya ia tetap tak merasa nyaman. Bukan berarti ia norak atau semacamnya, ia hanya tak enak hati. Bagaimanapun ia baru berkenalan dengan pria itu dan apa yang ia dapatkan cenderung berlebihan. Terlebih mereka bukan siapa-siapa.
Atau dia yang memberikan Kris perspektif tersendiri karena ia berkata bahwa ia single.
Terkutuklah mulut sialannya malam itu yang asal ceplos karena terbawa pengaruh alkohol. Dan ia tak sanggup untuk meluruskan apa yang sebenarnya terjadi. Ia tak tahu bagaimana caranya agar bisa bersikap normal sedang ia merasa setengah nyawanya seakan pergi di ambil kapan saja.
Ia sama sekali tak bisa bersikap tenang meski Kris di sini membawanya untuk berlibur dan mengurangi beban pikiran yang mempengaruhi psikis Baekhyun akhir-akhir ini.
Sebagai sikap terimakasihnya, Baekhyun menerima segala suguhan Kris. Akan sangat tidak sopan dan kurang ajar jika dia menolaknya, meski ia telah berpisah cukup lama dengan orangtuanya, mereka tidak pernah mengajarkan kepada Baekhyun untuk bersikap tak sopan seperti menolak pemberian orang lain yang pastinya di laksanakan sebagai nilai pemberhargaan.
"Apa yang kau pikirkan, Baekhyun?"
Ia tersentak karena suara berat Kris masuk ke gendang telinganya. Tanpa memalingkan wajahnya, ia melirik pria itu melalui ekor matanya.
"Menikmati sinar matahari."
Kris mengambil duduk di kursi yang kosong di samping Baekhyun dan menselonjorkan kakinya seperti yang Baekhyun lakukan. Kedua tangannya ia bawa ke belakang kepalanya hingga Baekhyun bisa melihat lengan berototnya.
Ia memalingkan wajahnya ke depan.
"Apakah itu tattoo permanen?"
Kris melirik lengan kirinya yang terdapat gambar kaligrafi Chinese dan berguman. "Aku punya beberapa di area tubuhku."
Baekhyun menoleh padanya dengan wajah antusias. "Benarkah?"
Kris mengangguk. "Bolehkan aku melihatnya?"
Pria itu terdiam sejenak sebelum ia mengangguk mengiyakan.
Mata Baekhyun sontak membola saat Kris mencoba menurunkan boxer-nya dari pinggang kekarnya.
"A-apa yang kau lakukan!?"
Kris memiringkan kepalanya kikuk. "Menunjukkan tattoo-ku yang lain padamu."
"Tunggu dulu," ia menatap wajah Kris dengan sebelah jemarinya yang menangkup wajah. Berusaha agar bagian sisi matanya yang lain tak melihat bagian tubuh Kris yang terekspos.
"Apakah tattoo itu berada di bagian privatmu?"
Kris mengangguk. Baekhyun menutup mata tak habis pikir.
"Jangan di tunjukkan."
...
BGM || Titanic - Jackson Wang Feat Rich Brian ||
Sisa hari berjalan dengan baik, meski ia tetap menahan dirinya untuk tidak menghidupkan ponselnya atau mengirimi Chanyeol pesan teks.
Keberadaan Kris yang terlalu mengintimidasi membuat Baekhyun mengurungkan niat untuk melakukannya meski ia amat ingin. Ia hanya tak ingin pria itu bertanya padanya. Ia tak suka ditanyai. Jadi sebisa mungkin ia berusaha menghindari segala potensi yang membuat orang-orang bertanya padanya.
Saat ia mengeringkan pakaiannya yang basah setelah berenang, ia melihat Kris mengulurkan lehernya dari jendela dan berbisik pelan.
"Apa kau ada acara malam ini?"
Baekhyun mengerjap pelan. "Tidak." Tentu saja, dia ikut dengan pria itu ke sini. Bagaimana mungkin ia bisa memiliki jadwal diluar dari yang pria itu rencanakan. Ia bahkan tak tahu saat ia dibawa ke Las Vegas.
Tedengar seperti sebuah pencurian, mungkin Baekhyun sedikit berlebihan. Ia menyetujui ide Kris untuk berlibur ke luar kota. Dan apa apa yang akan terjadi padanya adalah atas dasar tanggung jawab pria itu.
"Ingin keluar bersamaku malam ini?"
"Bebas."
"Apa kau ada ide?"
Baekhyun menggeleng. "Aku bahkan tak tahu tempat-tempat di sini."
Semuanya terasa asing dan penuh hiruk pikuk dunia hiburan yang bergemerlap kemewahan dan tercap konsumtif.
"Aku ada sebuah tempat bagus untuk menghabiskan waktu, teman-temanku menawarkan beberapa hiburan yang mereka jadwalkan dan bertanya apakah aku akan ikut pergi."
Baekhyun mengangguk. "Terserah kau saja."
Saat malam datang, Kris berdiri di depan kamarnya dengan menawarkan pakaian berkelasnya kepada Baekhyun untuk ia pakai. Ia memilih yang paling tak mencolok.
Sebuah turtle neck dan blazer dengan kancing besar di sekitar pusar ke bagian dada. Berwarna dongker dengan garis maroon, ia merasa ini sedikit normal. Kris mengajaknya ke Vegas. Cuacanya sedikit mendung dan ia bisa merasakan rintik jatuh ke wajahnya saat ia mendongak untuk melihat bintang.
Jalan yang mereka tempuh sedikit macet, dan Kris memilih untuk memutar haluan di Naveda dan memilih jalan rahasia yang tak banyak orang ketahui. Jalanannya gelap dan tak banyak bangunan.
Perasaan Deja Vu kembali menyergap Baekhyun dalam sekejap ia kehilangan kepercayaan dirinya. Ia teringat akan Chanyeol.
Apa yang sedang ia lakukan? Bayang-bayang rasa bersalahnya menghantui hingga ia memilih untuk memejamkan mata sejenak.
Kris tak berusaha mengajaknya berbicara. Satu yang ia sukai darinya, ia tak berbasa-basi.
Saat mereka tiba di sebuah jalanan cukup bebas, ia melihat gedung-gedung teater dan shopping center menjulang di kiri dan kanannya. Ia menduga mereka akan ke sebuah club mewah seperti yang biasa orang kaya lakukan. Dan dugaannya benar. Ia bisa melihat lampu-lampu kemerlip yang indah dan membuatnya bersemangat juga gugup disaat bersamaan.
"Rileks, Baekhyun. Semua akan baik-baik saja."
Baekhyun menghela nafas. "Ya."
Club itu berada di dalam sebuah kapal pesiar mewah di tepi kota Vegas yang penuh gemerlap hiburan surga dunia.
Sebelum masuk ke dalam kapal pesiar itu, mereka terlebih dahulu harus melakukan registrasi di sebuah hotel yang juga merupakan cabang dari club itu. Kris menyerahkan kunci mobil ke valet, mereka masuk ke dalam club kemudian dan yang berada di benaknya kini adalah sensory overload.
Mereka turun ke kasino. Melihat lautan manusia, lampu-lampu, bilik-bilik, denting musik, permainan dimana-mana, di dalam satu ruangan yang berdengung.
Oh, hebat. Batin Baekhyun.
Kris melirik jamnya dan menyenggol bahu Baekhyun. "Ini adalah Vegas saat baru dimulai," Baekhyun menelisik penjuru. Melihat orang-orang yang mencari hiburan, terlihat sedih, menggila hingga seakan benar-benar kehilangan kewarasannya. Meliuk-liuk di tengah kerumunan orang-orang yang bermain judi dengan payudara yang seakan keluar dari balik dress ketatnya.
Baekhyun mengernyitkan dahinya jijik. Melihat wanita dan waria yang mengelilingi pria yang terlihat bagai orang ternama dengan kantong tebal. "Mereka semua adalah pelacur." Bisik Kris menyentak lamunannya.
Membawa Baekhyun bersamanya dalam sebuah pelukan posesif yang ia tak tahu apa tujuannya. Mereka berhenti pada sebuah bagian yang sedari tadi mencuri perhatian Baekhyun.
Kris mengeluarkan anggaran seratus ratus dollar untuk ronde pertama. Baekhyun tersedak ludahnya sendiri dan merasa gugup. Dan pada putaran pertama roda rolet, keberuntungan ada di pihak kris. Ia mendapatkan keuntungan berkali lipat hingga lawannya bersorak padanya.
Baekhyun ikut tertawa dan meminum Chardonnay-nya. Kris mendorongnya untuk mencoba dengan memberikan dua ratus dollar sebagai anggaran pertama. Ia berjengit dan menolak mentah-mentah namun teriakan dari orang di sekitar mereka yang menyemangatinya membuat Baekhyun mendesah pasrah.
"Aku belum pernah, Kris. Bagaimana kalau kalah?"
Kris mengangkat bahu acuh. Ia seperti masa bodoh bahkan dengan menyerahkan uangnya pada lelaki bodoh yang tak tahu apapun tentang perjudian. Saat ia berpasrah dengan pengetahuan terbatas yang baru saja ia dapatkan dari melihat Kris bermain, roda rolet menelan seluruh anggaran judinya malam ini.
Baekhyun mendesah kesal, wajahnya memerah dan Kris terkekeh. "Tak apa, Baekhyun." Ia meminta pelayan membawakan anggur kembali pada mereka. Saat pelayan datang, Kris menyerahkan selembar uang seratus dollar dan beralih padanya. Dentingan gelas keduanya memenuhi isi Kasino yang panas.
"Itu baru permulaan." Ujar Kris. Baekhyun mengangguk dan meneguk kembali isi gelasnya. Ia sedikit cegukan, justru ia mengabaikannya. "Please, Baekhyun."
Mata Kris yang panas membakar Baekhyun. Wajahnya merah karena gairah dan permohonan Kris yang membuat kepalanya berdenyut. Sesuatu di dalam darahnya mengalir saat bibir lembut Kris menempel di telinganya.
"Satu putaran lagi, aku yakin kau akan mengangkut semua ini." Kris berbisik. Ia mengecup bibir Baekhyun yang terbuka dan menyerahkannya lima lembar dollar bernilai seratus.
Lelaki itu terperangah. "Kris, kau bercanda. Aku tak bisa melakukannya."
"Round two!"
"Elisa, stay here."
"Your turn, Baekhyun. Bring 'em all."
Ia berusaha memfokuskan dirinya pada permainan yang baru saja dimulai. Seperti tarikan kuat gravitasi dan keberuntungan yang menjadi satu, Baekhyun memenangkan permainan dengan telak. Mereka pulang dengan membawa satu tas penuh berisi dollar.
...
"Itu luar biasa, Baekhyun. Kau handal."
"Itu hanya keberuntungan." Ujarnya tanpa minat. Kepalanya sedikit berputar karena lima gelas anggur yang ia habiskan malam ini.
Oh, ini sebuah masalah. Ia kacau.
Baekhyun berpikir bahwa ia tak harus berbicara dengan orang-orang. Ia hanya harus berada di sekitar Kris dan bertindak hati-hati. Karena sedikit saja ia melakukan kesalahan, seluruh penjuru mata akan berpusat padanya.
Seperti saat ini, meski ia yakin bahwa ia tak melakukan kesalahan. Nyatanya hampir setiap pasang mata menatap padanya. Ia tak berusaha memikirkannya, ia berjalan dan bersikap sebagaimana ia harus bersikap. Berbaur dengan teman Kris yang terlihat ramah dan kaya.
Diam saja saat candaan mereka yang berkalas itu selalu tak jauh dari seputar, uang-karir-bisnis-wanita-judi. Baekhyun tak terlalu mendengarkan, itu bukan urusannya.
Ia berasal dari Vacaville, dan kota sekecil itu tak akan memberikan kesempatan baginya untuk bersikap bebas seperti yang ia lakukan di Vegas. Kota ini terlalu keras, tak semua orang bisa ia percayai dan ia ajak bicara. Mereka akan tetap menilainya kecil hingga ia merasa kehilangan kesempatan untuk dipercaya dalam sebuah industri besar yang menjadi poros dunia.
Ia tak cocok berada di sini. Itulah simpulannya.
Kris tiba-tiba menarik pinggangnya dan menaruh jemarinya di sana. Ia tetap berbicara dengan temannya dengan nada profesional. Baekhyun merasakan kepalanya berputar.
Oh, orang-orang kaya.
Saat Kris mambawanya menjauh dari mereka, keduanya duduk di tepian kolam yang menghadap ke lautan luas. Mengabaikan manusia-manusia setengah telanjang yang bersenang-senang di depannya.
Baekhyun kehilangan kewarasannya malam ini. Ia membiarkan Kris menciumnya dalam dan panas.
...
BGM || Moon - Jonghyun ||
Kedua insan itu tak bisa mengontrol gairahnya bahkan saat mereka tengah berada dalam perjalanan menuju ke kamar hotel.
Kris terus menciumnya dan Baekhyun yang kehilangan kesadarannya terus bergelayut di lengannya. Menenggelamkan wajahnya di dada Kris yang harum parfum mahal.
Ia tersandung kakinya sendiri saat Kris menutup pintu dan menyentak dirinya untuk telungkup diatas kasur. Bernafas pendek-pendek sementara dibelakangnya Kris tengah membuka satu persatu pakaiannya.
Tubuh Baekhyun kembali ia tegapkan, sembari mengulum telinganya, Kris berusaha membuka pakaian yang Baekhyun kenakan hingga tubuh merahnya kini terpampang polos di depan matanya.
Pandangan Kris jatuh ke kejantanan kecil Baekhyun yang memerah dan mengeluarkan sedikit precum. Ia menggigit bibirnya sensual dan menjatuhkan kembali tubuh Baekhyun pada ranjang empuk dan menindihnya.
Bibir keduanya kembali bertemu dalam sebuah pungutan tergesa-gesa.
Tangan Baekhyun mengusap lengan kekar Kris dan meraba tekstur kulitnya yang terdapat tattoo. Kris melepaskan ciuman mereka dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher harum Baekhyun. Menyasapnya keras hingga si mungil meleguh manja.
Tangannya ia bawa untuk meraba paha Baekhyun, menekuk sebelahnya dan meremas bokong kenyal Baekhyun. Kris mendesis lemah. Lidahnya turun untuk menjalar di puting cokelatnya yang keras. Saat mulut mahirnya mencumbu dadanya dan meninggalkan jejak merah, Baekhyun menarik wajah Kris dan mengajaknya untuk berciuman.
Kris tentu menyambut dengan senang hati. Sementara sebelah jemarinya kini mengurut kejantanan Baekhyun dengan pelan, kaki Baekhyun melebar tanpa perlu ia buka.
Lampu hijau yang Baekhyun berikan membuat Kris semakin gencar untuk memberi tanda pada tubuhnya. Satu jarinya menggosok di sepanjang belahan bokong Baekhyun dan menyentuh lubangnya hingga tubuh Baekhyun melengkung karena gairah.
Ia membawa satu jemarinya untuk dikulum oleh Baekhyun, mata panasnya mengawasi bagaimana jarinya dioral dengan nafsu oleh lelaki dibawahnya. Ia menambah jemarinya menjadi tiga dan menyodok mulut Baekhyun.
Si mungil mendesah dan terbatuk. Kris yang merasa cukup kini membawa jemarinya untuk mengurut lubang anusnya. Ia beringsut di bawah tubuh Baekhyun dan mengulum si mungil yang tegak menantang. Satu jarinya menembus lubang anus Baekhyun hingga sang empu memekik keras.
Rasa erat dan panas melingkupi jari tengah Kris, ia membawa sebelah tangannya yang bebas untuk mengusap lembut tubuh Baekhyun hingga ia terbuai dan tak mengetatkan dirinya.
Kris kembali menambahkan satu jemarinya, menggerakkan mereka dengan pelan karena lubang itu terlalu kesat dan rintihan perih Baekhyun membuatnya sedikit tidak tega.
Sedotan keras pada kejantanannya membuat Baekhyun mendapatkan pelepasan menakjubkannya. Kris menelannya tanpa pamrih.
"Aku akan masuk, Baekhyun." Bisik Kris saat wajah mereka sejajar. Ia menyambar bibir merah yang membengkak itu, mengajak lidah sang empu untuk bertempur sementara kejantanan bebasnya kini berayun keras.
Bunyi koyakan bungkus foil memenuhi telinga Baekhyun. Ia memperhatikan bagaimana cara Kris menggulirkan kondom dengan panas di sepanjang kejantanannya yang perkasa.
Baekhyun membawa jari tengahnya untuk masuk ke dalam dirinya, menggetarkan mereka dengan cepat. Kris menggeram dan mengatupkan rahangnya. Urat-urat besar terlihat menonjol di sekitar pelipisnya menandakan ia menahan gairahnya telah lama.
"Rasakan aku, sayang." Ucap Kris, membawa tangan Baekhyun memutar di kesejatiannya yang keras dan panas. Baekhyun membuka mulutnya sensual, urat kejantanannya terasa luar biasa di telapak tangannya. Membuat lubangnya gatal untuk menerima hentakan panas selanjutnya.
"Aku akan memasukimu, dengan panas, keras, dalam dan cepat, Baekhyun."
"Ya, Kris."
"Apa yang kau ingin, Baekhyun?"
Kris membawa sebelah tangannya untuk mencengkram leher Baekhyun hingga wajah bergairah itu menjadi lebih berhasrat. "Please, I want you,"
"Panggil aku master."
"Please, master."
"Apa yang kau inginkan, Baekhyun? Katakan padaku."
"F-fuck me, master."
Ia tak percaya apa yang ia lakukan. Gairah dan alkohol merenggut kewarasan dan harga diri Baekhyun.
Ia membiarkan Kris menyentaknya dalam-dalam. Terus mengeluar masukkan rudalnya di dalam tubuhnya dengan cepat. Membiarkan kedua tangannya ditahan diatas kepalanya. Membiarkan lehernya di cekik dengan hasrat besar dalam setiap hembusan nafasnya yang menikam paru-parunya dan menghancurkan setiap persendiannya.
Dan Baekhyun merasakan dunianya gelap dalam sesaat.
Ia tak sadarkan diri setelah Kris menjemput puncaknya dan runtuh di atas tubuh ringkihnya.
OBLIVIATE
Sapuan hangat di keningnya membuat sipit Baekhyun terbuka. Perlahan-lahan cahaya matahari memasuki rentinanya. Ia mengernyit karena kepalanya di sergap rasa pusing yang menusuk hingga ke tulang punggungnya.
"Kris?"
Pria yang ia sebut menampilkan senyum angelicnya yang sialan tampan. Wajahnya yang berjarak sangat dekat membuat Baekhyun tak dapat mengambil nafasnya dengan benar.
"Selamat pagi, Baekhyun." Sapanya.
Ia memperhatikan penampilan pria itu. Ia telah rapi dan bersih, ditambah wajahnya terlihat bersih dari janggut tipisnya yang seksi.
Baekhyun bangkit dengan cepat namun menjatuhkan kembali tubuhnya ke ranjang karena rasa remuk di sekujur tubuhnya.
"Astaga, Baekhyun. Pelan-pelan."
Ia mencengkram kuat selimutnya. Mata terpejamnya berkunang dan nafasnya terasa panas. "Apa yang terjadi?" bisiknya serak.
Kris menggeser tubuhnya sedikit lebih jauh untuk memberikan ruang pada Baekhyun dan mengehal nafas dalam.
"Maafkan aku, Baekhyun."
Matanya terbuka. Kernyitan di dahinya terlihat dalam saat ingatannya secara perlahan-lahan kembali.
Satu dengusan putus asa yang sarat akan kekecewaan keluar dari mulut kakunya.
...
Baekhyun menatap pantulan dirinya di depan cermin dengan tatapan mencemooh. Hatinya hancur saat mendapati tanda merah di sekujur tubuhnya.
Ini bekas Kris.
Kris menjamahnya.
Ia menginginkan pria itu tadi malam.
Mereka melakukan seks hebat.
Dia secara tak langsung menurunkan harga dirinya dan mengkhianati kekasihnya.
Aliran air yang mengguyur tubuh ringkihnya sama sekali tak membasuh luka di hatinya.
Ia mengalami disfungsi pendengaran hingga mengabaikan teriakan khawatir Kris yang berusaha mendobrak pintu kamar mandi.
Baekhyun tak peduli. Entah berapa banyak kalimat hujatan yang ia tujukan pada dirinya sendiri. Namun itu sama sekali tak melegakan hatinya yang terlanjur menelan pil pahit akibat perbuatannya sendiri.
Akhirnya ia hanya bisa menangis dan menangis di bawah guyuran air dingin hingga tubuh bergetarnya terlelap dengan cara yang amat menyayat hati.
...
Kris tidak tahu apa yang membuat Baekhyun bisa bertingkah sebegitu radikalnya.
Ia mengurung diri dan tak ingin berbicara pada siapapun. Ia hanya minum air selama dua hari ini. Dan selama itu pula Kris merasa kepalanya akan pecah.
Sebelumnya ia tak tahu bagaimana cara memenangkan seseorang yang terguncang. Selain itu, ia juga tak mengetahui alasan kenapa Baekhyun menjadi seperti itu.
Seingatnya mereka sama-sama menginginkannya, dan yang ia ketahui, Baekhyun sama lajang sepertinya. Jadi ia menyimpulkan bahwa Baekhyun menyesal melakukan seks dengannya atas kendali alkohol.
Pria itu telah bersikap sebaiknya. Selebihnya ia membiarkan Baekhyun sendiri karena itu adalah haknya dan privasinya. Kris tak ingin mencampuri.
Namun saat malam ketiga mereka berada di Las Vegas, keadaan Baekhyun perlahan membaik. Ia tak lagi mendiamkannya dan tak lagi uring-uringan selama 24 jam nonstop.
Ia mulai makan, berbicara dan kembali bersikap ceria.
Kris pula tak mempertanyakan apa yang sebenarnya mengganggu pikirannya karena tentu saja ia tak memiliki hak untuk bertanya. Teman saja bukan. Ia juga tak tahu apa statusnya dengan lelaki itu.
Mungkin ia akui pada dirinya sendiri, bahwa ia menyukai lelaki itu.
Ya, untuk saat ini, hanya sebatas itu.
Dan ia tidak ingin bertindak terburu bagai malam kemarin yang berpotensi merusak hubungannya dengan Baekhyun.
Entahlah. Kris hanya tak ingin ia berjauhan dengan lelaki manis itu.
Perlahan-lahan dengan cara terhangat, ia mulai masuk ke dalam hatinya. Mengambil alih tahta di hati Kris.
OBLIVIATE
Suasana panas kota Vegas menjadi penutup terbaik hari libur terakhir mereka.
Dengan ditemani dua porsi besar Pizza dan Margarita, Kris dan Baekhyun duduk di area outdoor restoran Italia. Menyaksikan burung-burung merpati putih yang mengelilingi sebuah area di laut lepas yang menjadi latar mereka menikmati sore hari.
Baekhyun melepas kacamata hitamnya. Rambut pink ash-nya segera berkibar karena sapuan angin. Kris mentertawainya hingga Baekhyun melemparnya dengan sedotan.
"Aku suka suasananya."
"Omong-omong, aku pikir malam itu kau takut dan mengira aku memanfaatkanmu."
Baekhyun menoleh pada Kris dan membulatkan bibirnya. Sadar akan pembahasannya adalah tentang seks mereka malam itu.
"Oh, juga, omong-omong.."
"Aku seorang Midwestern, blasteran Asia. Cukup normal untuk kehidupan dewasa di umurku yang cukup matang." Ia membenarkan kesalahpahaman yang Kris ambil dari kacamatanya sendiri. Bahwa ia sama sekali tak keberatan dengan opsi seks, yang sebenarnya membuatnya terlihat begitu kacau saat pagi menjalang ialah karena kemalut dan segala ketakutan serta luka-luka yang ia sadari, dirinya sendiri yang membuatnya.
Namun itu telah berlalu. Semuanya telah terjadi. Tak ada yang harus disesali. Justru Baekhyun kini tengah duduk manis dan bersimpuh untuk menunggu karmanya.
Tentu. Ia sadar bahwa ia adalah seorang pengkhianat.
Namun semuanya semakin berpacu menjadi satu kebutuhan yang harus bisa ia seimbangkan. Hingga akhirnya ia tak dapat berpikir jernih dan tak bisa memilih, apa yang sebenarnya ia butuhkan dalam hidup, dan apa yang ia dapatkan sekarang adalah sebuah kesenangan fana.
Setidaknya itulah yang ia cari. Uang.
Ia tak sadar. Bahwa rumus sederhananya begini; uang memang penting, tapi uang bukan segalanya.
Ia melupakan rumus dan formulanya. Terfokus pada rasa keterbuaiannya yang tinggi hingga melupakan siapa dia sesungguhnya.
Biarlah karma, pikirnya. Itu urusan nanti.
Toh, dia masih sangat mencintai pria itu. Park Chanyeol.
Deru angin kencang menerpa mereka hingga kacamata Baekhyun terlempar dan pecah. Ia mengernyit bingung. Tak berbeda jauh dengan Kris, namun ia tampak sedikit menggerutu karena itu mengacaukan penampilan mereka.
Kris menoleh padanya dalam sekali kerjapan mata berbinar. "Berapa umurmu, Baekhyun?"
"Apa itu penting?" Balasnya, meminum kembali Margaritanya.
Kris mengacuhkan bahunya. "Tidak sih," Baekhyun menjentikkan jari. "Jadi, tak usah membahasnya."
"Tapi aku perlu tahu."
"Kenapa?"
"Aku punya alasan pribadi yang tak bisa aku bagikan."
"Apakah ini menyangkut kau akan terlihat di cap pedofil atau semacamnya?"
Kris yang sedang memainkan pisau makannya sontak terkesiap.
"Sial, Baekhyun. Bagaimana kau bisa membaca isi pikiranku?"
"Aku menyimpulkan, Kris." Ia mengabaikan bakat alaminya.
"Apa 26 terdengar mengejutkan bagimu?"
"Oh, shit. Are you fucking serious?" Kris menumpahkan minumannya dengan dramatis. Baekhyun mengernyitkan hidungnya jijik. "Reaksimu menggelikan."
"Kau bercanda?"
"Apakah itu terlihat lucu jika aku melakukannya?"
"Kau terdengar tak masuk akal dengan umur segitu dan wajah itu."
"Aku tahu."
Kris menghela nafas panjang. Ia memesan kembali minumannya. Setelah pelayan pergi mengambilkan pesanannya, ia beralih pada Baekhyun dengan garis serius di rahangnya. "Aku 23," ia berkata cepat, memberikan Baekhyun interupsi untuk tidak memotong saat bibir lelaki itu terbuka, "aku selalu bawa kartu nama dan tanda pengenalku." Ia melanjutkan kembali. Terlihat bersungguh-sungguh dalam nadanya.
Baekhyun memundurkan kepalanya. Tawanya meledak seketika hingga pria itu mengernyit tak mengerti.
"Aku suka rambut barumu." Kata Kris tiba-tiba. Baekhyun melengkungkan alisnya. "Terimakasih dengan traktirannya, master."
Kris nyaris menyemburkan Margaritanya saat mendengar nada mengalun Baekhyun.
"Hentikan, Baekhyun. Kau membuatku gugup."
Baekhyun tertawa meremehkan. "Aku tak percaya kau mengatakan itu," kilahnya. Kris menatapnya sumringah.
"Tapi, serius, bisakah pria sepertimu mengontrol reaksi akan sesuatu? Kau terlihat menggelikan, Kris."
Pria itu tertawa menanggapi. "Aku beradaptasi dengan drama komedi dengan sangat baik."
"Oh, serial netflix membuatmu radikal." Kris menjentikkan jemarinya. Membuat Baekhyun menoleh padanya. "Apa?"
"Itu yang aku suka darimu, kau memiliki sense yang kuat untuk membaca situasi dan pikiran."
Ia menggeleng tak habis pikir. "Semua orang memiliki kemampuan untuk menyimpulkan sesuatu."
Margaritanya hampir tandas jika saja Kris tidak menghentikannya.
"Sebelum kita pulang ke Vacaville, maukah kau menemaniku ke membeli sesuatu?"
...
"Bagaimana dengan yang ini?"
Kris mengamati salah satu
"Kurasa Embroidered Jumper itu terlihat lebih cocok jika untuk musim dingin."
"Um, kurasa tidak."
"Kenapa? Apa ada masalah?"
"Itu $4,347 dollar, Kris. Itu terlalu mahal."
Kris menatap Baekhyun dengan tatapan bingungnya. "Mengapa kau mempermasalahkan harga?"
Baekhyun yang tengah menaruh kembali t-shirt yang tadi ia ambil. Ia menatap Kris dengan wajah tak habis pikir. "Tentu saja. Aku bukan orang kaya."
"Lagipula bukan kau yang membayar. Segala sesuatu tak harus di lihat dari segi materinya. Aku membeli apapun yang aku inginkan selagi aku mampu dan nyaman bagiku."
Ia berbalik dan memutar matanya.
Oh, tentu saja. Kau orang kaya.
Dan tentu saja ini bukan tentang membeli sesuatu. Tapi banyak barang.
Sedari tadi ia dan Baekhyun mengelilingi toko original hingga perawatan kulit. Yang pastinya membuat Baekhyun terlihat begitu bahagia.
Wajahnya jauh lebih cerah saat keduanya dengan tangan menggenggam mengelilingi pusat perbelanjaan dan mengelilingi Las Vegas dengan McLaren 600LT yang luar biasa.
Tak pernah terbesit dibenaknya bahwa ia akan hidup mewah dan menghaburkan uang seperti ini.
Namun semakin ia membuka lebih dirinya pada pria itu, semakin pula Baekhyun merasakan kepuasan materil yang tentunya menjunjang perasaan baiknya di setiap waktu.
Ia tak lagi bermurung diri, dalam kurun satu hari ia bisa mengenyahkan benteng keras di dalam dirinya dan menyelam bersama Kris, melawan arus yang seharusnya ia lalui.
Kejam memang. Tapi dunia lah membuat Baekhyun memilih jalannya dan menantang takdir.
Siapa takut?
Ia berani.
Walau hati kecilnya menjerit lantang, bahwa apa yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan fatal.
Baekhyun menggeleng cepat. Berusaha mengenyahkan pikiran negatif yang menyambanginya.
"Kau oke?"
Kris bertanya. Kedua tangannya masih berpegang erat di kemudi. Baekhyun mengangguk dan tersenyum manis.
Tidak ada yang perlu ia risaukan.
Masalah nanti, biarlah nanti.
Karena kini ia tengah bersama kebahagiaan internalnya. Ia tidak ingin mengacaukan momen yang nyaris tak pernah terjadi di dalam kehidupan masa lalunya.
Biarlah ia egois, kejam dan tak berhati. Setidaknya untuk sementara waktu, ia memang perlu memanjakan dirinya.
Ia terlalu lelah berada dalam kehidupan monoton yang menuntutnya setiap saat. Kini ia lebih memilih menikmati hidupnya bagai mesin waktu.
Berada dalam satu dimensi lain dan dimensi lainnya dengan orang yang sama dan keadaan berbeda. Dari satu waktu ke waktu yang lain seakan membagi dirinya menjadi dua bagian yang kemudian berpola dasar sama. Cinta. Kepada dua orang yang kini bertahta di hatinya.
...
Angin kencang menerpa Baekhyun dengan keras hingga rambut dan jaketnya turut goyah karena sapuan yang keras.
Mata sipitnya tertegun saat menangkap dua bocah terlantar yang menatap ke arah mereka sambil memegangi perutnya.
Tukainya tanpa sadar berayun ke arah mereka. Meninggalkan Kris yang menatapnya bingung di depan pintu mobilnya. "Baek, apa yang kau—"
"Are y'all hungry?"
Kedua bocah berpakaian kumal itu mengangguk ragu.
Baekhyun tersenyum dan berjalan kembali memasuki mobil, mengambil dua bungkus roti raspberry dan memberikannya kepada dua anak itu.
"Take some bread," ujarnya. Ia bersimpuh di depan mereka dan mengelus puncak kepala keduanya. Perlahan, kedua anak itu mengambil roti yang ada di tangan Baekhyun dan mengerjap polos padanya.
Jemari lentiknya mengusap noda hitam di pipi si bocah perempuan dan kembali tersenyum. "Dan ambil ini. Beli pakaian bersih dan belilah makanan yang sehat, oke?"
Ia meletakkan dua lembar uang seratus dollar pada tangan dingin si anak dan beranjak setelahnya.
Meninggalkan dua bocah yang masih tercenung dan Kris yang seakan tak percaya apa yang ia lihat.
...
"Kau keberatan jika kita berkendara pulang besok pagi?"
Baekhyun yang sedang membenahi pakaiannya sontak berdiri dan memperhatikan Kris yang duduk di ranjangnya dengan pandangan kikuk.
"Um, yeah. It's okay."
Kris mengangguk. Ia menyimpan kedua tangannya di belakang tubuh, membuatnya menjadi penopang beban tubuhnya saat ia mencondongkan tubuh kekarnya ke belakang. Memperhatikan Baekhyun yang senyap dalam pekerjaannya.
"Bagaimana menurutmu tentang cincinnya?"
Baekhyun yang ingin menarik resleting kopernya sontak menatap Kris. Kedua alisnya nyaris menyatu. "Apa?"
"Oh, kau tak tahu?" Kris bangkit. Tubuhnya kini menghadap ke arah Baekhyun. "Sama sekali tidak."
"Oh, baiklah. Berarti strategiku sangat buruk."
Kedua alisnya benar-benar menyatu saat ini.
"Apa sih yang sedang kau coba katakan?"
Kris tiba-tiba bangkit dari ranjang. Berjalan ke sudut kamar dan menutup tirai otomatis. Sedangkan Baekhyun terus memperhatikannya dengan raut bingung.
Saat pria itu berdiri menjulang di depannya, Baekhyun dapat melihat dia yang begitu keras. Menantang padanya. Bergairah karenanya.
Kedua lutut Kris menekuk, berlutut untuk bersejajar dengan Baekhyun yang menahan nafasnya. "Aku memiliki satu kejutan lain, tapi sebelumnya satu hal yang paling mengejutkan tentang pria sepertiku adalah bahwa aku begitu bergairah padamu, Baekhyun."
Bibir Baekhyun terbuka seruas jari. Nafasnya terdengar pendek, pipinya memanas seperti bola matanya yang meletup akan sebuah kebutuhan yang tak dapat ia tahan.
"Katakan."
"Apakah kau berkenan untuk bercinta satu sesi denganku, manis?"
Bibir Baekhyun terbuka sensual. Tatapan mata Kris seakan menghipnotisnya untuk membaur bersama satu letupan gairah yang sama besarnya. Jemarinya perlahan naik ke dada Kris. Meraba dengan gusar.
"Miliki aku kali ini, Kris. Bawa aku pada sisi fantasi terliarmu."
Kris tak lagi berusaha merangkai percakapan sementara bibirnya kini memberikan bukti nyata dari sebuah rasa manis yang tersimpan dalam benak. Menghadirkan sensasi nikmat dari remasan dan tekanan lembut pada beberapa titik sintal si mungil.
Pengecapnya penuh dengan sensori kenikmatan surga dunia. Kelihaian Kris meningkatkan level api di dalam diri Baekhyun hingga satu erangan tertahan kini lolos dari bilah merah yang tengah ia sasap.
Sementara jemarinya kini melingkar di pinggang ramping, jemari si cantik pula kini melingkar di punggungnya dan meremas rambutnya. Merapatkan tubuh mereka agar lebih intim.
Tak jarang kepala keduanya miring ke kiri dan kanan untuk mendapatkan sebuah kepuasan atas dua bibir yang tengah beradu. Tak kunjung melepaskan tautannya sementara kedua kaki rampingnya kini dikalungkan pada pinggang pria tinggi, membawanya ke atas ranjang dengan perlahan.
Deru nafas Baekhyun memenuhi seluruh penjuru kamar yang kedap suara. Ia menarik kembali leher Kris dan mengajaknya untuk berciuman lebih dalam.
Satu persatu kain yang berada di tubuh keduanya raib akibat pekerjaan tangan Kris, ia memiringkan tubuh Baekhyun yang sama polosnya dengan dirinya dan melepaskan ciuman mereka.
Perpotong leher jenjang itu kembali menjadi sasaran empuknya sementara bibir mungil yang bergetar itu melantunkan desah lirih juga sesekali memperingati untuk tak membuat tanda pada tubuhnya.
Meski tak menggubris, Kris menurutinya. Ia menyasap lembut dan menjilat rahang Baekhyun yang menonjol, menggenggam jemari Baekhyun yang mengejang dan membawanya untuk berada di atas tubuhnya.
"Ahh," puting merah kecokelatannya menjadi hal yang tak pernah luput dari perlakuan istimewa. Masing-masing mendapatkan jatah yang setimpal antara puting yang kiri dan kanan sementara bibirnya yang terlihat mengilap kini mulai mengecupi tulang selangka Baekhyun, turun ke tulang rusuknya dan menyasap di sana. Meninggalkan satu bekas merah keunguan cukup gelap hingga Baekhyun bergerak naik untuk memprotes.
"Kumohon, jangan buat jejak di kulitku."
"You got rules? Come on, B. You really know how to zap the fun out of the situation."
Baekhyun mengerang kesal. Matanya terpejam erat dengan satu liquid bening yang entah kenapa turun dari sudut matanya. Dan baiknya, Kris tak melihatnya karena lengannya yang menghalangi wajahnya.
"Satu tanda istimewa dariku, kau milikku. Ada bagianku di dalam sini." Bisiknya, kembali melumat kulit bekas ia meninggalkan jejak cinta.
Baekhyun menggigit bibir. Terengah statis saat Kris menarik jemarinya dari genggaman Baekhyun, membalikkan tubuhnya hingga berhadapan dengan bongkahan bokong indahnya.
"Betapa menakjubkannya," ia menggenggamnya dengan erat hingga meninggalkan bekas merah di pipi pantatnya.
Kris tertawa dan menjulurkan lidahnya untuk menjilat permukaan kulit pantatnya. Baekhyun menahan nafasnya dengan satu erangan lemah yang keluar dari bibirnya.
Mata pria itu perlahan tertutup saat ia melesakkan kepalanya ke dalam selangkangan Baekhyun. Menikmati lubangnya yang berkedut dan terbuka kecil, membawa dua jarinya untuk masuk dan mengaduk dengan niat melebarkannya.
Ia mendesah parau. Sementara Baekhyun melantunkan teriakan terputusnya yang seksi. Saat kejantanannya perlahan masuk ke dalam tubuhnya yang erat, Baekhyun menggugu karena rasa perih yang membuat saraf di sekitar pinggangnya mencekam.
"Ohh, ya tuhan. Kau terasa sangat nikmat, Baekhyun."
Pria itu menggerakkan dirinya perlahan, menikam pelan-pelan hingga ia berhasil membuat liang itu tak menjepitnya erat karena ketegangan yang sang pemilik hasilkan.
Ia mencengkram erat pinggang Baekhyun, menghantamkan pinggulnya dengan keras dan dalam ke dalam tubuh Baekhyun hingga si pihak bawah menjerit keras.
Kembali ia mengulangi perbuatan serupa, sedikit lebih cepat, dalam kurun waktu panjang hingga kini malam kembali bertahta di atas langit.
Sementara gerakan Kris di balik tubuh Baekhyun yang mengarah ke balkon bebas terlihat dari segala penjuru. Sedikit bersyukur karena kawasan Penthouse miliknya adalah kawasan privat yang hanya terdapat dua tiga bangunan serupa yang tak dihuni oleh pemiliknya. Lebih tepatnya jarang pulang, seperti dirinya yang tak pernah betah menetap di satu tempat.
Saat Baekhyun mendapatkan pelepasannya yang kesekian, ia merasakan Kris menarik dirinya hingga suara pelepasan kelamin mereka terdengar sensual.
"Mhh" ia menyambut ciuman dalam Kris dengan tak kalah liar.
Tangannya memompa kejantanan licin Kris dengan sebelah tangan sebelum bersimpuh di bawah pria itu, mengoral miliknya dengan lihai hingga ia mendapatkan pelepasannya.
Ia masih setia mengurut dan menjilat kepala kejantanan merah Kris yang membengkak hingga cairan kental itu kembali menyapa lidahnya. Menyasapnya dengan mata terpejam. "Uhh!"
Kris menarik Baekhyun untuk berdiri dan menojokkannya di pembatas pagar, kembali memasuki Baekhyun dalam sekali hentak. Menikam terburu-buru. Suara keras tepukan kulit mereka membakar adrenalin Baekhyun hingga ia menyentuh tubuhnya sendiri dan menyingkap belahan pantatnya.
"Yeahh, fuck me, master."
Pria itu menggeram buas. Menambah intensitas rojokannya hingga Baekhyun tercekat ludahnya sendiri. Ia mengeratkan pegangannya pada besi dengan mulut terbuka mengais udara sebanyak-banyaknya. Tubuhnya membungkuk karena lelah dan ketidakberdayaan menjadi satu melawannya hingga ia nyaris gila.
Malam berlalu sangat cepat dan tak terkira.
Pukul 10 PM, saat Baekhyun membuka matanya dan menemukan Kris yang terlelap begitu nyenyak di sampingnya.
Tangannya terulur untuk menyisir surai pria itu. Berkali-kali mengabaikan rasa ngilu di tubuhnya dan sakit di hatinya. Dan memutuskan untuk bangkit menuju kamar mandi.
Refleksi nyata dari kehancuran jelas terpampang nyata di depannya saat Baekhyun menatap pantulan dirinya yang berdiri ringkih di atas marmer.
Tubuh pucatnya memang tak penuh dengan tanda merah, namun tetap saja, bekas pria itu telah menyapa seluruh inci permukaan kulitnya.
"Kau kalah Byun Baekhyun." Bisiknya pelan. Meratapi hatinya yang tersayat-sayat dalam sebuah pelukan erat lengannya yang dikaitkan pada kedua lutut yang tertekuk. Tenggelam dalam air dingin bath up yang terus melimpah tanpa jeda.
Menemani malam kelamnya yang penuh tangis pilu.
"Aku ingin menghilang. Selamanya."
...
Apa yang pertama kali mereka tangkap tentang rumah itu adalah keadaan yang sepi. Bahkan tak ada satupun mobil yang berada di perkarangan kecil itu. Baekhyun mengernyit, kalau mobil Chanyeol tak ada di rumah itu berarti dia tak sedang di rumah. Lalu kemana mobilnya? Tidak mungkin Chanyeol berkendara dengan membawa dua mobil sekaligus.
"Oh, mobilku.. Kemana mobilku?"
"Kau meninggalkannya di basement kantormu sejak kita bertemu di bar itu, selama itu, serius, kau benar-benar sama sekali tak mengingatnya?"
Baekhyun menggeleng.
"Apa itu berarti jika suatu saat nanti kau pergi meninggalkanku, kau tak akan mengingatku lagi?"
"Kenapa kau berbicara seperti itu."
"Karena kehidupan adalah tentang pertemuan dan perpisahan."
OBLIVIATE
— D - 255
Barisan pohon pinus mungil itu terlihat memenuhi pekarangan rumah mereka. Sementara Chanyeol tengah sibuk memangkas rumput dan menata kembali bunga-bunga milik kekasihnya, mobil Baekhyun berhenti tepat di sampingnya.
Chanyeol membalik tubuhnya, menatap bingung pria asing yang keluar dari mobil milik kekasihnya.
"Oh, hey bung."
Chanyeol mengernyit bingung menatap pria yang terlihat seperti blasteran di depannya kini. "Aku kemari untuk mengantar mobil Baekhyun, aku temannya,"
"Maaf, apa?"
"Terdapat sedikit masalah dengan mesinnya tadi dan ia berkata terlalu lelah untuk menyetir lalu aku menawarkan tumpangan padanya untuk pulang saat jam kantornya usai."
"Ah," Chanyeol mengangguk paham, "aku dapat melihatnya." Matanya masih terlihat memicing karena terik matahari yang membuatnya sulit melihat dengan baik.
"Terimakasih banyak."
Pria itu mengangguk dan segela berbalik meninggalkannya. Ia masih menatap punggung lebar itu dengan bingung. Apa ia akan kembali ke kantor berjalan kaki?
Aneh sekali. Tapi ia tak peduli.
Pria itu akhirnya memutuskan untuk mengembalikan perhatiannya pada tanamannya sebelum deru halus mesin mobil Baekhyun yang ternyata belum mati membuatnya berdecak.
"Dasar orang bodoh." Ia merutuk. Mengambil kunci mobil itu dan memeriksa bagasinya.
Sebuah tas besar berisikan berikat-ikat uang dollar mengejutkan Chanyeol.
...
Selama dua bulan setelah liburan rahasianya—yang di dasari kebohongan— bersama Kris, Baekhyun mengalami insomnia berkepanjangan di beberapa malamnya.
Terkadang ia meminta Chanyeol menemaninya, atau jika tidak ada pria itu—karena ia akan pergi tour band-nya— Baekhyun akan menginap di rumah Kris entah dengan alasan apa.
Tubuhnya berbalik ke kiri, menatap wajah sang kekasih yang diam, masih betah memandanginya. Setelah sesi percintaan mereka malam ini, Baekhyun mengeluh lelah dan membantu Chanyeol menyelesaikannya lebih cepat sedangkan dirinya tak mendapatkan pelepasan.
"Kenapa, hm?"
"Aku meneleponmu, saat kau pergi ke Los Angeles."
"Ya?"
Chanyeol menjadikan lengannya sebagai bantal dan menyingkirkan helai rambut halus Baekhyun dari keningnya.
"Rekan kantormu, namanya Scarlett Dean, aku menanyainya tentangmu, kamudian dia berkata kau telah pergi sejak lama."
"Pergi?"
"Aku mengira kau mengurus banyak hal dengan bos, karena aku tak tahu bagaimana cara kau bekerja. Kemudian aku mengatakan ya."
Baekhyun menghela nafas. "Apa kau menelponku hari itu?"
Chanyeol diam untuk beberapa saat. Mata kosongnya menatap ke arah dinding, sebelum satu helaan kecil keluar dari bibirnya.
"Ya, satu tagihan besar tiba-tiba menerorku. Aku terpaksa. Namun juga ingin mendengar suaramu walau sebentar, tapi masalah itu telah selesai hari itu juga. Aku mendapatkan pinjaman dan baru saja menyelesaikannya malam kemarin."
Baekhyun berjengit diposisinya, tubuhnya perlahan masuk ke dalam dekapan Chanyeol.
"Kenapa kau tidak memberitahuku ketika aku pulang saat itu?"
"Tak selalu harus kau yang membayar tagihan besar, mungkin kartu kredit atau debitku tak sebesar dirimu, tapi aku selalu berusaha membayar yang terlihat dan yang aku dengar. Itu adalah sistemnya. Bagaimana cara perekonomian kita perlahan berputar dan merangkak naik. Tapi saat melihat—"
Chanyeol tiba-tiba terhenti saat teringat akan tas yang berisikan ikatan-ikatan tebal dollar. Sangat tidak sopan jika ia berbicara tentang hal itu.
Karena saat itu ia mengira jika uang tersebut adalah uang perusahaan yang di tumpang tangangkan kepala Baekhyun. Terbukti dengan hilangnya tas tersebut dari bagasi Baekhyun semakin menguatkan steatment-nya. Ia pasti telah mengalokasikan dana perusahaan itu dengan baik. Meski ia tahu bahwa di sini Baekhyun adalah seorang sekretaris, bukan bendaharawan perusahaan.
Sisi rasionalnya selalu menyangkal hal yang intuisinya katakan. Meski sekali lagi ia tahu, bahwa intuisi tak pernah salah. Dan tetap saja. Chanyeol selalu ingin mempercayai kekasihnya. Ia menghargainya.
OBLIVIATE
— D - 226
Langit malam yang bergemerlap karena bintang yang bertaburan memenuhi semesta menjadi objek Baekhyun untuk mencurahkan segala perhatiannya sejak sepuluh menit yang lalu.
Sesekali ia menutup mata, meresapi bagaimana angin malam yang dingin menusuk menyapanya. Berusaha seolah angin yang dingin menyapanya secara hangat. Setidaknya ia harus terlihat begitu. Bagai hati dan kondisinya.
Tak ada yang bisa ia keluhkan. Mengenai kebenaran apa yang terjadi selain kepada tuhan. Maka terbangun tengah malam tanpa alasan yang jelas adalah kebiasaan Baekhyun dalam bulan-bulan pertama kebaikan anugerah bulan purnama.
Tiap kali ia berdiri di depan cermin, ia akan membiarkan air mata menuruni pipinya yang kian tirus. Memperhatikan bagaimana cermin retaknya memantulkan wajahnya. Salah satu ulahnya karena kecewa akan dirinya sendiri. Terduduk di bawah guyunan shower, bersimpuh di depan tuhan, menjadikan bantal sebagai teman rahasianya yang selalu basah karena tangis dalam diamnya.
Apa yang bisa ia lakukan?
Tak ada. Ia menjalani semuanya dengan suka duka. Berkedok kebohongan yang dingin, menghunus tiap persendiannya, mematikan tiap kepercayaan dirinya, mengelukan tiap kalimat pada ujung lidahnya, mencabik tak berperasaan karena sebuah eksistensi tinggi yang tak bernurani.
Kerap pula ia pulang dengan keadaan setengah sadar. Meski begitu, ia tetap memaksakan diri untuk memasak untuk Chanyeol meski masakannya selalu terasa buruk.
Atau mengerjakan segala pekerjaan rumah sedikit lebih gesit, melayani Chanyeol dengan sangat baik.
Dan pria itu sama sekali tak menaruh rasa curiga.
Hatinya kian berbunga-bunga hingga pada suatu hari, atas dasar terimakasih dan perasaan berharganya karena dibelikan sebuah piano oleh Baekhyun, Chanyeol kembali menyuguhkan Baekhyun dengan segala pelayanan manisnya.
Saat itu adalah hari dimana Baekhyun pulang tengah malam, dirinya yang kelelahan dengan dahaga yang kering beranjak menuju kulkas dan yang ia temukan justu kulkas baru yang ukurannya tak lebih tinggi dari tubuhnya.
Dan saat tangannya meraih gagang pintu, membukanya cepat dan seketika terdiam karena apa yang berada di dalam kulkas adalah ratusan bunga berwarna-warni dengan sebuah surat manis yang membuatnya meneteskan air mata.
"Pasti lelah, bukan? Bekerja sangat keras hingga tubuh tak terasa. Aku benar-benar menghargaimu. Tetaplah tersenyum dan berbahagia. Aku mencintaimu.
Love, Chanyeol."
Benar-banar
Ia masih tetap sama. Tidak seperti dirinya. Yang berubah secara pasif dan tak terdengar.
Lalu apa yang ia lakukan adalah memanjatkan doa-doanya. Di tengah malam, sendirian, hampa. Dengan Chanyeol yang diam-diam mengintip di balik tirai.
...
Apa yang Chanyeol sukai dari Baekhyun adalah bagaimana ia bersikap begitu transparan meski mereka tengah berada di publik.
Saat ini keduanya tengah berada di dalam sebuah puncak tertinggi pegunungan antah berantah. Di dalam sebuah kapsul yang melayang di atas udara, bercumbu bersama dengan senyum yang mengembang di wajah masing-masing.
"Aku senang kita dapat berlibur berdua kembali."
Chanyeol menyingkirkan anak rambut Baekhyun dan mengecup keningnya lembut.
"Aku juga."
Hari itu sangat menyenangkan. Mereka menghabiskan waktu bersama untuk melakukan trip ski, memasak makanan Jepang, mandi di kolam air panas hingga pergi menonton film.
Layar menampilkan adegan ranjang yang panas, berakhir dengan sebuah kisah tak terduga. Cinta segitiga dan pengkhianatan. Chanyeol berdecak. Ini sebuah hal biasa di dalam film kebanyakan, "apa tak ada yang lebih menantang?"
Baekhyun menggigit bibirnya.
Semua ini lebih dari menantang. Kau, aku, Kris.
Sementara Chanyeol kembali menikmati filmnya, Baekhyun tiba-tiba berkata.
"It is possible to love two person at the same time?"
OBLIVIATE
— D - 213
Aroma keju memenuhi dapur. Suara dentingan gelas, pisau dan marmer beradu menjadui satu. Memenuhi seisi rumah yang sepi.
Sementara Chanyeol sibuk berkutat dengan masakannya, ia tersenyum bangga karena menemukan satu botol anggur putih yang masih tersegel di lemarinya.
Ia mengambilnya, meletakkannya sebagai hiasan akhir dari sentuhan tangannya malam ini.
"Perfect."
Bibirnya mengembang lebar. Jantungnya bedegup kencang saat ia memutuskan untuk mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang yang sangat ia hargai.
Baekhyun
Where you at baby? I made dinner 3
Ia meletakkan ponselnya di meja. Menelisik dekorasi sederhana yang ia buat dan mengambil kembali ponselnya yang bergetar. Pikirnya itu adalah balasan dari Baekhyun, nyatanya alarm malam yang menunjukkan pukul 9:15.
Waktunya untuk membersihkan studio.
Menata ulang memang bukan pilihan tepat. Selain karena malam hari adalah waktu yang tergolong singkat, keterbatasan penerangan menjadi alasan Chanyeol hanya membereskan barang-barangnya dengan sentuhan kecil. Setidaknya sedikit lebih rapi dapat membuat matanya tak lagi sakit karena kekacauan studionya.
Chanyeol kembali ke dapur dan menemukan layar ponselnya yang terang diantara gelapnya dapur.
"Oh." Dengan semangat menggebu, ia membukanya. Dan menelan pahit kemudian.
Baekhyun
I'm busy. Talk to you later. I love you.
Chanyeol menghela nafas kecil. Jemarinya mulai mengetikkan sebuah balasan.
Okay then. I'll wait for you. I love you too 3
Please take care of yourself.
...
"Bagaimana kau bisa handal memainkan Billiard?"
Baekhyun menyasap anggurnya, matanya masih terpejam, meringankan desahannya saat tangan Kris dengan nakalnya masuk ke bajunya.
"Sebuah permainan yang sering aku dan mediang kakakku mainkan."
Kris memiringkan kepala. "Kau punya kakak kandung, Baekhyun?"
"Angkat. Dan dia meninggal saat umurnya masih 18. Ia terkena stroke dan jatuh dari mobil yang sedang ia kendarai."
"Maafkan aku."
Baekhyun menelan liaurnya yang pahit. "Bukan salahmu."
Tangan pria itu masih merayap ke bagian sintalnya, meremasnya dengan lembut dan mulai mengecupi tulang selangkanya.
Baekhyun mendongak dan mendesah lembut. "Oh, ada sesuatu yang penting, yang harus aku kerjakan."
Kris menghentikan bibirnya. Ia menatap Baekhyun dengan pandangan berapi-apinya.
"Apakah itu lebih berharga dari waktuku?"
Dengan ragu, ia mengangguk. Sedetik kemudian ia tergagap. "Aku benar-benar harus pulang, Kris. Kita bisa betemu lagi, lain waktu."
Pria itu bangkit, mengambil kunci mobilnya dan tersenyum kepada Baekhyun.
"Tentu dan izinkan aku mengantarmu pulang."
Deru mesin mobil panas itu terdengar halus. Sama sekali tak mengganggu musik yang mengalun lembut.
Kris masih fokus pada jalanan, ia selalu terlihat seperti itu.
Baekhyun berdeham dan menggenggam erat belt-nya. "Kris," ia memanggil. Dengan suara kecilnya.
"Ya, Baek."
"Bolehkah aku bertanya tentang sesuatu?"
Pria itu melengkungkan alisnya. "Ya, tentu saja."
Baekhyun berdeham kecil lagi. "Tentang tas yang berisikan uang di bagasiku, apakah itu ulahmu?"
Hening masih mengudara beberapa saat karena Kris tak kunjung merespon pertanyaannya hingga Baekhyun memutuskan untuk melupakannya.
Namun tiba-tiba pria itu berkata, "itu uangmu," dapat memberikan segurat kernyitan tak mengerti di kening Baekhyun.
"Itu adalah yang kau dapatkan dari perjudian malam itu."
"Anggaran judi itu milikmu, Kris. Lalu aku—"
"Itu milikmu, Baekhyun. Jangan bertanya. Lalu sekarang, dimana uang itu kau simpan?"
Ia berbelok di setapak yang basah, merasakan rintik hujan mulai menghalangi pandangannya.
"Aku meletakkannya di rekeningku, aku takut saat itu."
Kris terkekeh dan menginjak pedal gas sedikit lebih keras. "Kau memiliki adrenalin tinggi."
Baekhyun melepaskan belt-nya. Entah sejak kapan mobil Kris telah sampai di depan rumahnya.
"Tentu. Tentu saja."
"Kau ingin aku masuk?"
Alis Baekhyun terangkat dramatis. "Oh, tidak, tidak, keadaannya sangat buruk. Dan aku perlu istirahat."
Kris mengangguk. "Oke, mungkin lain kali. Dan, sampai bertemu lagi, B."
Mobil itu berlalu. Meninggalkan Baekhyun yang memandang kosong udara. Hingga satu tepukan lembut di bahunya membawa raganya kembali ke bumi.
Chanyeol memandanginya dengan raut khawatir yang kentara.
"Kau baik?"
Ia mengangguk tanpa ragu. Mengambur peluk erat pada tubuh besar Chanyeol yang terasa hangat.
Chanyeol yang masih terkejut hanya bisa tercenung. "Hey," bisiknya. Menyadarkan Chanyeol. "Ya, sayang."
"Dinner?"
Chanyeol melepaskan pelukan mereka. Senyumnya menyebar di wajah tampannya. "Ya, tentu saja."
Ia membawa Baekhyun duduk di sofa ruang pribadi mereka. Beranjak meninggalkan Baekhyun sendiri hingga si mungil itu terheran-heran. Dan kembali dengan produk pembersih wajah di genggamannya.
Dengan telaten membersihkan make up tipis Baekhyun, membuat rasa panas yang di sinyalir dari rasa hangat dihatinya mengalir hingga wajahnya. Matanya berkaca-kaca dengan haru.
...
Baekhyun berselonjor di sofa saat Chanyeol selesai dengan lirik lagu terbarunya. Menemukannya yang tenang sambil menikmati sebuah acara TV membuat Chanyeol bergabung dengan menyambar sisa hot dog di tangan Baekhyun.
"Hey!" ia berteriak. Mengetuk kepala Chanyeol dengan keras hingga pria itu mengaduh dan tertawa.
Dan saat mendengar suara Travis tertawa, Chanyeol sontak mengalihkan matanya pada layar kaca. Menatap aneh pada tayangan yang sedang memperlihatkan Stromi dan Ibunya, Kylie, sedang memilih baju sambil berargumen dengan Ibunya.
Chanyeol mendengus. Drama orang kaya. Sungguh, ia tak peduli.
"Demi tuhan, Baek, kau menonton keluarga Kardashian? "
"Um, kau lihat, Yeol." Ia menarik dua stick pedasnya, menggigitnya hingga suaranya terdengar nyaring.
"Sejak kapan kau tertarik seperti ini?"
"Entahlah. Kurasa ini menarik."
Chanyeol menghardikkan bahu. "Well,"
"Tapi aku tak suka dengan Kylie."
"Aku baru tahu jika kau bisa tidak menyukai seseorang." Chanyeol meminum soda lelaki itu. Masih menatap televisi. Ia melihat Kylie yang menggerutu dan Kendall yang menatapnya dengan tangan dilipat. Chanyeol mempertanyakan kenapa ia seperti itu.
"Ayolah, Yeol. Lihatlah, dia sombong dan kurang ajar."
"Kendall adalah kakaknya, tentu, mungkin dia sudah terbiasa."
"Setidaknya."
"Dan jet pribadi impian, pesta ulang tahun impiannya."
"Ha, kita juga punya impian, ingat?"
"Um, makan malam romantis?"
"Ya, yang kita tulis di wish kita pada malam natal itu. Makan malam romantis di restoran impian."
"Bagaimana sekarang jika kau menganggapku peri?"
"Peri?"
"Um hm"
"Kenapa?"
"Karena peri akan mengabulkan segala permintaan."
"Ey, kenapa kau tiba-tiba menjadi sangat tak masuk akal."
"Ayo, katakan padaku. Apa yang kau butuhkan. Uang, baju, jamuan, relaksasi, trip perjalanan."
Chanyeol memicing.
"Aku tak butuh. Simpan saja uangmu."
Baekhyun mengernyit dalam. Chanyeol tertawa.
"Karena yang sesungguhnya aku butuhkan adalah ini." Ia menangkup pantat Baekhyun.
Yang membuat Baekhyun seketika menaiki tubuhnya dan mencumbu bibirnya.
"Tentu, Chanyeollie."
OBLIVIATE
— D - 159
"Semakin kau membiarkan orang memasuki hidupmu, semakin mudah orang itu pergi dari hidupmu."
Suara peramal itu berdengung di kepalanya. Bagaimana ia menyampaikan suatu hal yang terjadi di belakang Chanyeol, tak kentara, wanita itu hanya berkata tentang sesuatu yang harus ia lihat lebih jeli kemudian ada satu hal besar yang akan terjadi.
Maka ia beranggapan bahwa itu adalah karena rencananya yang ingin melamar Baekhyun.
Dengan gugup dan sedikit adrenalin yang berpacu dalam darahnya, Chanyeol memberanikan diri untuk memasuki sebuah toko perhiasan.
Membeli cincin perak juga seikat bunga yang menjadi pelengkap malam indahnya.
Namun saat matanya terhenti pada satu titik familiar pada sebuah restoran mewah di sudut kota, restoran impiannya yang juga menjadi salah satu list keinginan mereka berdua.
Matanya masih menatap jeli restoran itu, tepatnya di lantai dua yang terhubung dengan area outdoor, bertumpu pada jendela mobilnya, menatap jauh ke dua insan yang kini sedang bercumbu.
Dua orang yang tak asing.
Baekhyun dan pria yang pernah mengantar pulang kendaraannya yang berisikan berikat-ikat dollar.
Chanyeol menemukan hatinya yang hancur di tepian jalan dingin, merasakan seluruh sarafnya seakan kehilangan rasa.
Matanya terasa panas saat pusing mulai menguasai kepalanya.
Hingga satu kata mutlak keluar dari bilah bibir keringnya.
"Pengkhianat."
...
Would you like to go on date tonight.
Menjadi awal dimana kedua pasangan itu berakhir dengan cumbuan dalan di bibir masih-masing.
Mereka masih di elevator, berencana ke sebuah tempat rahasia lagi saat kaki bergetar Chanyeol tak sanggup untuk berjalan lebih dekat.
Mereka masuk ke dalam mobil mewah itu. Hingga saat matanya tak menangkap sebuah tanda mesin mobil yang akan di hidupkan, menambah barisan hujaman yang menancap panas di hatinya.
Mobil itu bergerak hebat. Suara desah dan geraman menggema dari dalam sana. Menghadirkan sensasi sakit bukan main di hatinya yang pernah selamat dari luka dalam.
Chanyeol berbalik. Memutuskan untuk pergi.
...
Pagi menjelang saat sinar matahari datang menembus kaca mobil.
Baekhyun menggeliat dalam tidurnya. Matanya perlahan terbuka dan menemukan wajah Kris yang berjarak sangat dekat dengannya.
Tangannya menyentuh lengan pria itu, sedikit mengguncangnya hingga ia terbangun.
"Oh, shit. Punggungku sakit. Kita tertidur di mobil."
Baekhyun berdeham. "Aku sudah tahu."
Ia mengenakan kembali pakaiannya saat Kris tiba-tiba menyerang lehernya dengan sebuah cumbuan mematikan.
Baekhyun menjatuhkan kemejanya. Ia menelisik keadaan sekitar. Ternyata hujan masih turun. Dan saklar lampu jalanan yang kuning memantul di kaca-kaca jendela bangunan yang menjulang.
Sedangkan mobil yang berada di tepi jalan ini, perlahan bergerak. Mengikuti pergerakan Kris yang menghentak di balik tubuh Baekhyun yang bertumpu di jendela mobil. Memunggungi pria yang kini menikmati bagaimana dirinya menjepit erat miliknya.
Merasakan dirinya yang rentan dan aktivitas di pagi hari ini menjadikan dirinya sedikit lebih bersemangat.
Mereka pulang ke rumah Kris di Litchfield, Connecticut.
Berjarak cukup jauh dari pusat kota, panampakan indah rumah putih besar yang asri dengan gerobak labu itu menjadi pemandangan yang ia tangkap pertama kali.
Obsidian cokelat kehijauannya beradu jenaka dengan si cokelat gelap milik Kris. Bersama turun untuk memasuki rumah ibunya itu.
Di luar dugaan, mereka di sambut dengan cara terhangat.
Ibu Kris sangat baik, namanya Jenner, ia adalah seorang janda. Dan dua kakak perempuan dan satu lelaki adik Kris kini tengah sibuk menata pekarangan rumah mereka. Memanen labu dan bunga krisan. Membutkannya kue labu dan teh krisan.
Suatu kehormatan tersendiri bagi Baekhyun untuk diterima dalam sebuah keluarga yang makmur.
Ia begitu bahagia.
Menghabiskan siang hari bersama dua kakak perempuan Kris untuk belajar memasak dan bermain Ludo, dan melakukan cuddling bersama Kris di tepi kolam renang keluarga itu saat sore hari menjelang.
Dan saat malam harinya, adalah malam buruk yang selalu dilaluinya.
Malam dingin dengan tangis pilu di dalam kamar mandi.
Menatap pantulannya di depan cermin. Tubuh pucatnya penuh dengan jejak saliva Kris.
Pria yang bukan kekasihnya.
Pria yang bukan mengukir janji sehidup semati dengannya.
Pria yang bukan mengisi hatinya untuk pertama kali.
Dan kini ialah hal berulang yang membuat Baekhyun meremas kuat rambutnya hingga helai halus itu terlepas dari kulitnya.
Lagi-lagi, tangannya sanggup memecahkan kaca itu.
Membuat retaknya memantulkan refleksi wajah menyedihkannya yang berbayang banyak. Seperti bagaimana ia seolah menjadi banyak orang di dalam satu tubuh yang sama.
Untuk Chanyeol, dan Kris.
Untuk egonya, dan batinnya.
Baekhyun menghela nafasnya kasar. Berusaha menetralkannya.
Sudah jelas.
Ia mencintai Kris juga.
...
Hancur, pahit, ketir. Beradu menjadi satu.
Memerangi hati dan pikiran Chanyeol yang berkemalut di dalam ruang dingin studionya. Menekuk lututnya yang dingin untuk menyapa dinginnya lantai kayu licin.
Dengan sebatang rokok yang terselip di bibirnya yang kelu, air mata keringnya menjadi saksi bisu bagaimana ia berjuang dengan tangisnya yang pilu.
Chanyeol masih berjuang untuk nafasnya yang tersendat pilu. Melawan rasa sesak di dadanya dan batu di tenggorokannya saat ingatan itu kembali muncul menghantuinya.
Baekhyun bahkan tak pulang. Dan Chanyeol sangat yakin, jika mereka tidur bersama. Sebuah rasa sesak kembali menghantam ulu hatinya.
Menghantamnya hingga dasar aspal terpanas. Menjatuhkannya dari langit ketujuh harapan tertinggi ke dasar laut gelap gulita yang dingin dan tak berpenghuni.
Oh. Ia merintih pelan. Ia masihlah sama.
Hanya seonggok daging tak berguna yang tentu saja tak akan pernah berharga bagi siapapun. Insan yang pernah memasuki hidupnya, ataupun yang kini merangkak perlahan keluar dari jerat cintanya.
Ia masihlah pria itu.
Pria sama yang di buang ayahnya, yang tak diinginkan ibunya dan dikhianati keluarganya.
Ia masih pria itu bahkan setelah ia bertemu dengan penyelamat sisa hatinya yang hampir tak tersentuh aspek kehangatan abadi semenjak masa kecilnya yang keras.
Ialah pria malang itu.
Pria Arizona yang menyedihkan.
OBLIVIATE
— D - 161
Barisan berbagai jenis biji kopi menjadi hal yang ia gemari akhir-akhir ini.
Ia akan berkutat dengan waktu yang tak ia tentukan, bahkan melewati shift seharusnya, berada di cafe.
Menikmati hari-harinya sebagai seorang yang meracik kopi kemudian bersosialisasi dengan rekan dan pelanggannya. Salah satu cara yang ia gunakan sebagai pengalih rasa sedihnya.
Sejak kejadian saat itu, dirinya sedikit menjadi pria yang pesimis. Bukan, ia tak menarik diri atau menghakimi Baekhyun.
Ia masihlah sama. Pria Arizona yang tolol.
Ia tak mempertanyakan, menghujam Baekhyun dengan berbagai pertanyaan. Tidak, ia tidak melakukannya.
Apa yang ia lakukan justru hanya diam dan bekerja semakin keras untuk mendapatkan pundi-pundi uang lebih banyak.
Mereka masihlah sama dari luar.
Namun tak ada yang tahu, atau masing-masing yang tidak mengetahui. Bahwa di hati mereka perlahan tumbuh sebuah rasa sakit yang dibaluri oleh ego yang semakin hari semakin besar tumbuh. Perlahan melingkupi dirinya, menjadikannya sebagai pertahanan dirinya yang ia rasa telah sangat kokoh.
Chanyeol hancur di dalam. Bersama Baekhyun yang juga hancur di dalam.
Getaran ponselnya menyadarkan Chanyeol dari bayang-bayang malam itu. Satu pesan teks dari Baekhyun membuatnya mengernyit tak paham.
Can you come home earlier? I have something for you.
Ia melirik jendela, menemukan matahari masih berada di ufuk barat. Menghadirkan bias cahaya indah yang beradu dengan awan.
Dan dengan tergesa, ia menyudahi shift-nya hari itu.
...
Apa yang Chanyeol tangkap di indera penglihatanya ialah visualisasi yang indah dari restoran impian mereka yang terasa nyata.
Baekhyun masih berjalan di sampingnya. Masih mengalungkan kedua tangannya di lengannya. Masih berceloteh tentang banyak hal seperti dulu.
Yang berbeda hanyalah sedikit rasa sakit dan ketir yang menyergap dirinya hingga membuatnya tak sanggup bahkan untuk menatap dan berbicara pada Baekhyun.
Itu adalah hal yang senantiasa terjadi setelah hari dimana ia melihat fakta mengejutkan yang terjadi di belakangnya. Mereka masih sama, hanya saja dia yang sedikit murung menjadikan Baekhyun lebih banyak mencurahkan perhatian padanya.
Hal itu tentu menjadi suatu yang sulit bagi Chanyeol. Karena faktanya ia lebih sering menerima sikap manis Baekhyun yang ia tidak tahu, apakah tulus atau tidak.
Namun itu semua masih sama.
Nada bicaranya, tatapan matanya, sinar matanya, guyonannya, bahasa tubuhnya.
Semua masihlah Baekhyun yang dahulu.
Yang Chanyeol yakini adalah jawaban kenapa Baekhyun pernah bertanya tentang apakah mustahil mencintai dua orang berbeda di waktu yang sama.
Jawabannya adalah Baekhyun melakukannya.
Bukan ia bermanis muka dan bermanis mulut selama ini.
Ia mencintai pria itu. Juga mencintai pria lain. Di saat bersamaan.
"Besok, dan ada suatu hal yang ingin aku bicarakan denganmu." Ia memutuskan untuk tersenyum menanggapi.
"Tentu."
"Maaf, masakanku selalu buruk."
Chanyeol diam dan menikmati potongan jamur di mulutnya. "Sama sekali tidak, ini enak."
...
Sex adalah satu keharusan bagi Baekhyun. Entah apa yang ia pikirkan. Pasti akan selalu berakhir dengan sex. Baik bersama Kris maupun Chanyeol, ia merasa harga dirinya kian menipis. Serentak dengan dewi batinnya yang memberikan hujatan pada dirinya atas tindakan bodohnya.
"Kris, I'm thirsty."
"You what?"
"I am thirsty. Give me a water."
"Don't wanna drink my milk?"
Baekhyun turun dari pangkuan Kris dan memisahkan penyatuan mereka. Tubuhnya terasa kebas karena posisi mereka yang tidak nyaman. Ia mengambil nafasnya dengan susah payah karena getaran tubuhnya setelah orgasme belum usai.
"I am really do, give me just a bit."
Kris tersenyum. "Memohon padaku, Baek."
"Please, Master."
"Good."
Pria itu segera beranjak untuk mendapatkan air untuk Baekhyun. Namun saat goblet tinggi adalah yang Kris bawa, ia mengernyitkan hidungnya.
"It's white wine."
"Yes it is."
"But I need water."
"Apa kau takut hilang kendali, 'jangan beri aku alkohol, kumohon'. Hm?"
Baekhyun menegakkan kepalanya. "Sedikit."
"Oke," pria itu meletakkan goblet-nya di atas meja kaca dan beranjak kembali untuk mengambil air. Dengan tubuh yang masih polos itu, Baekhyun dapat melihat pantat seksi dan tubuh luar biasanya yang terekspos bebas. Juga kejantanan besar yang kerap menggagahinya kini berayun bebas. Membuatnya menggigil.
"Damn, you're so hot." Kata Baekhyun, menerima gelas yang Kris berikan padanya dan menegaknya hingga tandas.
"Kau sangat responsif."
Baekhyun meletakkan kembali gelasnya dengan sedikit keras hingga dentingannya membuat Kris tersentak.
"Apa?"
"Kita harus bicara."
Kris menaikkan satu alisnya. "Oh, tentu."
Baekhyun mengambil posisinya menjadi nyaman dan menutupi tubuh polosnya dengan selimut.
"Aku sudah memiliki kekasih."
Kris yang tengah menelisik lampu di ruang tengahnya kini menatap Baekhyun tak percaya. "Kau, apa?"
"Dan kami tinggal bersama. Sudah sajak lama."
Ia tak lagi bersuara setelah cukup lama. Kris pula tak dapat menemukan suaranya. Ia masih terkejut dengan fakta bahwa Baekhyun memiliki kekasih.
"Itu artinya aku adalah orang kedua?"
Baekhyun menggigit bibirnya. "Kau sungguh seorang player, Baekhyun."
"Maaf, Kris."
Ia melihat Baekhyun yang menunduk lemah. Penyesalan jelas tercetak di wajah cantiknya. Jemarinya terulur untuk mengusap cairan bening yang turun melalui pipi lelaki itu.
"Tak apa, Baek. Jadi, dimana pria itu?"
"Dirumahku, Kris. Maksudku, itu rumah kami. Bersama. Kami membelinya dan tinggal bersama."
Kris mengangguk. "Aku tak apa, Baek. Maafkan aku. Seharusnya aku mencari tahu siapa dirimu sebelummya."
"Aku benar-benar menyesal, Kris."
Kedua tangan itu ia raih untuk di genggam. Sementara matanya berusaha menyalurkan sebuah perasaan terdalam.
Baekhyun tertegun, tak pernah sebelumnya ia melihat Kris yang seperti ini. Terlebih saat ia memohon.
"Kumohon, Baekhyun. Jangan tinggalkan aku."
Matanya lembut, sinarnya meredup, berkaca kaca. Ia tahu bahwa ia terlihat begitu berharap, mencoba mencari celah dimana dia bisa membujuk untuk sebuah cinta, ke pelukannya.
Namun ini nyata. Mereka bersama untuk menceritakan kisah akhir, dan Kris menerimanya. Ia menghargai keputusan Baekhyun untuk mengurangi intensitas hubungan terlarang mereka.
Kris sangat mengerti. Ia tahu bagaimana rasanya di posisi Baekhyun dan pria bernama Chanyeol itu. Dan dari cara Baekhyun menyebut namanya, jelas memancarkan cinta tak bercelah yang ia yakini sangat banyak. Ia tak bisa menghitung berapa banyak kesalahannya pada pria itu. Ia hanya berharap bahwa semua ini tidak terlalu terlambat untuk membuka suatu jalan mediasi dan memperbaiki semuanya.
Yang artinya ia harus siap menerima, atau ditinggalkan.
Meski Baekhyun sendiri terjebak dalam dua pilihan yang menghantam hatinya secara konstan.
"Dia pasti sangat kecewa padaku, Kris."
"Tentu."
Baekhyun menarik wajahnya, air mata yang berurai di wajah cantiknya membuat hati Kris mencolos. "Lalu apa yang harus aku lakukan, Kris? Aku takut, aku takut jika dia marah kemudian pergi meninggalkanku."
Satu denyut nyeri menyambangi Kris setelah Baekhyun selesai dengan kalimatnya. Sedikit banyak ia berharap bahwa ini mimpi dimana kemudian ia bisa bangun setelahnya dan semuanya akan menghilang.
Namun formulanya tidak seajaib itu. Cintanya datang dengan cara tersendiri, manyambangi dan melingkupinya dengan kehangatan bagai gulungan selimut dalam malam purnama.
"Apapun yang terjadi nanti, jika kau butuh sandaran, kau tau dimana kau bisa mencariku." Kris menatap rambut terang Baekhyun dan mengecupnya lama.
"I Love you Baekhyun. More than yesterday. But not as much as tomorrow."
"Jika kau memilih dia, aku tak apa, Baek."
Wajah itu mengisyaratkan betapa ia tak sanggup menahan sesak di dadanya.
"I need you more than you need me, kris. I love you too."
"Tapi, Baek. Kau lebih dahulu bersamanya."
"Aku tahu, aku.. Aku tak dapat meninggalkannya,"
Baekhyun memejamkan matanya yang perih. Satu senyum ketir Chanyeol tiba-tiba terbesit di benaknya. Bagaimana cara Chanyeol memperlakukannya, bagaimana cara mereka bercinta, bagaimana dirinya sungguh di puja. Setiap kata, tatapan, perlakuan, lantunan lagu yang ia ciptakan, sungguh merenggut hati Baekhyun.
Namun kenyataan kini ia tak melabuhkan hatinya pada satu orang.
Kris bagai Chanyeol. Sifat mereka familiar. Tubuh dan tingginya juga hampir sama. Dan yang terpenting, mereka sangat menghargai dan menghormatinya.
"Sial."
"Aku mencintaimu juga kris. Rasanya semakin hari semakin besar hingga aku tidak mampu memikulnya. Rasa cinta dan bersalahku menggenang menjadi satu. Mendesakku hingga menjadi manusia paling merana. Aku tidak bisa melanjutkan segalanya."
"Lalu apa rencanamu?"
Baekhyun menghela nafasnya. Ia menggeleng lemah.
"I'm good reading at my secret : I look for the worst in them."
"Tidak, Baekhyun. Kau tidak."
"Dan kau tahu apa artinya? Saat aku menginginkan kedua dari kalian. Semua orang menudingku. Aku tidak bisa mendua hati lebih lama."
Kris mengangkat tangannya menyerah. Satu tarikan nafas putus asa keluar dari bibirnya.
"Bicaralah dengan jujur padanya."
..
BGM || Hug Me - Chanyeol
.
Baekhyun
I'll be home at 11 pm. Don't wait for me.
Chanyeol menatap layar ponselnya dengan pandangan kosong. Seakan matanya sanggup menembus sistem perangkat canggih itu.
Ia masih memikirkan, bagaimana ia bisa bertahan saat ia tahu bahwa Baekhyun kini mendua.
Ia tak lagi satu-satunya. Ia tak lagi menjadi tempat Baekhyun berkeluh kesah, yang utama. Entahlah. Ia hanya terlalu lelah untuk beraktivitas hingga ia memilih untuk duduk di ruang tamu mereka yang remang.
Sendirian.
Apa yang ia tunggu sebenarnya tengah dalam perjalanan pulang, memikirkan perkata yang tepat untuk menghujam Chanyeol. Tentu, walau bagaimanapun caranya ia berusaha untuk tidak menyakiti Chanyeol, setiap kata yang berisikan kejujuran itu akan tetap menghunus Chanyeol bagai pedang.
Chanyeol tak mengerti. Ia merasa bodoh untuk diam di tempat bagai menunggu gilirannya untuk dipenggal.
Tak ada yang lebih baik dari itu. Yang ada hanyalah kemungkinan yang lebih buruk dari sebelumnya. Bahwa ia takut saat ia bertanya, ialah pihak yang akan di tinggalkan.
Karena, tentu saja.
Pria itu memiliki segalanya.
Ia tampan, kaya, memiliki karir cemerlang sebagai seorang Lawyer, memiliki kedermawanan hati yang sanggup membuat orang tunduk padanya.
Sedangkan Chanyeol?
Ia jelas kalah telak. Ia hanya pecundang yang memiliki nasib baik karena bertemu dengan Baekhyun.
Suara pintu yang terbuka membuat Chanyeol mengalihkan perhatiannya. Ia selalu terlihat was-was saat kaki kecil itu mendekatinya.
Dan ia berdiri di sana. Dengan raut yang kosong. Berusaha tersenyum padanya, dan wajahnya terlihat menyerah.
"Hai, Yeol." Sapanya dengan suara serak.
Chanyeol yang mendengarnya segera menghampiri, memeluk tubuh ringkih itu sehingga ia menyenderkan seluruh beban tubuh padanya. Chanyeol mengusao halus surainya.
"Ada apa, hm?"
"Kita perlu bicara, Yeol."
Chanyeol berdebar untuk itu. Ia melepaskan pelukannya dan menatap Baekhyun bingung. "Mari biacara."
Baekhyun duduk di hadapannya. Menarik nafasnya sekali dan memunggungi Chanyeol hingga pria itu terheran-heran.
Kedua jemarinya ia bawa untuk menangkup wajahnya dan tak berselang lama, satu isakan terdengar memilukan keluar dari bibirnya yang bergetar.
Chanyeol kehilangan keseimbangan untuk tetap duduk dengan tegap diatas sofa. Ia menghela nafas dan mengangguk kecil. "Aku sudah tahu, Baek."
Baekhyun menarik wajahnya dan menatap Chanyeol tak percaya. Pandangan terluka memancar dari raut Chanyeol, membuat wajah menyedihkan Baekhyun kian tergenang oleh air mata.
"Bagaimana kau bisa diam setelah sekian lama?"
Chanyeol menggeleng kecil. Bibirnya menipis karena geram. "Itu, sama sekali tak penting."
Si mungil menggigit bibirnya hingga rasa kesat memenuhi mulutnya. "Maafkan aku, Chanyeol. Seharusnya aku tidak senaif itu, aku merasa bagai orang terjahat di bumi."
"Ya, itulah kau."
Baekhyun terdiam. Air matanya tanpa sadar kembali turun ke pipinya. Ia tahu bahwa Chanyeol menahan diri untuk berteriak padanya, ia melihat kilat kecewa dan lelah itu jelas terpampang di sana. Menghadirkan ribuan pedang tak kasat mata yang menghunus jantungnya. Meninggalkannya dengan luka tersendiri tanpa berniat mengobati.
"Kenapa kau melakukan ini padaku, Baek? Kesalahan apa yang aku lakukan padamu hingga kau tega melakukan semua ini?"
Baekhyun menggeleng lemah. "Aku tahu. Aku begitu gampangan. Tapi, percayalah aku tak bisa menolong diriku jika aku jatuh cinta padanya."
Chanyeol berhenti menarik nafas. Satu liquid bening menembus kelopak matanya. "Tentu."
"Maafkan aku, Yeol. Aku.."
Ia menatap Chanyeol yang masih menatapnya dengan raut kecewa. Sebelum menunduk karena tak sanggup.
"Aku resign dari kantor,"
"Kau apa?"
Ia mengangguk pelan. "Aku resign, saat hari dimana aku pulang larut dan berkata pergi minum dengan rekan kantorku. Ya, aku memang melakukannya, aku pergi minum. Tapi bukan bersama rekan kantorku, aku pergi bersama Kris."
"Jadi namanya adalah Kris?"
"Ya.." ia berbisik lirih. "Aku menceritakan semua keluh kesahku selama ini,"
"Tunggu, apa? Keluh kesah?"
Baekhyun mengangguk sekali. "Tentang kehidupan yang kita, maaf, aku miliki. Keterbatasan ini.."
"Kau menyesal karena bersamaku, Baekhyun?"
Lelaki itu menarik wajahnya untuk menatap Chanyeol lagi. Ia tahu ini sangat menyakitkan, tapi ia harus mengatakannya.
"Tidak ada yang bisa aku lakukan, Yeol. Kita terjerat banyak bayaran besar, tunggakan dan cicilan. Sedangkan aku? Aku adalah pecundang yang menjadi pengangguran, tak ada tabungan yang bisa aku andalkan dalam jangka waktu lama. Kemudian mencari pekerjaan di kota ini adalah satu hal sulit, aku mendapatkan pekerjaanku silam setelah mendapatkan sepuluh penolakan dan dua tamparan dari HRD. Aku tak bisa berpikir jernih."
Nafas Chanyeol mulai teratur. Dan saat ia memberanikan dirinya untuk melihat ke dalam mata pria itu, ada sebentuk rasa penyesalan mendalam disana. Entah untuk apa. Baekhyun tak ingin memikirkannya kini, jadi ia memalingkan wajahnya.
"Saat kondisi keuangan kita benar-benar kritis, ia datang. Bagai kau yang datang saat aku tengah terpuruk, kalian terlihat sama. Semuanya adalah bagaimana aku berusaha memiliki kendali saat kami semakin sering bertemu tanpa sengaja dan dia yang selalu bersikap baik padaku, itu membuatku lupa diri."
"Uang di bagasi saat itu, aku temukan setelah ia mengantarkan mobilmu."
"Ya, itu.." Baekhyun menggigit bibirnya. Mendadak seperti ada batu di tenggorokannya. "Mengenai sebuah hal terbesar yang kemudian mengubah hidupku, saat hari dimana aku bekata aku akan pergi bersama bos ke Los Angeles.."
Chanyeol mendesah kecewa. Ia menutup matanya yang panas. "Ya, aku tahu. Sebelumnya. Seharusnya aku mempercayai intuisiku." Ia tertawa miris. Mengiris hati Baekhyun.
"Kami berada di Vegas, selama tiga hari. Dan aku memenangkan judi, semua anggaran itu miliknya yang kemudian ia berikan padaku karena menganggap bahwa pemilik kemenangan itu ialah aku."
Chanyeol terdiam. Tak ada kalimat maupun suara bahwa ia masih bernafas, jadi Baekhyun menduga bahwa ia mendengarkan.
"Kemudian itu semua membuatku membeli banyak barang bahkan yang tak kubutuhkan."
"Ya, aku melihatnya. Tapi itu hakmu, itu urusanmu, aku tak berhak menanyainya, kenapa kau membeli jaket seharga setengah rumah ini."
"Aku benar-benar menyesal."
Chanyeol menegapkan tubuhnya. Ia menatap Baekhyun dalam. "Apakah kau sudah tidur dengannya, Baek?"
Baekhyun tersendat nafasnya yang berat. Lidahnya kelu untuk berbicara.
"Apakah kau sudah tidur dengannya Byun Baekhyun?!" tanya Chanyeol sekali lagi dengan intonasi yang lebih tinggi.
Isakan Baekhyun yang tertahan membuat tubuhnya semakin bergetar hebat. Ia menangis dengan keras. Tangannya mencengkram erat kursi. Perlahan mendekati Chanyeol dan berlutut di bawah kakinya.
"Maafkan aku, Chanyeol—aku sungguh menyesal."
Chanyeol tidak bisa menahan segala rasa sesak di dadanya yang merenggut hampir seluruh ruang di rongga pernapasannya. Dadanya naik turun, isakan itu semakin pilu terdengar.
Itu adalah sebentuk jawaban yang paling Chanyeol sayangkan.
Tak di ragukan lagi.
Ia kecewa.
"Beri aku waktu untuk berpikir."
Ia beranjak. Meninggalkan Baekhyun yang menyedihkan di kegelapan malam.
Dan saat pintu kamar mereka dibanting dengan keras, tubuh Baekhyun merosot ke lantai. Bersimpuh pada lututnya sendiri dan mendesah kecil.
Kembali bergelut dengan penyesalannya yang dalam.
OBLIVIATE
— D – 100
Sisa hari pilu, berakhir dengan cara samar. Bekas luka perlahan terlupakan, tergantikan dengan tawa dan senyum baru dari sinar matahari pagi yang senantiasa menyinari. Seakan memberikan sebuah harapan dan kebahagiaan baru bagi setiap insan di muka bumi. Hari demi hari terasa bagai lembar baru yang lebih cerah, tak ada lagi lembar usang dengan tinta kelam. Yang ada hanyalah lembar baru yang kian terukir indah dalam ingatan.
Satu persatu cinta yang telah ada kembali bersemi bagai musim yang menghadirkan getar ceria dan nostalgia akan kanangan lama yang pernah terukir untuk kembali.
Hubungan Baekhyun dan Chanyeol kian membaik. Sebagai pasangan twinflame, mereka tentu tahu bagaimana cara menangani masalah meski berapi-api, nyatanya keretakan sebelumnya membuat hubungan keduanya kembali erat. Lebih erat.
Saat malam pengakuan itu, keduanya berakhir meminta maaf satu sama lain dan berjanji untuk menjadi orang yang tak melakukan hal tolol lagi. Hingga berakhir dengan sesi bercinta terpanas yang pernah keduanya alami.
Mereka menjadi meliar, suara desah dan decit kulit yang beradu adalah yang sangat ia dambakan. Meringankan kesakitan dalam hujamannya yang keras dan tepat, menghadirkan rasa tak berdaya Baekhyun yang rentan. Memohon banyak-banyak untuk sebuah penjemputan yang tinggi.
Satu waktu yang juga terasa amat memberikan empati di hati terdalam. Adalah saat Baekhyun terbangun pada tengah malam, ia mendapati Chanyeol yang menangis tersedu-sedu.
Memukul-mukul dadanya sendiri dengan isak yang tersendat melalui bibirnya yang bergetar. Membuat Baekhyun merana dari balik pintu kamar, hanya bisa menangis dalam diam. Mengetahui bahwa perasaan pria itu begitu dalam padanya.
Malam itu, adalah malam dimana ia menemui Chanyeol yang terlihat sangat emosional dan seumur hubungannya yang cukup lama berjalan, baru kali itu ia melihat prianya menangis. Hingga tersedu-sedu dan berlutut di bawah jendela. Tedengar menyedihkan dan mengiris hati.
Dan mengenai Kris, ia turut andil baik dalam ketenangan hati Baekhyun. Mereka masih sering berhubungan.
Chanyeol tak memiliki hak untuk melarang. Baekhyun adalah kekasihnya, tapi bukan berarti ia adalah miliknya.
Ia belum menjadikannya sebagai suaminya.
Dan saat waktu terus berjalan secara normal, ia menyiapkan berbagai strategi untuk memenangkan kembali hati dan cinta Baekhyun. Berusaha membuatnya terlihat lebih menarik bagi Baekhyun.
Sebuah kabar gembira mengenai posisi bagus bagi mantan sekretaris itu membawa segurat senyum bahagia Chanyeol. Ia turut membantu Baekhyun dalam mencari pekerjaan baru.
Dan satu kotak hitam berisikan cincin perak yang seperti niat awal ia membelinya adalah untuk melamar Baekhyun, kini berada kembali dalam genggamannya.
Jika saja saat itu ia tak lewat restoran itu dan menemukan kekasihnya bersama pria asing itu telah lebih dahulu menghabiskan waktu di tampat impian mereka, ia tak akan merana dan menyimpan cincin itu jauh di bawah kotak usang di dalam gudang belakang rumah mereka.
Namun itu juga menjadi pelajaran bagi keduanya. Hingga kini cahaya kian Chanyeol rasakan menyinari dirinya dan gravitasi kembali berporos padanya dan Baekhyun.
Hingga apa yang ia lihat dengan mata kepalanya kini menghentikannya untuk bertindak dan berharap.
Jauh di depannya kini, Baekhyun tengah berciuman dengan Kris. Di depan rumah mereka.
Rumah yang mereka beli bersama. Rumah tempat suci mereka dan menjadi tempat mereka memiliki banyak kenangan.
Chanyeol tersenyum ketir. Ia berbalik dan berjalan menjauh.
Seharusnya ia tak banyak berharap.
Satu decakan dan tawa keluar dari bibirnya. Mentertawai dirinya sendiri.
Miris sekali kisahnya.
BGM || AKMU – How Can I Love The Heartbreak, You're The One I Love
"Aku mundur beberapa langkah dengan sengaja
Aku melihatmu yang tengah berjalan seorang diri tanpa diriku
Disana ada sebuah kehampaan di sisimu
Di tengah jalan hitam-putih, kau mencoba tuk berbalik
Saat itu aku sudah memberitahumu
Bahwa aku tak bisa meninggalkanmu
Kesulitan macam apapun yang mendera kita
Daripada perpisahan, aku bisa menahan semua itu
Bagaimana bisa aku menyukai sebuah perpisahan?
Aku sungguh mencintaimu
Kita menyerah satu sama lain karena alasan cinta
Aku tak bisa merasakan sakit seolah aku tersayat
Dua atau tiga kali, akankah aku kembali ke jalan itu?
Di atas jalanan yang begitu sunyi, aku melangkahkan langkah kakiku
Sambil berbagi pembicaraan tanpa kata-kata
Aku melihat ke tempat yang jauh di mana lampu menerangi jalanan"
Ia menghentikan liriknya, memandangi langit yang gelap dan merasakan rintik tipis mengenai wajahnya. Merasakan angin seakan membawa kekelaman hatinya yang membuatnya menjadi hampa dalam sekejap.
Satu yang tak pernah Chanyeol pikirkan sebelumnya tentang mencintai Baekhyun, adalah konsekuensi.
...
Ia teringat bagaimana mereka berbelanja bersama dan Chanyeol yang berusaha membangkitkan kenangan keduanya yang pernah terjadi di masa lampau.
"Kau ingat baek bagaimana kita pertama berjumpa dulu ?"
"U-hmm" jawab baekhyun sambil memainkan jari-jari chanyeol
"Kau duduk sendirian di meja cafe, dan aku mulai mendekatimu. Aku mengira kau adalah malaikat. Ternyata kau adalah orang yang berhasil mencuri hatiku dulu."
"Kita bertatapan selama 10detik dan aku sangat malu saat kau memergokiku, kemudian kita berinteraksi dan berkenalan di 10 menit setelah bercakap-cakap. Sebuah hal konyol yang manis."
"Kau menghitungnya?"
"Yeah, detiknya, ya. Tentu saja. Tapi dengan menit sebelum berkenalan, aku melirik arlojiku."
Lalu,
"You gave me a forever within the numbered days. I cannot tell you how thankful I am for our little infinity."
Saat malam dimana Chanyeol menyuguhkan Baekhyun kulkas baru yang berisikan penuh bunga.
Dan saat keduanya berbelanja bulanan seperti biasa di Costco.
Membeli satu Chicken Apple Sausage dan berbagi dengan senang hati.
Saat Chanyeol bertanya kenapa Baekhyun selalu berbelanja di sana, maka Baekhyun selalu menjawab.
"That's the only reason, Costco is cheaper than Amazon."
Dan saat sedang meng-antre, Chanyeol menyeletuk.
"I'm glad, we have the membership card."
Buy 1 get 1, adalah yang sering mereka beli. Atau saat mata Baekhyun melihat dengan jeli ada tulisan merah yang jelas terpampang,
Up to 30% hingga 70% yang membuatnya kemudian menjadi begitu semangat. Membuat para karyawan mereka menggeleng maklum.
"Premium stuff dengan harga terangkau." itu sudah menjadi seperti sebuah keharusan Baekhyun dalam berbelanja.
Satu hal yang membuat Chanyeol kerap tertawa geli di sepanjang perjalanan menuju pulang.
OBLIVIATE
— D-Day
BGM || I Will Go To You Like The First Snow - Ailee
Suara petir yang bergemuruh tanpa adanya hujan mengejutkan langkahnya yang tergesa. Dengan gerakan pelan, secara perlahan meninggalkan tempat itu, menuju mobilnya yang kosong.
Ia menghidupkan mesin hingga suara halus itu mengisi kekosongan malam.
Diantara gelapnya jalanan malam, ia menemukan beberapa titik cahaya samar di kiri dan kanannya. Pohon-pohon yang menjulang terlihat menghakiminya hingga ia merasa kian kecil.
Terkucilkan oleh perasaan getir dan setiap hal besar yang ia lihat. Mengabaikan betapa lajunya ia membawa mobilnya kini.
Semakin dia memikirkannya, semakin deras air mata yang mengalir di pipinya. Betapa jahatnya dirinya mengkhianati cinta sempurna Chanyeol karena dibutakan oleh kebahagiaan sesaat. Dan dia terus melakukannya walaupun dia berjanji pada dirinya untuk tidak menyakiti Chanyeol lebih dalam lagi. Jika saja pada malam itu Baekhyun jujur terhadap kedua pihak, maka semua ini takkan terjadi.
Bagaikan anak kecil yang bermain gelembung, Baekhyun hanya mengejar gelembung itu tanpa tau gelembung bisa meletus kapan saja dan dapat melukai dirinya dan orang lain tanpa disadari.
Hingga saat tabrakan keras yang mengenai sisi mobil yang mengagetkannya, membuatnya tersadar dalam lamunannya bahwa ia terseret oleh mobil merah yang kini menghentikan lajunya. Membuat mobilnya juga terhenti dan berakhir dengan decitan keras dari ban dan aspal.
Asap tebal mengepul dari kap mobil depannya. Ia merasakan satu mobil asing kembali melaju dengan kecepatan sedang, menabrak satu kayu besar yang menghalangi jalan hingga membuat kaca mobilnya pecah.
Ia meringis saat merasakan tajamnya serpihan kaca menembus kulit wajahnya, tangannya yang tertancap beling cukup tebal ia keluarkan, membuat aliran darah keluar deras merembes ke hoodie putih yang ia kenakan.
Baekhyun dilanda kepanikan yang hebat melihat apa yang terjadi. Instingnya menyuruhnya untuk melakukan sesuatu.
"Maaf, aku mencintaimu"
Adalah kalimat terakhir yang ia gumamkan sebelum mobil itu meledak dibawah hujan deras yang mengguyur Vacaville, sederas penyesalan yang menghujaninya.
.
.
TBC
.
.
.
An :
Pasangan twinflame itu adalah jiwa ke jiwa. Jadi mereka punya intuisi yang sangat kuat dan tajam.
Sangat salah dan egois jika Baekhyun mencintai twinflame (Chanyeol) dan soulmatenya (Kris) pada waktu bersamaan.
Semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan, besar atau kecil, banyak atau sedikit. Sama saja.
Sekali lagi; fanfic ini ga akan lanjut tanpa ada tanggapan dan review kalian. Hehe. Udah di bold, di miringin, di garis bawahi pula. Jangan di biasakan jadi Siders ya sayang-sayangku. Hargailah karya orang lain sebelum orang tersebut tidak dapat lagi melihat tanggapan kalian.
— Sometimes we do bad things for the people we love. It doesn't mean it's right. It means love is more Important —
Kisses,
H&B.