A/N:
Sepenggal kisah nyata, yang dirangkum dalam cerita, berharap menjadi pelajaran yang nyata, serta sindiran bagi yang merasa XD
Disclaimer:
Karakter yang saya pakai saya pinjam dari serial Naruto karya Masashi Kishimoto.
Cerita ini kisah seorang kawan NHL saya yang sudah mengizinkan saya untuk mengunggahnya dalam cerita.
ForgetMeNot09
presents
.
.
.
Emosi
"Kau di mana?"
Suara di seberang telepon terdengar parau. Ia tahu, wanita itu sedang menahan emosi yang hendak meledak.
"Lab, ada apa Ino?"
"Aku ke sana."
"Hu ..."
Belum selesai ia menjawab, sambungan telah diputuskan. Kiba tertawa dalam hati. Matanya beredar menyusuri lab komputer yang sepi. Wajar saja, ini jam istirahat, hampir seluruh siswa tengah menghabiskan waktu di manapun selain di kelas atau lab.
"Kiba!"
Teriakan itu mengawali rentet lepasan emosi dari seorang guru Farmasi bernama Yamanaka Ino.
...
Hanya Teman
Bukan hal aneh jika orang mendapati mereka tengah berdua di lab komputer. Sudah biasa, meski demikian tetap saja orang-orang penasaran dengan hubungan mereka.
"Sebenarnya kalian pacaran?" tanya Sakura, guru Biologi, yang dijawab gelengan kepala oleh Ino.
"Hanya teman."
Sakura bingung, dilihat dari mana pun hubungan Ino dengan guru Komputer itu tidak bisa dibilang "hanya teman". Karena itu ia hanya mengendikkan bahu.
...
Romantis?
Sebenarnya Kiba lelah. Perjalanan wisata yang diadakan sekolah kali ini memilih rute yang lumayan jauh dibanding tahun sebelumnya. Tepat ketika melewati jembatan kecil yang terbuat dari jalinan bambu yang terlihat rapuh, Kiba merasakan lengannya digenggam kuat. Ia menoleh, tatapannya terpaku pada Ino yang memandang takut-takut pada aliran deras sungai di bawah kaki mereka.
Kiba memperlambat langkah kakinya, bahkan sebelah tangannya memegang tangan Ino, untuk membantu wanita itu berjalan.
"Aduhhh romantisnyaaaa ..."
Ledekan itu membuat Kiba nyaris melepaskan genggaman tangannya.
...
Oleh-oleh
"Aku bawakan oleh-oleh untukmu," ujar Ino dengan mata berbinar.
Kiba mengerutkan alisnya. Ia penasaran, oleh-oleh apa yang dibawa wanita itu dari Suna.
"Ini dia!"
Kiba cengo, "Krim wajah?"
...
Hanya Teman (2)
"Dua bulan kemudian dia menyatakan perasaannya padaku, Kiba."
Kiba tertegun. Ino mengatakan hal itu dengan tertawa. Apa yang lucu coba? Wanita itu baru saja menceritakan teman zaman kuliahnya dulu bernama Suigetsu. Saking dekat dan tanpa batasnya Ino bergaul dengan Suigetsu, seperti ia dengan Kiba saat ini, pria malang itu menyangka Ino menaruh rasa padanya.
"Lalu?" tanya Kiba penasaran.
"Aku tolaklah, kami kan hanya teman."
Kiba merasa dadanya berdenyut sakit.
...
Krim Wajah
Kiba menatap krim wajah itu dengan saksama. Dilihat dari komposisi sepertinya aman. Namun, tidak mungkin bukan ia memakainya.
"Kak?"
Panggilan Amaru membuat ia gelagapan. Dimasukkannya benda itu ke dalam saku celana pendeknya.
Kan repot kalau Amaru bertanya, "Kau perawatan wajah, Kak?"
...
Fanficer vs Cosplayer
Ino mengendap-endap mendekati Kiba yang tengah serius mengetik. Awalnya ia berniat mengagetkan, tetapi mengurungkannya. Bagaimana pun ia lebih penasaran dengan apa yang membuat Kiba serius seperti itu.
Wajah Ino memerah saat membaca apa yang Kiba ketik.
"Me-mesum!"
Kiba terlonjak. Gugup pria itu menutup jendela kerjanya.
"Kau mengagetkanku!" geramnya.
"Dan kau mesum," balas Ino.
Kiba mendengus, "Itu hanya cerita."
Ino menyipitkan mata, memandang curiga, "Cerita apa?"
"Buat fanfiksi."
Ino membelalakkan matanya, "Kau penulis fanfiksi?"
Kiba mengangguk malu, enggan menatap Ino. Lalu didengarnya Ino berbisik.
"Sebenarnya aku dulu cosplayer."
Kiba menoleh, memandang tak percaya.
"Kostum apa favoritmu?" tanya Kiba iseng untuk menyembunyikan rasa malunya.
"Sailor Moon."
Mendadak Kiba dengan mesum spontannya membayangkan Ino mengenakan pakaian pelaut yang seksi itu.
...
Merajuk
"Sudah malam, istirahat ya."
Tak ada nada mengusir sama sekali, tapi balasan yang diterima cukup membuat Kiba mengerti bahwa lawan chatnya kesal.
"Ya."
Kiba menghela napas sembari menatap layar ponsel. Dahinya mengerut heran saat mendapati jam di sana menunjukkan pukul 11 malam. Itu artinya sudah hampir 3 jam ia menghabiskan waktu untuk melayani wanita itu berbincang lewat pesan salah satu media sosial.
"Dan tadi sepertinya dia kesal?" gumamnya sembari menggelengkan kepala sebelum merebahkan tubuh yang terasa pegal.
Bagaimana ia bisa membebaskan pikiran dari wanita itu coba? Selalu saja hal seperti ini terjadi membuatnya merasa bersalah, padahal ia tidak salah.
...
Doodle
"Jadi, Kiba, apakah wajar jika aku marah?"
"Ya, tidak masalah memang, tetapi kamu harus tetap menjaga sikap. Bagaimana pun Anko-san adalah seniormu."
Ino menggembungkan pipi tanda tidak puas pada jawaban Kiba. Terlebih ketika netra akuamarinnya menemukan laki-laki itu malah sibuk mengajari murid perempuannya tentang menyunting berkas pdf. Ino merasa kesal, tanpa sadar menatap pada coretan nama yang ia gambar di atas selembar kertas.
"Yamanaka Ino"
Mendadak pikiran isengnya muncul. Diraihnya ponsel Kiba dan difotonya doodle itu. Matanya melirik jahat pada sang empunya ponsel. Dengan cepat ia mengunggah foto itu menjadi status media sosial Kiba.
Sore itu terjadi kehebohan di ruang guru.
...
Salah Sangka
"Apa benar Anda menjalin hubungan dengan Yamanaka-sensei?"
Kiba melongo. Pertanyaan itu diajukan oleh Akimichi Chouza yang notabene guru senior di sekolah itu.
"Maksudnya?"
Chouza tersenyum, "Tidak masalah. Ino anak baik, dari keluarga baik-baik pula, aku mengenal ayahnya dengan baik. Menurutku kau cocok dengannya."
Kiba tersenyum canggung.
"Menurut saya Anda berlebihan, Akimichi-san. Ino hanya menganggap saya teman," ujar Kiba dalam hati.
...
Jamu
Kiba menatap takjub hasil karya murid-murid di lab farmasi hari ini. Cairan berwarna kuning gelap yang disimpan dalam botol kaca kecil. Kiba menghampiri Ino yang tengah memeriksa salah satu botol.
"Kau mau coba?" tanya Ino.
Kiba menerima botol itu dan menyesapnya. Pahit, namanya juga jamu.
"Minumnya sambil lihat aku biar ada manis-manisnya."
Ino mengedip-kedipkan mata,
murid-murid menatap mereka sambil merona,
Kiba menyemburkan jamu di mulutnya.
...
Malaikat Penolong
Ia panik. Berkas yang seharusnya ia serahkan ke kantor dinas pendidikan provinsi malah tertinggal. Ya Tuhan, mana jarak dari sini ke kotanya lumayan jauh. Ia merasa kesal membayangkan harus bolak balik.
"Paling tidak berkas pdfnya saja Inuzuka-san " kata Shion, pegawai kantor provinsi.
Itulah, Kiba menyesali kebodohannya, ia tidak menyangka akan mengalami kecerobohan seperti ini hingga tidak pernah berpikiran menyimpan berkas itu dalam softfile.
Tiba-tiba ponselnya bergetar, berkali-kali.
"Ino?"
Beberapa berkas masuk ke kotak masuk media sosialnya. Kiba tersenyum. Malaikat penolongnya baru saja beraksi.
...
Khawatir
"Sudah pulang?"
"Sedang di jalan."
"Sama, hehe ..."
Jujur Kiba lelah, inginnya istirahat di bus yang membawanya pulang ke Konoha. Bukan malah mata melotot dan jemari mengetik seperti ini.
"Memangnya kau dari mana?" lanjut pria itu dalam pesan teksnya.
"Beli martabak."
"Kau diantar Deidara kan?"
"Sendiri."
"Cepat pulang, sudah gelap begini! Hati-hati di jalan, jangan lewat yang sepi-sepi!"
"Cieeee khawatir."
Kiba ingin sekali menjedukkan kepala ke kaca jendela bus.
...
Galau
"Sudah, ajak nikah saja!"
Kiba memukul kepala pirang Naruto.
"Mana mungkin, kami cuma berteman."
Naruto mencibir, "Teman mana ada begitu? Mesra bukan main."
"Dia sendiri yang bilang kalau kami cuma berteman."
Naruto menyesap kopinya sejenak, "Kamu sendiri?
"Huh?"
"Perasaanmu?"
Kiba terdiam, matanya menatap hamparan langit yang cerah.
"Entahlah."
"Kau suka padanya bukan?"
Kiba bergeming, pikirannya tampak bekerja keras.
"Tidak peduli bagaimana perasaanku, yang jelas kami hanya berteman."
Pria pirang di sebelahnya menepuk pundaknya keras.
"Setidaknya kau coba ungkapkan perasaanmu, supaya jelas."
Kiba menggeleng, "Dan menghancurkan persahabatan kami? Lebih baik tidak."
Saat itu Kiba membayangkan ucapan Ino tentang Suigetsu yang menjauh karena penolakan perasaan oleh wanita pirang itu.
...
Kebab
"Aku ingin makan kebab."
Kiba tertawa mendengar keluhan via telepon dari Ino.
"Ya sudah beli saja."
"Hujan Kibaaa ..."
"Terobos saja!"
Mendadak sambungan telepon ditutup. Kiba bingung sembari menatap ponselnya.
"Aku salah lagi?" gumamnya.
...
Diabaikan
"Ino!" panggilnya.
Kiba cengo saat dilihatnya Ino berjalan tak memedulikan dirinya.
"Kenapa dia? Masa masalah kebab saja bisa seperti ini."
...
Kapan Nikah?
"Jangan sibuk baca buku saja! Kapan nikah? Cari jodoh sana!"
Telinga Kiba terasa panas mendengar teriakan mengejek dari Hana, kakaknya.
"Hei, apa salahku?"
Lalu ponsel Kiba bergetar, bergegas diangkatnya panggilan itu.
"Halo?"
"Kiba, aku bosan."
"Bosan kenapa?"
"Terus-terusan ditanya, "Kapan nikah?" begitu."
Kiba tertawa, "Sama. Menyebalkan memang."
"Eh Kiba,"
"Hmm?"
"Kita nikah yuk."
Bagai ada petir menggelegar di siang bolong.
...
Kebab (2)
"Kau di lab?"
"Iya."
"Aku masih ngidam kebab."
"Di depan gedung olahraga ada penjual kebab kan?"
"Iya sih."
Hening sejenak. Kiba menghela napas dalam.
"Mau kuantar?"
Telinganya mendadak tuli mendengar teriakan "yes" di seberang sana.
Mereka berjalan beriringan, Kiba di depan dan Ino di belakang. Sama-sama menundukkan kepala dengan niat menyembunyikan rona merah pekat di wajah. Apa yang salah ya? Semua orang terlihat menatap mereka dengan tatapan menggoda.
"Aduh, jalan beriringan begitu, gandeng tangan dong," suara Sakura.
"Wah Inuzuka-sensei dan Yamanaka-sensei mesra sekali ya, beli kebab berdua," itu kata penjual minuman dingin yang mereka lewati.
"Cieeeee berduaan."
Yang terakhir adalah teriakan murid-murid yang berkumpul di gedung olahraga.
Kiba sibuk mencari lubang untuk mengubur kepalanya.
...
Minta Izin
"Kiba, aku bantu ibu dulu ya."
"Kiba, aku diajak jalan Sakura, boleh?"
"Kiba, aku mau beli martabak sendirian, tidak apa-apa kan?"
Kiba bingung, sudah hampir sebulan ini tiap kali mau melakukan suatu hal, bahkan yang tidak penting, Ino selalu minta izin padanya. Ada apa sebenarnya? Dipikir Kiba bapaknya?
…
Nggak Peka
Kiba mendekati wanita yang tengah termenung di lab Farmasi. Ditepuknya pelan bahu Ino.
"Kau kenapa?"
Ino mendongak, tiba-tiba wajahnya memerah malu.
"Kemarin Sakura bercerita semalam Sasuke melamarnya."
Kiba duduk di sebelah Ino.
"Uhm …."
"Lalu semalam aku bertemu Tenten, dia memberikan undangan pernikahannya dengan Neji minggu depan."
"Terus?"
Jujur Kiba masih tidak paham arah pembicaraan Ino. Maka dia hanya bisa terpaku ketika Ino mengentakkan kakinya dan pergi berlalu.
…
Pengecut
"Dasar pengecut!"
Kiba menatap heran, wanita yang sedang menonton drama Korea itu terlihat bersemangat menyalahkan tokoh laki-laki yang sebenarnya tidak bersalah, menurut Kiba.
"Sudah jelas-jelas kau menyukainya, kenapa tidak berani mengungkapkan? Tidak punya nyali!"
Entah kenapa Kiba merasa tersindir.
…
Pendapat
"Menurut kalian?"
Kiba menatap bergantian pada pasangan suami istri di hadapannya. Yang wanita mengangkat bahu pasrah.
"Dia lebih parah darimu Naruto-kun."
Naruto tertawa melayangkan tatapan ejekan pada laki-laki di depannya.
"Sudah lamar saja."
Kiba frustrasi.
…
Menikah Saja
Dua-duanya sama-sama diam, dua-duanya berjalan dalam hening, dua-duanya tidak mengerti apa yang mau dikatakan.
Sebenarnya Kiba tidak ada niat mengajak Ino jalan. Ia hanya kebetulan sedang berada di toko peralatan listrik untuk membeli lampu, ketika Ino mengirim pesan teks dan mengatakan ia sedang bosan. Seperti keberuntungan atau semacam itu, jarak toko dengan rumah Ino tidak terlampau jauh. Jadilah pria itu menawarkan diri untuk menjemput dan mengajak Ino keluar.
"Kenapa diam saja sih?"
Kiba masih diam, pikirannya seperti sedang ruwet.
"Kiba?"
"Ino."
Ino mendongak, "Ya?"
"Kita menikah saja bagaimana?"
Ino melongo.
.
.
.
Sambung lain cerita dan lain waktu ya ...