Dalam satu waktu, ia terlihat begitu menyilaukan saat berada di padang rumput. Namun sekarang ia pasti terlihat sangat menyedihkan.
Berdiri di pinggir jalan, diguyur hujan yang sepertinya sedang enggan berkompromi dengannya. Ia tak ada niat sedikitpun untuk berteduh, hanya berdiri disana memandangi sepasang manusia yang baru saja turun dari mobil yang begitu akrab untuknya.
Mereka terlihat begitu bahagia, tak menyadari sekelilingnya. Berangkulan dengan begitu mesranya memasuki club malam yang juga akrab untuknya.
"Sudah selesai, selamat tinggal Sasuke."
Tawa sumbang terdengar setelahnya, ia berdiri sendirian diseberang jalan club malam itu dengan pakaian yang basah kuyup. Hujan menghilangkan jejak air matanya, menutupi matanya yang terlihat begitu merah.
Ia melangkah pergi, enggan lagi menatap adegan yang sekarang berputar bagai kaset rusak di dalam kepalanya. Berjalan sempoyongan hingga ia bisa merasakan tubuh lemahnya limbung dan jatuh ke tanah namun matanya tak kunjung tertutup juga.
Ia bisa melihat siluet seseorang yang menghampirinya namun ia terlalu lelah untuk mencurigai orang itu. Dia, Naruto sudah tak peduli lagi karena ia sedang tak ingin peduli. Ia menutup matanya perlahan.
Masih bisa ia rasakan samar-samar tubuhnya melayang lalu beberapa waktu kemudian terasa hangat yang menjalar. Ia bisa merasakan seseorang tengah menyelimutinya tapi ia terlalu enggan untuk membuka mata dan menghadapi kenyataan bahwa orang itu bukan orang yang ia harapkan saat ini.
"Seharusnya kau biarkan aku disana."
Tangan seseorang terasa di kepalanya, mengusap begitu halus seolah takut menyakiti Naruto yang terlihat begitu rapuh. Tanpa Naruto sadari air matanya kembali menetes dan ia terisak.
"Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."
Ucapan itu terdengar samar-samar namun entah kenapa membuat Naruto begitu tenang. Seolah percaya bahwa mulai dari sekarang semuanya akan baik-baik saja.
2 tahun kemudian
Sesosok pemuda dengan rambut pirang yang terlihat begitu asing, berjalan santai memasuki sebuah club malam. Pakaian khas bad boy dan anting-anting melengkapi penampilannya yang terlihat begitu sangar.
Sosok itu, Naruto, segera saja menuju meja bar dan memesan minumannya. Ia meminum seteguk apa yang ia pesan lalu mengalihkan pandangannya pada lantai dansa yang penuh sesak dengan manusia.
Wanita-wanita dengan pakaian kurang bahan dan pria-pria hidung belang yang dengan kurang ajarnya meletakkan tangannya. Semua itu terlihat biasa saja untuk Naruto, ia sudah terlalu bosan melihat semua ini.
Pandangannya menyapu setiap sudut ruangan, tapi ia juga tak kunjung menemukan sosok yang ia cari. Ia menghela napas kesal karena orang itu lagi-lagi tak datang tepat waktu.
"Sedang menunggu seseorang, Naru?" Ujar bartender yang tadi meracik minuman naruto.
"Sepeti biasa, Kakashi-san." Naruto menjawab tanpa minat.
Ia sudah begitu akrab dengan tempat dan orang-orang yang bekerja disini karena terlalu sering datang ke tempat ini untuk melepaskan penat atau sekedar bertemu seseorang yang sejak tadi ditunggunya.
"Apa kau sedang menunggu Sai?"
"Iya, dia berjanji menemuiku jam delapan tapi sampai sekarang aku tak juga melihat batang hidung orang itu."
"Ah, tadi aku melihat Sai ke lantai atas dengan seorang wanita."
"Hah!?"
"Dia sudah datang sejak tadi, sekarang dia ada di lantai atas."
"Apa yang dia lakukan disana?"
"Naru, apa aku perlu menjelaskan detailnya padamu. Memang apa lagi yang bisa dilakukan sepasang manusia di lantai atas club malam yang penuh dengan kamar?"
Wajah Naruto memerah seketika, ia memalingkan wajah agar bisa menutupi rona yang mulai kentara. Tapi ia terlambat karena Kakashi sudah semua melihat itu dan tertawa karena melihat ekspresi Naruto yang tidak biasa.
"Kau masih saja polos seperti dulu, Naru-chan~" Goda Kakashi.
"Jangan menggodaku Kakashi-san, aku hanya tak biasa dengan semua itu."
"Makanya aku menyebutmu polos." Kakashi tersenyum menggoda di balik masker yang menutupi hidung dan mulutnya.
"Sudahlah, apa Sai masih lama di atas?"
Kakashi terlihat mengecek CCTV lorong lantai atas yang menunjukkan Sai tengah berjalan menuju lantai bawah.
"Sebentar lagi, dia sedang turun."
"Terkadang aku curiga kalau kalian juga memasang CCTV di dalam kamar." Ujar Naruto dengan pandangan menyelidik.
Kakashi tertawa keras seolah Naruto baru saja mengatakan lelucon yang begitu lucu.
"Aku serahkan itu pada pikiranmu sendiri Naru, aku tidak punya kewenangan untuk menjawab itu.
"Benar-Benar, kalian memang tidak bisa dipercaya."
"Hahaha.. Seharusnya kalian memang tak datang ke tempat biadab seperti ini Naru-chan~"
Naruto baru ingin menjawab kata-kata Kakashi saat ia merasakan rangkulan seseorang di pundaknya dan kecupan kecik di pelipis kanannya. Naruto mendongak untuk melihat sosok yang berlaku kurang ajar padanya, bersiap untuk memaki.
Sosok itu, Sai, terlihat tersenyum menanggapi pandangan tajam yang Naruto arahkan padanya. Acuh tak acuh, ia duduk disisi kiri naruto dan memesan minumannya pada Kakashi.
"Hai Naru, kau sudah lama menunggu?" Sapa Sai yang kembali mengalihkan perhatiannya pada Naruto.
"Cukup lama sampai-sampai aku ingin pulang dan bisa kau hentikan itu Sai?"
"Apa? Menghentikan bermain wanita? Apa kau sedang cemburu sekarang?"
"Cih, siapa yang kau bilang cemburu?"
"Tentu saja kau, memang siapa lagi?"
"Sudahlah, aku sedang malas meladenimu. Aku hanya ingin kau menghentikan kebiasaanmu mencium pelipisku setiap bertemu, kau membuat orang-orang memandangiku aneh setiap kali kau melakukan itu."
Kakashi menyerahkan minuman yang ia racik pada Sai yang dibalas ucapan terima kasih oleh Sai.
"Jangan pedulikan mereka, itu hanya bentuk rasa iri." Sai meneguk minuman yang diberikan Kakashi.
"Ya, yah.. Terserah aku saja, bukan salahku kalau sampai orang-orang memanggilmu homo."
"Aku tidak peduli, daripada itu.. Sebenarnya ada apa kau ingin menemuiku?"
"Bukan hal yang besar, hanya sedikit hambatan pekerjaan."
Naruto menyerahkan amplop coklat pada Sai dan langsung dibuka oleh Sai yang diam saja. Sai mempelajari dokumen-dokumen itu dengan teliti lalu kembali memasukkannya ke dalam amplop.
"Ada urusan apa orang itu dengan perusahaanmu?"
"Hanya perebutan proyek tapi kemarin beberapa karyawanku diteror oleh orang-orang yang mengancam mereka agar tidak menerima proyek itu."
"Hmmm, lalu kau ingin aku melakukan apa?"
"Hanya sedikit pelajaran mungkin bisa membuatnya jera, aku tak ingin karyawanku terus diteror hanya karena masalah proyek kecil."
"OK, aku terima. Besok pagi kau akan mendapatkan berita tentangnya."
"Ingat untuk memberi pelajaran kecil saja, aku tak ingin ini jadi masalah besar nanti."
"Tenang saja."
"Kalai begitu aku pergi, masih ada hal lain yang harus aku urus setelah ini."
Naruto meletakkan beberapa lembar uang di atas meja bar lalu beranjak pergi.
"Naruto!" Panggil Sai yang membuat Naruto berbalik memandangnya.
"Apa kau bertemu orang itu?"
"Tidak, ada apa?"
"Aku hanya sedikit khawatir, kau tahu 'kan orang itu bukan lawan yang bisa aku hadapi. Tapi saat kau bertemu dengannya, aku ingin kau memberi tahuku agar aku bisa membantumu walau sedikit."
"Jangan berlebihan begitu, kalaupun bertemu dia tidak akan mengenaliku sedikitpun."
"Tetap saja."
"Sudahlah, aku pergi." Naruto melangkah pergi dari club malam itu.
Sai menghela napas lelah, Kakashi hanya memandang Sai dengan tatapan tak terbaca.
Tempat parkir club malam itu penuh dengan mobil-mobil mewah keluaran terbaru, salah satunya Lamborghini biru milik Naruto yang terparkir di sudut tempat parkir.
Naruto berjalan menuju mobilnya, melewati beberapa orang dengan parfum yang begitu menusuk, membuat naruto reflek menutup hidung dan mengalihkan tatapannya. Ia segera masuk mobil dan bergegas pergi meninggalkan gedung club malam itu.
Tak menyadari sepasang mata tajam yang mengikuti pergerakannya dengan tatapan intens.
"Akhirnya kita bertemu lagi, Naruto."
Ujar orang itu dengan senyuman angkuh, ciri khas yang tidak bisa ia tinggalkan sejak dulu.
Hi guys..
This is my first ever fanfic about Naruto, I hope you enjoy it..
Please leave comment and give a lot of love for my work, and of course some critics will be accepted..
Lots of love
Usosutki-chi