Disclaimer:

Naruto belongs to Masashi Kishimoto.

Cover belongs to its respective owners.

Don't like the pairing, don't read!

For more stories and informations, check my profile.

xxxxxxx

"Mr. Akasuna, apa yang sedang Anda lakukan?" tanya Hinata kebingungan, namun ada ketakutan di dalam suaranya. Sasori tidak menjawab tapi tubuhnya juga tidak bergeming, mengurung Hinata kuat-kuat dengan sebelah tangan, sementara sebelah tangannya yang lain memegang pisau tajam di bawah leher sang dokter cantik. Sementara itu, Sasuke justru tertawa terbahak-bahak, membuat semuanya kaget

"Kau pikir aku sebodoh itu, Akasuna? Kau hendak menipuku dengan Hinata sebagai umpan? Kau pikir aku anak kemarin sore?!" gelegar Sasuke. "Bagaimana aku bisa percaya? Kalian baru saja akan meloloskan diri bersama!"

"Kalau begitu kau pasti tidak benar-benar mengenal siapa aku. Guru sekolah hanyalah pekerjaan sampinganku, tapi pekerjaan utamaku... kau sendiri juga pasti tahu. Sasori The Red Sands... tentunya aku tidak memiliki julukan ini begitu saja," Sasori menekan pisaunya sedikit dan Hinata terlonjak.

"Ah!"

"Akasuna!" pekik Sasuke saat melihat darah mulai mengalir dari leher Hinata, lalu menoleh ke arah Gaara. "Sabaku, kau akan diam saja?!"

"Maaf, aku sudah move on," ucap Gaara dengan muka dan nada suara yang datar.

"Dasar pembohong! Kau pikir aku tidak dengar pembicaraan kalian tad..."

"Pilihanmu, Uchiha, biarkan kami lewat atau..." Sasori menggoyang-goyangkan tubuh Hinata yang terlihat memucat.

Diam sejenak.

"Aku punya ide yang lebih baik," desis Sasuke.

"Apa it..."

"Aaaaaaaaahhhhh!"

Suara Gaara terpotong oleh lolongan Sasori ketika sebuah kunai yang dilempar Sasuke dengan lihai sudah menancap di lengannya. Sontak pria bermata cokelat itu menjatuhkan pisau yang ia pegang dan kesempatan itu digunakan Hinata untuk mendorongnya dan melarikan diri.

"Tunggu! Dr. Kak..."

Dor!

Sasuke telah menembakkan pistolnya ke arah mereka dan rombongan tadi berpencar mencari perlindungan sambil saling mengeluarkan senjata masing-masing.

"Hinata, berlindunglah!" teriak Sasuke di sela-sela suara tembakan yang mulai terdengar bersahut-sahutan. Hinata yang terjebak hendak menyembunyikan diri di balik tiang namun Sasori keburu menariknya.

"Tidak!" jerit Hinata ketakutan, mencoba bertahan di tempat dengan berpegangan pada dinding terdekat.

Dor!

Sasuke makin mendekati lokasi mereka dan Sasori terpaksa mundur.

"Menunduk!"

Deidara hendak menembak dari kejauhan. Sasori melakukan yang diminta dan moncong senjata temannya sudah mengarah ke Sasuke namun sayangnya Hinata yang kebingungan tanpa sengaja berada dalam radius tembak pistol itu di detik terakhir.

Dor!

"Tidak!"

Pada sepersekian detik yang sangat menentukan, Sasuke memeluk tubuh Hinata dan membalikkan tubuhnya sehingga peluru itu menembusnya alih-alih tubuh wanita Hyuuga itu.

"SASUKE!" pekik Hinata saat Sasuke tumbang bersimbah darah di pelukannya. Berat tubuh pria Uchiha itu membuatnya harus jatuh terduduk. "Tidak... tidak... kenapa kau melakukan ini?"

Suasana jadi sunyi dan bunyi tembakan mereda. Sasori, Gaara dan Deidara mendekati mereka dengan hati-hati, senjata sepenuhnya terkokang, tapi mereka tidak membidik.

"Tidak... Sasuke... bicaralah padaku! Jangan... jangan seperti ini..." mata Hinata kembali berkaca-kaca.

"Hinata..." hanya itu yang dikatakan Sasuke sebelum kehilangan kesadarannya.

xxxxxxx

"Sai, untunglah kau selamat!" Sumire segera menghampiri Sai yang langsung menggandeng tangannya tanpa banyak bicara dan mereka pun berlari bersama menyusuri koridor temaram yang panjang itu. Sang gadis berambut gelap kaget saat menyadari ada dua orang lain di sekitar mereka.

"Tenten! Dan... maaf, siapa Anda?"

"Aku Temari, tapi kenalannya nanti saja," wanita asing berambut pirang di sebelah Tenten tersenyum.

"Kau membawa teman, Sai? Dan Tenten, apa ayahku yang menyuruhmu?" tanya Sumire waspada. Tenten tersenyum menenangkan.

"Jangan khawatir, saya berada di pihak Anda, Nona."

"Semua yang berada disini adalah teman kita, Nona Sumire," tambah Sai, sembari memperlambat langkahnya karena koridor yang mereka susuri sudah mulai tampak ujungnya. "Hati-hati."

Sai mendorong tubuh Sumire ke belakangnya saat mereka mendekati akhir koridor yang terlihat begitu bercahaya. Pistolnya sudah siap. Kedua perempuan yang lain juga mengeluarkan senjata masing-masing, meski hanya senjata tradisional, bukan senjata api seperti milik Sai.

Beberapa detik kemudian, mereka berhenti berlari dan berjalan pelan mendekati pusat cahaya itu. Sai, mengarahkan pistolnya ke depan, berjalan duluan.

"Aman," katanya ke arah belakang saat dirasa semuanya baik-baik saja. Mereka tiba di sebuah ruangan besar yang kosong, sepertinya ruangan gudang yang lain, dan Sai mengarahkan mereka semua ke kanan. Ada sebuah koridor baru yang harus mereka lewati.

"Pintu keluarnya sebelah san..."

Namun Tenten tak sempat menyelesaikan kalimatnya saat seseorang mendadak menyergap tubuhnya dari belakang.

"Siapa itu?"

Dor!

Sai mencoba menembak, namun Tenten sudah tak terlihat lagi, ditelan kegelapan karena diseret entah kemana. Bersamaan dengan itu, tubuh-tubuh berjubah hitam berdatangan dari segala penjuru bersama seseorang berambut perak yang sudah dikenal Sumire.

"Kau...!"

"Ya, aku," kakak Mitsuki itu tersenyum sinis. "Tak semudah itu untuk kabur dari sini, Uchiha."

"Namak..."

"Lumpuhkan mereka!"

Dengan satu perintah itu saja, segerombolan pria berjubah hitam itu menyerang mereka dari semua arah. Sai menembak salah satu dari mereka, membuka jalan aman ke arah belakang bagi Sumire.

"Larilah, Nona! Belok kanan dan temukan pintu keluarnya!"

"Tapi kau..."

"Cepat!"

Sumire terpaksa menurut sementara Sai dan Temari berusaha memberinya waktu dengan menghadang para pria itu. Sang gadis remaja berbelok ke kanan dan terus berlari seperti instruksi Sai. Setelah beberapa lama, ia melihatnya, sebuah pintu berkarat di kejauhan, yang sepertinya merupakan pintu keluarnya.

"Sedikit lagi!"

Sumire berusaha mempercepat langkahnya namun dua meter sebelum sampai tujuan, tubuhnya terguling ketika diterjang seseorang dari samping. Matanya melebar saat mengetahui siapa yang telah berada di atas tubuhnya dengan bertelanjang dada, "Mitsuki? Bukankah seharusnya kau sudah..."

Mitsuki tersenyum meremehkan, "Aku tidak akan mati semudah itu, Uchiha. Sekarang mari kita lihat, bisakah kau meloloskan diri lagi kali ini?"

xxxxxxx

Sasuke membuka matanya perlahan dan cahaya yang kuat langsung menyilaukannya, membuatnya segera menutupnya lagi. Setelah mengerjap sebentar, ia kembali berusaha membuka matanya secara perlahan.

Ia berada di kamar Sumire dengan lampu menyala dan tirai tertutup. Di sampingnya ada segelas air dan beberapa potong roti, serta obat-obatan penahan sakit. Tubuh bagian atasnya dibebat perban berbercak darah, sementara selimut tebal membalut sebagiannya lagi dengan nyaman.

Krek!

Pintu terbuka dan masuklah seseorang yang tak pernah diduganya.

"Hinata?"

"Aku melihatmu bangun dari CCTV," Hinata seakan memberitahu dengan muram sambil berjalan mendekatinya.

"Kau masih disini?" Sasuke tergelak. "Kupikir kau sudah..."

"Kami telah mengepung tempat ini dengan pasukan Gaara. Semua anak buahmu sudah dikurung di ruang bawah tanah."

Sasuke hanya menyeringai, "Aku bisa membebaskan mereka kapan saja."

"Jangan bercanda, Sasuke," Hinata akhirnya duduk di sampingnya. Sasuke memanfaatkan kedekatan mereka untuk membelai pipinya namun anehnya ibu dari Sumire itu tak menolak. "Kau hampir saja me... meninggal. Kenapa kau melakukan itu?" suara Hinata bergetar. "Aku sudah menolakmu. Aku sudah berbuat jahat padamu. Kenapa kau masih...?"

"Karena aku mencintaimu, Hinata," ucap Sasuke tanpa tedeng aling-aling dengan nada yang lembut meski suaranya serak. "Mana mungkin aku membiarkanmu begitu saja."

"Tapi kau bisa mati!" pekik Hinata nyaris histeris.

"Lalu apa peduliku?" sergah Sasuke ringan, seolah hal yang disebutkan Hinata itu tak berarti. "Aku sudah melenyapkan Itachi, melindungimu serta anak kita selama lima belas tahun, juga membangun kembali kejayaan klan Uchiha. Sudah cukup banyak yang kulakukan bukan? Meskipun nantinya aku tak ada lagi, tapi kau dan Sumire harus tetap hidup untuk melanjutkan semangat api dari klan Uchiha. Aku sudah membuka jalan yang lebar untuk kalian. Jadi biarpun aku tak mendapat kesempatan untuk menjalani hidup bahagia bersama, tapi setidaknya legacy yang kutinggalkan akan bisa membuat hidup kalian bahagia untuk selamanya."

Airmata Hinata menetes, "Kau bodoh!"

Sasuke menyeringai lemah, "Klan Uchiha memang bodoh jika mereka sudah terlanjur mencintai seseorang. Sangat sangat bodoh."

Hinata sontak memeluk Sasuke, membuatnya terlonjak kesakitan.

"Ma... maaf..." cicit Hinata, hendak melepaskan diri, namun Sasuke justru mempererat pelukannya.

"Mungkin tubuhku sakit, tapi hatiku tidak," ucap Sasuke sedikit tergelak, namun beberapa detik kemudian nada suaranya berubah menjadi lirih. "Jangan tinggalkan aku lagi, Hinata."

Hinata tidak menjawab dan hanya terisak. Mereka terus berpelukan seperti itu sampai seseorang membuka pintu. Wajahnya langsung masam.

"Oh, aku tak tahu ada adegan romantis."

"Ada apa, Gaara?" Hinata mengusap airmatanya, namun saat hendak melepaskan pelukannya, Sasuke tidak membiarkannya sehingga sebelah tangan sang pria terakhir dari klan Uchiha itu kini melingkar di pinggangnya.

"Ada pesan baru dari Otsutsuki."

"Kau bilang orangmu sudah berusaha membebaskan putriku!" Sasuke menyalak marah.

"Terjadi situasi di luar dugaan..."

"Apa?" Hinata menjadi panik seketika.

"Lihatlah sendiri..."

Gaara membawa sebuah tablet hitam ke hadapan kedua orang itu dan memutar tombol ON. Muncullah wajah-wajah seluruh klan Otsutsuki dengan Sumire yang terikat di bagian tengah, persis seperti dulu, namun kali ini di sebelahnya ada Sai, Temari, dan Tenten dalam kondisi yang juga terikat. Toneri Otsutsuki kembali menjadi juru bicara mereka.

"Uchiha, kami kecewa karena ternyata ada usaha-usaha lain untuk membebaskan putrimu. Untung saja kami berbaik hati dan tidak mengeksekusi Uchiha kecil ini di tempat. Tapi jangan terus menguji kesabaran kami. Jika selanjutnya hal ini terjadi kembali, maka nyawa putrimu benar-benar akan melayang.

Dan tentu untuk segala kerusakan yang ditimbulkan dari upaya pembebasan ini, kami ingin meminta ganti-rugi yang sepadan. Jadi berikan kami lima juta dollar cash pada saat pertemuan kita nanti atau hal yang paling tak kau inginkan akan terjadi pada putrimu. Ingat, kau harus datang sendirian, tanpa membawa senjata.

Sampai nanti, Uchiha."

Videonya terputus begitu saja dan Sasuke menatap Gaara geram, "lihat apa yang timbul dari kebodohanmu?"

"Hei, kakak perempuanku juga disana, tahu!" dengus Gaara. "Dia mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan putrimu!"

"Tapi lima juta dollar...!"

"Oh, kau tidak punya uang sebanyak itu, Uchiha? Mau mengajukan pinjaman pada Sabaku Corporation?" sindir Gaara. Sasuke melemparkan gelas di sampingnya ke arah pria berambut merah itu, yang bisa dihindarinya dengan mudah.

"Sialan kau!"

"Sas... Sasuke... aku punya sedikit uang..." Hinata menawarkan diri.

"Tak perlu, Hinata, aku bisa membereskan ini. Aku akan pergi malam ini."

Hinata terperanjat, "Ta... tapi tubuhmu masih..."

"Aku akan datang, Hinata, bersama lima juta dollar cash yang mereka minta. Jangan khawatir. Sumire pasti akan segera kembali."

TBC