Rise and shine because SoniCanvas is back!
wah, sudah lama sekali saya tidak mampir kesini. Apa kabar? Ga ada yang kangen sama saya nih?
Yaudah. mungkin saya tidak layak dirindukan...
Baiklah, karena saya lagi terlintas sebuah ide sejak game Saint Seiya versi Tencent dan kerusakan reputasinya sejak Netflix. Bagaimana jika kita mulai dengan sebuah crossover?
Saint Seiya, the characters and anything in it belongs to Masami Kurumada and Kurumada Productions.
Granblue Fantasy, the characters and anything in it belongs to Cygames
SoniCanvas presents...
A Granblue Fantasy/Saint Seiya crossover...
Corrupted Judgement
.
Prolog
Sembilan planet telah sejajar. 12 Gold Saint dengan zirah emas mereka, berkumpul di hadapan Dinding Ratapan—Dinding antardimensi yang membatasi Underworld dan Elysion. Demi mengantarkan Bronze Saint dengan selamat hingga bisa menyelamatkan Athena serta mengantarkan God Cloth Athena sampai tujuan, mereka membakar Cosmo hingga batas kemampuan mereka.
"Demi cinta dan keadilan, terbakarlah Cosmo! Terangilah kegelapan dengan cahaya!" sahut mereka serempak.
Menyalurkan Cosmo mereka pada anak panah Sagittarius Aiolos, 12 Gold Saint membuat lubang besar pada Dinding Ratapan. Tak lama berselang, lubang itu mengeluarka kekuatan penyedot yang besar. Membawa para Gold Saint tersedot ke dalam ruang kosong di balik dinding itu. Tubuh mereka perlahan hancur lebur bak kertas yang terbakar menjadi abu seiring mereka jatuh semakin dalam ke ruangan itu.
Hampa.
Yang terlihat sejauh mata memandang hanyalah ruang kosong yang hampa. Para lelaki berbaju zirah emas itu tampak tak sadarkan diri. Namun Seorang lelaki bersurai hitam kecoklatan dengan beragam senjata terpasang di tubuhnya perlahan membuka mata, mencoba mengembalikan kesadarannya. Dari sudut matanya, tampak seorang lelaki berjas hitam dengan mantel bulu yang melingkari lehernya. Sorotan matanya yang merah menyala tampak memiliki ketertarikan sendiri terhadap seorang Gold Saint di hadapannya.
"Astaga, lihatlah dirimu. Melihat wajahmu membuatku sangat bergairah. Aku yakin dari balik semua senjata yang membebani tubuhmu, kau punya tubuh yang kekar. Ada sesuatu yang bangkit, tapi itu bukan keadilan." kata lelaki misterius itu.
"D-dimana aku? Apa...yang terjadi?" Tanya sang Gold Saint.
"Aku membuka celanamu dan kita berhubungan selama kau tidur." jawab sang lelaki misterius.
"APA?" sang Gold Saint tiba-tiba terbanhun untuk memeriksa keadaan tubuhnya.
"Ahahahaha, aku bercanda. Kau terlalu istimewa untuk sebuah adegan ranjang, Kawan." lelaki bermata merah itu tertawa. "Aku masih penasaran, bagaimana manusia sepertimu dan teman-temanmu bisa sangat kuat hingga tubuh Faa-san jadi sangat lelah dari menghidupkan kalian semua..."
"Apa maksudmu? Siapa kau?" sang Gold Saint mengambil sebilah pedang dari punggungnya, lalu menodongkannya pada lelaki misterius tersebut.
"Ohoho...cahaya emas dari pedang yang tajam itu...aku semakin bergairah untuk menerkammu." Ia menurunkan pedang itu dengan jemarinya, kemudian berdehem sebentar untuk memperkenalkan dirinya. "Aku Belial. Aku sama tersesatnya denganmu di ruang antardimensi ini. Jangan takut, teman-temanmu baik-baik saja."
"Sebentar, kau terangsang karena pedangku? Murahan sekali dirimu." kata sang Gold Saint.
"Semua penjelasan dan perkenalan itu dan hanya itu yang kau cerna di kepalamu? Kau seharusnya berterima kasih karena menyelamatkan hidup kalian." Lelaki yang dikenal sebagai Belial itu menotok kepala Gold Saint itu dengan jemarinya.
"Baiklah, aku minta maaf. Tolong, hentikan." sang Gold Saint dibuat kesal oleh tingkah Belial.
"Aku belum mendengar kata ajaibnya~" Belial masih menoyor kepala sang Gold Saint dengan santainya.
"Terima kasih karena telah menyelamatkan kami semua. Kau sudah puas?"
"Manusia yang pintar. " Belial menghentikan kegiatannya, lalu tidur terlentang sembari menyilangkan kedua kakinya. "Ngomong-ngomong, aku masih belum mengetahui namamu."
"Oh, namaku Dohko. Libra Saint, Dohko." Gold Saint itu kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Dohko.
"Saint, seperti orang suci yang bekerja di gereja?" tanya Belial.
"Bukan, lebih seperti pelindung pribadi dewi Athena." jawab Dohko.
"Aneh. Athena di tempat asalku bukan sesosok dewi, tapi sebangsa Primal Beast." Belial menggosok dagunya, berpikir tentang dunia seperti apa yang ditinggali oleh Dohko dan para Gold Saint. Mungkin, ada kesempatan baginya untuk memanfaatkan kekuatan mereka dan mengguncang langit untuk kedua kalinya. Dari bagaimana Lucilius kehabisan tenaga dari menghidupkan para Gold Saint, kekuatan mereka tak bisa diremehkan.
"Begini saja. Karena aku sudah membujuk Faa-san untuk menyelamatkan kalian, kau hanya perlu bantu aku mencari cara untuk keluar dari sini. Setelah itu, aku akan membantu kalian untuk pulang." Belial membuka tawarannya pada Dohko.
"Bagaimana caranya kita keluar jika teman-temanku tidak sadarkan diri dan kau sendiri juga tidak tahu caranya untuk..." Dohko meletakkan pedangnya di lantai dan menopangkan dagunya pada pedang itu, tanpa sadar pedang emasnya tertancap begitu dalam hingga membuat lantai ruangan kosong itu terbelah, membuka ruang antardimensi yang lain. "...Keluar."
"Aku tidak menyangka bisa semudah itu." Belial mengedipkan matanya dengan cepat. Tak percaya dengan hal yang dilihatnya. Selama dirinya dan Lucilius terjebak di ruang antardimensi itu, bahkan pedang Lucilius yang terkuat tidak bisa membawa mereka keluar. "Dohko, aku mau kau memegang tanganku dengan erat."
"Kenapa?"
"Perjalanan kita akan sedikit berguncang. Kau tidak mau tubuhmu kembali tercincang, 'kan?"
"Bagaimana dengan—"
"Faa-san baik-baik saja. Dia akan tetap disini. Teman-temanmu juga akan ikut keluar dengan kita."
"Oh, baiklah..." tanpa basa-basi, Dohko memegang tangan Belial. retakan itu semakin melebar dan terus melebar hingga mereka semua diselimuti oleh kehampaan yang hitam. Yamg tersisa hanyalah kehampaan belaka. Tiada yang tahu hal apa lagi yang akan menanti mereka.
Sementara itu...
Langit biru yang cerah berubah mendung. Awan hitam bergumul dan perlahan memuntahkan batuan merah panas yang jatuh menimpa desa-desa hinga kota besar di Phantagrande. Sandalphon dengan santainya menyeruput kopi hitam di atas dek kapal Grandcypher selagi menikmati alunan musik yang merdu dari kru musisi yang sedang berlatih dengan alat musik masing-masing.
Hingga kemudian, ketenanganya terusik ketika batuan merah panas yang memporak-porandakan Phantagrande membuat riak kecil pada kopi hitamnya.
"Hanya hari biasa di negeri langit..." lelaki itu mengangkat pundaknya dan melanjutkan menyeruput kopi. Setelah insiden yang menimpa dirinya dan Lucifer, serta perjalanannya sebagai malaikat bersama kawan-kawannya di Grandcypher, bencana besar sudah seperti makanannya sehari-hari. Entah apakah Ia akan belajar lebih banyak atau justru hanya belajar cara menjadi anak indie.
Ketenangan itu kembali terusik oleh cahaya merah panas yang jatuh tak jauh dari pelabuhan kapal terbang, tempat Grandcypher beristirahat. Guncangan itu membuatnya kesal.
"Astaga, bisakah aku beristirahat dengan tenang?" Sandalphon mengeluarkan sayapnya dan terbang mengikuti arah jatuhnya meteor itu. Seperti yang diduga, ada kawah yang besar di tengah sebuah desa. Beruntungnya, tidak ada yang terluka. Namun ada yang berbeda di tengah kawah itu. Tampak seorang manusia yang tidur dengan keadaan meringkuk, dengan sebuah kotak berwarna keemasan yang kokoh di sampingnya. Sandalphon terbelalak. Ia tak menyangka jika seorang manusia jatuh dari langit. Bisa jadi, dia seorang bangsa Primal, namun bangsa Primal yang asli tak mungkin mengecilkan tubuhnya ke ukuran manusia jika sedang terluka, pikirnya.
Sandalphon berlutut, kemudian melayangkan tapak tangannya pada pipi lelaki itu.
"BANGUN!" sahutnya.
"Aduh sakit!" lelaki itu kaget dan meringis kesakitan akibat tamparan Sandalphon. "Demi tongkat Athena, kenapa kau harus menamparku?"
"Kau tak lihat kerusakan yang kau buat? Jika ada yang terluka, kau harus membayarnya." Sandalphon menarik pedangnya, hendak menodongkannya pada lelaki misterius itu, tiba-tiba sebilah pedang keluar dari kotak emas tersebut dan melindunginya.
"Darimana kau mendapatkan senjata itu? Siapa yang mengirimmu kesini?"
tanya Sandalphon.
"Tunggu dulu. Kalian semua boleh memakai senjata di tempat ini?" lelaki misterius itu kembali bertanya. Satu-satunya aturan yang dia ketahui tentang dunia yang ditinggalinya adalah bahwa dewi Athena tidak menyukai pertarungan menggunakan senjata dan tiba-tiba orang di hadapannya menodongnya dengan sebilah pedang.
Sandalphon menatapnya bingung. Orang ini tidak mengenali dunia langit, terlebih tentang Phantagrande. Memang ada orang yang memilih bertarung tanpa senjata, namun kebanyakan penjelajah langit pasti membawa senjata di sakunya untuk bertarung dengan monster. Disarungkanya kembali pedang itu, lalu berkata, "Jadi, kau bukan berasal dari tempat ini ataupun dari kosmos. Lalu kenapa kau kesini?"
"Entahlah, aku tidak ingat." kata lelaki misterius itu. "Yang terakhir kuingat adalah aku dan pasukan Gold Saint melubangi Dinding Ratapan. Seharusnya, kami sudah mati di celah antardimensi. Tapi ketika aku terbangun, aku sudah disini dan terpisah dari teman-temanku."
"Celah antardimensi ya?" Sandalphon manggut-manggut. Ia teringat kembali ketika Lucilius dan Belial terkurung di dalam celah antardimensi. Meskipun peluangnya kecil, Ia khawatir jika orang itu telah melakukan kontak dengan salah satu dari mereka. Ia mungkin tersesat, tapi Sandalphon masih memasang tampang was-was.
"Sebaiknya aku mengantarmu ke kapal. Banyak hal yang ingin kubicarakan padamu." ucap Sandalphon datar, kemudian mengangkut kotak emas itu bersamanya. "Dan untuk sementara, kotak ini akan ikut denganku. Aku harus tahu lebih lanjut tentang kotak ini."
"Hey, itu bukan sembarang kotak! Kembalikan Libra Cloth milikku!" lelaki misterius tersebut berlari mengejar Sandalphon yang terbang sambil berlalu membawa kotak miliknya. Mereka tidak tahu kuasa apa yang mungkin sedang mengawasi mereka, namun itu akan menjadi pertanyaan di lain hari.
~TBC~