Cerita ini bersetting di dunia canon. Em… meski begitu saya tidak bisa menjamin cerita ini 100% canon.

Jika ada kesalahan atau kekurangan, mohon dimaklumi ya. Saya hanya manusia biasa yang jauh dari kata sempurna

.

Kepada para SasuSaku dan NaruHina fans, mohon jangan membaca cerita ini jika ujung-ujungnya ngeflame.

Tapi jika ingin lanjut membaca silahkan saja.

.

Dalam manga, setelah perang berakhir Sasuke dijebloskan di penjara. Jika dalam cerita manga Sasuke hanya ditahan sementara lalu dibebaskan, di cerita ini Sasuke berada di penjara hingga berbulan-bulan.

.

Perang dunia ninja berakhir tanggal 10 Oktober

.

.

1 : Selamat datang

.

.

Sasuke tidak tahu berapa lama ia berada di sel tahanan ini. Waktu berjalan dengan begitu lambat. Di penjara yang pengap ini ia tidak bisa melihat matahari dan tidak ada yang diperbolehkan mengunjunginya. Termasuk Naruto.

Setidaknya Sasuke harus bersyukur karena ia hanya dikurung dan tidak ada seorangpun yang mengusiknya. Jika bukan karena Kakashi dan Naruto, Sasuke yakin setiap hari ia akan disiksa tanpa henti dan pikirannya akan diobrak-abrik.

Atau dijadikan bahan percobaan.

Berada dalam sel tahanan membuatnya bosan. Tidak ada hal yang bisa dilakukan untuk menghabiskan waktu. Tiga kali sehari ada orang yang mengirimkan makanan dan air untuknya. Pada awalnya Sasuke menggunakan kunjungan itu untuk menghitung hari. Namun setelah satu bulan berlalu ia menjadi bosan dan berhenti menghitung. Ia sangat jarang menyentuh makanan yang diberikan, tak heran tubuhnya semakin lama semakin mengurus.

Sasuke hanya bisa berpikir… berpikir… berpikir… dan berpikir… ia memikirkan kenangan yang ia miliki mulai dari kecil hingga saat ini… ia memikirkan setiap kesalahan yang ia perbuat… ia memikirkan rasa sakit yang ia alami dan yang ia berikan pada orang-orang… ia memikirkan Uchiha… ia memikirkan Konoha… Ia memikirkan banyak hal hingga kepalanya terasa ingin meledak.

Tak mengherankan banyak tahanan menjadi gila karena sedikit demi sedikit kehilangan kewarasannya.

Jika Sasuke mau, ia bisa dengan mudahnya meloloskan diri dari penjara ini dan meninggalkan Konoha. Pemikiran itu sangat sering menghampirinya. Berkali-kali ia merasa tergoda untuk melakukannya –kembali menjadi nuke-nin sepertinya tidak buruk juga– namun pada akhirnya ia membuang pemikiran itu jauh-jauh.

Sasuke tidak ingin menjalani hidup penuh kegelapan seperti itu. Ia ingin hidup dalam kedamaian dan ketenangan. Ia tidak ingin membuat nama Uchiha diinjak-injak dan dihina. Saat ini ia adalah Uchiha tunggal, hanya dia yang bisa membangkitkan klannya dan membuat nama Uchiha kembali berjaya.

"Yo teme."

"Dobe." Ujung bibir Sasuke tertarik ke atas saat mendengar suara yang sudah tidak asing di telinganya. Sasuke tidak tahu kapan terakhir kali ia tersenyum seperti ini.

"Apa kau merindukanku?" Senyum Uzumaki Naruto tetap terlihat cerah seperti biasanya. Di dalam lingkungan penjara yang gelap dan suram ini, kehadiran Naruto seperti seberkas sinar mentari yang mengintip di balik mendung. Mata biru itu terlihat jernih seperti biasa. Rambut kuningnya kini dipangkas pendek dan rapi, sangat berbeda dengan rambut Sasuke yang panjang hingga melampaui bahu dan acak-acakan.

Sasuke menyandarkan punggungnya di dinding penjara yang dingin dan kasar. "Bagaimana menurutmu?"

Senyum Naruto meredup ketika ia mengamati kondisi Sasuke dan sel penjara yang ditempatinya. Kulit Sasuke yang pucat kini semakin bertambah pucat karena tidak terkena sinar matahari. Meskipun sel penjara yang ditempati Sasuke jauh lebih baik dibandingkan sel milik tahanan lainnya, tetap saja itu bukanlah tempat tinggal yang layak.

"Mereka memberiku bantal dan selimut." Sasuke mencoba berkelakar.

Tangan Naruto mencengkeram erat jeruji besi yang menjadi pembatas mereka berdua. "Ini tidak adil. Tidak seharusnya kau diperlakukan seperti ini." Bagaimanapun juga Sasuke turut membantu dalam peperangan dulu. Bukannya mendapatkan terima kasih dan penghargaan, Sasuke harus rela dijebloskan di penjara.

"Aku adalah kriminal." Konoha sangat membenci Uchiha sehingga tidak mempercayai Sasuke. Akan tetapi Konoha juga tidak ingin kehilangan Sasuke yang mereka anggap sebagai aset berharga.

Sebesar apapun kesalahan yang dilakukan oleh Sasuke, mustahil ia akan dieksekusi mati. Jika Sasuke mati, maka kekuatan sharingan hanya tinggal legenda saja.

"Mantan kriminal." Naruto berusaha memberi penekanan. Tanpa mempedulikan lantai penjara yang dingin, Naruto duduk sambil mendekatkan tubuhnya di jeruji besi.

Sasuke berusaha mengalihkan pembicaraan. "Apa yang kau lakukan disini? Apa kau berusaha membobol penjara?"

"Aku tidak membobol penjara! Kakashi sensei menginjinkanku kemari!" Naruto kembali ceria. "Oi teme, Apa kau tahu tanggal berapa hari ini?"

Sasuke mengangkat alisnya. Apakah si dobe ini mencoba mengajaknya bercanda? "Entahlah. aku tidak bisa menghitung waktu yang kuhabiskan disini."

"Hari ini tanggal 29 Maret." Naruto mendecih ketika Sasuke tidak memberikan respon apapun. "Kemarin adalah hari ulang tahun Sakura-chan. Dia menitipkan ini padaku." Naruto memperlihatkan kotak kardus yang ia bawa. "Lihat… ada kue!"

Sasuke melihat aneka makanan yang Naruto bawa. "Aku tidak suka manis." Terlebih lagi kue ulang tahun yang dipenuhi gula, krim, cokelat, dan apapun itu.

"Terima saja." Naruto berusaha menyelipkan kue itu disela-sela jeruji besi. Sayang sekali kue itu terlalu besar sehingga tidak muat. Sasuke hanya diam sambil menyaksikan Naruto yang sibuk mengelapi jeruji besi yang terkena krim.

"Apa kau tahu… Sakura-chan selalu memikirkanmu."

Sasuke terbayang sosok gadis bermata hijau dengan rambut merah muda yang terus menerus membuntutinya. "Aa."

Terkadang sosok Sakura juga beberapa kali terlintas di benak Sasuke. Mungkin waktu kebersamaan mereka tidaklah lama, tapi bagaimanapun juga Sakura dulu adalah rekan setimnya sehingga ada ruang di benak Sasuke yang ditempati oleh memori tentang Sakura.

"Di pesta ulang tahunnya kemarin hanya kau saja yang tidak ada. Rasanya kurang lengkap." Naruto kemudian berbicara panjang lebar tentang pesta ulang tahun Sakura yang 'super meriah dan menyenangkan' tapi sayang sekali tidak ada ramen yang disajikan disana. Naruto lalu bercerita mengenai kekonyolan yang terjadi kemarin dan kekacauan yang ditimbulkan.

Sasuke tidak peduli apa yang sedang diocehkan Naruto. Dia hanya menikmati momen ini… sudah lama sekali ia tidak mendengar kebisingan Naruto. Siapa sangka ada saatnya Sasuke merindukan ocehan si dobe yang menjengkelkan namun juga menyenangkan. Ketika Naruto pergi nanti, Sasuke akan kembali ditemani kesunyian. Itulah mengapa ia berusaha menikmati waktu yang ia habiskan bersama Naruto.

Ugh, sejak kapan Sasuke menjadi sentimental seperti ini?

"Hey Sasuke…"

"Hm?"

"Kedatanganku kemari karena aku ingin memberikan kabar baik untukmu." Bola mata Naruto semakin berbinar-binar. "Coba tebak~"

"Kepalaku akan segera dipenggal?" Sasuke menjawab dengan asal-asalan.

Naruto memasang ekspresi horror. "WOI! Darimana pemikiran itu muncul?!"

Sasuke mengetuk-ngetuk jeruji besi dengan menggunakan ujung jarinya. "Lalu kabar apa?"

"Tak lama lagi kau akan bebas." Naruto lalu melompat kegirangan dan tidak memperhatikan Sasuke yang membelalakkan matanya.

Bebas?

.

.

Ternyata perkataan Naruto terbukti kebenarannya.

Pada tanggal 3 April, Sasuke Uchiha dibebaskan.

Tentu saja dengan berbagai syarat.

"Menikah?" Wajah Sasuke terlihat dingin.

Mendengar pertanyaan itu, Kakashi mengangguk riang. Seandainya saja dia tidak mengenakan masker maka bibirnya yang tersenyum lebar akan terlihat jelas.

Sasuke tahu cepat atau lambat dia akan menikah. Itu adalah sebuah tuntutan yang harus dipenuhi agar klan Uchiha tetap berlanjut. Tapi menikah karena dipaksa seperti ini membuatnya… muak.

Kakashi menggaruk-garuk dagunya. "Tentu saja tidak saat ini juga. Dewan Konoha dan aku memberimu waktu…" Kakashi mengangkat jari telunjuknya. "Satu tahun." Perkataannya terdengar sangat serius. "Untuk mencari pasangan. Jika dalam waktu satu tahun kau tidak bisa menemukan perempuan yang ingin kau nikahi, maka kau harus menerima perempuan yang kami pilihkan untukmu."

Wajah Sasuke semakin dingin.

Kakashi tertawa kecil. "Mana yang akan kau pilih? Menikah karena dipaksa atau menikah karena pilihanmu sendiri?"

Sasuke enggan berkomentar.

"Ah! Hampir lupa!" Kakashi menjentikkan jarinya. "Kau harus menikahi perempuan Konoha. Kami ingin agar anak-anakmu kelak menjadi penduduk asli Konoha."

Kepala Sasuke berdenyut nyeri. "Anak-anak?"

"Setelah menikah, tentu saja kau harus memiliki anak! Ah… aku tidak sabar menanti anak-anak Uchiha berlarian di jalanan Konoha."

Astaga… Sasuke belum menemukan calon istrinya tapi mereka berdua sudah membahas anak?!

Kepala Sasuke semakin nyeri. "Selain pernikahan, apalagi yang kalian inginkan dariku?"

"Aku senang kau bertanya…"

Melihat Kakashi yang tertawa kecil, Sasuke memiliki firasat buruk.

.

.

"Maaf merepotkanmu, Hinata. Hanya kau yang bisa kumintai tolong saat ini." Ujar Sakura dengan wajah penuh penyesalan.

"Tidak apa-apa Sakura-san." Hinata berusaha tersenyum meskipun tubuhnya lelah.

Pagi tadi Hinata bersama timnya kembali ke Konoha. Setelah selesai melapor, Hinata langsung pulang ke kediaman Hyuuga untuk mengisi perutnya dan mandi dengan air hangat. Setelah selesai menjalankan misi yang melelahkan, yang Hinata inginkan adalah tidur hingga sore di ranjangnya yang empuk sambil memakai piyama kesayangannya.

Sayang sekali Sakura datang untuk meminta bantuannya.

Hinata harus rela membuang rencananya untuk tidur dan beristirahat karena ia tidak mampu menolak permintaan Sakura.

"Kau tahu kan aku tidak bisa memasak. Awalnya aku berencana pesan di restoran saja, tapi setelah kupikir-pikir sepertinya masakan rumahan adalah yang terbaik untuk menyambut kepulangan Sasuke-kun." Sepasang mata hijau Sakura nampak bersinar-sinar. Kepulangan Sasuke adalah kabar yang sangat membahagiakan untuk Sakura.

Sakura sudah menyiapkan segala hal untuk Sasuke. Sakura dengan dibantu oleh Naruto telah menyiapkan apartemen mungil untuk ditinggali Sasuke lengkap dengan perabotannya. Sejak tadi Hinata membantu Sakura membersihkan apartemen ini hingga ke sudut-sudutnya.

Setelah apartemen bersih mengkilap, mereka berdua lalu beranjak ke dapur untuk memasak. Menurut Naruto, Sasuke akan kembali ke apartemen ini sekitar pukul empat sore. Sebelum pukul empat, Sakura ingin agar semuanya telah disiapkan dengan sempurna.

"Apa yang Uchiha-san sukai?"

"Apa yang Uchiha-san sukai?" Hinata mengamati aneka bahan makanan yang telah dibeli Sakura mulai dari bumbu dapur, sayuran, telur, hingga ikan dan daging. Perhatian Sakura untuk Sasuke benar-benar terlihat jelas. Sakura menginginkan yang terbaik untuk Sasuke agar Sasuke bisa melihat ketulusan hatinya.

Sakura terlihat sibuk menyiapkan peralatan masak. Rambut merah mudanya yang biasanya terurai bebas kini diikat menggunakan pita berwarna biru. "Um, dia tidak menyukai manis. Yang jelas dia sangat menyukai tomat. Itulah kenapa aku membeli banyak sekali tomat dan menyimpannya di kulkas."

Hinata tersenyum tipis. Sasuke sangat berbeda dengannya… Hinata menyukai manis sedangkan Sasuke tidak.

Hinata lalu mengambil beberapa buah tomat dan mulai mencucinya. Beberapa kali Sakura menjatuhkan perabotan dapur akibat tidak mampu mengendalikan perasaan gugup sekaligus bahagia yang ada di hatinya. Hinata bisa memahami kegugupan Sakura. Bertemu dengan pujaan hati setelah sekian lama berpisah pasti akan membuat hati berdebar-debar.

"Ah!" Sakura berteriak histeris saat melihat beras yang hendak dicucinya justru tumpah. Dengan sigap Hinata langsung menghampirinya dan membereskan kekacauan itu. "Biar aku saja yang melakukannya, Sakura-san."

"Tapi…"

"Mungkin Sakura-san bisa membantuku mengupas bawang."

Pada akhirnya Sakura menuruti perkataan Hinata dan mulai mengupas bawang. Namun tidak lama kemudian Sakura kembali berteriak frustasi karena jarinya terkena pisau. Sebagai seorang ninja medis yang handal, luka kecil seperti itu langsung sembuh hanya dalam hitungan detik. Sakura menatap sebal pisau dan bawang yang ada dihadapannya. "Ini sangat menyebalkan! Aku bisa mencincang musuh dengan mudah! Tapi kenapa…"

"Ti-tidak apa-apa Sakura-san…" Hinata langsung menyingkirkan pisau yang terkena darah dan mencucinya agar bersih.

Sakura mengacak-acak rambutnya. "Padahal aku ingin Sasuke-kun menyantap makanan yang kusiapkan dengan kedua tanganku sendiri." Ekspresinya berubah muram. "Itu adalah mimpiku sejak lama… aku ingin menjadi seseorang yang menyambutnya setiap kali dia pulang… memberinya pelukan… bertanya tentang harinya… menjadi istrinya…" Pipi Sakura kini bersemu merah. "Aku sangat konyol kan?"

"T-tentu saja tidak!" Hinata turut merona merah karena… tidak sekali atau dua kali ia membayangkan seperti itu dengan Naruto… jantungnya berdegub kencang saat ia membayangkan seperti apa rasanya menjadi nyonya Uzumaki…

Hinata memalingkan wajahnya yang berwarna merah menyala agar Sakura tidak melihatnya. Ia lalu berpura-pura sibuk mencuci beras dan memikirkan hal lain agar rona di wajahnya segera menghilang.

Sakura kemudian mengeluarkan buku catatan kecil yang ia simpan di kantongnya. Bibirnya berkomat-kamit membaca daftar apa saja yang harus dilakukan atau apa yang harus ia beli untuk Sasuke. "Ah, aku lupa membeli sesuatu!" Ia menepuk-nepuk keningnya. "Hinata, tidak apa-apa kan jika aku menyerahkan semuanya padamu?"

"Eh? A-aku harus memasak apa?" Jika Sakura tidak ada disini, siapa yang bisa memberi pengarahan pada Hinata?! Pada siapa Hinata bertanya jika ada hal yang membuatnya bingung?! Bagaimana jika Hinata memasak makanan yang tidak disukai Sasuke?!

Sakura menepuk-nepuk pundak Hinata sambil berkata dengan penuh keyakinan. "Aku percaya padamu, Hinata. Aku yakin masakanmu akan sangat enak."

"T-tapi…"

"Aku pergi dulu!" Sakura melenggang pergi sambil melambaikan tangannya.

Dan di apartemen ini, Hinata hanya sendirian saja.

Apa yang harus ia lakukan?

Hinata menghela nafas. Ia akan mencoba… jika ternyata Sasuke dan Sakura tidak menyukainya… Hinata menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan pemikiran negatif yang datang.

Hinata menatap buah tomat segar yang berwarna merah menyala sambil berpikir makanan apa yang bisa ia buat. Sasuke sudah berbulan-bulan berada di penjara, makanan yang disajikan disana pasti tidak enak. Ketika dia sudah bebas, mungkin dia menginginkan sesuatu yang… hangat.

Masakan rumahan yang membuat hatinya hangat.

Masakan rumahan yang mengingatkannya akan kehangatan dan keramahan.

Hinata mengikat rambutnya. Ia bertekad akan menyiapkan makanan yang bisa membuat Sasuke merasa senang. Seseorang seperti Sasuke layak mendapatkan sambutan yang penuh keramahan.

Hinata menyambar buah tomat yang berwarna merah segar dan mulai memotongnya.

.

.

Ketika Sakura kembali sambil menenteng barang belanjaannya, ia melihat Hinata yang tertidur lelap di sofa.

Untuk sesaat Sakura terdiam di tempat. Melihat Hinata yang tertidur nyenyak di apartemen Sasuke seperti itu membuat hatinya…

"Ugh, mengapa hari ini aku sangat konyol?" Gumam Sakura sambil meletakkan barang belanjaannya di lantai. Ia kemudian berjalan menghampiri Hinata dan membangunkannya. Sakura merasa bersalah ketika melihat wajah Hinata yang nampak begitu lelah.

"Sakura-san? Ah!" Hinata buru-buru duduk dan merapikan penampilannya. "Aku sudah selesai memasak. Semuanya tinggal dihangatkan saja–"

"Terima kasih untuk bantuanmu hari ini, Hinata. Aku benar-benar berhutang budi padamu. Ah, sebentar lagi Naruto dan Sasuke-kun akan datang –"

"A-a-aku pamit pulang!" Hinata langsung bangkit berdiri.

"Eh? Mengapa? Aku ingin agar kau tetap disini, Hinata. Dengan begitu kau bisa bertemu Naruto–"

"Mu-mungkin lain kali saja Sakura-san!"

Melihat Hinata yang bersikeras ingin pulang, Sakura tidak bisa mencegahnya.

Sayang sekali Hinata harus pulang. Padahal jika Hinata tetap disini suasana akan semakin meriah. Terlebih lagi Hinata akan memiliki kesempatan untuk mendekati Naruto. Mungkin saja Sakura bisa melakukan sesuatu agar mereka berdua semakin dekat.

.

.

Ketika Sasuke berjalan menyusuri jalanan Konoha, ia merasa berada di tempat yang asing namun juga familiar baginya. Di sepanjang perjalanan menuju apartemen barunya, Naruto tidak berhenti mengoceh sambil menuding ini dan itu. Sasuke tidak menyangka Naruto dan Sakura mau menyiapkan apartemen untuknya. Pada awalnya Sasuke mengira ia akan menumpang tinggal bersama Naruto untuk sementara waktu ini.

Mungkin Naruto tidak sadar, tapi Sasuke bisa dengan jelas merasakan tatapan tidak bersahabat yang ditujukan untuknya. Kebencian… amarah… takut… kagum… penasaran… muak… dan berbagai tatapan lainnya menghujani Sasuke dengan bertubi-tubi.

Sayang sekali Sasuke tidak mempedulikan itu.

Konoha memang tempat kelahirannya… Sasuke juga bersumpah akan setia pada Konoha dan melindunginya. Tapi itu bukan berarti Sasuke peduli pada orang-orang yang tinggal di Konoha. Sejak kecil ia tidak menyukai orang-orang ini… kini perasaannya masih saja sama.

Orang-orang yang benar-benar ia pedulikan bisa dihitung dengan jari.

Naruto menendang batu kerikil yang berada di tengah jalan. "Sakura-chan sudah menyiapkan semuanya untukmu, kau harus berterimakasih padanya. Jangan membuatnya kecewa."

"Hn."

Mereka berdua tiba di kompleks apartemen sederhana berlantai lima. Naruto dengan bangga mengatakan jika ia sendiri yang memilih tempat ini untuk Sasuke dan sudah membayar sewa untuk dua bulan pertama.

"Apa kau menyukainya?" Sepasang mata biru Naruto berkilauan penuh harap. Sasuke yakin jika ia mengatakan 'tidak' maka Naruto akan luar biasa kecewa.

"Ini lumayan lagus."

Naruto membusungkan dadanya sambil tertawa. "Pilihanku memang tepat!"

Apartemen Sasuke bernomor 301 dan terletak di lantai 3. Ketika Sasuke membuka pintu apartemennya, nampak sosok Sakura berdiri menyambutnya sambil tersenyum. "Selamat datang, Sasuke-kun." Sepasang mata hijaunya lalu meneliti penampilan Sasuke dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Naruto menyikutnya dengan kasar. "Mm. Lama tidak berjumpa denganmu, Sakura."

Nampaknya jawaban itu sudah cukup untuk membuat Naruto serta Sakura senang. Naruto lalu menggiring Sasuke untuk mandi dan dan berganti pakaian sementara Sakura menyiapkan makanan.

Sasuke menghela nafas sambil menikmati guyuran air di kepalanya. Sudah lama sekali ia tidak merasakan ini. Setelah selesai mandi ia memakai pakaian yang telah disiapkan untuknya. Karena tubuhnya saat ini begitu kurus, pakaian itu terlihat kebesaran di tubuhnya.

Sasuke mengamati bayangan dirinya di cermin. Wajahnya terlihat sayu dan pucat dengan lingkaran hitam yang mengiasi matanya. Rambut panjangnya yang basah menutupi sebagian wajahnya. Mungkin Sasuke akan memotong rambutnya, tapi tidak sekarang. Untuk saat ini ia menikmati penampilannya yang terlihat lebih berbahaya dan liar. Ia menyeringai ketika membayangkan wajah warga Konoha yang ketakutan setiap kali berpapasan dengannya.

Yep, menyenangkan.

Naruto menggedor-gedor pintu kamar mandi. "Temeee! Apa kau sudah selesai? Sakura-chan sudah menunggumu cukup lama!"

Ketika Sasuke membuka pintu kamar mandi, Naruto langsung menyeretnya ke meja makan dimana Sakura sudah menanti.

"Whoa… sepertinya ini enak." Naruto duduk sambil mengamati hidangan yang tersaji di atas meja. "Dimana kau membelinya?"

Sakura menundukkan wajahnya dengan malu-malu. "Aku yang memasaknya sendiri."

"Eh? Sakura-chan, sejak kapan kau bisa masak?" Naruto lalu mengambil tamagoyaki dan menelitinya dengan serius. "Apakah ini bisa dimakan?"

"Naruto baka!" Sakura menggebrak meja sehingga membuat piring dan mangkok berdenting. "Tentu saja aku bisa memasak! Jika kau tidak mau memakan masakanku maka jangan makan! Aku memasak semua ini khusus untuk Sasuke-kun!"

"Mengapa tidak ada ramen?"

"Tentu saja tidak ada! Sasuke-kun tidak suka ramen!"

"Kapan-kapan Sakura-chan harus memasak ramen."

"Beli saja di Ichiraku!"

Sementara Sakura dan Naruto berdebat, Sasuke lebih memilih mulai menyantap makanannya. Ini adalah santapan pertamanya setelah keluar dari penjara. Ia mengambil nasi dan lauk lalu mulai memakannya…

Sakura berhenti berdebat dengan Naruto ketika melihat Sasuke terdiam setelah makan beberapa suapan. "Ada apa, Sasuke-kun?"

"Kau tidak menyukainya? Apakah makanannya tidak enak?" Naruto mulai panik. "Kau tidak keracunan kan?!"

Sakura berusaha menjitak kepala Naruto. "Ini tidak beracun!"

"Ini… enak." Sakura dan Naruto membelalakkan matanya ketika mendengar Sasuke mengatakan itu. "Terimakasih, Sakura."

"Selama kau menyukainya maka aku merasa senang." Sakura berusaha tersenyum sambil mencoba menutupi rasa bersalah dihatinya.

Sasuke melanjutkan makan. Ini seperti masakan yang dibuat oleh ibunya dulu. Itachi sangat menyukai kubis sementara Sasuke menyukai tomat. Oleh karena itu ibunya membuat kubis gulung yang dimasak dengan saus tomat. Karena Sasuke tidak menyukai manis, tamagoyaki yang dibuat ibunya cenderung memiliki rasa gurih.

Ayahnya adalah orang yang sibuk, oleh karena itu terkadang Fugaku menyantap makanannya sambil membaca sesuatu. Itulah mengapa ibunya ketika memasak ikan selalu memotongnya dan menghilangkan durinya sehingga ayahnya tidak perlu repot. Sasuke tidak menyangka ikan goreng dengan saus tomat yang dimakannya memiliki penyajian yang sama dengan buatan ibunya dulu. Sasuke juga menyukai acar tomat yang disajikan dihadapannya ini.

Ketika Sasuke memejamkan mata, seolah-olah ia kembali ke masa kecilnya dulu dimana ia dan keluarganya berkumpul untuk makan bersama.

Seandainya keluarganya masih hidup, mungkin ibunya akan memasak ini untuk menyambut kepulangannya.

Sasuke meletakkan sumpitnya ketika ia selesai makan. "Terima kasih karena telah memasakkan ini untukku, Sakura. Aku sangat menyukainya."

Naruto mengangguk-angguk. "Ini bisa dimakan."

Sakura tersipu malu sambil menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga. "K-kalau Sasuke-kun memang menyukainya…" Pipinya bersemu merah. "Kapan-kapan aku akan memasakkan ini lagi untukmu."

"Baiklah." Sasuke tidak menolak tawaran Sakura.

Tidak ada yang mengetahui saat ini Sakura mencengkeram ujung bajunya dengan erat karena gugup dan bingung.

.

.

Malam semakin larut namun Sasuke belum bisa tertidur.

Setelah menghabiskan waktu selama berbulan-bulan di penjara, tidur dalam futon yang lembut dan hangat seperti ini justru membuatnya tidak nyaman. Sudah berjam-jam ia berbaring disini namun kantuk tidak kunjung menghampirinya.

Sasuke lalu keluar dari kamar dan mengambil air minum. Apartemennya ini kecil tapi nyaman. Ruang tamu dan dapur bercampur jadi satu sehingga meja makan juga berfungsi sebagai meja tamu. Hanya ada satu kamar tidur dan satu kamar mandi.

Ini jauh lebih baik daripada sel penjaranya dulu.

Sasuke mengamati foto tim 7 yang sengaja dipajang oleh Sakura di dinding apartemennya. Ketika melihat bocah berambut hitam yang ada di foto itu, Sasuke merasa bocah itu bukanlah dirinya. Mereka berdua begitu… berbeda. Seandainya Sasuke bisa memutar waktu, ia tidak ingin mengulangi kebodohan yang ia lakukan dulu.

Sasuke meletakkan gelas minumnya yang kosong ke atas meja lalu membaringkan tubuhnya di atas sofa. Setelah menghadapi kebisingan Naruto dan Sakura, kembali berhadapan dengan kesunyian seperti ini membuat hatinya sedikit kacau.

Apakah ini yang disebut dengan rasa kesepian?

Ketika ia memejamkan matanya, tanpa sengaja indera penciumannya menangkap aroma… harum.

Huh?

Sasuke kembali membuka matanya dan memastikan jika ia memang mencium aroma harum… di sofanya? Wangi apa ini? Semacam wangi bunga?

Apakah Sakura dengan sengaja menyemprotkan parfum pada sofanya?

Sasuke kembali memejamkan matanya. Entah mengapa wangi ini membuatnya… tenang.

Pada akhirnya ia tertidur lelap.

.

.

Berikan respon kalian untuk cerita baru ini^^ semoga bisa diterima dengan baik :-)

Bagi yang sudah familiar dengan tulisan saya pasti akan tahu jika saya suka membuat cerita dimana romance terjadi dengan lambat dan perlahan-lahan. Bagi saya itu jauh lebih sweet daripada BAM! Langsung jatuh cinta!

Dalam cerita ini, Neji Hyuuga sebaiknya mati atau hidup?