Warning: typo(s), alur berantakan, tidak sesuai EYD. Thank you for your attention, sistur! Enjoy!

Aku menemukannya, lagi. Pemuda yang bisa menyedot seluruh perhatianku. Dengan lancang nya, dia merebut seluruh akal sehatku. Melihatnya, bisa membuatku seperti orang tolol. Aku, menyukainya.

Dia terlihat tampan hari ini. Meskipun menurutku dirinya memakai piyama atau kaos tak layak pakai pun tidak akan mengurai kadar ketampanannya diatas rata-rata.

Hari ini, dia mengenakan kaos berwarna hitam polos yang dilapisi jacket denim kebesaran. Sepertinya dia sangat suka melukis—aku melihat hasil karya nya di belakang jacket denim nya.

Dia terlihat konyol. Bagaimana bisa seorang laki-laki yang beranjak dewasa membuat lukisan squidward di belakang jacket nya? Dia membuatku tergelitik.

Celana jeans membungkus kaki jenjang nya dengan apik. Aku bahkan harus menahan nafas ketika dirinya mulai bersenandung—karena lagu yang ia dengar dari earphone nya.

Bahkan, suara nya terdengar sangat seksi! Astaga, sejak kapan aku memiliki pandangan erotis ini? Pada orang yang tak aku kenal! Astaga, Luhan! Kendalikan dirimu sekarang!

Dia duduk selisih dua kursi dari kursi ku. Bis yang mengantarkan ku menuju Kampus tidak ramai hari ini. Banyak nya kursi kosong membuatku puas memandang nya. Aku benar-benar menggeram marah ketika menemukan dirinya diapit gadis-gadis. Aku tidak bisa melihat dirinya!

Aku, tidak mengenalnya. Namanya saja aku tidak tahu. Aku membutuhkan dirinya! Aku butuh dia!

Tentu saja. Menjadi milikku.

Katakan aku gila. Aku memang gila. Karena pemuda itu!

Wajah tampan nya—aku menyukainya. Hidung bangir nya, bibir tipis dan menawan nya, mata tajam bak elang tetapi bisa memancarkan kepolosan dan ketulusan. Entahlah, dia seperti anak kecil yang tersesat mencari Ibunya ketika dia melihat sekitar dengan matanya itu.

Bisakah aku membawa nya pulang saja? Aku menggigit bibir bawah ku. Gelisah.

Astaga, dia menoleh kearah ku! Aku segera menundukkan kepala ku. Membuka buku-buku tebal yang berisi pasal-pasal memabukkan. Aku membaca nya asal. Sesekali aku melirik kearah nya.

Dia masih melihatku?!

Apa ini nyata?!

Aku menoleh ke kursi belakang. Kosong, tentu saja. Di depan ku, juga kosong. Hanya aku yang tersisa di kursi bagian belakang.

Apa ia benar-benar melihatku?!

Aku menoleh kearahnya, takut-takut. Dia melihatku. Dia menatapku. Lekat-lekat.

Aku menelan ludah ku dengan kasar. Tanpa sadar, aku menggigit bibir bawah ku. Kebiasaan ku ketika gugup.

Aku menyadari perubahan wajah nya. Dia tampak lebih tegang. Tapi—kenapa?

Dia menyapaku, membungkukkan badannya sedikit. Aku termangu. Dia tersenyum tipis kemudian.

Aku tidak tahu harus merespon apa. Yang bisa ku lakukan hanyalah membalas sapaan nya, memberikan senyuman terbaikku.

Dia kembali memusatkan perhatiannya pada Airpods-nya.

'Pemberhentian berikutnya, Yonsei University. Diulangi, pemberhentian berikutnya, Yonsei University.'

Astaga, aku harus turun! Aku membereskan buku-buku tebal ku. Melampirkan tas ransel ku pada bahuku. Aku bersiap untuk turun. Menyatakan perang pada presentasi sidang hukum ku yang pertama. Aku menghela nafas parah.

Aku berdiri dan turun dari bis. Melihat betapa megah nya Kampus ku dari Halte. Dia menyapaku kembali, sebagai salam perpisahan.

Darahku berdesir. Aku menoleh, menemukan dirinya yang sedang menatapku dari balik kaca bis. Aku tersenyum gugup. Menunggu bis melaju kembali.

Aku memegangi dadaku, "Astaga! Aku harus bercerita pada Kyungsoo dan Baekhyun!"

Aku meregangkan otot-ototku yang kaku. Presentasi pertama membuat tenaga ku terkuras habis. Manusia-manusia menyebalkan seperti Irene, Seohyun, Dahyun, serta Bogum hampir membuat nilaiku C karena mereka memberikan pertanyaan yang hampir tak bisa ku jawab.

Aku mendongak, menatap langit Seoul yang diselingi awan kehitaman. Angin yang berhembus kencang membuatku meremas lengan ringkih ku sendiri. Untung saja buku-buku pasal menyebalkan itu dipinjam oleh Irene. Sehingga aku bisa leluasa menggerakan tanganku yang beberapa hari ini kebas karena buku.

Jam 5 sore. Waktunya aku berbalik pulang, menuju ke supermarket membeli bahan-bahan makanan dan memasak untuk diriku sendiri yang jauh dari Orang Tua.

Aku, Luhan. Aku adalah anak terakhir dari dua bersaudara. Kakakku, Yifan merantau ke China seorang diri. Mencari pekerjaan tetap dan ingin menghidupi keluarga ku yang sebenarnya berkecukupan.

Ibuku, Heechul. Dia berambut pendek. Mirip seperti aku, hanya saja yang berbeda adalah kerutan-kerutan yang mulai mengisi wajah cantik nya. Ibuku yang hangat tidak bisa dikalahkan oleh seluruh perempuan di Dunia ini.

Ayahku, Hangeng. Memiliki paras yang tampan. Bertumbuh tinggi besar dan kuat—biarpun rambut-rambut putih tumbuh panjang hingga ke kumis nya. Ayah ku yang keras membuat Yifan menjadi kakak yang bertanggung jawab. Membuatku menjadi gadis yang jarang menangis. Membuatku menjadi gadis yang penuh pemikiran positif.

Aku menaiki bis sore yang lenggang. Aku memilih kursi daerah belakang dan sebelah jendela—kesukaan ku. Mulai melihat keluar, mengamati gedung-gedung pencakar langit dan kendaraan yang saling berlomba-lomba menuju tujuan.

Seseorang mengisi kursi depan ku, membuat diriku menoleh. Aku menyerngit bingung—seperti mengenal sosok nya.

Ketika sosok itu menoleh kearah jendela pula, aku membelakkan mata. Laki-laki itu! Laki-laki yang membuatku hampir gila.

Laki-laki yang dengan lancang nya mengambil seluruh perhatian dan tempat di hatiku. Laki-laki yang memiliki wajah seperti pangeran es namun ada keteduhan di matanya.

D-dia begitu dekat denganku! Astaga, ini benar-benar kesempatan ku!

Aku menggenggam jemari-jemari ku, gugup. Menggigit bibir bawah ku pelan. Kemudian, aku panggil dirinya dengan sentuhan tanganku di bahunya.

Dia menoleh!

"Ya?"

Astaga, suara rendah nya! Seseorang tolong aku!

"A-aku selalu melihat mu naik bis ini. Bertepatan denganku. Apa kau tinggal di Distrik Ojeong?" dia menatapku dalam. Mata hitam nya itu—menghiptonisku.

"Ah, tidak. Aku tinggal di Distrik Wonmi. Apa Ojeong tempat tinggal mu?" dia bertanya dengan nada lembut.

Aku mengulum bibirku pelan, "I-iya, Distrik Ojeong tempat tinggal ku. Pantas, aku selalu bertemu dengan mu. Bis kita memang satu arah." Aku terkekeh canggung.

Laki-laki mengangguk kepalanya setuju, "Mahasiswa baru Yonsei?"

"A-ah iya. Tahun ini. Kau?"

"Aku sudah lulus kuliah," mataku terbelalak.

"Aku kira kau masih mahasiswa," dia benar-benar awet muda. Astaga, aku menyukai sosok yang lebih tua!

Dia terkekeh pelan, "Aku lulus tahun lalu. Oh, apakah aku boleh duduk disebelah mu? Aku pegal kalau harus menoleh seperti ini padamu,"

Aku membelakkan mata—untuk kesekian kalinya. Aku benar-benar tidak sadar kalau kepalanya sedaritadi sangat tidak nyaman, "Ba-baiklah. Astaga, maafkan aku!" aku membungkukkan badan merasa bersalah ketika dia mulai pindah ke sebelah ku.

Dia memangku ransel hitam nya di paha, "Jadi, kau mengambil jurusan apa?"

Aku ditatap sangat dalam! Mata elang nya—aku menyukai nya. Candu ku yang baru. Salah satu jenis mata yang aku harapkan aku lihat setiap hari. Astaga, laki-laki ini.

"A-ah, aku mengambil jurusan Hukum Internasional."

"Wah, pasti kau jenius. Menghafalkan pasal-pasal yang bahkan aku tidak tahu itu apa. Aku salut," dia berkata sambil tersenyum tipis.

Aku membeku! Kenapa dia harus tersenyum padaku?! Senyum nya menawan! Astaga, aku ingin mengipasi wajah ku yang memerah!

"Kalau kau?" aku bertanya sambil berdeham pelan. Berusaha mengatur nada bicara ku yang seperti kucing betina—menemukan kucing pujaan hatinya.

Dia menatap ke depan, "Aku seorang pelukis."

"Ah, pantas saja! Aku langsung fokus pada lukisan Squidward di belakang jacket denim mu."

Dia terkekeh kembali, "Terima kasih. Jarang sekali ada yang melihat lukisan Squidward di belakangku,"

"Kau mempunyai studio lukis?" Aku bertanya, penasaran.

Dia mengangguk pelan, "Studio lukis ku berpusat sekitar Namsan Tower."

"Lumayan jauh dari kampusku," aku bergumam.

Dia melihat kearah ku. Menatapku yang sedang menunduk, memikirkan kalau aku ingin berkunjung ke studio lukis miliknya.

Aku mendongak lagi, mataku langsung bersibobrok dengan matanya, "A-apa aku boleh melihat studio lukis mu?"

Dia tersenyum—sangat lebar. Sampai, matanya menyipit karena senyumannya, "Tentu saja. Namamu?"

Aku terkesiap. Aku bisa mendapatkan namanya hari ini!

"Aku Luhan," aku menjabat tangannya yang hangat. Merasa pas pada saat menggenggam ku.

"Aku, Oh Sehun. Senang berkenalan dengan mu, Luhan." Dia tersenyum lebih manis sekarang.

Hello, peeps!

Hihi, aku membawakan cerita baru. Maafkan, pekerjaan ku menumpuk. Cerita Ketos sampai ke yang lain masih aku kerjakan. Sedangkan, otakku berpikiran dengan ini huhu mianhaeyo /bow/

Oke, bisakah kalian memberikan review, favs, follow semacam nya? Biar aku senang kalau karya ku ada yang menantikan. Gomapta!

Happy August, everyone.

Sidoarjo, August 9th, 2019.