20 : Makan Siang

.

.

Sasuke sedang... menginjak-injak sesuatu.

"Um... S-Sasuke-"

Dengan sigap Sasuke menghalangi Hinata melihat sesuatu yang baru saja dia injak dengan sadis. "Ah, kau datang." Nada kalimatnya terdengar datar, seolah tidak terjadi sesuatu.

Ataukah memang tidak terjadi apapun?

"Ano... apa yang sedang..." Hinata mencoba melihat benda apakah itu namun Sasuke justru semakin menyembunyikannya. "Apakah itu..." Sebelum Hinata menyelesaikan kalimatnya, Sasuke menghampiri Hinata lalu menggandengnya memasuki kediaman Uchiha.

Hey! Jika Sasuke berpikir tindakannya itu bisa membuat Hinata melupakan insiden tadi maka...

Maka...

...dia berhasil.

Benak Hinata yang awalnya berisi tentang pertanyaan dan rasa ingin tahu kini berganti dengan perasaan takjub karena tangannya digandeng oleh seorang Sasuke Uchiha. Mana sempat Hinata memikirkan hal lainnya saat jantungnya berdegup dengan sangat kencang dan seakan ingin melompat keluar.

Mereka berada di dapur, di tempat yang sama seperti biasa dengan secangkir teh hangat dan...

Hinata merasa ada yang kurang. "Eh? Sasuke, tumben kau tidak memiliki biskuit."

Cangkir yang sedang berada di tangan Sasuke tiba-tiba terjatuh ke atas meja dan membuat teh panas membanjiri permukaan kayu itu.

Sepertinya untuk sementara ini kata biskuit akan menjadi hal yang tabu bagi Sasuke.

"Ah?!" Hinata bangkit berdiri dan mencari lap. "Apa kau tidak apa-apa? Apa kau terkena tumpahan teh?"

"Aku tidak apa-apa, cangkir itu hanya... tidak sengaja tergelincir dari tanganku." Sasuke berusaha meraih lap yang ada di tangan Hinata, sayangnya perempuan berambut panjang itu bersikeras membersihkan kekacauan itu dengan menggunakan tangannya sendiri.

"K-kau harus berhati-hati. Teh panas bisa melukai tanganmu."

Sayangnya mendengar kata 'tangan' justru membuat Sasuke berfokus pada tangan Hinata yang sedang membersihkan meja. Putih. Bersih. Beberapa bekas luka yang menghiasi tangan itu menunjukkan profesinya sebagai seorang shinobi yang sering terluka dan berdarah. Tangan itu juga lebih kecil bila dibandingkan dengannya. Terlihat rapuh namun sebenarnya sangat mematikan karena bisa menghabisi musuhnya dengan satu sentuhan.

Ia baru saja menyentuh tangan itu, atau lebih tepatnya menggandeng. Tangan itu hangat dan lembut. Sasuke tidak tahu mengapa ia tiba-tiba meraih tangan Hinata dan menggandengnya...

"-itulah mengapa aku datang... Sasuke, apa kau mendengarkanku?"

"..." Tidak, ia tidak mendengarkan apapun karena sejak tadi ia sibuk memikirkan hal lain.

Hinata memiringkan kepalanya. "Apa yang sedang kau pikirkan."

Aku tidak akan memberitahumu.

Sasuke berpura-pura sibuk mengambil teh untuk mengisi cangkirnya yang telah kosong. "Kupikir kau tidak akan datang lagi kemari."

"Kau... tidak suka bila aku datang?"

"Tch, aku tidak mengatakan itu."

Hinata menganggukkan kepalanya dengan puas. Ia akan menganggap ucapan Sasuke ini sebagai bentuk izin berkunjung. "Kalau begitu aku akan sering datang kemari."

"Terserah." Sasuke buru-buru meminum tehnya demi menyembunyikan senyum. Namun sesaat kemudian ia teringat bahwa tidak seharusnya ia tersenyum seperti ini. Satu jam yang lalu ia sedang marah dan kesal pada Hinata! Tidak seharusnya ia luluh seperti ini!

"Bisakah kau mengatakan padaku mengapa akhir-akhir ini kau selalu menghindariku?" Kata-kata itu langsung meluncur begitu saja dari mulut Sasuke tanpa bisa dicegah. Ia tidak berniat mengatakan semua itu... mungkin lebih tepatnya ia tidak mau mengatakannya seperti itu, terkesan merengek dan penuh dengan tuduhan.

"Aku?" Hinata menunjuk-nunjuk dirinya sendiri. "Aku tidak menghindarimu."

Ha! Bila Sasuke tidak mengenal dekat sosok bernama Hinata, ia akan langsung mempercayai ekspresi itu sebagai sebuah kejujuran. Sayangnya Sasuke sudah sering bersama Hinata dan ia tahu betul Hinata sangat buruk dalam hal berbohong ataupun berakting.

"Kau menghindariku saat kita berpapasan di pasar."

"A-aku tidak melakukannya." Mata Hinata melirik ke kiri dan ke kanan.

"Kau juga memanggilku Uchiha-san seperti orang asing ketika kau bertemu denganku di kantor Hokage."

"Tidak, aku tidak memanggilmu seperti itu." Kini Hinata tertawa canggung. "Mungkin kau salah dengar."

Si Hyuuga ini... jika memang ingin berbohong maka seharusnya dia berbohong dengan meyakinkan daripada hanya setengah-setengah seperti ini.

"Oh ya..." Kini si Hyuuga itu menundukkan kepalanya. "Mengapa Sakura-san jarang kemari?"

"Sakura memang tidak pernah datang kesini." Kini si Hyuuga itu tiba-tiba menyeret Sakura ke dalam pembicaraan.

"Ah, begitu ya..." Hinata mencoba menyembunyikan rasa puasnya.

Nee-chan, terkadang kita harus bersikap ambisius dan egois jika ingin memperoleh sesuatu. Termasuk pula cinta.

Hanabi menyuruhnya untuk sedikit bersikap egois... tidak masalah kan bila Hinata sering berkunjung kemari untuk menghabiskan waktu bersama Sasuke dan untuk memastikan Sakura tidak menginjakkan kaki di rumah ini.

Dan untuk ambisius...

"Sasuke, apa kau sudah makan? Aku bisa memasakkan makanan untukmu."

Hinata akan membuat dirinya bersinar dengan menunjukkan bakatnya sehingga Sasuke akan langsung terpesona padanya!

.

.

Langkah kaki Sakura terhenti di depan rumah yang berdiri kokoh dengan simbol Uchiha yang tergambar jelas di dinding.

Untuk pertama kalinya Sakura datang ke rumah ini. Naruto berkali-kali mengajaknya mengunjungi Sasuke namun berkali-kali pula Sakura menolaknya. Bukan karena Sakura tidak mau, hanya saja...

Dengan memantapkan hatinya, Sakura mengetuk pintu kayu itu. Seandainya Sakura bisa lebih fokus, sudah pasti ia akan menyadari Sasuke tidak sendirian di rumah ini dan juga bukan pula Sasuke yang membukakan pintu...

Sepasang mata hijau itu membulat saat melihat seseorang yang tidak ia sangka bisa berada di rumah ini.

Sejak kapan...

Sejak kapan hubungan Sasuke dan Hinata menjadi sedekat ini?

Reaksi pertama Hinata saat berhadapan dengan Sakura adalah memalingkan matanya sebagai bentuk rasa bersalahnya ketika mengingat perasaan Sakura pada Sasuke. Namun Hinata mencoba untuk memberanikan diri karena yang ia hadapi saat ini bukanlah 'Sakura sahabat dari Hinata' melainkan 'Sakura rival dari Hinata'.

Hinata tidak akan mundur ataupun lari dari perasaan cintanya hanya karena Sakura. Dulu saat ia masih mencintai Naruto, ia memang selalu mengalah saat Naruto selalu mengistimewakan Sakura.

Kini tidak lagi.

"Sakura-san, silahkan masuk. Sasuke sedang berada di dapur. Aku akan memanggilnya."

Sikap Hinata yang sok ramah dan tingkahnya yang seolah-olah seperti pemilik sah rumah ini membuat Sakura geram. Marah. Kecewa. Ia merasa... dikhianati.

Sakura memang telah melepaskan Sasuke dan tidak ingin berharap lagi, namun itu bukan berarti perasaan cinta di hatinya bisa menghilang dengan begitu mudah. Sakura butuh waktu untuk benar-benar ikhlas! Dan kehadiran Hinata saat ini membuat semuanya menjadi sulit.

Bila orang yang ada di hadapan Sakura saat ini bukanlah sahabatnya melainkan perempuan asing yang tidak ia kenal, Sakura tidak akan terpengaruh. Tapi Hinata adalah sahabatnya. Hinata sering menjadi tempat keluh kesah Sakura saat ia merasa sedih karena Sasuke. Hinata tahu betul bagaimana dalamnya perasaan Sakura dan seberat apa perjuangannya dulu saat mengejar Sasuke.

Sasuke boleh bersama dengan wanita manapun, asalkan jangan sahabat dari Sakura...

Sasuke boleh memilih siapapun asalkan bukan Hinata.

Suara langkah kaki yang mendekat membuat kedua perempuan itu menoleh.

"Hinata, aku sudah menambahkan garam... eh, Sakura?" Entah Sasuke terkejut atau tidak dengan kehadiran Sakura, yang jelas dia tidak menunjukkannya.

Sakura berusaha bersikap setenang mungkin. "Hokage-sama memintaku untuk mengirimkan sesuatu padamu." Sakura menunjukkan sebuah bungkusan di tangannya yang entah berisi apa. "Namun sepertinya aku... mengganggu waktu kebersamaan kalian."

Hinata pura-pura tidak mendengar kalimat penuh dengan nada sindiran itu. "Kau tidak mengganggu, Sakura-san. Oh ya, kami sedang memasak makan siang, masuklah dan turut makan bersama kami."

Akan lebih baik bila Hinata tutup mulut, kalimat itu justru semakin membuat api di hati Sakura semakin membesar. Kami sedang memasak makan siang... apakah Hinata sedang memamerkan kedekatannya dengan Sasuke?! Dan apa pula cara bicaranya itu, dia seperti nyonya pemilik rumah dan memiliki hak untuk mengatur segalanya!

"Ah, begitu ya. Kalau begitu aku tidak akan sungkan." Sakura tidak akan kabur ataupun lari. Ia tidak ingin terlihat seperti seorang pengecut yang lari dari tantangan.

Hinata dan Sakura sama-sama tahu setelah ini hubungan persahabatan mereka berdua tidak akan sama lagi...

Apakah rasa penyesalan ada di hati mereka? Tentu saja. Sudah bertahun-tahun mereka bersahabat dan kini hubungan itu akan rusak.

Bungkusan dari sang Hokage diletakkan begitu saja di atas rak. Ketiga orang itu saat ini berada di meja makan sambil ditemani aroma kari yang gurih.

Kari... mau tak mau Sakura melirik ke arah Hinata dan bertanya-tanya apakah perempuan berambut panjang itu tahu bila Sakura dulu pernah memanfaatkan masakannya untuk berbohong di hadapan Sasuke.

Dulu Sakura tidak memiliki niat jahat. Sakura hanya... ingin terlihat baik di mata Sasuke.

Sakura benar-benar tidak memiliki selera makan saat ini, terlebih lagi ia harus melihat kedekatan dua orang itu dengan mata kepalanya sendiri. Sakura tahu Sasuke adalah orang yang pendiam dan sulit berteman, terlebih dengan orang-orang yang tidak dia sukai. Sangat sulit mendekati Sasuke. Bahkan seseorang yang super ramah dan baik hati seperti Naruto membutuhkan waktu lama hingga akhirnya bisa dianggap sahabat oleh Sasuke.

Namun kedua orang ini...

"Ah, ini terlalu asin."

"Hinata, aku menambahkan satu sendok garam seperti katamu."

"Mustahil bisa sangat asin seperti ini."

"Tambahkan saja air."

"Jangan! Nanti kuahnya menjadi terlalu encer, lebih baik ditambahkan gula."

Lalu Sakura menyaksikan betapa hafalnya Hinata dengan semua hal di rumah ini mulai dari tempat menaruh sendok dan piring, botol air minum, hingga wadah penyimpanan gula.

Awalnya Sakura mengira Hinata akan berakting dan melakukan sandiwara agar terlihat begitu dekat dengan Sasuke sehingga Sakura akan cemburu. Awalnya Sakura mengira Sasuke tidak menyadari akting Hinata atau Sasuke sadar namun berusaha menoleransi dan bersabar.

Sayangnya apa yang Sakura jauh lebih buruk dari itu.

Buruk... karena mereka tidak sedang bersandiwara.

Kedekatan mereka tidak terlihat kaku, terpaksa, ataupun palsu. Tidak ada kepura-puraan dalam interaksi mereka. Hinata tidak menempel seperti permen karet yang tidak diharapkan sedangkan Sasuke terlihat sangat nyaman dengan kedekatan itu dan tidak pernah menghindar.

Mereka terlihat natural...

Butuh waktu berapa lama bagi mereka untuk bisa seperti ini?

Mengapa Sakura tidak tahu apapun?

Mungkin... mungkin selama ini Sakura sudah melihat tanda-tanda itu namun selalu mengabaikannya dan menganggap itu tidak penting...

Sakura tahu bagaimana tatapan mata Sasuke selalu mencari-cari sosok Hinata meski Sasuke sendiri tidak sadar akan hal itu. Ia juga tahu Sasuke selalu memperhatikan gerak-gerik Hinata mulai dari perkataannya hingga tawanya. Ia juga tahu betapa seringnya Sasuke membuat berbagai pengecualian bagi Hinata dan bagaimana Sasuke selalu berusaha mengejar perempuan itu.

Ketika menjenguk Naruto di rumah sakit... Sasuke langsung pergi ketika Hinata memutuskan pergi.

Ketika berada di pesta ulang tahun... Sakura tahu Sasuke pergi menyusul Hinata keluar dari kedai dan mengabaikan pesta serta teman-teman yang lain.

Saat festival kembang api... Sakura menyaksikan betapa Sasuke tidak bisa memalingkan matanya dari Hinata.

Sakura juga tahu betapa dekatnya jarak antara Hinata dan Sasuke ketika mereka berdua berjalan beriringan.

Dan ketika Sakura memperhatikan rumah ini dengan detail, ia bisa melihat jejak-jejak yang ditinggalkan Hinata mulai dari cangkir bunga matahari, ikat rambut yang tertinggal di atas kursi, toples yang berisi makanan manis, jaket berwarna ungu yang diletakkan di atas sofa, buku novel romansa yang tergeletak di sudut ruang, jepit rambut kecil berbentuk bunga yang tanpa sengaja terjatuh di lantai...

Rumah ini seperti rumah mereka berdua.

Dan Sakura merasa takut. Ia takut melihat rumah ini dengan lebih detail lagi dan menemukan hal-hal yang bisa membuat hatinya hancur.

Tapi apa yang bisa Sakura lakukan dengan situasi ini?

Sasuke terlihat... rileks.

Dan bahagia.

Sasuke memang tidak tertawa dengan terbahak bahak ataupun berteriak kencang namun kilauan di mata hitam itu sudah menjelaskan semuanya.

Apakah Sakura akan sampai hati menghancurkan kebahagiaan ini ketika Sakura tahu betapa Sasuke merindukan dan ingin merasakan seperti apa itu kebahagiaan...

Tapi mengapa harus Hinata...

Karena merasa tak tahan lagi, Sakura bangkit dari duduknya. Kursinya menciptakan suara berderit namun Sakura tidak peduli. "Aku lupa bila saat ini aku memiliki janji penting. Aku pulang dulu, permisi."

Makanan di piringnya masih terlihat utuh karena Sakura hanya memakannya sebanyak tiga suapan. Ia bahkan tidak bisa mengingat seperti apakah rasa kari itu, apakah enak atau tidak. Mungkin untuk saat ini hingga entah sampai kapan, Sakura tidak akan bisa memakan kari karena makanan itu akan membuatnya teringat pada momen ini. Penuh rasa sakit.

Setelah keluar dari rumah ini Sakura hanya ingin sendirian...

Ia butuh waktu untuk menenangkan hatinya yang kacau dan juga menumpahkan semua emosi di dalam dirinya ini.

"Sakura!"

"Berhenti mengikutiku!" Sakura berbalik dan mendapati Hinata yang berlari mengejarnya. "Aku hanya ingin sendirian! Jadi berhentilah mengikutiku!"

"A-aku..."

Sakura mencoba menahan air matanya. "Apa lagi yang kau inginkan dariku huh?! Apa kau masih belum puas karena telah membuatku seperti ini?!"

"A-aku ha-hanya... aku tidak bermaksud..." Wajah Hinata terlihat pucat. "Aku menyukainya, Sakura-san. A-aku... tidak bisa menghentikan perasaan ini."

Sakura tersenyum getir. Aku tahu itu... aku tahu kau menyukainya...

"Tapi aku juga menyukainya, Hinata."

.

.

Tbc...