Disclaimer : Masashi Kishimoto
Genre : Drama, Romance
Pairing : SasuSaku
Cerita dan plot dalam fanfic ini murni hasil imajinasi aku (although the charas belong to Mr. Kishimoto). Aku ga ambil keuntungan materiil dari ini. Dan mohon untuk ga copy-paste keseluruhan maupun sebagian dari fanfic ini. No plagiarism. Selamat membaca!
.
.
.
Season 3 Chapter 3: Over Again
.
.
.
-Sasuke's POV-
Laki-laki itu berada di dalam kurungan, menunggu keputusan tentang hukumannya. Sedangkan Sakura tidak diizinkan bertemu dan berbicara dengannya. Yang bisa ia lakukan hanyalah menangis di rumah aman.
Aku mendekatinya dan berdiri bersisian memandang ke luar jendela, memandang objek yang sama –halaman gelap nan kosong. "Berhenti menangisinya. Dia bukan suamimu lagi. Dia bahkan tidak pernah benar-benar menjadi suamimu." Dia tidak terlihat akan membalas ucapanku, atau pun menghentikan air matanya. Dia tak bicara sama sekali untuk waktu yang lama, membiarkan keheningan malam dan suara jangkrik menjadi latar. Mungkin dia sedang memikirkan rencana bodoh dan gila seperti biasanya dan itu membuatku merasa bertanggung jawab untuk mengawasinya.
"Sasuke…" Suaranya tiba-tiba mengalir parau di udara. "Benarkah kau mencintaiku?" Tanyanya frontal.
Aku menoleh ke arahnya terlalu cepat. Meskipun begitu aku tidak membuka suara. Buru-buru aku tolehkan lagi pandanganku ke luar jendela.
"Masihkah?" Dia tidak gentar. Dia menunggu jawabanku, membuatku memusingkan bagaimana seharusnya aku merespon. Kalau mau jujur, tentu saja aku mencintainya. Sangat dalam malah. Namun apakah aku sanggup mengucapkannya? Melihat ia begitu tersiksa akan kenyataan bahwa suaminya telah bersalah dan menipunya selama ini. Aku yakin Sakura mencintai suaminya sangat dalam pula. Dan aku takut akan kenyataan bahwa aku tidak akan pernah berada di posisi itu. Aku tidak ingin membuka hatiku lebih lebar lagi untuknya. Untuk sekarang, fakta bahwa dia adalah Sakura Haruno yang kukenal dulu, dalam keadaan hidup dan baik-baik saja sudah cukup untukku.
Agaknya, dia menuntut jawabanku hingga aku terpaksa menjawab meski yang aku mampu hanya mengangguk lemah.
"Apa kau rela melakukan apa saja demi aku?" Apa aku sedang diuji?
"Apa yang kau inginkan?" Aku takut. Dia membuatku takut.
"Bebaskan Amai. Bawa dia jauh dari Konoha. Jangan biarkan mereka menyakitinya." Cih! Tentu saja ia menginginkan itu. Dia tidak pernah memedulikanku. Yang ada di kepalanya hanyalah laki-laki itu dan anaknya, tidak ada yang lain, bahkan aku sekalipun yang selalu ia tunggu dulu.
"Apa yang kau tawarkan sebagai gantinya?" Celetukku kesal. Sekali lagi aku telah memasang topeng kesombonganku untuk menutupi sakit hatiku karena dia.
Dia diam. Aku berhasil membungkamnya. Ya, sebaiknya ia tidak banyak bicara, karena setiap apa pun yang ia katakan rasanya hanya membuatku sakit. Demikian pun, aku masih akan terus merasa bersalah padanya.
"Aku sudah berhenti melanggar hukum sejak perang dunia shinobi dan aku telah melakukan pengembaraan bertahun-tahun untuk menebus dosaku. Kenapa aku harus mencoreng kepercayaan konoha yang telah aku raih dengan susah payah?" Ujarku sombong.
"Karena kau mencintaiku." Oh! Bukan aku satu-satunya orang sombong di sini. Lihat betapa percaya dirinya ia.
"Benarkah, Sakura? Kau mungkin lupa kalau selama ini kaulah yang cinta mati padaku. Kaulah yang mengejar-ngejar cintaku. Kaulah yang rela menungguku sepanjang usiamu."
"Aku akan- melakukan apapun yang kau minta." Ujarnya agak terputus. Aku tidak tahu apakah ia bersungguh-sungguh atau tidak. Aku tidak ingin melihat matanya untuk mencari tahu. Aku takut. Jadi aku diam.
"Aku akan menyerahkan diriku seutuhnya untukmu. Perlakukan aku sesukamu. Aku bisa menjadi pesuruhmu. Aku rela menjadi budakmu. Siksa aku kalau perlu. Tapi kumohon-"
"Untuk apa aku melakukan itu padamu? Kau hampir tidak berguna untukku." Teriakku. Dia benar-benar membuatku marah. Dan aku tanpa sadar telah menatap wajahnya yang menjadi kelemahanku.
"Aku pasti berguna. Aku janji!" Dia tampak menyedihkan. Sebegitu dalamnyakah cintamu padanya hingga membuatmu seperti ini? Lalu aku ingat, aku pun tidak ada bedanya. Kami berdua sama-sama menyedihkan.
Keheningan mengambil alih sementara aku bergelut dengan pikiranku. "Lupakan." Putusku. Aku pun segera berbalik.
Dia menatapku kecewa. Biasanya aku bisa merasakan tatapannya di tubuhku. Tapi kini aku tidak bisa merasakannya. Aku mati rasa.
-Sasuke's POV End-
.
.
.
-Amai's POV-
Suara langkah kaki mendekat seiring cahaya yang datang. Itu Sakura, dikawal seorang penjaga. Ia mengunjungiku di penjara yang sangat gelap dan lembab ini. Aku menatap matanya, begitu pula ia menatap mataku. Auranya membawa kehangatan bagiku.
"Bagaimana keadaanmu?" tanyaku lebih dulu.
Dia menggeleng "Tidak, bagaimana keadaanmu?" dia menekankan kata terakhirnya.
"Aku baik. Terima kas-"
"Bagaimana Kaiza?"
"Hn. Dia baik-baik saja. Kau tidak perlu cemas?" Aku berusaha biasa saja agar ia tidak khawatir. Mendengar jawabanku, sepertinya ia tenang. Lalu hening. Dia tidak bertanya lagi, ataupun memulai obrolan. Ya, mungkin karena situasinya. Apa yang aku harapkan?!
"Aku minta maaf." Kataku, memulai lagi percakapan.
"Tidak apa-apa. Kau hanya menjalankan tugasmu." Dijawabnya dengan cepat seolah ia memang sudah mengantisipasi kata maafku.
"Ya." jawabku lagi. Lalu hening lagi.
Aku mengamatinya. Bahkan dengan cahaya yang remang seperti ini, matanya tetap saja bersinar, meskipun mata itu tidak sedang menatapku karena kepalanya tertunduk dalam-dalam. Aku tahu aku mengecewakannya. Aku tahu dia sangat kecewa. Dia tidak bisa menyembunyikannya dariku.
Aku mendekati jeruji. Kusisipkan tanganku melewati sela jeruji untuk menggapai wajahnya. Hampir kusentuh pipinya, tapi ia mengelak. Ia memalingkan wajahnya menjauhi tanganku.
"Apakah benar?" tanyanya. Aku tidak mengerti. Kalau ini tentang aku membantu Tsunade-sama untuk menculiknya dan menghidupkannya, itu benar. Tapi rasanya bukan itu.
"Apa benar kau melakukan semua ini karena tugas?" tatapannya menusuk jantungku seiring sindirannya menyinggungku. Aku memang seorang Anbu yang harus membunuh perasaanku demi misi-misiku. Tapi tidak lagi sejak aku hidup bersama Sakura. Dialah yang telah merubahku.
"Apakah itu berarti, kau tidak pernah mencintaiku?" Tidak! Tentu saja tidak. Aku mencintaimu sepenuh hatiku. Mengapa aku membisu? Mengapa aku tidak dapat meneriakkan kata hatiku?
"Lalu, pernikahan kita, Kaiza, saat-saat kita bersama, apa artinya bagimu?"
Satu tetes air matanya menetes ke lantai. Kami-sama, aku telah mematahkan hatinya.
"Kumohon, jawab aku…" Kini isakannya menggema di lorong dan juga telingaku. Ingin aku menjawab dengan sejujurnya bahwa aku benar mencintainya. Ingin aku menghentikan tangisnya yang pilu itu, namun bibirku kelu.
-Amai's POV End-
.
.
.
Pagi menjelang siang, di aula gedung Hokage.
Hari ini adalah hari persidangan dimana hokage dan para tetua akan menentukan hukuman untuk Amai. Amai sangat koperatif dalam mengikuti rangkaian hukum yang ada. Ia sudah biasa patuh dan taat karena ia adalah seorang anbu -dulu.
Amai tampak sangat tenang, bertolak belakang dengan Sakura yang tampak gelisah dengan mata sembabnya. Sakura tidak akan rela jika Amai mendapat hukuman meskipun ia pantas mendapatkannya. Amai mungkin harus bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan pada Sakura, tapi ia juga masih punya tanggung jawab lainnya –Kaiza.
"Tadi malam, seseorang mengunjungi Kazune-san atas izinku." Kakashi menatap Sakura. "Dengan beberapa pertibangan pula, aku telah memberikan kunci jeruji Kazune-san padanya. Aku memberikan pilihan untuk membebaskan Kazune-san." Semua orang tercengang dan menunjukan ketidaksetujuan mereka terhadap tindakan Kakashi. "Tentu saja aku melakukannya dengan memperhitungkan segala kemungkinan. Bukan tanpa dasar, tujuanku adalah untuk menilai, dan aku rasa Sakura-san telah berhasil membuktikan bahwa ia layak dipertahankan atas kebijaksanaannya memilih untuk tidak melanggar hukum."
Kepala Kakashi kini berotasi ke arah tetua Konoha. "Hanya karena seharusnya Sakura tidak bangkit dari kematian, bukan berarti ia harus mati sekali lagi. Dia layak kembali. Dia masih akan sangat dibutuhkan oleh Konoha. Dan sebagai jaminan agar aku membebaskan Kazune-san, Sakura telah mengajukan dirinya untuk tetap tinggal di Konoha seumur hidupnya untuk melayani desa Konoha di bidang apa pun yang ia kuasai. Sementara status pernikahan mereka dinyatakan batal."
Ada rasa lega bercampur penyesalan beradu di hati Sakura. Dia tidak akan keberatan dengan segala persyaratan yang diajukan Hokage-sama. Ia akan senang selama Hokage-sama mau membebaskan Amai –cintanya dan ayah dari anaknya. Hanya saja hatinya menyesali, andaikan sejak awal semua ini tidak pernah terjadi.
Kerumunan orang yang menyaksikan terdengar riuh tidak setuju, beberapa tokoh yang mengikuti persidangan pun tampak bergeleng. Kakashi mengangkat tangannya menenangkan orang-orang. Rupanya ia belum selesai dengan penyataannya. "Aku tahu, itu rasanya tidak sebanding dengan apa yang telah diperbuat Kazune-san. Seperti yang kita tahu perbuatan Kazune-san setimpal dengan hukuman mati. Aku memang tidak akan membebaskannya dengan cuma-cuma. Aku akan mengasingkannya ke sebuah desa di pulau yang dirahasiakan untuk membangun dan memperbaiki fasilitas kesehatan.
"Dan satu lagi, orang yang telah berhasil meyakinkanku bahwa ini adalah keputusan yang tepat dan layak. Sasuke Uchiha-san, ia telah mengajukan diri sebagai penanggung jawab untuk Kazune-san tanpa meninggalkan tugas-tugas yang telah dibebankan padanya sebelum ini. Ia akan melanjutkan perjalanannya menjaga perdamaian dunia, melindungi Konoha dari luar, sekaligus akan menerima hukuman apapun bila ternyata di kemudian hari Kazune-san melakukan tindakan melanggar hukum lainnya."
Kalau seperti ini, rasanya malah tidak adil untuk Sasuke. Tapi itu akan cukup di mata Sasuke, untuk membuat Sakura bahagia. Sakura menatap Sasuke nanar dari kejauhan. Ternyata Sasuke peduli dan Sakura tidak tahu itu sebelumnya. Kini Sasuke telah mengambil perannya. Sasuke benar-benar membuktikan dirinya rela mengorbankan apapun demi Sakura. Ia telah membuktikan cintanya. Dan itu malah membuat Sakura merasa bersalah saat ini.
"Sepertinya semua sudah setuju. Keputusan ini akan dilaksanakan besok ketika matahari terbit. Bubarkan." Kata Kakashi lagi, dan semua orang kembali ke tempat mereka masing-masing. Hanya Sakura yang terdiam termenung. Sasuke memenuhi pikirannya saat ini.
.
.
.
Malam hari sebelum ia pergi, Sasuke pulang ke apatonya. Apato itu memang lebih sering menjadi tempat pulang Sasuke daripada rumahnya di komplek Uchiha meskipun ia telah mendapatkan kembali haknya atas tanah itu. Apato itu kini terlihat lebih rapid dan bersih dari biasanya, serta ada kehangatan di dalamnya. Aroma makanan menuntunnya ke arah dapur dimana ia mendengar suara masakan seiring ia mendekat. Ternyata ada Sakura di sana. Ia pun bertanya-tanya, bagaimana Sakura masuk, dan apa yang sedang ia lakukan di sini.
"Ah, Sasuke! Kau sudah pulang."
"Hn."
"Kau mau mandi? Akan aku siapkan air hangatnya." Sakura tanpa izin berjalan ke kamar mandi yang berada di dalam kamar Sasuke, ia menyiapkan bak berisi air dan busa. Di tengah pekerjaannya ia merasa bahunya disentuh oleh seseorang –Sasuke.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Sasuke.
"Melakukan apa yang aku bisa lakukan."
"Apa ini soal hutang budi?"
"Aku kan sudah bilang, aku akan melakukan apa saja agar kau mau membantuku. Aku tidak akan ingkar janji."
"Tapi aku sudah bilang 'Tidak'. Itu artinya kau tidak harus melakukan apa-apa. Kau tidak berhutang padaku."
"Pun demikian, kau tetap melakukannya. Kau tetap membantuku. Jadi kumohon, biarkan aku melakukan ini untukmu. Karena aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan."
"Kau tahu apa mauku."
Hening sejenak. Sakura tak mengantisipasi kalimat itu.
"Tidak. Maaf, aku tidak tahu."
"Pergilah, aku sedang tidak ingin mandi."
"Baiklah, makan malam dulu kalau begitu."
"Pergilah, Sakura! Kenapa kau begitu pemaksa?!"
Sakura menelan ludahnya susah payah. "Maaf." Ujarnya lemah. Ia pun pergi dari kamar Sasuke dan menutup pintu di belakangnya. Bersandar pada pintu itu, matanya terpejam. Dalam hati ia merutuki perbuatannya, 'Apa yang telah aku lakukan?'
Berpikir, berpikir, dan berpikir. Kata-kata Sasuke terngiang-ngian di telinganya. 'Kau tahu apa mauku.' Ya, Sakura sebenarnya tahu. Ia hanya menutup mata berharap dugaannya salah. Tapi itu begitu nyata.
Beberapa menit ia lewati tanpa mengubah posisinya. Hingga ia memantapkan niat. Kembali ia buka pintu itu. Sasuke sedang berada di dalam kamar mandi. Sementara Sakura memutuskan untuk menunggu di dekat ranjang dan nakas. Tak sengaja ia melihat sebuah bingkai foto berdiri di atas nakas menampilkan gambar 3 remaja tanggung dan seorang dewasa yang bisa ia kenali sebagai Kakashi, Sasuke, Naruto, dan Sakura Haruno. Mereka tampak bahagia walaupun Sasuke dan Naruto terlihat sedikit cemberut. Sakura refleks tersenyum. Rasa hangat menjalari dadanya.
'Ceklek'
Suara ringan pintu kamar mandi yang terbuka mengejutkan Sakura. Ia berbalik mendapati Sasuke tengah berdiri tanpa atasan menatapnya balik.
Mata Sasuke seolah bertanya 'Mau apa lagi kau di sini?' membuat Sakura canggung.
"Aku tahu apa yang kau inginkan!" Ujarnya buru-buru. Suaranya sedikit terlalu keras. Mungkin karena ia tidak ingin suaranya terdengar bergetar.
Sasuke tidak bergerak, pun tidak terlihat akan angkat bicara. Ia hanya menatap Sakura lurus-lurus dari jarak bermeter-meter. Sakura menangkapnya sebagai tantangan. Sebab Sasuke tampak sangat mengintimidasi. Sasuke memang berhasil, karena Sakura merasa ketakutan sekarang. Tapi ia tidak gentar.
Satu per satu Sakura melepaskan kancing bajunya. Ia melakukannya dengan perlahan, berusaha mempertahankan ketenangannya. Hingga tinggal satu kancing dan ia merasakan Sasuke bergerak mendekat. Tangannya menjadi gemetaran, ketenangannya buyar.
Kancing terakhir berhasil dibuka sesaat sebelum Sasuke mencapai langkah terakhirnya untuk menjangkau Sakura. Namun kemudian Sasuke malah menghentikannya menanggalkan baju merah itu. Sakura menatap Sasuke heran. Apa ia salah? Apa ia telah mempermalukan dirinya sendiri?
Saat itu, Sakura seperti melihat sesosok malaikat dan ia telah jatuh padanya. Sasuke tersenyum dengan sangat tulus dan penuh kehangatan, lalu mengecup dahinya lembut. Sakura memejamkan matanya nyaman, dan merasakan tubuhnya digiring ke atas ranjang empuk untuk berbaring. Sasuke tidak melakukan apa-apa selain mendekapnya erat, menyalurkan kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya sepanjang malam. Kehangatan yang menjalar dari dalam. Kehangatan yang membuatnya sangat bahagia. Kehangatan yang membuatnya merasa 'pulang'. Lewat pelukan itu pun akhirnya mereka saling tahu bahwa mereka saling mencinta.
.
.
.
Di gerbang desa Konoha saat fajar berada di horizon.
"Bagaimanapun, aku berhutang nyawa padamu. Terima kasih atas apa yang telah kau lakukan untukku, Amai." Ujar Sakura tulus. Ia memeluk Amai sebagai ungkapan perpisahan. Ia tidak mendendam maupun membenci. Penyesalan yang ia rasakan kemarin-kemarin pun sirna sudah. Sebab jika bukan karena Amai, ia tidak akan berada di sini dan merasa hidup. Ia bersyukur atas itu. "Kau harus berterima kasih pada Sasuke Uchiha. Berkat dia, kau tidak mati sia-sia." Kata-kata Sakura membuat Amai tertawa.
"Ya, dia pria yang baik." Dan Sakura menangkap maksud terselubung di balik ucapan Amai. Sakura pun mencubit lengan Amai.
"Jangan membuat masalah, ya. Hiduplah baik-baik. Tidur yang cukup, makan yang cukup, jangan terlibat keributan. Pedulikan dirimu dulu, baru orang lain. Oke?"
"Ya… dan maafkan aku." Ujarnya tulus.
"Tentu. Aku sudah memafkan semuanya."
"Kaiza…"
"Kau tidak perlu mengkhawatirkannya, Akina-san dan suaminya akan sangat senang merawat dan membesarkan Kaiza. Kaiza sekarang punya orang tua yang lebih baik." Amai mengangguk.
"Saatnya pergi." Kata seorang Juunin berompi hijau yang bertugas mengantarkan Amai. Sakura menatap pria di hadapannya dengan seksama, mencoba mengingat setiap detail wajah Amai -mantan suaminya- yang tidak ingin ia lupakan. Amai mungkin menggores hatinya, tapi luka itu sembuh dengan cepat. Dan meskipun rasa cinta untuk Amai telah hilang, namun ia akan selalu menyambutnya sebagai teman. Memeluknya sekali lagi, Sakura resmi melepas kepergian Amai. Amai dan Sakura akhirnya kini berpisah. Mungkin untuk selamanya.
"Aku juga akan pergi." Ujar seseorang beberapa langkah di belakangnya.
"Aku tahu." Sakura berbalik dan mendapati Sasuke tersenyum tipis.
"Hn." Keheningan menggantung di antara mereka. Namun mata mereka seolah saling bicara.
"Umm… Kembalilah padaku…?" Terselip ragu dalam pernyataan Sakura. Ia tidak tahu apakah ia pantas memintanya.
"Ya, tunggu aku." Dan tanpa diduga, berbeda dari biasanya ketika Sasuke hanya bisa menggantungkan kisah cintanya pada keadaan di masa depan yang tidak pernah ia tahu, kali ini Sasuke menetapkan janjinya. Mereka pun saling mendekap bak gayung bersambut. Mereka tak butuh kata-kata cinta untuk saling memahami ketika mereka bisa merasakannya di dalam pembuluh mereka. Meskipun mereka akan berpisah sekali lagi, kini mereka tak meninggalkan keraguan apapun lagi di dalam hati mereka.
.
.
.
~End of story~
.
.
.
Chapter finale! Akhirnyaaa~ MWAHAHHAA! Susah banget deh bikin mereka bersatu. Atau karena emang akunya aja yg lebih seneng, merasa gemes, dan sengaja nahan-nahan mereka biar 'hampir' ga bersatu? Sepertinya begitu.
Sekarang ceritanya udh end nih, gimana menurut kalian? Apa ada yang kecewa atau sudah puas? Let me know di kolom review yaa. Jangan lupa di-love juga (o^). Aku minta maaf kalo ada salah-salah apapun itu dalam menciptakan karya ini. Aku menyadari bahwa aku masih perlu banyak belajar terutama dari readers aku yg ter-beloved.
And now is the time for CHALLENGE! Challenge-nya, kawan-kawan, adalah… I dare u to: buatlah omake dari fic ini sesuai versi kalian, mau itu sedih, bahagia, atau apapun yang menurut kalian paling cocok, ngena, dan ga gantung untuk fic ini. Kasih judul apapun sesuai keinginan kamu, dan jangan lupa dikasih hash tag kaya gini - #MyDemonOmakeChallenge
Mau cerita juga nih. Aku udah nulis ini lebih dari 2 tahun, bolak-balik edit dan ganti alur, ganti cerita, ganti karakter. Banyak diselipin kemalasan dan ketidaksempatan. Dan aku merasa udah capek memendam story ini di laptop, berasa punya utang. Jadi hari ini mumpung lagi gabut, aku trabas aja upload semuanya yes. Karena dalam waktu dekat ini juga aku akan sangat semakin sibuk dan semakin dekat dengan ujian besar dalam hidupku, mohon bantu doanya ya supaya lancar dan sukses… kapan-kapan, aku akan mampir lagi ke ff dan belajar menulis lagi bareng kalian.
Akhir kata, makasih udah mampir dan makasih atas apresiasinya *wink*