Stay For You

A fanfiction by mashedpootato

.

.

Character(s) : Park Chanyeol, Byun Baekhyun, Kim Jongdae, Kim Minseok, Doh Kyungsoo, Kim Jongin, Original Characters

Main Pairing(s) : Park Chanyeol/Byun Baekhyun

Side Pairing(s): Kim Jongin/Doh Kyungsoo, Kim Jongdae/Kim Minseok

Genre(s) : Romance, Drama, Domestic AU, MPREG (Male Pregnancy)

Rating : M

Disclaimer : Tulisan ini hanya sebuah karya fanfiksi, penggunaan nama dan karakterisasi tidak ada kaitannya sama sekali dengan tokoh di dunia nyata.

.

.

.

Chapter 3 : A Big Step

.

.

.

Baekhyun tidak ingat kapan tepatnya ia jatuh tertidur setelah lelah menangis malam itu. Tapi yang pasti, ia menemukan dirinya terbangun pada tengah malam, dengan mata sembab dan sisa-sisa sakit di kepalanya. Perlahan, kesadaran mulai kembali oleh tangan yang membelai lembut rambutnya.

Baekhyun tak perlu membuka mata untuk mengenali sentuhan jemari yang membuainya itu. Tak perlu pula ia mengerahkan indranya untuk mengenali aroma lembut dan kehangatan pria yang memeluknya.

"Chanyeol?" Lirih Baekhyun pelan. Pandangannya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya remang ruangan tersebut.

"Hey. Maaf jika aku membangunkanmu." Suara Chanyeol terdengar parau dan berat di antara kesunyian.

Baekhyun membenarkan posisi tubuhnya, bergeser, untuk menyandarkan kepalanya lebih dekat ke dada Chanyeol. Tepat dimana detak jantungnya terdengar begitu jelas untuk bisa menenangkan dirinya.

Lengan Baekhyun melingkar di pinggang Chanyeol. Dan dengan hati-hati pria yang lebih tinggi melakukan hal yang sama, membawa kekasihnya lebih dalam ke pelukan.

Mata Baekhyun terasa bengkak dan berat. Namun dorongan untuk kembali menangis begitu terasa. Baekhyun merasa lelah dan emosional tanpa sebuah alasan yang bisa ia jelaskan. Dan Chanyeol, seakan menyadari kerisauan tersebut, merengkuh wajah lelaki mungilnya. Mengecup pelan keningnya, menghujani matanya yang basah dengan ciuman lembut, yang kemudian berakhir di bibir merahnya.

Chanyeol tersenyum. Sepasang mata almond-nya dipenuhi ekspresi lelah, seakan ingin menunjukkan bahwa semua pertikaian ini juga menyakitinya.

"Let's talk?" Tanya Chanyeol lembut.

Baekhyun mengangguk, berusaha keras menahan tangis yang berusaha kembali. Bibirnya membentuk sebuah cebikan kecil.

"Maaf karena pergi begitu saja tanpa mendengarkan penjelasanmu.Aku seharusnya mendengarkan apa yang ingin kau katakan terlebih dulu." Chanyeol mengecup bibir kekasihnya dengan lembut.

Baekhyun menggeleng pelan. "It's okay. Kita sama-sama tidak dalam kondisi yang baik untuk berbicara. Dan terkadang, kita membutuhkan sedikit ruang untuk menenangkan diri terlebih dulu."

"Ya. Dan aku rasa kita sudah cukup baik untuk bisa berbicara dengan tenang sekarang?"

Baekhyun mengangguk. Selama sesaat, ia membiarkan tangannya membelai lembut sisi wajah Chanyeol. Memandang sepasang matanya yang lelah, sebelum akhirnya berbicara.

"I want to protect you. I really do, Chanyeol. Terkadang aku melihat dirimu dan hal pertama yang kuinginkan adalah menjagamu dari semua hal buruk yang ada di dunia ini." Chanyeol meraih tangan Baekhyun di pipinya dan mengecupnya pelan.

"Aku bersumpah aku sama sekali tidak bermaksud menyembunyikan ini semua darimu, Chayeol. Aku ingin mengatakannya padamu segera setelah aku mengetahuinya. Tapi aku tidak tahu sejak kapan tepatnya aku semakin mengulur waktu. Dan ketika aku sadar, ketakutan ini telah semakin besar... Aku sungguh tidak tahu bagaimana mengatakannya tanpa perlu membuatmu sedih dan kecewa. Aku tidak pernah membayangkan ini semua akan terjadi. Paling tidak, tidak secepat ini. Jadi sungguh, aku tidak tahu hal apa yang harus aku lakukan..."

"Baby, you're trembling." Chanyeol meraih tubuh Baekhyun yang menggigil. "No, babe. I'm not sad. Tidak oleh semua berita ini, semengagetkan apapun ini semua."

Chanyeol membelai pelan rambut Baekhyun, membiarkan kekasihnya sedikit lebih tenang sebelum kembali berbicara.

"Dibandingkan sedih, aku rasa diriku lebih pada merasa kecewa. Dan tidak, aku tidak kecewa padamu, sayang. Aku kecewa pada diriku sendiri. Aku bertanya-tanya bagaimana bisa aku tidak bisa menyadari kekalutan yang kau simpan sendiri selama beberapa waktu ini. Bagaimana bisa aku gagal melihat ketakutan di matamu. Namun di sisi lain kau juga harus mengerti bahwa terkadang aku tak akan bisa membaca beberapa hal tanpa kau mengatakannya langsung kepadaku."

"I know. I'm so sorry..."

"Shhh.. It's okay. Tidak ada yang perlu ditakuti, Baek. We'll be fine..."

Untuk pertama kalinya malam itu, Baekhyun tersenyum pelan. Karena jika Chanyeol yang mengatakannya, maka ia akan percaya. Semuanya akan baik-baik saja. Namun kemudian, lelaki mungil itu menghela nafas ketika teringat oleh sesuatu yang lain.

"I shouldn't ask you cum inside me that night." Gumam Baekhyun kesal, membuat Chanyeol seketika tertawa pelan. "Aku pikir semuanya akan baik-baik saja karena aku tidak sedang dalam masa suburku. Tapi lihatlah kemana semua kecerobohan itu membawa kita."

Chanyeol menggamit dagu Baekhyun dengan dengan ibu jari dan telunjuknya. "Setiap orang pernah melakukan kecerobohan, Baek. Itu adalah hal yang sangat normal."

"Ya, tapi tidak semua kecerobohan membawa seseorang pada kehamilan."

Chanyeol terkekeh semakin keras oleh jawaban Baekhyun.

"Mari ke rumah sakit besok untuk melakukan pengecekan kehamilanmu. Bagaimana menurutmu?"

Baekhyun hanya membutuhkan waktu singkat untuk kemudian mengangguk mengiyakan. Dirinya merasa sangat lelah. Dan untuk saat ini, ia hanya ingin segera tidur di dalam pelukan kekasihnya.

.

.

.

"Kasus male pregnancy cenderung lebih rentan dibanding kehamilan pada umumnya. Apa anda mengalami keluhan kesehatan selama beberapa waktu ini, Baekhyun-ssi?" Tanya dokter Han seraya memeriksa denyut jantung lelaki yang tengah hamil tersebut.

Tatapan Baekhyun sesaat tertuju pada Chanyeol sebelum berbicara dengan ragu. "Um... Sebenarnya... saya sudah beberapa minggu ini mengalami sakit kepala dan sulit tidur. Mungkin sekitar dua atau tiga minggu. Awalnya saya mengira ini hanya efek kelelahan akibat jam kerja yang berlebih. Hingga kemudian saya mulai mengalami mual di pagi hari sejak minggu lalu."

Chanyeol terdiam selama dokter memberi pertanyaan-pertanyaan. Seketika hatinya diliputi rasa bersalah ketika mendengar jawaban yang diberikan kekasihnya. Bagaimana bisa ia tidak menyadari keluhan-keluhan kesehatan yang dialami Baekhyun selama ini?

"Jangan khawatir. Itu semua adalah hal yang normal." Dokter kandungan tersebut menjelaskan dengan tenang. "Setiap orang memiliki tingkat toleransi yang berbeda terhadap perubahan hormon yang terjadi selama kehamilan. Dan sepertinya anda berada di golongan yang cukup sensitif, Baekhyun-ssi. Ada beberapa kasus dimana pasien tidak mengalami morning sickness sama sekali, dan ada pula yang mengalaminya dengan cukup parah. Saya akan menuliskan resep multivitamin untuk dikonsumsi dan menyarankan anda untuk segera berkonsultasi dengan konsultan gizi kami setelah ini."

Chanyeol mengangguk, dalam hati mencatat semua informasi yang ia dapatkan. Sekarang, setelah cukup mengetahui segala situasinya, ia tidak akan membiarkan Baekhyun menghadapi semuanya seorang sendiri.

"Jadi, siap untuk melakukan ultrasound?"

Baekhyun berjengit pelan oleh pertanyaan itu. Dokter Han tersenyum, memperhatikan bagaimana Baekhyun menggengam tangan Chanyeol dengan sedikit lebih erat oleh rasa gugup yang begitu jelas.

"Itu mungkin terdengar sedikit menakutkan. Tapi jangan khawatir. Prosedurnya akan sangat mudah dan tidak membahayakan. Mr. Park juga akan turut masuk ke ruangan untuk menemani."

Baekhyun menoleh dengan bibir mencebik dan sepasang puppy eyes yang seakan meminta pertolongan. Chanyeol tersenyum, menahan diri untuk tidak mencium bibir tersebut di hadapan sang dokter.

"Let's do this, babe."

.

.

.

Enam minggu.

Hingga saat ini Baekhyun masih sulit percaya bahwa ia sungguh-sungguh tengah mengandung seorang bayi. Dan usia janin di kandungannya telah menginjak enam minggu.

"Hey, ada apa?" Chanyeol mengulurkan satu tangannya yang tidak memegang setir mobil. Jemarinya menggenggam tangan Baekhyun ketika mendengar kekasihnya itu menghela nafas dalam.

"Nothing. Hanya saja... Terkadang aku masih tidak percaya dengan semua ini. Bukan berarti aku tidak menginginkan bayi kita. Tapi bagaimanapun juga sejujurnya ada saat dimana aku berharap akan terbangun di suatu pagi, dan mendapati bahwa ini semua tidaklah nyata."

Chanyeol tersenyum kecil. Ya, ia sendiri terkadang masih tidak percaya pada semua ini. Beberapa waktu lalu mereka hanyalah sepasang kekasih baru yang masih berusaha mengenal satu sama lain, hingga tiba-tiba, voilà.

Mereka kini menjadi sepasang calon ayah.

Dibanding tidak mengharapkan ini semua terjadi, Chanyeol tahu Baekhyun lebih pada tidak siap. Karena pada dasarnya, itu pulalah yang Chanyeol rasakan saat ini.

"Apa kau ingin jalan-jalan?" Pertanyaan tiba-tiba Chanyeol mengalihkan Baekhyun dari lamunan.

"Kemana?"

"Sebuah tempat yang aku tahu ingin kau datangi." Jawab Chanyeol dengan seringai penuh rahasia di ujung bibirnya.

Baekhyun mengernyitkan dahinya sesaat, memicingkan mata untuk berusaha menerka. Namun ketika Chanyeol semakin bersikukuh untuk tidak membeberkannya, Baekhyun memilih menyerah.

"Okay, okay. Aku percayakan padamu. Tapi aku harap kau tidak akan mengecewakanku, tuan Park." Ancam Baekhyun dengan bercanda.

"Sure, baby." Jawab Chanyeol, mengecup rambut Baekhyun sekilas ketika mobil sesaat berhenti di lampu merah.

Chanyeol memang sengaja pulang lebih awal dari kantor untuk bisa mengantar Baekhyun ke dokter hari ini. Dan setelah semua urusan selesai, agaknya hari masih terlalu awal bagi mereka untuk kembali ke rumah.

"Hey, babe. Kita sudah sampai."

"What...?" Baekhyun mengernyitkan dahinya, membuka mata untuk menemukan Chanyeol di sisinya, membukakan pintu mobil dan membantu ia melepaskan sabuk pengaman.

Baekhyun tidak terlalu ingat kapan tepatnya ia jatuh tertidur, dan tiba-tiba saja mereka sudah tiba di tempat tujuan mereka. Ia menggeliat pelan, memandang sekeliling mereka dengan pandangan bingung.

"Where is this?"

"Turunlah. You'll see it yourself."

Baekhyun melangkahkan kakinya turun dari mobil dengan bantuan Chanyeol. Lalu, dengan tiba-tiba, suara seseorang yang terdengar tak asing baginya memanggil namanya dengan keras.

"Baekhyun!"

Si pemilik nama menolah cepat. Dan ketika itulah Baekhyun sadar dimana mereka berada saat itu.

"Oh my God." Lirih Baekhyun. Seketika senyuman lebar merekah di pipinya. Dengan cepat ia meraih Kyungsoo yang berlari memeluk dirinya.

Tak jauh dari mereka, Jongin tergopoh mendekat dengan senyuman ramah, mengingatkan suaminya untuk tidak berlari terlalu cepat.

"Mengapa lama sekali kalian tidak datang, hah?" Tanya Kyungsoo ketika keduanya melepas pelukan. Tersenyum, seraya memperhatikan wajah Baekhyun. "Kau sehat-sehat saja kan?"

Baekhyun mengangguk, senyuman masih melekat erat di bibirnya. Jongin memberikan Baekhyun dan Chanyeol pelukan sekilas, dan mengajak keduanya segera masuk ke dalam kedai mereka.

Ini semua terasa begitu nostalgis. Suasana hangat kedai, dan sepasang pemiliknya yang sibuk menyajikan menu camilan dan minuman hangat untuk mereka.

"So. How are you guys doing? Apa yang membuat kalian membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menyempatkan diri mengunjungi kami, hah? Apa kalian tidak ingat bahwa kalian berhutang nyawa pada kami di sebuah badai salju beberapa bulan lalu?" Kyungsoo duduk di kursi kosong seberang Baekhyun setelah selesai meletakkan sepiring avocado sandwich di antara cangkir teh mereka.

Baekhyun memutar bola matanya seraya tertawa renyah. Ia tahu jelas Kyungsoo tengah bercanda meski dengan gaya sarkastisnya.

"Pekerjaan. Pada dasarnya hanya itu yang menahan kami selama ini. Tapi percayalah, lelaki yang satu ini sudah berkali-kali mengeluhkan betapa inginnya ia berkunjung kemari sejak berbulan-bulan lalu." Ujar Chanyeol, menggenggam tangan Baekhyun di atas meja.

"Ya, tapi sayangnya kami tidak pernah bisa menyempatkan diri. Antara kami selalu terlalu sibuk di hari kerja dan kelelahan di akhir pekan."

"Kami bisa membayangkan." Komentar Jongin yang ikut duduk di antara mereka. "Tapi kalian bekerja di perusahaan yang sama, bukan? Jadi paling tidak kalian bisa menghabiskan waktu istirahat bersama dengan cukup mudah."

Baekhyun menoleh pada Chanyeol dan berbagi senyuman dengan satu sama lain.

Kyungsoo menyeringai kecil melihat gestur mesra tersebut. "Aku bisa membayangkan detailnya. Pasti banyak hal yang bisa kalian lakukan berdua di kantor, iya kan?"

Baekhyun nyaris tersedak oleh pertanyaan Kyungsoo, sementara Chanyeol tertawa lepas menanggapinya.

"By the way, bagaimana kunjungan dokternya? Kalian jadi memeriksakan kandungan Baekhyun hari ini, bukan?"

Mata Baekhyun seketika melebar oleh pertanyaan Jongin. Dengan cepat ia menoleh pada Chanyeol, meminta kejelasan oleh fakta bahwa Jongin bisa mengetahui hal itu. Kekasihnya menyeringai.

"Um, aku secara tidak sengaja membeberkan semuanya pada Jongin ketika aku mengobrol dengannya di telepon siang tadi. So, yeah..."

"Oh, apakah kami seharusnya belum boleh tahu tentang hal ini?" Jongin menaikkan alisnya, sedikit merasa bersalah.

"Um, tidak tidak, bukan begitu. Hanya saja..." Baekhyun bertukar pandang dengan Chanyeol dan menggigit bibirnya sendiri dengan ragu. "Bisa dibilang kami masih belum terlalu terbiasa dengan semuanya. Jangankan untuk membicarakan hal ini dengan orang lain. Terkadang aku sendiri masih tidak percaya dengan apa yang terjadi."

"Oh. Kalian sama sekali tidak merencanakan kehamilanmu?" Tanya Kyungsoo.

Baekhyun mengangguk.

"Sudah kuduga. Tapi hey, berhenti bertingkah seakan-akan ini adalah sebuah musibah. Bayi dalam perutmu adalah sebuah anugerah, Byun Baekhyun."

"I know. Hanya saja, aku benar-benar belum terbiasa. Itu saja."

Kyungsoo tersenyum melihat Baekhyun yang menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangan. Ia bertukar senyuman khawatir dengan Chanyeol, membiarkan pria tinggi itu meraih kekasihnya dalam pelukan dan mengecup rambutnya pelan.

"Ini mungkin terdengar sangat sulit sekarang. Tapi percayalah, semuanya akan semakin membaik begitu kalian menjalaninya. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja."

"Kyungsoo benar. Semua momen semacam ini tidak pernah seutuhnya sesuai rencana. Pasti akan selalu ada hal di luar dugaan yang terjadi, entah itu di permulaan atau pertengahan perjalanan." Jongin melingkarkan lengannya dengan santai ke bahu Kyungsoo, membiarkan suaminya yang tengah hamil bersandar padanya.

"Wait." Baekhyun mengangkat wajahnya pelan, memicingkan matanya pada sepasang kekasih di hadapan mereka. "Jangan bilang kehamilan Kyungsoo juga tidak terencana sepertiku."

Kyungsoo dan Jongin bertukar pandang satu sama lain sesaat lalu kemudian tertawa kecil.

"Tidak. Kami amat sangat merencanakannya. Kami bahkan menikah muda untuk bisa memiliki seorang anak bersama sesegera mungkin. Namun di sisi lain, bisa di bilang, semuanya juga terjadi di luar rencana." Jongin menggenggam tangan Kyungsoo lembut.

Melihat tatapan redup Kyungsoo, Baekhyun tiba-tiba saja merasa khawatir.

"Kami selalu menginginkan bayi di kehidupan kami selama ini, Baekhyun. Bahkan sejak kami masih menjadi sepasang kekasih sekalipun kami sudah sering membicarakannya dengan satu sama lain. Dan setelah resmi menikah, memiliki seorang anak adalah salah satu keinginan terbesar yang kami miliki." Ujar Jongin.

"Ya, namun pada nyatanya semuanya tak semudah itu." Kyungsoo memutar bola matanya dengan helaan nafas dalam. Jongin tertawa pelan melihat wajah kesal kekasihnya.

"Apa yang terjadi?" Tanya Baekhyun penasaran sekaligus khawatir.

"Aku sulit untuk bisa hamil meski hasil tes yang aku jalani menunjukkan aku positif seorang carrier." Mata lebar Kyungsoo kembali meredup ketika mengatakannya. "Kami mencoba untuk bisa memiliki anak cukup lama saat itu. Mungkin sekitar dua tahun lebih?" Kyungsoo memandang Jongin yang mengangguk pelan. "Tidak ada dokter yang tahu apa penyebabnya. Dan kau tahu, itu cukup membuatku sangat stress."

"Ia sangat merasa bersalah, meski aku terus berusaha meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Kami masih muda, jadi kami masih punya banyak waktu. Hingga akhirnya tiga tahun berlalu, dan ya... Semuanya semakin sulit untuk kami berdua."

Baekhyun menutup bibirnya dengan ekspresi khawatir. Kyungsoo tersenyum kecil.

"Aku sempat mengalami depresi yang cukup berat. Aku terus menyalahkan diriku. Marah karena aku tidak bisa memberikan keturunan yang kami damba-dambakan selama ini. Aku selalu berpikir bahwa semuanya pasti akan lebih mudah bagi Jongin jika ia menikahi seseorang yang bukan diriku sejak awal..."

"Ya, dan itu adalah sebuah omong kosong terbesar." Jongin tertawa pelan. "Tentu saja aku akan tetap memilih Kyungsoo sebagai pasanganku, bahkan jika ia bukan seorang male carrier sekalipun."

"Ugh, cheesy. Lalu apa yang terjadi?"

"Singkat cerita, Jongin memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya."

Kyungsoo dan Jongin tertawa melihat ekspresi bingung yang diberikan Baekhyun dan Chanyeol, lalu melanjutkan cerita mereka.

"Kami melakukan pembicaraan serius saat itu. Tentang semua yang kami hadapi, dan hal apa yang harus kami lakukan untuk bisa membuat semuanya lebih baik." Kyungsoo memberikan senyuman lembut pada Jongin, seakan teringat kembali oleh kejadian pada masa itu.

"Dan kami tiba di sebuah keputusan bahwa kesehatan fisik dan mentalku adalah yang menjadi prioritas utama kami. Jongin mengundurkan diri dari jabatannya di perusahaan editorial majalah dan memutuskan untuk mengambil pekerjaan freelance sehingga ia bisa lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk menjagaku. Selain itu, kami juga memutuskan untuk pindah ke tempat ini."

"Itu adalah keputusan yang sangat besar." Komentar Chanyeol, membayangkan posisi mereka saat itu.

"Sangat. But I tell you, it's worth it. Kami menjual beberapa aset dan rumah kami di kota untuk bisa membeli tanah di area ini. Aku selalu tahu bahwa memasak adalah passion Kyungsoo. Dengan cukup nekat kami pun memulai bisnis kedai makan serta rumah penginapan musim panas. Dan ya, meski dengan cukup banyak rintangan, bisa dibilang semuanya berjalan cukup lancar hingga saat ini."

"Dan hal terbaiknya datang tanpa diduga-duga."

Baekhyun seketika tersenyum oleh kalimat Kyungsoo. Here comes the best part of the story.

"Aku positif hamil satu setengah tahun kemudian, tepat beberapa minggu setelah ulang tahun pernikahan kami yang kelima. And here we are. Menanti lahirnya anak pertama yang sudah lama kami nanti-nantikan."

Baekhyun mengusap air mata yang tanpa ia sadari menetes di pipinya. Chanyeol tersenyum pada kekasih mungilnya. Menyeka pipi basahnya dan meraih bahunya pada pelukan.

Kyungsoo turut tersenyum. Sekilas berbagi pandangan dengan Jongin dan mengusap perutnya yang telah nampak cukup membesar.

"Yeah. We can say that this one is our little miracle."

.

.

.

"Semuanya tidak banyak berubah sejak kita datang kemari." Tatapan Baekhyun seketika berbinar ketika melihat isi kabin danau yang beberapa bulan lalu mereka tempati.

Baekhyun ingat mereka hanya sempat menghabiskan waktu beberapa hari di tempat tersebut. Namun entah mengapa tiap sudut yang ada terasa begitu hangat dan sangat familiar di matanya.

"Terakhir kali, cat nya berwarna marine blue, bukan?" Komentar Chanyeol pada teras kayu yang kini berganti warna menjadi coklat yang nampak masih cukup baru.

Kyungsoo dan Jongin memang sempat menyinggung bahwa rumah ini baru saja ditempati beberapa kerabat mereka minggu lalu. Jadi mereka menyempatkan diri untuk melakukan beberapa upgrade pada fasilitas dan mengganti cat lamanya.

"Kau ingin melihat-lihat ke luar?" Tanya Chanyeol.

Tatapan Baekhyun mengikuti arah pandang kekasihnya. Ke arah danau jernih yang kini tak lagi beku oleh udara dingin musim salju. Berganti menjadi hamparan air tenang berbias kilau langit nila sore hari yang berbatasan langsung dengan hamparan rumput hijau.

Lelaki mungil itu tidak berpikir dua kali untuk mengangguk setuju.

Chanyeol menghamparkan sehelai selimut piknik di atas permukaan tanah landai yang ditutupi rumput. Dengan penuh perhatian ia membiarkan Baekhyun duduk dan bersandar dengan nyaman di sisinya, dan menyelimuti tubuh kekasihnya dengan selimut rajut tebal. Suhu udara sore itu sudah cukup hangat, namun angin yang sesekali berhembus masih terasa cukup dingin bagi lelaki mungil tersebut.

"Aku tidak percaya kau mempersiapkan semua kunjungan kita kemari dengan diam-diam." Gumam Baekhyun dengan senyuman.

Chanyeol dengan lembut membawa Baekhyun ke antara kedua kakinya, membiarkan ia menyandarkan punggung ke dada pria yang lebih tinggi. Ini semua terasa begitu nyaman. Baekhyun bersumpah ia bisa dengan mudah jatuh tertidur dengan suasana setenang ini.

"Aku tahu kau sangat ingin kemari, Baek. Ini akhir pekan, dan kau berhak atas waktu untuk beristirahat. Jadi aku sengaja menghubungi Jongin bahwa kita akan berkunjung."

"You're the best, Chanyeol."

"I know. That's why you love me, right?"

Baekhyun menjawabnya dengan mendaratkan kecupan kecil di sisi rahangnya. Keduanya bertukar tatapan hangat sebelum kembali menerawang pada pemandangan di kejauhan.

Tatapan mereka tertuju pada sekelompok keluarga yang menikmati suasana api unggun di sisi lain danau, gaung tawa mereka terdengar di kejauhan. Juga pada riak pelan air yang perlahan mulai kehilangan kilau senja yang semakin gelap. Pada semilir angin, pada suara burung di sudut langit, dan jajaran pohon spruce di lereng bukit.

"Hey, Chanyeol. Apakah aneh jika sangat mudah bagiku membayangkan dirimu sebagai sosok seorang ayah?"

Chanyeol terkekeh pelan oleh ucapan tiba-tiba kekasihnya. "Really? Why?"

"Entahlah. Rasanya sama sekali tidak sulit membayangkan dirimu sebagai seorang ayah yang baik. Aku bisa membayangkan kau akan menjadi ayah yang super keren, yang bisa melakukan apapun untuk anak kita. Aku jamin kau akan menjadi sosok idola terbesarnya. Sedangkan aku... Aku yakin anak kita akan berakhir membenciku."

Kekehan Chanyeol seketika berubah menjadi tawa pelan mendengar ucapan Baekhyun. Terlebih ketika ia melihat ekspresi kesal dan wajah penuh keseriusan yang Baekhyun berikan.

"Bagaimana bisa kau bisa berpikir begitu, hm?" Ia memberikan kecupan sekilas pada bibirnya.

"I bet it's really gonna happen, though. Aku akan menjadi ayah yang paling ceroboh, tidak tahu bagaimana caranya merawat anak, mudah panik, tidak pandai melakukan pekerjaan rumah, dan masih banyak masih banyak lagi." Ujar Baekhyun dalam satu helaan nafas.

"Hey, love. Listen..." Chanyeol meraih sisi wajah Baekhyun pelan, dan membuat ia menatapnya. "Tidak satupun di antara kita berdua tahu bagaimana melakukan semua ini. Paling tidak, tidak saat ini. Tapi kau tahu apa? Kita akan melakukan ini bersama. Kita mungkin tidak akan bisa menjadi sepasang orangtua yang paling sempurna, Baek. Tapi paling tidak, kita akan melakukan yang terbaik yang kita mampu. Bukankah begitu?"

Baekhyun tersenyum mendengarnya rentetan kalimat itu. Diucapkan dengan begitu lembut, seakan pria ini ingin meyakinkan semua kebenaran di dalam kalimatnya.

Lelaki yang lebih mungil menghela nafas pelan, menyandarkan tubuhnya lebih dalam ke pelukan Chanyeol.

"Ya. Kau benar."

"Dan berhenti berkata bahwa anak kita akan membencimu, Baek." Chanyeol kembali terkekeh. Tangannya terulur untuk mengusap lembut rambut kekasihnya. "Yang ada, aku bisa menjamin ia akan tumbuh menjadi seorang anak yang sangat mengagumimu dan menyayangimu. Ia akan mewarisi kelembutan dan kebaikan yang kau miliki. Aku sangat yakin itu."

Mungkin di lain waktu, Baekhyun akan mengeluh oleh betapa gombalnya ucapan Chanyeol. Namun saat ini, semua itu terdengar bagai sesuatu yang menenangkan dan meyakinkan bagi Baekhyun. Jadi ia membiarkan dirinya mengangguk percaya.

"Kita memulai semuanya dari sesuatu yang tidak terduga. Dan lihatlah hal tak terduga apalagi yang kita temui saat ini..." Gumam Baekhyun pelan, lebih pada dirinya sendiri.

"Baek."

"Um?"

"Aku ingin kau berjanji padaku." Suara Chanyeol terdengar begitu serius.

Baekhyun menenggakkan kepalanya, menemukan Chanyeol memandangnya dengan tatapan lembut yang sama.

Tatapan yang selalu berhasil membuat Baekhyun merasa dicintai keberadaannya.

"Promise what?"

"Kau tahu, ini adalah sebuah langkah besar yang kita ambil saat ini. Aku tahu kau takut mengacaukan ini semua. Aku pun begitu. Apa kita akan mengacaukan semuanya? Entahlah. Tapi aku hanya ingin kita berjanji pada satu hal. Bahwa apapun yang terjadi kelak, kumohon untuk tidak pergi dari satu sama lain dengan begitu saja..."

Baekhyun memandang mata Chanyeol dalam, dan ketika itulah ia menemukan ketakutan yang sama seperti apa yang selama ini ia rasakan. Seketika Baekhyun tersadar. Ketakutan ini bukan hanya milik dirinya. Namun milik mereka berdua.

"Apapun yang terjadi, let's just talk. Beri ruang pada satu sama lain untuk berpikir dan berbicara dengan tenang alih-alih menghindar. Aku sungguh tidak ingin kehilanganmu, Baek."

Ya. Semuanya kini nampak begitu jelas bagi Baekhyun. Sebagaimana dirinya tidak ingin kehilangan Chanyeol, pria ini pun juga merasakan hal yang sama pada dirinya.

All this time, these feelings are mutual.

Akan ada banyak hal tak terduga. Banyak rintangan menanti mereka. Namun pikiran bahwa mereka akan menjalaninya bersama seketika membuat itu semua nampak tidak terlalu menakutkan di mata Baekhyun.

"Yes. I promise."

Ini bukan hanya tentang keinginan untuk mencari perlindungan dan kedamaian dari sosok pasangan yang ia miliki. Namun juga tentang keinginan untuk memberikan hal yang sama kepadanya.

Dan saat itu, Baekhyun merasakannya.

Ia ingin membahagiakan Chanyeol. Sama besarnya dengan keinginan Chanyeol untuk membahagiakannya.

And maybe, that is the true love.

.

.

.

To be continued

.

.

.

Author's note:

Aku belum pernah punya pengalaman hubungan serius dengan seseorang. Tapi aku selalu berpikir, melakukan konfrontasi ketika kedua belah pihak dalam kondisi emosi sama sekali bukan hal yang benar buat dilakukan. It's always better to give each other some space to clear their mind before talk. Karena terkadang, seseorang mengucapkan sesuatu yang tidak benar-benar ingin dia ucapkan ketika sedang merasa emosi. And once, I heard someone said: 'don't ever fall asleep when you're upset with your partner'. And somehow I'm agree with it?

Seperti biasa, all thanks buat yang sudah memberikan kritik dan komentar positif terhadap cerita ini ❤

Have a great Saturday night!

xx, mashedpootato