"Naa, mulai sekarang boleh aku memanggilmu Eijun seterusnya?" Pinta Kazuya mendadak.

"Uhh, kenapa?"

"Sebagai balasannya, kau boleh memanggilku Kazuya juga."

Eijun memilih diam. Dia sedikit mendongak dan melirik Kazuya, "Aku tidak biasa." Ujar Eijun pelan. Semburat merahnya terlihat jelas, "Apalagi kita masih baru kenal. Kalau mendadak begitu rasanya aneh."

"Aku sudah terbiasa."

"Ukh..."

Tangan kanan Kazuya mengusap rambut Eijun, memintanya untuk bersandar pada dada kekarnya sekaligus merilekskan diri, "Pelan-pelan saja. Di dunia ini tidak ada yang instan."

Tidak ada sahutan sama sekali dari Eijun. Sang empu hanya bisa terkatup dan mendengarkan jelas bagaimana ritme jantung Kazuya yang teratur dan tenang. Dan Eijun merasa menjadi manusia paling beruntung di seluruh jagat raya. Dia memang jatuh cinta pada Kazuya, tapi mendapat kesempatan semudah ini rasanya sangat ajaib.

Apakah Sawamura juga dulu seperti ini bersama Kazuya?

Eijun kembali mendongak. Menatap Kazuya yang tersenyum simpul menghadap langit-langit.

"Anu, aku boleh bertanya sesuatu?" Pinta Eijun.

"Boleh."

Ada jeda agak lama sebelum Eijun membuka mulutnya. Dia juga memaksakan diri untuk duduk dan bisa lebih jelas meneliti ekspresi wajah Kazuya, "Miyu—"

"Kazuya." Potong sosok yang di bawah cepat. Membuat yang di atas cemberut dan menggerutu berbisik.

"Ka-Ka-Kazuya, etto... hobimu bermain gitar?" tanya Eijun.

"Tidak, hobiku memasak."

"Eh? Tapi kau setiap hari membawa gitar."

"Itu hanya untuk mengalihkan perhatianku."

"Mengalihkan perhatian?"

Kazuya tersenyum, sirat mata itu kembali sedikit tertutupi mendung. Dia mendudukkan diri dan bersandar pada sofa, tidak membiarkan Eijun beranjak juga, memaksanya tetap di pangkuannya menghadap dirinya, "Aku bermain gitar semenjak Sawamura pergi." Jawabnya, "Sejak aku dikabari kalau dia sudah tidak ada. Aku benar-benar kehilangan semuanya rasanya. Sedih, kecewa, amarah, putus asa, semua perasaan itu menyelimutiku. Rasanya aku ingin menyusulnya ke surga, tapi dia pasti tidak akan senang ketika aku tiba-tiba berada di hadapannya. Bisa-bisa yang ada aku malah ditampar."

Kazuya terdiam sejenak, dia menyandarkan keningnya pada pundak kiri Eijun, "Karena aku tidak tahu bagaimana cara membuang perasaan sedih ini, salah satu kenalanku menyaranku untuk bermain gitar. Awalnya aku merasa tidak ada gunanya, harus belajar dari awal. Menghapal kunci, tahu-tahu kulit di jariku mengelupas dan jadi lebih tebal, membiasakan jari-jari, menghapal ritme, dan belajar mengaransemen lagu. Ya, tapi semua itu membuahkan hasil. Rasa sedih ini bisa sedikit terbuang."

"Oh, sekarang aku paham." Balas Eijun, dia bisa mencium harum shampo Kazuya dari posisi ini juga. Sebenarnya tidak mau, tapi tidak bisa mengelak. Apalagi takutnya Kazuya akan menggodanya lagi.

"Dan ada satu lagi kebiasaan baruku juga."

"Apa itu?" tanya Eijun penasaran. Dia merasakan tangan Kazuya semakin mempereat pelukannya di pinggang Eijun.

"Driving, mengajak siapa saja keliling Tokyo, Nagano, Akibahara, atau mendadak ke Susukino." Jawab Kazuya, "Sebenarnya itu bukan diriku sih. Aku lebih suka tidur di kasur dan menghabiskan hari santaiku malas-malasan sambil membaca buku skor. Tapi semenjak dia pergi, tempatku jadi sangat sepi. Aku jadi menarik siapa saja yang memungkinkan untuk menemaniku driving."

"Termasuk Furuya-san?"

"Ya, bahkan dia yang paling sering aku ajak. Selain karena battery, juga karena Furuya tidak akan banyak protes seperti Kuramochi atau Mei."

"Kuramochi? Mei?"

"Oh, Kuramochi itu temanku sejak kelas satu SMA. Dan Mei, maksudnya Narumiya Mei, adalah temanku sejak aku masih kecil."

"Narumiya-san?" Eijun berkedip tak percaya. "Teman masa kecilmu?"

"Hmm, tapi kami tidak pernah satu tim selama sekolah. Keajaiban sebenarnya aku tahu kalau Mei diundang SoftBank dan kami jadi satu tim."

"Aku sering lihat kalian tidak akur waktu pertandingan. Kenapa?"

"Itu karena kami berdua sama-sama egois. Kau tahu kan kalau julukannya adalah Raja?"

Eijun menganguk.

"Julukan itu sudah ada sejak dia masih SMA, dan semuanya setuju." Ada jeda sejenak sebelum Kazuya melanjutkan ceritanya, "Apa kau ingin menonton pertandinganku dengan Sawamura melawan Mei?"

"Bo-boleh." Jawab Eijun, dia juga tidak punya alasan untuk menolak sejak awal. Dan sebenarnya Eijun juga penasaran dengan sosok Sawamura ini.

Kazuya beranjak ke tasnya mengambil harddisk. Dia meminta izin untuk menggunakan televisi milik Eijun dan menancapkannya pada USB yang ada. Kazuya duduk di sofa dan meraih remot, mencari rekaman pertandingannya dulu saat SMA.

"Apakah Sawamura-san kuat?" tanya Eijun yang kembali duduk di sebelah Kazuya.

"Ya, dia sangat kuat."

"Lebih kuat dari Narumiya-san?"

"Kalau itu entahlah. Mereka benar-benar bertarung satu sama lain hanya satu kali. Ah, ini dia." Kazuya memencet tombol dan memutar videonya. Lapangan Jingu langsung terpampang di layar televisi Eijun. Suara teriakan, brassband, atau dukungan penonton untuk masing-masing tim terdengar menyeruak dari speaker Eijun. Dan dari layar kacanya, Eijun bisa melihat kalau lapangan didominasi oleh permain berbaju putih dan biru. Sementara di atas gundunkan, berdiri seorang pitcher dengan punggung bernomor satu. Tapi mata Eijun terfokus pada Kazuya yang berada di depan sang wasit sedang berjongkok memperhatikan lapangan.

Dari layar, Sawamura mengangkat tangannya dan menunjuk langit, "BOLANYA AKAN TERUS BERTEBANGAN! PARA PEMAIN BELAKANG, TOLONG BANTUANNYA!" Teriak Sawamura, Eijun langsung merinding mendengarnya.

"Barusan itu ciri khasnya dalam memulai pertandingan. Tanpa itu, pasti kurang." Jelas Kazuya.

"Oh, dia Pitcher yang berisik ya."

Kazuya tersenyum. "Memang, tapi begitu dia berdiri di atas mound, dia menjadi orang yang berbeda. Kalau kau menontonnya penuh pasti paham."

Eijun menoleh menatap Kazuya sejenak, lalu kembali ke layar televisi. Dia sekilas menangkap kilat kesedihan itu lagi di langit karamel itu. Sekeping nostalgia menjerat Kazuya pada bayang-bayang Sawamura Eijun, membekas kuat sampai berkarat. Dan itu membuat Eijun sedikit cemburu. Tidak, sangat cemburu. Apakah dirinya bisa membuat Miyuki Kazuya jatuh cinta padanya? Seperti Sawamura yang bisa membuat Kazuya jatuh pada pelukannya sampai tidak bisa bangkit?

Eijun menaikkan kedua kakinya ke atas sofa dan memeluknya, membiarkan dirinya larut menonton pertandingan final dengan taruhan lapangan Koshien.

~oo0oo~

.

Ace of Diamond /ダイヤのA disclaimer byTerajima Yuuji

ENDIAFERON © Ohtani Kyko

kami mendapatkan keuntungan berupa kepuasan batin atas pembuatan fanfiksi ini

.

~oo0oo~

Kazuya hanya bisa tersenyum kikuk menatap sosok di sebelahnya yang menangis terharu sambil bertepuk tangan memberi sambutan selamat pada hasil reka pertandingan di layar televisinya. Walau tangisannya tidak seberisik yang ada di balik layar, tapi tetap aja agak aneh melihat seseorang menangis karena reka pertandingan ulang. Kazuya memilih diam dan menawarkan selembar tisu secara berkala.

"Otsukare, Sawamura-san. Selamat sudah berhasil lolos ke Koshien." Isak Eijun, dia menghapus air matanya dan juga membuang ingusnya.

"Ini hanya reka pertandingan, jangan menangis. Seperti anak kecil saja."

"Habisnya ini sangat mengharukan. Aku terpukau dengan perjuangan kalian."

"Ya, tapi jangan menangis."

"Air mataku sudah mengalir duluan." Eijun mengumpulkan semua tisu bekasnya dan beranjak membuangnya. Dia juga mencuci muka di wastafel dapur. Membiarkan air kran menghapus air matanya sampai tidak tersisa lagi. Dan ia percaya pada ucapan Kazuya tadi, kalau pitcher favoritnya itu Sawamura. Walau hanya menonton reka ulang pertandingan, Eijun bisa merasakan kalau lemparan dan game calling yang diciptakan mereka berdua itu sangat hidup. Seolah battery mereka itu bernyawa, penuh pesona layaknya…

'Sebuah karya seni...'

Kelopak mata Eijun membeliak sempurna. Dia baru saja mendengar sebuah suara menusuk telinganya. Sangat jelas sampai sedikit mengagetkannya.

Eijun menegakkan diri dan melongok sedikit ke ruang tengah, "K-Kazuya baru saja mengatakan sesuatu?" Tanya Eijun, masih belum terbiasa memanggil nama Kazuya langsung.

"Huh? Aku mengatakan apa?" Tanya Kazuya balik, memandang Eijun penuh keheranan.

"Ah, tidak." Eijun mengusap tengkuknya, dia mungkin hanya berhalusinasi, "Oh ya, Ka-Kazuya lebih baik tidur di kasurku saja. Aku baru ingat kalau aku tidak punya futon."

"Lalu kau tidur di mana?"

"Sofa."

"Mana bisa, kau yang punya rumah malah tidur di tempat tidak nyaman."

"Tamu itu harus dimuliakan. Lagipula cuma satu malam juga. Aku pasti baik-baik saja. Daripada kau nanti malah kenapa-kenapa dengan pundakmu." Seru Eijun mulai mau ngotot.

Kazuya diam. Dia mematikan televisi dan beranjak mengambil hardisknya, "Kita seranjang berdua saja."

"Eh?"

Sambil berjalan santai ke arah Eijun dengan senyum jailnya, Eijun merasakan sebuah sirine berkumandang kencang menyuruhnya kabur. Tapi terdahului oleh Kazuya yang dengan sigap menggendong bridal Eijun ke kamar.

"TUNGGU TUNGGU! KASURNYA ITU SINGLE BED! MANA CUKUP UNTUK DUA ORANG!" Pekik Eijun super duper kalut, dia memaksa turun walau tidak dibiarkan begitu saja.

"Memang kau tidak punya futon?"

"Uh, ti-tidak punya." Balas Eijun

"Kalau begitu kasur saja." Kazuya yang tiba di kamar Eijun pun membaringkan pemuda yang lebih pendek darinya di kasur dengan sprei berdasarkan warna putih dan selimut aqua. Meneliti tampang imut Eijun dan melepas kacamatanya. Saat itu Kazuya bisa dengan jelas melihat netra coklat keemasan.

Hati Kazuya seakan dicubit, ditusuk, dan dirajam sesuatu yang sangat tajam sampai berdarah. Netra itu mengingatkannya jelas pada Sawamura Eijun. Pancaran yang berbeda namun warna yang sama. Lekuk wajah, garis hidung, alis dan bulu mata, ranum bibir, kenyalnya pipi, terutama mata itu.

Kazuya melepas kacamatanya juga. Dia menaruh kedua kacamata mereka di atas laci di samping kasur Eijun. Tangan Kazuya melingkari pinggang Dan punggung Eijun dan memeluk tidur menindihinya, membenamkan wajahnya di perpotongan leher dan pundak Eijun. Menghirup aroma sabun Eijun sampai memenuhi paru-parunya. Merasakan kehangatannya, kelembutan kulitnya, dan detak jantungnya yang jelas bisa Kazuya rasakan tidak main-main kacaunya.

"Ka-Ka-Kazuya?!"

"Tolong, biarkan aku begini."

"Etto..." Eijun meneguk ludahnya sendiri. Dia merasakan jelas deru napas Kazuya di lehernya. Membuatnya geli dan merasakan sensasi aneh yang tidak bisa Eijun jelaskan.

"Aku mohon." Pinta Kazuya, terdengar memilukan. Eijun jadi tidak tega. Jadi ia membiarkan posisi ini dan akhirnya melingkarkan tangannya di leher Kazuya.

Mungkin, aku memang beruntung.

...

"Kita bertemu lagi." Kata Tuan Sakura memeluk Eijun, sayap sakuranya membentang sangat lebar.

"Ya." Eijun tersenyum pada sosok itu.

Sayap itu merangkul Eijun, melindunginya dari angin kencang dan suara teriakan-teriakan di sebrang sana. Eijun tidak berani berbalik untuk menatapnya. Dia hanya bisa menyembunyikan wajahnya di dada sosok itu dan memejamkan mata.

"Kau takut?"

Eijun mengangguk.

Tangan besar itu kembali memeluk Eijun, merengkuhnya dalam kehangatan dan rasa aman tanpa batas, "Ada aku di sini."

"Aku tahu." Balas Eijun tersenyum. Dia biarkan tubuhnya perlahan tercerai berai menjadi satu dengan hamparan kelopak sakura yang sudah terbentang di dataran putih bersama dengan sayap Tuan Sakuranya. Meninggalkan sang tuan berdiri diam di sana, kembali menjadi sosok hitam yang menyatu dengan teriak-terikan di seberang sana.

.

"Kau adalalah satu-satunya yang kumiliki sekarang."

Kala itu Eijun mengatakannya pada Kazuya. Wajahnya tersenyum sendu, namun matanya memandang penuh syukur pada Kazuya. Kazuya tidak tahu apa yang mesti ia lakukan selain mendekap pemuda itu lebih erat, dan membiarkan Eijun bersandar padanya. Menumpahkan semua kepedihan, kehilangam, dan kekhawatiran yang menghantui hatinya.

Kazuya ingat, hari itu sudah lebih dari satu bulan setelah peristiwa mengerikan itu terjadi. Keluarga Sawamura baru saja selesai liburan dari Okinawa sampai sebuah kecelakaan pesawat menerbangkan jiwa mereka sampai ke surga. Kedua orang tua dan kakek Eijun pergi di hari yang sama. Meninggalkan luka kepedihan dan lubang kosong di hati Eijun yang entah harus diisi dengan apa.

Eijun mengurung diri seminggu penuh. Membuat Kazuya merasa benar-benar tak berguna karena tak bisa melakukan apapun untuk menolongnya. Eijun menolak untuk bicara, menolak untuk makan, bahkan mulai tak bisa lagi menangis. Ia hanya menatap kosong bagai sebuah boneka tak bernyawa. Masa pemulihannya berjalan sampai satu bulan lebih. Sampai Eijun bisa kembali berbicara dengan banyak orang, tersenyum, atau tertawa. Dan butuh waktu sampai tiga bulan hingga Eijun benar-benar bisa berkunjung lagi ke rumah lamanya di Nagano tanpa ambruk dan remuk redam.

Semua usaha pertanian keluarga Sawamura yang lumayan besar itu diurus oleh orang kepercayaan keluarga. Mereka tidak memaksa Eijun tinggal di Nagano dan menjadi Tuan yang baru. Mereka sudah terlalu lama bekerja kepada keluarga Eijun hingga tidak akan mungkin bisa berkhianat. Mereka bekerja seperti biasa, tetap menghormati Eijun dan mengirimkan hasil pertanian ke rekening Eijun secara rutin. Eijun sebenarnya sering menolak, ia merasa tidak pantas menerima karena nyaris tidak pernah mengurus. Tapi para pekerja itu berkata bahwa itu memang sudah menjadi haknya.

Kemudian Kazuya dan Eijun pernah sama-sama membangun sebuah mimpi. Di masa depan, ketika Kazuya pensiun dari bisbol, mungkin mereka akan kembali ke Nagono dan menghabiskan waktu di sana. Keluar dari hiruk pikuk Tokyo yang padat dan selalu sibuk, lalu bertani, bercocok tanam, dan terbangun dengan alarm pagi berupa kicauan burung-burung juga suara gemersik dedaunan dan ranting.

Mimpi itu Kazuya simpan di dalam toples kaca paling istimewa di hatinya. Menjadi penyejuk di kala kepenatan yang sering datang. Setiap kali ia merasa lelah setelah menjalani latihan keras juga pertandingan demi pertandingan sulit, ia akan mengingat-ingat mimpi itu. Bahwa suatu hari kelak, semua kepenatan ini akan berakhir. Ia dan Eijun akan menjalani sisa-sisa hari mereka di suatu tempat yang damai, berlarian di kaki bukit, berkejaran di tengah hujan, dan terlepas dari semua polusi kota yang menyesakkan paru-paru.

Tapi Eijun kemudian pergi. Meninggalkan semua mimpi-mimpi yang pernah mereka bangun bersama menjadi tak lebih dari puing-puing yang kosong dan rapuh. Menjelma menjadi sebentuk mimpi paling pekat dan paling kelam. Menggelayut di tiap detik dan tiap langkah yang Kazuya tempuh.

Namun malam ini lain. Malam ini Kazuya mempimpikan Eijun yang lain. Bukan terbentuk dari garis-garis kenangan, atau juga kegetiran rasa rindu. Malam ini Eijun datang bersama senyuman lepas, derai tawa yang hangat, dan genggaman tangan yang menguatkan. Eijun menariknya berlarian di bukit yang dipenuhi dandelion seputih salju. Tertawa lepas tanpa beban. Mendorongnya hingga terjatuh ke rumput yang segar, lalu memeluk dan menciuminya dengan penuh kasih sayang. Mereka berguling sampai ke bawah lereng. Eijun tengkurap di atasnya, wajah pemuda itu menempel ke dadanya, dan mereka tertawa lepas berdua. Setelahnya, Eijun mengangkat wajah, memandang Kazuya dengan mata yang lebih berkilauan dari piala manapun.

"Miyuki Kazuya, aku jatuh cinta padamu."

Kazuya tertawa keras mendengar kalimat itu.

"Kau sudah jatuh cinta padaku sejak lama. Buat apa mengatakannya sekarang?"

"Aku akan jatuh cinta lagi padamu. Terus, terus, dan terus. Sampai aku lupa caranya berhenti."

Ucapan itu membuat perut Kazuya tergelitik geli, ia mengangkat satu tangannya untuk mengusap wajah Eijun perlahan. "Well… Oke, kalau begitu mari kita saling jatuh cinta lagi. Kapanpun dan dimanapun."

Eijun tersenyum lebar. Tangan bergerak membelai garis rahangnya, lalu wajahnya maju ke wajah Kazuya, berbisik di sebelah telinganya.

"Aku di sini, Kazuya. Aku selalu di sini. Sebut namaku sebagai sebuah mantra yang meruncing, melebar, kemudian meluber. Rasakan kehadiranku yang bergerak bersama alam untuk menggapaimu. Aku selalu di sampingmu, ingatlah hal itu."

Kemudian Eijun mengangkat wajah, tersenyum padanya. Dan Kazuya menggerakkan tangannya untuk membawa wajah Eijun mendekat. Sekali lagi, mendaratkan ciuman panjang di bibirnya.

Saat Kazuya membuka mata dan terbangun, ia tak mendapati Sawamura Eijun, ataupun Yoshiyuki Eijun di sampingnya.

"Ah, Miyuki, kau sudah bangun?" Eijun menyapa dan tersenyum spontan begitu melihat sosok Kazuya keluar dari kamarnya. Rambutnya berantakan, dan pemuda itu baru saja memakai kacamatanya.

Kazuya memandanginya dengan dahi berkerut. Kemudian alih-alih membalas sapaannya, pemuda itu justru mendengus dan melipat tangan di depan dada. "Kau sudah lupa, ya?"

Eijun mengerjap, "He? Lupa apa?"

"Yang terjadi pada kita berdua semalam." Sahut Kazuya ambigu, Eijun hanya balas menatap bingung dan mengerutkan alis. Kazuya memutar mata. "Nama panggilan." Katanya lugas. "Kita semalam sudah sepakat untuk memakai nama panggilan satu sama lain. Kenapa kau masih memanggilku Miyuki?"

"A-aah…" Eijun menagguk paham, ia meringis kecil dan memberi tatapan minta maaf pada Kazuya. "Maaf, aku lupa. Dan lidahku belum terlalu terbiasa."

"Makanya dibiasakan, Eijun."

Eijun menghela napas, menatap mata Kazuya dan mengulas senyum kecil. "Oke, revisi pertanyaan awal. Kazuya, kau sudah bangun?"

Kazuya tersenyum puas. "Yeah, terima kasih sudah membolehkanku menginap."

Eijun mengangguk dan tersenyum lugas. "Tentu. Tidurmu nyenyak? Kau mimpi indah?"

Kazuya berjalan mendekat ke arahnya sambil berusaha menyisir rambutnya yang berantakan dengan jari-jarinya. "Mm-hmm, sebenarnya aku memimpikan hal yang bagus."

Eijun memandanginya dengan bintang imajiner di kedua mata. "Serius? Wah, hebat. Aku juga memimpikan hal yang bagus." Si Tuan Sakura, lanjut Eijun dalam hati. Tapi ia jelas tidak akan berani melisankannya di depan Kazuya. Bisa-bisa Kazuya menertawakannya seharian penuh. Atau menganggapnya orang aneh karena memimpikan malaikat bersayap kelopak sakura.

Kau pasti kebanyakan baca shoujo manga. Eijun bahkan bisa membayangkan Kazuya akan berkata demikian dengan satu alis berkerut dan mata memincing meneliti. Wajahnya akan terlihat bagai menghakimi dan memasang raut menyebalkan, sementara bibirnya mengulas seringai culas yang seksi dan juga tampan—benar-benar tampan—Eijun mengerjap. Tunggu, buat apa aku memikirkannya? Ia menggeleng kuat untuk mengusir Kazuya dari benaknya. Konyol, orangnya sendiri berdiri tepat di depan mata, buat apa masih memikirkannya.

Kazuya menguap dan menutup mulutnya dengan satu tangan, ia menggelengkan kepala sedikit seolah berusaha melawan kantuk yang kembali mampir. "Jam berapa sekarang? Kau belum buka toko?"

"Baru jam tujuh, aku mau buat omelet dulu untuk sarapan. Setelahnya baru buka toko."

Kazuya mangut-mangut. "Kalau begitu, nanti biar aku bantu kau buka toko."

"He?"

"Hitung-hitung ucapan terima kasihku karena aku telah mengizinkanku menginap dan memakai kasurmu. Aku juga akan membantumu membuat cake, jangan salah, aku lumayan jago meski aku tidak suka makanan manis. Ku rasa kau butuh sedikit variasi untuk menu cafému."

Eijun berkedip-kedip. Bingung mutlak. Ia bahkan tidak tahu pada bagian mana ia harus terkejut. Kazuya yang menawarkan bantuan? Kazuya yang mengaku bisa membuat cake? Atau Kazuya yang jadi sangat banyak bicara? Mimpi apa dia semalam?

Kazuya tersenyum ringkas lalu mengulet kecil. "Aku mau cuci muka dan gosok gigi dulu."

"O-oke?"

Kazuya membalikkan badan lalu berjalan kembali masuk ke kamar, saat sampai di depan pintu, ia berhenti dan menoleh ke arah Eijun bersamanya satu senyum di bibirnya. "Ohayou, Eijun-kun. Omong-omong rambut bangun tidurmu itu kelihatan lucu."

Semburat merah langsung menerjang pipi Eijun. Dan sebelum dia protes, sosok itu sudah menghilang di balik pintu.

Di dalam, Kazuya memperhatikan lebih teliti kamar berbentuk L bercat coklat krem muda dengan hiasa beberapa lukisan cat air tanaman atau bahkan tanaman asli. Kasur dengan landasan tiga buah laci yang jika dibuka akan ditemukan beberapa lipatas baju atau yang lain. Di sebelahnya ada laci dengan gaya minimalis namun bercorak belahan kayu muda mengkilat. Sementara untuk pengganti lemari, ada rak terbuka dengan gantungannya berupa kayu jati kecil panjang yang ditahan dengan dua penyangga rak, di sana tergantung baju-baju dan jaket Eijun. Pada sisi kanan rak lemari, ada meja dan laci yang memang dikhususkan untuk menyimpan entah apa saja atau kosmetik perawatan. Dan dari Kazuya teliti semua ini bermerek, Eijun sepertinya membeli online. Ada juga beberapa keranjang rotan persegi empat yang ditaruh di setiap laci terbuka. Jika ditarik akan terlihat beberapa buku dengan tulisan korea atau cina. Eijun bisa membacanya kah? Ada kursi dan cermin juga di meja riasnya.

Kazuya iseng duduk di kursi rias dan menatap pantulan dirinya pada cermin. Rambutnya masih berantakan. Dan dia juga harus ingat menggunakan skin care rutinnya sehabis ini.

Di lantai ada karpet bundar dengan corak unik, mengingatkan Kazuya pada suku indian di film-film. Lebarnya sekitaran delapan puluh senti. Tidak begitu besar, hanya digunakan untuk hiasan juga.

Sementara di sebelah pintu kamar, ada meja dengan komputer apple di sana. Cukup lebar juga mejanya, jadi bisa memudahkan Eijun untuk menulis sesuatu. Di sebelahnya ada rak tinggi yang diisi buku, patung kecil, dan tanaman kecil. Kesan kamar ini minimalis dengan campuran tamanan yang selalu ada di setiap sudut. Entah di laci, rak lemari, meja, sudut kamar, atau kusen jendela. Ah, jangan lupakan juga pada rak yang menempel pada dinding. Di sana Eijun menaruh tanaman merambat yang sepertinya rutin dipotong secara berkala jika sudah panjang.

Kazuya juga melihat mesin laundry dan pengering di sisi lain kamar, depan kamar mandi. Sesuai kondisi cuaca, Eijun kadang akan mengeringkan di luar cuciannya atau di dalam. Tapi kalau mendesak dia akan menggunakan mesin pengering. Dan di sudut sana lebih banyak tanaman hias lagi.

Kazuya merasa di dunia fantasi sekarang.

Dia beranjak mengambil tas kecil berisi perlatan mandi di tasnya yang tergeletak di sebelah kasur Eijun. Dan saat itu melihat bingkai foto Eijun bersama keluarganya yang lain.

Seorang pria, wanita, Eijun, dan anak kecil. Mereka tersenyum riang pada kamera. Tangan Kazuya entah kenapa meraih bingkai foto itu dan menatapnya lebih teliti dan menyelidik.

Tiga orang dalam foto memiliki warna rambut hitam pekat, hanya Eijun sendiri yang berambut coklat gelap. Apa mungkin Eijun mewarnai rambutnya? Kazuya menggeleng, rasanya itu warna coklat yang alami, bahkan serasi juga dengan alis matanya. Kazuya mencoba mengamati lebih jauh, tuan dan nyonya Yoshiyuki kelihatan muda untuk ukuran pasangan yang sudah memiliki seorang anak laki-laki berusia dua puluh dua tahun. Atau mungkin itu memang gen keluarga? Karena Eijun juga terlihat baru sembilan belas tahunan. Kazuya mendelikkan bahu, lalu matanya kini mengarah pada seorang anak perempuan. Naomi, batin Kazuya, dia adik perempuannya Eijun.

Meski hanya dari foto, Kazuya bisa melihat betapa erat hubungan Eijun dengan Naomi. Gadis itu menempel pada Eijun dan tersenyum sangat lepas ke arah kamera, sementara Eijun sendiri merangkul sang adik dengan gestur hangat ala seorang kakak laki-laki, Eijun juga tersenyum cerah ke arah kamera. Kazuya rasa, foto itu diambil saat musim semi, dan mereka ada di tengah-tengah perayaan Hanami.

Kazuya meletakkan kembali figura dengan hati-hati. Sesuatu dalam foto itu membuat hatinya kembali berdesir aneh. Tapi seperti sebelum-sebelumnya, Kazuya tidak mengerti apa yang salah. Jadi ia memutuskan untuk mengeluarkan peralatan mandinya, meraih handuk, lalu masuk ke kamar mandi.

Eijun menantikan dengan gelisah ketika Kazuya menyuap sendokan pertamanya. Pemuda itu mengunyah dengan perlahan, sangat hati-hati, wajahnya tetap tak terbaca, datar, dan penuh misteri.

"Tidak enak ya?" Eijun meringis kecil, setelah merasakan sendiri kemampuan memasak Miyuki Kazuya, ia jadi benar-benar tidak percaya diri dengan rasa masakannya.

Kazuya kemudian mengunyah lebih cepat, dan menalan. Sang catcher hanya angkat bahu. "Standar." Jawabnya singkat. "Masih bisa dimakan, tapi terlalu standar."

Eijun merapatkan bibir. "Maaf deh, aku memang tidak sejago kau."

Kazuya memandanginya dengan alis terangkat sebelah, sementara Eijun sudah menyendok dan memasukkan gumpalan makanan ke mulutnya secara serabutan hingga pipinya menggelembung. Pemuda itu bahkan enggan menatap Kazuya, hanya fokus menatap mangkuknya dan menyendok terus menerus sebelum menalan secara sempurna.

"Kau ngambek lagi?" Tanya Kazuya, mencoba untuk menahan tawa geli yang menggelitik perutnya.

Eijun menggeleng, dan tetap makan.

Kazuya mendengus lalu terkekeh ringan. "Percayalah, ini masih bisa dimakan dan itu lebih bagus. Aku pernah makan yang lebih buruk dari ini."

Eijun kini menoleh padanya, dengan kedua pipi membuntal penuh. Ekspresi yang lucu.

"Yah, aku serius. " Ujar Kazuya lugas. "Pacarku pernah membuatkanku sup wortel, warna biru."

Eijun langusng buru-buru menelan. Ia kemudian membeliak, "Sup wortel? Biru?"

Kazuya terkekeh mengenangnya. "Yep. Dia bilang wortel bagus untuk mataku, dan dia bosan melihat segala sesuatu yang berhubungan dengan wortel selalu berwarna oranye, jadi dia membuat inovasi dengan warna biru."

Eijun melongo. "Ba-bagimana caranya?" Ia bertanya tak habis pikir. Orang macam apa Sawamura Eijun itu, sih?

Kazuya mengangkat bahu. "Entah. Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Yang jelas, rasanya payah. Dan ia tetap memaksaku makan. Sampai habis."

Eijun meneguk ludah, tiba-tiba merinding seolah ia yang dipaksa makan. "Kau memakannya?"

Kazuya tersenyum geli dan mengangguk. "Aku benar-benar menghabiskannya."

"Apa kau baik-baik saja?"

Kazuya justru tertawa. Pemuda itu banyak tertawa sekarang, dan entah mengapa Eijun merasa senang akan hal itu. "Aku baik-baik saja." Sahut Kazuya menenangkan. "Entah bagaimana, apapun yang dia racik selalu tampak aneh dan mengerikan, tapi ajaibnya tidak berbahaya bagi kesehatan."

Dari cara Kazuya membicarakannya, Eijun lagi-lagi mengerti bahwa pemuda itu masih sangat mencintai sosok Sawamura. Mata Kazuya selalu berbinar tiap membicarakan kenangan indah yang mereka lalui bersama, wajahnya bersinar seolah Kazuya punya dua nyawa. Cara Kazuya mengucapkan kata dia, cara Kazuya melafalkan namanya, semua hal menyangkut tentang Sawamura Eijun selalu terasa spesial bagi Kazuya. Seakan tak ada lagi ruang kosong di hati Kazuya untuk orang lain. Semuanya telah terisi penuh leh Sawamura, Sawamura, dan Sawamura. Dan diam-diam ia bertanya, berharap, suatu hari kelak, Kazuya mau membagi sedikit ruang di hatinya untuk Yoshiyuki Eijun. Membiarkannya menetap di sana dan menjadi musim yang baru.

Eijun cepat-cepat menggeleng. Pemikiran bodoh. Buat apa mengharapkan sesuatu setinggi itu? Mereka bahkan baru kenal. Selain soal nama, ia praktis tak punya kemiripan apapun dengan Sawamura. Jadi, mustahil Kazuya bisa jatuh cinta padanya.

"Dia pernah membuatkanku obat demam." Kata Kazuya lagi, matanya berbinar-binar, penuh nostalgia dan begitu hidup.

"Obat?"

"Yeah, dia mencari bahan-bahan apa saja yang bisa menurunkan demam, kemudian mencampur semua bahan jadi satu, dan menjejalkannya ke mulutku."

Eijun menelan ludah. "Itu mengerikan."

"Memang." Sahut Kazuya begitu lugas. "Warnanya, aromanya," Kazuya bergidik. "Seperti air limbah."

Eijun tertawa kali ini, membayangkan Miyuki Kazuya dalam kondisi deman. tak sanggup melawan dan terpaksa harus minum ramuan aneh buatan Sawamura. "Apa kau sembuh?"

Kazuya memasang wajah masam. "Sialnya, iya. Aku sembuh total besok paginya."

Eijun membeliak tak percaya. "Sungguh? Obatnya mujarab?"

Kazuya mengangguk, kelihatannya tak senang. Ia kemudian kembali menyendok dan menyuap lalu mengunyah dengan hati-hati. "Saat itu kami masih SMA, kami sama-sama tinggal di asrama, meski tak pernah jadi room mate."

Eijun mengangguk-angguk, kemudian menggigit bibir bawahnya singkat dan bertanya dengan hati-hati. "Kalian… menjalin hubungan sejak SMA?"

Kazuya menatapnya dengan pandangan seolah tak menyangka akan ditanyai demikian. Tapi kemudian pemuda itu menggeleng dan tersenyum. "Tidak, hubungan kami masih sebatas battery sampai dia lulus."

Eijun mengangguk kecil, memgumamkan kata Oh lalu melanjutkan makannya. Sampai beberapa menit berlalu tak ada obrolan di antara mereka hanya ada suara denting halus peralatan makan. Sampai akhirnya, suara Kazuya kembali memcah keheningan.

"Boleh aku bertanya?"

Eijun mendongak. "Ah, ya, silakan."

Kazuya membuat ekpresi berpikir selagi ia mengernyit memandangi Eijun. Membuat Eijun mau tak mau mulai betanya-tanya apa ada yang salah dari dirinya. Kemudian Kazuya menghela napas kecil, dan bertanya dengan ringan. "Kau miopi, hipermetropi, atau presbiopi?"

"Eh?" Eijun mengerjap, berpikir singkat. "Ah, maksudnya mataku?"

Kazuya mengangguk.

Eijun hanya memasng senyum simpul. "Menurutmu bagaimana? Ia jusru balik bertanya pada Kazuya, sambil memperbaiki letak kacamatanya.

Kazuya mengernyitkan hidung. "Rasanya lensa kacamatamu tidak terlalu tebal, jadi kupikir bukan silinder." Ia memberi deduksi, Eijun hanya menyimak. "Rabun jauh? Tapi tidak terlalu parah?" Tebak Kazuya.

Eijun tersenyum manis. "Nah, kapan-kapan ku beri tahu, yang jelas ada alasan kenapa aku pakai kacamata."

Kazuya kelihatan tak puas dengan jawaban yang Eijun berikan, tapi pemuda itu memilih untuk tidak protes atau berdebat, mereka kembali melanjutkan makan dengan tenang.

"Kazuya, kau sungguh ingin membantuku?" Tanya Eijun akhirnya.

"Iya, kau tidak percaya aku bisa memasak cake?"

"A-aa, bu-bukan begitu." Eijun tergagap, lalu menggaruk belakang kepalanya canggung. "Hanya saja, aku merasa tak enak, kesannya jadi memanfaatkanmu.

Kazuya menghela napas kecil, lalu meletakkan sendoknya, ia menatap lurus ke mata Eijun dan kemudian tersentum tipis, penuh pesona. "Aku tulus membantumu, Eijun."

Dan, tolong katakan, bagaimana mungkin Eijun tidak luluh lantak menghadapi situasi sejenis ini?

Senyum itu terlalu mempesona untuk pagi hari yang damai ini. Bukan badai sih, lebih ke angin kencang yang menerbangkan dedauan kering. Eijun jadi terlihat ngambek dan memakan sarapannya buru-buru.

"Jadi menu hari ini apa?" tanya Kazuya lagi.

"Ukh, cheese cake biasa, macaron, red velvet, caramel pudding, granola, salad buah, dan sandwich."

"Biasa semua." Ucap Kazuya cukup terkejut, "Biasanya bervariasi seperti ada buah-buahan atau apa gitu."

"Aku kehabisan bahan..." jawab Eijun menunduk lesu.

"Ohh, habis ini mau belanja?"

Eijun menggeleng, "Hari ini ada banyak pesanan bunga, jadi aku ingin fokus merangkai saja."

Kazuya yang sudah selesai dengan sarapannya meminum air putihnya sejenak. Dia lalu menompang dagunya dengan siku yang bersandar pada meja makan, "Aku sering lihat kau sering sekali diingatkan kalau bahan-bahannya habis, kau sengaja lupa mengecek atau memang lupa?"

"A-Aku cuma terlalu fokus sama pelanggan jadi gak sadar!" protes Eijun merasa dipojokkan, padahal hanya pertanyaan biasa.

"Setiap toko mau tutup tidak kau cek?"

"Ukh, itu biasanya itu tugas Ryou-kun..."

"Padahal kau pemiliknya."

Eijun menggeram, harga dirinya sebagai pemilik toko sekaligus kafe terasa diinjak-injak sekarang. Tapi dia juga tidak bisa menyangkal.

"Biasanya kau belanjanya kapan?"

"Pagi sebelum buka toko. Kadang dua atau tiga hari sekali aku ke pasar. Dan kalau orderannya sedikit atau tidak ada sama sekali, aku ke bukit memanen beberapa buah atau tanaman. Atau juga menemani beberapa petani memanen sayur. Ah, besok aku harus ke rawa."

"Rawa?"

Eijun mengangguk, "Sekarang lagi musimnya bunga teratai. Mimasaka-san bilang besok mau memetik. Aku rencananya mau ikut juga. Sudah lama rasanya aku tidak menyajikan teh teratai."

"Ohh, bagaimana caramu membuatnya? Teh-teh itu maksudku."

"Aku menjemurnya sebagian besar di bawah sinar matahari sampai kering. Untuk beberapa sih pakai yang segar. Daun mint, perasan jeruk nipis, lemon, jeruk, untuk ini aku pakai yang segar. Kalau bunga-bunga sebagian aku menjemurnya sampai kering, baru aku campurkan dengan daun tehnya. Untuk teratai, caranya lebih khusus." Jelas Eijun cukup rinci.

"Hee, aku baru tahu."

"Ehehehe, sebenarnya aku belajar dari cara orang cina sih. Untuk orisinil jepang aku rasa sudah banyak, jadi aku tidak perlu terlalu berusaha membuatnya. Seperti teh hijau atau matcha. Dan kalau puncaknya musim panen, biasanya aku juga diberi beberapa daun teh sama tetangga dan membuat matcha sendiri."

"Ohhh, jadi hal yang spesial di toko ini adalah semua buatan tangan sendiri."

"Ya," Eijun mengangguk, "dan juga mengambil bahan-bahan alami langsung dari alam."

"Hee..."

"Apa sih senyum-senyum kaya gitu." Protes Eijun mendapati senyum Kazuya yang terasa menyebalkan tapi tetap menawan.

"Aku hanya terkagum."

"Sungguh?"

"Ya."

Eijun mengerutkan alisnya tidak yakin. Tapi dia mengabaikannya dan memilih kembali makan sarapannya sampai habis.

Eijun menolak untuk terpesona, tapi Kazuya yang memakai apron dan berdiri di depan meja dapur benar-benar terlihat mempesona. Jika dalam pertandingan bisbol pemuda itu selalu kelihatan kuat, berkuasa, penuh adrenalin, juga taktik cerdik, maka di dapur ia kelihatan… bagaimana Eijun harus menjabarkannya?

Kedua lengan Kazuya yang padat dengan jaringan otot itu, biasa tampak tegas dan penuh tenaga saat melempar bola atau mengayunkan pemukul. Tapi sekarang tampak sangat luwes ketika menyusun dan menakar semua bahan makanan. Ia menggulung kaus lengan panjangnya sampai ke batas siku, memperlihatkan urat-urat altetis yang menyembul namun sama sekali tidak tampak sangar atau mengerikan. Singkatnya, Kazuya mampu terlihat sangat maskulin sekaligus penuh dedikasi dan kelembutan ketika berada di dapur. Eijun menahan napas, ia mengamati bagaimana kedua mata Kazuya sangat fokus dan intens kekita mempersiapkan semua bahan. Andai Eijun ditatap dengan cara seperti itu, ia mungkin sudah kena serangan jantung. Tatapan itu terasa sangat intens dan, uh… seksi? Kerjanya juga cepat, bersih, teratur, dan rasanya seperti sedang menonton seorang chef kelas dunia mendemostrasikan hidangan spesialnya.

Sementara Eijun sendiri hanya sanggup berdiri kaku, memegang satu serbet di tangan, dan bergeming. Tidak tahu harus melakukan apa. Dapur ini rasanya bukan lagi miliknya, melainkan milik seorang Miyuki Kazuya. Kami-sama, tolong beri Eijun pertanda, satu saja, bahwa pemuda di depannya ini punya cacat dalam satu hal. Karena makin lma, ia merasa Kazuya semakin kelihatan sempurna, dan, sial, kalau seperti ini terus Eijun jadi takut ia benar-benar jatuh terlalu dalam.

"…un?"

"…"

"…jun?"

"…"

"—Eijun?"

"…?"

"Eijun!"

"Ha? Eh? Apa?" Eijun mengerjapkan mata, dan tersadar cepat-cepat. Ia langsung menoleh pada Kazuya dan mendapati pemuda itu tengah memandanginya dengan alis bertautan.

"Kau melamun?"

Eijun mengigit bibir. Super sial, ia tertangkap basah.

Kazuya mendengus geli. "Aku butuh mentega lagi, dan gula." Kata pemuda itu ringkas dan langsung ke inti.

Eijun butuh tiga detik untuk memproses segalanya, "Ah! Oke, oke. Aku akan ambilkan bahannya di atas. Ada lagi?"

Kazuya mengamati semua bahan di meja, lalu bergumam kecil sambil mengusap dagunya. Dan bahkan gerakan sederhana seperti itu tetap membuatnya kelihatan over power. "Ku rasa akan lebih bagus kalau ada susu bubuk. Kau punya?"

Eijun mengangguk kuat. "Ya. Ada, akan ku ambilkan."

"Oke."

"Oke."

"…"

"…"

"Hmm?"

"Eh? Kenapa?" Tanya Eijun heran.

Kazuya mendengus lagi, tersenyum simpul. "Bahannya, Eijun. Aku butuh sekarang."

"Oh! Ya, ya! Tentu."

"Jadi… kau bisa pergi sekarang, kurasa?" Kazuya mengerling jenaka ke arahnya, sedang Eijun hanya berkedip-kedip.

Kemudian Kazuya tertawa kecil, ia menggerakkan dagunya ke arah pintu dapur, lalu berkata. "Pintunya di sana, Yoshiyuki-kun."

"A-aah, i-iya.." Eijun berkata tergagap, lalu menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Ia mengigit bibir dan sambil membalikkan badan sibuk menggerutu dalam hati betapa pagi ini ia benar-benar tampak bodoh.

Sementara itu Kazuya hanya terkekeh geli dan menggelengkan kepala tak habis pikir. "Kau benar-benar lucu, Yoshiyuki Eijun." Bisiknya pelan, ketika Eijun menghilang di balik pintu.

Sekitar sepuluh menit kemudian Eijun kembali ke dapur. Dan ia mendapati semua bahan sudah terpisah-pisah untuk masing-masing jenis cake yang berbeda. Eijun tidak tahu bagaimana cara Kazuya melakukan semua itu sendirian dalam wakktu singkat. Tapi Kazuya jelas keliahatan sangat menikmati aktivitasanya di dapur. Pemuda iu menoleh padanya, tersenyum dan mengulurkan tangan, untuk kali ini untungnya otak Eijun bekerja cepat dan langusng menyerahkan bahan yang Kazuya minta sebelumnya.

Kazuya membuka mentega, menyendok secukupnya, dan menuangnya ke dalam salah satu adonan, kemudian ia menambahkan beberapa sendok susu bubuk juga. Setiap gerakan dan takaran diambil tanpa keraguan. Seolah Kazuya benar-benar sudah hapal di luar kepala bagaimana campuran yang seimbang.

Kemudian ia menyalakan mixer otomatis, dan membiarkan mesin itu mengaduk selama beberapa saat. Sementara ia sendiri sudah mengerjakan adonan yang lain. Sepertinya untuk lapisan red velvet, karena Kazuya menuang pewarna merah ke dalam adonannya.

Saat ia selesai dengan adonan red velvet, adonan di mixer juga telah tercampur dengan sempurna. Kazuya mematikan mesin, ia mengambil sendok khusus adonan, lalu memeriksa teksturnya dengan menarik adonan ke atas. Sempurna. Eijun rasanya bisa membaca makna senyum tipis di bibir Kazuya ketika melihat adonannya.

Eijun benar-benar bingung harus apa. Bukankah Kazuya datang untuk membantunya, tapi kenapa sekarang rasanya Eijun justru yang paling tidak berguna? Ia membasahi bibir bawahnya, lalu mengusap tengkuk canggung, menunduk kecil dan bicara dengan suara sangat pelan. "Kazuya, aku harus apa?"

Kazuya menoleh padanya, gerakan ringan dan begitu alami tangga memecah konsentrasi. Pemuda itu memandanginya dengan tatapan tenang. Lalu tersenyum simpul, "Musik."

"Huh?"

"Musik." Ulang Kazuya. "Kurasa, akan menyenangkan kalau ada musik di sini."

Eijun tersadar segera. "Ah! Benar, sebentar, aku ambil bluetooth speaker." Ia berjalan dan membuka salah satu laci paling ujung, dan mengeluarkan speaker mini berawarna silver, Eijun kemudian menyalakannya dan mengeluarkan ponsel dari sakunya.

"Kau… suka musik apa?" Eijun bertanya ragu-ragu, ia takut selera Kazuya tak sama dengan daftar playlistnya.

Kazuya hanya menanggapinya dengan senyum lugas dan delikan bahu. "Kau pilih yang kau suka saja."

"Yakin?"

"Mm-hmm." Sahut Kazuya, tapi kemudian ia menagkat satu alisnya tinggi. "Kau bukan wota, kan?"

Eijun mengerucutkan bibir. "Naomi yang suka."

"Oh, syukurlah." Kazuya mendesah lega.

Eijun kemudian menekuri playlistnya. Lofi, Lofi, Lofi, Ikimono Gakari, Seven Oops, Lofi, ia mendesah berat. Kenapa isinya Lofi semua? Meski Kazuya menyerahkan pilihan lagu sesuai kesukaan Eijun, tapi Eijun ragu Kazuya mengerti. Jadi ia terus mencari dalam daftar, dan berhenti ketika membaca salah satu judul lagu barat, 2002 dinyanyikan oleh Anne Marie. Eijun berpikir sebentar, dan menekan tombol play.

Intro pertama lagu langusng diisi oleh suara sang penyanyi wanita yang khas. Lalu ketukan musik ringan, dan jentikan-jentikan jari yang terkesan catchy namun lembut di telinga. Easy listening. Seketika suasana dapur menjadi lebih hidup.

Eijun berjalan mendekat ke arah Kazuya yang kini tampak mulai menikmati alunan musik dan lagu. Hal yang membuat Eijun lega kerana tampaknya Kazuya lumayan suka dengan jenis musik seperti ini.

"Two thousand and two?" Tebak Kazuya begitu Eijun berdiri di dekatnya. Eijun mengangguk lugas, tersenyum ramah.

"Yep."

Kazuya menganggukkan kepala, lalu kembali pada adonan cakenya. "Lagunya tentang nostalgia, ya?"

"Sepertinya begitu, umm… membicarakan masa remaja di musim panas tahun 2002?"

Kazuya menanggapinya dengan anggukan samar. Dan kembali berfokus pada pekerjaannya. Eijun lag-lagi merasa tidak beguna. Jadi, ia memutuskan untuk bicara saja agar tidak tampak seperti patung bodoh. "Kau tahu, banyak yang bilang tahun 2002 itu istimewa."

"Oh ya?"

"Uh-hmm, 2002 jika dibalik akan tetap menjadi 2002. Jadi, banyak yang mengatakan itu tahun yang abadi, mengacu pada kenangannya mungkin."

Kazuya mengulas senyuman kecil. "Masuk akal juga."

'We were only eleven
But acting like grownups
Like we are in the present, drinking from plastic cups
Singing, "love is forever and ever"
Well, I guess that was true
..'

Mereka sama-sama diam dan mendengarkan bagian lirik itu sepenuh hati, lantas tersenyum tanpa alasan yang pasti. Mungkin tidak harus 2002, setiap tahun bisa membentuk kenangan yang abadi jika dilalui bersama orang yang spesial. Atau mungkin tak perlu orang yang spesial, cukup orang yang kita sayangi.

Lirik lagu itu seolah menceritaan kenaifan khas remaja. Dunia mereka yang bebas dan membantang seluas langit. Segalanya yang terasa mudah, hidup dan berwarna meski dihiasi dengan sembilan puluh sembilan masalah. Tapi, remaja, selalu bisa mengatasinya dengan cara yang santai, seolah hanya melambaikan tangan dan berkata, bye-bye.

Eijun tidak tahu seperti apa masa remajanya. Tapi lagu itu membuatnya merasakan kehangatan dan rasa manis samar-samar. Mungkinkah dulu ia juga punya pacar? Seperti apa rasa ciuman pertamanya? Bagaimana kecanggungan yang ia rasakan saat pertama kali menggenggam tangan seseorang yang ia suka? Eijun tak bisa ingat, tapi hatinya seolah bisa merasakan setiap sensasinya, debaran bertalu, senyuman lugu, tatapan malu-malu, kegelisahan dan rasa gugup yang manis.

Sementara bagi Kazuya, lagu itu membuatnya kembali teringat masa-masa awal hubungannya dengan Sawamura Eijun. Dalam hal ini, ketika mereka menuju ke jenjang yang lebih dekat dan intens. Lepas dari gelar battery atau juga senpai-kohai. Ciuman pertama mereka yang terasa seringan juga semanis perman kapas, ragu-ragu bagaimana harus memulai, sampai hanya saling menempelkan bibir satu sama lain. Kali pertama Kazuya merasakan bibir Eijun begitu lembut dan kenyal di bibirnya, lalu ciuman itu terlepas tak lebih dari tiga detik. Bagaimana kelopak mata mereka yang terbuka bersama, menatap satu sama lain dengan wajah merona. Kedipan manis Eijun dan bulu matanya yang panjang, lalu Kazuya yang menahan napas, tak tahan, dan meraih rahang Eijun secepat yang ia bisa lalu kembali mencium pemuda itu dengan lebih berani.

'Now we're under the covers
Fast forward to eighteen
We are more than lovers
Yeah, we are all we need
When we're holding each other
I'm taken back to 2002
'

Memori-memori itu kini memenuhi udara, bercampur dengan aroma manis dari adonan cake, dan berbaur dengan alunan musik yang terasa lembut di telinga. Senyum Kazuya melebar tanpa sadar, ia tidak tahu kenapa, tapi belakangan ini, rasanya semua memori masa lalu itu tak lagi membebaninya. Sebaliknya, rasanya justru hatinya menjadi ringan dan berbunga tiap kali teringat.

"Dancing on the hood in the middle of the woods... Of an old Mustang, where we sang..."

Eijun tanpa sadar ikut bernyanyi mengikuti musik, membuat Kazuya menoleh padanya agak terkejut.

"Songs with all our childhood friends.. And it went like this, yeah.."

Kazuya memandanginya dengan cengiran dan gerlingan mata bermakna ganda. "Wow, suaramu bagus."

Eijun tersadar, lekas menutup mulutnya dengan jari-jari. "A-ah, maaf aku kelepasan." Ia bisa merasakan wajahnya menghangat, semoga ia tidak merona juga.

Kazuya terkekeh geli. "Kenapa minta maaf? Suaramu enak didengar." Puji Kazuya ringan. "Aku serius." Ia berkata begitu sadar Eijun memberinya tatapan tak yakin.

"Ugh, sudahlah." Eijun menghela napas panjang. "Anno… aku harus apa lagi? Rasanya kau sudah menyabotase semua pekerjaan, dan aku cuma kelihatan mengganggu di sini."

Kazuya diam sebentar, menatapnya seolah menilai, mempertimbangkan, menebak-nebak, lalu ia menyeringai geli. "Kau bisa membantu mengelap keringatku."

"Hah?"

"Ayolah, tanganku sibuk. Dan aku mulai berkeringat di bagian pelipis."

Eijun lupa bernapas. Dan Kazuya masih memberinya tatapan mata memukau tanpa ampun, godaan dan permohonan manis yang membuat sekujur tubuhnya disengat listrik.

"Kau tidak mau keringatku jatuh dan tercampur dengan adonannya, kan?"

"Ugh.. iya, iya." Eijun pasrah, ia mengambil selembar tisu dan mendekat pada Kazuya, berdiri berhadapan, begitu dekat hingga ia bisa menghirup jelas aroma maskulin di tubuh Kazuya. Eijun menahan napas, ia berjinjit kecil lalu menyibak poni coklat Kazuya dengan hati-hati, dan mengelap keringat pemuda itu perlahan.

Jarak mereka begitu dekat, Eijun bahkan bisa mendengar suara napas Kazuya. dalam dan tegas. Hebusan napasnya hangat, dan bahkan juga wangi papermint dari mulut Kazuya. Tunggu, mulut? Sejak kapan Eijun menatap belah bibir Kazuya yang terlihat penuh itu? Dan, mengapa ia menelan ludah membayangkan bagaimana rasanya ketika…

"Eijun…"

Eijun menegang, kemudian melemas. Ia merasakan telapak tangan Kazuya membelai sebelah pipinya. Telapak tangannya besar dan kasar akibat latihan berulang-ulang, namun anehnya membuat sekujur tubuh Eijun panas terbakar gairah. Lutut Eijun terasa seperti jelly, perutnya berputar dan ia merasa sejuta sayap kupu-kupu mengepak di dadanya. Apa yang terjadi?

"Eijun…"

Suara bisikan Kazuya yang dalam, tatapan matanya yang mengunci, Eijun memejamkan mata rapat-rapat. Lalu ia merasakan jemari Kazuya mengusap pipinya perlahan, sebelum sentuhan itu menghilang. "Ada terigu di wajahmu."

"Geh!" Eijun secepatnya mundur dan mencari cermin dan mengusap bekas terigu yang menempel di wajahnya tadi. Dia berbalik menggeram pada Kazuya karena kelihatannya Kazuya sengaja mengusapkan terigu ke wajahnya.

"Maaf deh, kau tegang banget sih." Balas Kazuya menegakkan satu tangannya, gestur meminta maafnya.

"Ukh, aku permisi nyiram bunga dulu deh." Geram Eijun pergi meninggalkan dapur dan toko. Mengambil selang dan menyalakan air. Dia menyiram semua tanaman yang ada. Seraya melamun perihal kejadian barusan. Bagaiman dirinya tertarik dan terjerak pada pesona Miyuki Kazuya yang menawan. Bibir ranum yan selalu menyeringai pada apa saja yang ada di depannya. Langit karamel yang diterangi cahaya biru kabahagiaan cerah. Dan pipi berseri layaknya orang dewasa yang sudah menemukan kebahagiaan dan hidup damai sejatinya.

Pipi Eijun memerah lagi. Detak jantungnya sudah tidak karuan lagi. Dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Perasaan kasmaran layaknya heroin di shoujo manga yang dia baca mulai menyabotase perannya sebagai pemilik toko yang kalem dan selalu tersenyum lembut. Dia tidak bisa melayani pelanggan dengan senyum bodoh dan semburat merah memalukan ini. Bisa-bisa ditertawakan.

Eijun ingin meringkuk di kasurnya lagi. Dia malu menghadapi Kazuya di dapur atau pelanggan yang sudah memesan banyak bunga. Dia takut kalau karangannya akan terlihat jelek atau berantakan tanpa makna. Suasana hatinya bagaikan kelopak mawar yang sengaja dicerai berai dan dibawa terbang angin topan yang menghancurkan kota. Sangat kacau dan tidak bisa ditenangkan.

Padahal Eijun memimpikan Tuan Sakura, tapi malah harinya menjadi buruk begini? Walau dalam arti lain sih.

Helaan napas keluar dari mulut Eijun. Dia meremas area jantung kirinya dan mengatupkan bibirnya rapat.

Kami-sama, tolong kuatkan aku untuk hari ini saja.

...

Ketika kue-kue itu jadi, Eijun menjadi orang pertama yang mencicipinya. Matanya langsung berlinang air mata merasakan betapa enaknya kue. Lebih enak dari bikinannya juga. Eijun jadi putus asa dengan kemampuannya membuat makanan manis atau kue-kue yang lain. Dia kalah dengan orang berotot yang bahkan tidak menyukai makanan manis.

"Aku membencimu, Miyuki Kazuya." Geram Eijun seraya memakan cheesecakenya. Rasa melumer yang terasa meletup dan menghilang di rongga mulutnya membuat Eijun terpaksa jatuh cinta lagi pada sosok catcher SoftBank ini.

Kazuya hanya tersenyum. Dia menuju wastafel dan mencucui semua bekas alat yang digunakan untuk membuat kue tadi. Dilihat saja sudah banyak, dan Eijun hanya duduk diam memakan kuenya tanpa ada niat membantu. Dia masih dendam. Tapi dalam kondisi ini, Eijun bisa memperhatikan jelas seberapa lebar punggung itu. Ototnya yang mencetak dan bagian pinggul yang kuat.

Bagaimana cara makhluk menyebalkan di depannya bisa membangun otot sampai sejauh itu? Dan tinggi seratus delapan puluh tiga? Eijun juga ingin. Terkutuklah gennya yang tidak bisa membuat ototnya tidak bisa membesar atau tingginya tidak bisa bertambah. Dia yakin orang tua aslinya pasti ada yang cebol atau awet muda, entah itu ayahnya atau ibunya. Atau mungkin dari kakek atau neneknya. Mau yang mana pun itu, 'kutukan' keluarga ini benar-benar menghancurkan mimpi Eijun untuk bisa lebih wow dari sekarang.

"Kau kenapa marah?" tanya Kazuya tanpa berbalik.

"Aku tidak marah." Balas Eijun sedikit membentak.

"Kau marah."

"Gak."

"Iya."

"Ngaco kau."

"Kalau kau membalas ucapanku berarti kau marah."

"Ka—grrr..." Eijun hanya bisa mengepalkan tangannya dan mengeram layaknya anjing yang bisa kapan saja menggigit musuhnya. Baru pertama kali ini Eijun sangat kesal dan ingin menampar Kazuya sampai mulut licik itu menutup sempurna dan tidak bisa mengutarakan kata-kata licik lainnya.

"Mau aku ajari?" tawar Kazuya mengabaikan ujaran kebencian Eijun.

"Gak butuh, aku bisa sendiri." Dan Eijun menolaknya karena ego dan harga diri yang sangat tinggi.

Kazuya tertawa kecil, "Ego ketinggian itu gak baik lo."

"Seolah kau tak punya ego saja."

"Gak punya."

"Jangan bercanda! Pasti punya!"

"Bukti?"

"Egomu sendiri, ya kau yang buktikan sendiri! Grr– kenapa kau sangat menyebalkan, sih?"

"Sudah banyak yang bilang begitu."

"Kalau begitu perbaiki!"

"Malas, lihat orang-orang marah gak jelas lebih seru daripada jadi anak baik yang selalu dipuji."

"Kesannya kau kaya jadi orang jahat tahu."

"Ya gak apa kan? Jadi orang jahat juga penting, membuat orang lain jadi tidak mau kalah dengan orang jahat ini."

"Kalau kau begitu terus, bisa-bisa gak punya teman tahu." Dan hanya disahut dengan tawa menyebalkan khas Miyuki Kazuya.

Setelah mencuci semua alatnya, Kazuya mengambil lap dan mengerikan semua alatnya. Dia terlihat berdiri menikmati, apalagi posisi yang masih menghadap jendela yang mengarah jelas pada hamparan bunga matahari yang ada di seberang. Amarah dan kekesalan Eijun hilang tergantikan lagi oleh pesona tiada banding. Mata Eijun berkilau penuh kekaguman, pertengkarang beberapa detik lalu seakan hilang tersapu tsunami dan digantikan mentari pagi yang terbit di ufuk timur yang jauh dan mempesona.

Sihir macam apa yang digunakan Miyuki Kazuya?

"Dua minggu penuh aku tidak akan ke sini." Seru Kazuya tiba-tiba, "Jadwalku penuh. Dan lagi jadwal pertandingan beruntut yang dirancang sebelum Koshien musim panas anak SMA diadakan. Mungkin aku ke sini hanya sehari lalu langsung kembali ke Tokyo." Jelasnya yang masih menglap alat memasak yang lain.

"O–ohh, semangat deh." Balas Eijun seadanya.

"Sekitar jam dua belas nanti aku pergi." Ucapnya, dia lalu berbalik menatap Eijun dan tersenyum lebar yang menyebalkan, "jangan nangis ya aku pergi."

"Kuh." semburat merah itu kembali menyelimuti wajahnya, "Si–siapa juga yang bakal nangis. Yang ada aku malah senang akhirnya dapurku tidak disabotase lagi tahu." Walau ada rasa sedih juga tidak bisa bertemu Kazuya dalam kurun waktu seminggu lagi. Selama itu Eijun hanya bisa mencari tahu kabarnya dari televisi. Jangan berharap dari official instagramnya Kazuya, dia hanya memposting soal minta dukungan di pertandingan berikutnya. Itu pun untung kalau beneran diposting. Bisa dua minggu orang ini tidak update apa-apa di linamasanya, apalgi storynya. Jangan pernah berharap sama sekali.

Yang pasti, Eijun akan rindu mendengar suaranya dan menatap sosoknya langsung.

"Ayo tukaran LINE."

"Eh?"

"Ayo kita tukaran LINE, biar bisa voice call atau video call. LINE ada fitur video call, kan? Aku belum pernah coba sih. Sekalian aku minta Instagram-mu. Gak dilock kan?"

Mulut Eijun terbungkam. Sekali lagi dia dibuat terkejut. Kazuya yang minta tukaran ID LINE? Kazuya yang meminta akun instagramnya? Kazuya yang secara gamblang mengajaknya video dan voice call. Mimpi apa dia sampai mendapat keberuntungan sebanyak ini sih?

Ah, dia mimpi Tuan Sakura.

"A–aa, o–oke." Eijun beranjak mengambil handphonenya yang ada di meja. Dia membukan akun LINEnya. Kazuya juga berhenti sejenak mengeringkan alat memasak Eijun dan mengambil handphonenya yang ada di saku. Mereka bertukar ID.

"Aku kirim pesan duluan." Seru Kazuya. Dia mengirim smilly face dengan ikon sederhana, titik dua dan tutup kurung. Sama sekali tidak terlihat lucu, Eijun memasang wajah masam dikirimi itu.

"Kazuya-san, ada fitur sticker kenapa tidak dipakai?" tanya Eijun mendongak, mimik datar dan kecewanya sama sekali tidak disembunyikan.

"Kebanyakan, aku tidak pernah memakainya."

"Pakai lah! Fungsinya LINE itu kalau gak ada topik ya tukaran sticker lah!"

"Kalau gak ada topik ya tinggal sudahi percakapan kan."

"Wakatta, kau tipe yang suka membuat lawan chattingmu putus asa karena tidak dibalas lagi kalau jawabannya sudah itu-itu saja."

"Kok tahu?"

"Yappari, ogah aku chattingan denganmu."

"Aku juga gak mau chatting denganmu, Eijun."

"Lalu kenapa minta?!" geram Eijun, dia sudah di puncak ingin meledak.

Tangan besar Kazuya menepuk ujung rambut Eijun dan mengusapnya, "Aku ingin video call atau voice call denganmu. Kalau dari chatting, kau bisa menipuku."

Tolonglah jantung Eijun yang bisa kapan saja meledak ini. Tindakan dan ucapan Kazuya sangat tidak baik untuknya. Bisa mati mendadak kalau begini.

"Ya?" tanya Kazuya tersenyum simpul.

Silau, Eijun butuh disiram holy water. Dosa terbesar di depannya terlalu buruk.

"Ba-baiklah." Eijun buang muka dan mengerucutkan bibirnya, tidak bisa melawan. Kalah telak sekarang.

Suara lonceng terdengar, pelanggan pertama datang padahal jam masih menunjukkan hampir pukul setengah sepuluh.

Eijun melirik Kazuya sekilas. Lalu terpaksa melepaskan diri dari tangan besar Kazuya dan menyambut pelanggan yang baru saja masuk, "Ohayou gozaimasu." Sapanya ramah, kemudian berbinar. "Ah, ternyata kamu." Eijun otomatis mempermanis senyumnya ketika menyadari siapa pelanggan pertamanya hari ini.

"Ohayou, Eijun-kun." Balas sosok perempuan muda dan cantik yang baru masuk. Dia juga membawa tas besar yang sepertinya alat-alat menggambar, "Hari ini aku menumpang kerja di sini ya."

"Boleh, ganti suasana?" tanya Eijun, dia mengambilkan buku menu.

Gadis itu mengambil duduk di kursi dekat mesin kasir. Dia butuh meja untuk menaruh alat-alatnya, "Ya, banyak pesanan kali ini."

"Souka, ganbarou na." Seru Eijun menyemangati, dia berjalan mendekat dan memberikan buku menunya.

"Arigatou, Eijun-kun mo. Semangat bareng deh biar adil." Gadis itu menerima buku menunya dan mengepalkan tangannya ke udara, menyemangati mereka berdua yang sama-sama bekerja.

"Ahaha, oke." Eijun juga membalas mengepalkan tangannya, menunjukkan gestur menyemangati.

Eijun kembali ke dapur dengan wajah yang sudah berubah total, sumeringah, ceria, dan berseri-seri. Kazuya yang melihatnya hanya bisa mengerutkan alis, ia mengamati ketika Eijun membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa jenis cake, memotongnya hati-hati dan menyusun di piring-piring kecil. Lalu pemuda itu menyeduh teh, entah jenis yang mana karena Kazuya tidak hapal.

Jika tadi Eijun yang merasa tidak berguna di dapur, sekarang Kazuya yang ganti merasakannya. Rasanya ia benar-benar tak berguna. Hanya berdiri diam memperhatikan kelincahan jari-jari Eijun yang meracik teh, menuang air panas, menunggu asap mengepul, lalu tersenyum halus ketika aroma daun teh yang kering itu berpadu dengan air panas.

Eijun juga menyiapkan set cangkir yang manis di atas nampan, kali ini bukan cangkir bening seperti biasanya, tapi satu set keramik berhiaskan bunga kecil warna pastel, lengkap dengan tatakannya juga. Satu pasang dengan tekonya. Kesannya tampilan the kali ini disuguhkan lebih manis dari yang biasanya. Lalu Eijun mengambil toples kecil, bersisi cubs gula, madu, dan beberapa item lain yang Kazuya bahkan tidak tahu itu apa.

Ketika Kazuya berdeham, akhirnya Eijun mengalihkan perhatian padanya. Kazuya tersenyum simpul. "Satu pelanggan pertama benar-benar mengubah mood-mu, ya?"

Eijun tertawa geli, dan mendelikkan bahu. "Yang ini pelanggan spesial soalnya." Ia berkata, lalu kembali fokus pada kegiatannya menyusun semua pesanan di atas nampan besar.

"Spesial?"

"Hum! Sangat-sangat spesial."

"Siapa memangnya?"

"Kyoko-chan."

"Kyoko? Siapa Kyoko?"

Eijun tertawa renyah. "Seorang gadis baik hati yang bekerja sebagai desainer. Dia benar-benar orang yang menyenangkan dan selalu membawa aura positif."

"Oh."

"Kyoko-chan juga hebat, dia seumuran denganku. Dan dia sudah punya butiknya sendiri. Laris pula."

Kazuya mendadak gusar tanpa sebab. "Hn."

"Pokoknya," kata Eijun, ia mengangkat nampan dengan kedua tangan dan berbalik menatap Kazuya. "Kyoko-chan itu bisa membuat orang lain menjadi nyaman, dan bicara dengannya benar-benar menyenangkan. Tidak seperti… seseorang yang selalu bikin kesal."

"Kau menyindirku?"

Eijun tertawa renyah, angkat bahu lagi lalu melenggang melewati Kazuya begitu saja. "Jaa, ku rasa aku akan di depan dan menemani Kyoko-chan sebentar."

Kazuya memilih keluar dapur untuk melihat pelanggan spesial seperti apa yang dikatakan Eijun. Dan dia melihat perempuan yang duduk berdua dengan Eijun, di mejanya sudah terbuka laptop apple dan beberapa alat menggambar dan buku. Kue dan teko sedikit tersisihkan tapi tidak dalam posisi mengkhawatirkan. Ada beberapa buku tebal juga, buku fashion khusus perkotaan yang padat, musim panas Okinawa, dan buku tentang motif baju. Sementara perempuan itu memangku buku sketsa besar dan memegang pensil mekanik di tangan kanannya. Dia mengetik sesuatu di laptopnya dan meneliti entah apa.

Kazuya mengamati gadis itu dengan lebih seksama. Ia tampak muda, mungkin seusia dengan Eijun. Bergaya santai, tapi modis. Rambutnya dicat dengan warna merah muda lembut, diikat ponytail dengan beberapa helaian rambut berkumpul di sekitar telinga, membingkai wajahnya. Kazuya mengernyitkan alis, biasanya orang-orang akan tampak aneh apabila mengecat rambut dengan warna-warna ceria, tapi gadis itu masih tampak cantik natural dengan warna rambutnya.

"Eijun-kun, menurutmu musim panas di kota itu bagaimana dari pandanganmu?"

"Panas, banyak gedung tinggi, bikin pusing kadang." Komentar Eijun, "Temanya musim panas perkotaan?"

"Yep, lebih tepatnya aku dapat kolaborasi sih." Jawab Kyoko tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar laptopnya.

"Oh, susah?"

"Bukan susah, lebih tepatnya... agak rumit." Kyoko menatap lama layarnya, lalu mengambil buku tulis dan membuka salah satu halamanya, lantas menoleh pada Eijun sambil mengerutkan alis. "Warna pastel cocok tidak untuk perkotaan?"

"Mmm… ku rsa cocok-cocok saja."

"Ini musim panas. Kesannya harus fashionable, simple, elegan, modis, dan berkelas."

"Banyak banget, apa gak pusing?"

"Itu masalahnya," keluh Kyoko, "Untuk jenis kainnya aku sudah dapat sih. Cuma untuk warna, desain, dan motif. Untuk sekarang mereka minta lima model, set dari atas sampai bawah."

"Oh, untuk dipamerkan?"

"Mm-hmm," Kyoko mengangguk, nyengir lucu. "Tokyo Summer Fashion Festival, Agustus nanti." Kemudian menghela napas, "Eijun-kun bantu dong, beri aku saran."

"Karena itu aku duduk di sini." Ucap Eijun tersenyum pada Kyoko.

Kyoko kemudian mulai menggambar sesuatu di buku sketsanya, sementara Eijun membuka buku yang berisi motif daun, bunga, atau gambaran lain.

"Ghost white, floral white, cornsilk, mauve, dan rich brilliant lavender apakah cocok jika dikombinasikan ya?" tanya Kyoko, dia menunjukkan dari layar laptopnya bagaimana kelima kombinasi warna saling disandingkan dan dibentuk dalam lima bundaran kecil.

Eijun mengerutkan alisnya, meneliti setiap warna, "Kok kaya gak ada bedanya ya. Tapi juga ada bedanya."

"Iie, aku minta pendapatmu tentang kombinasi ini."

"Hmm..." Eijun mengusap dagunya, menimbang-nimbang pendapatnya, "cewek banget."

"Memang buat cewek."

"Ohh, kalau menurutku cocok. Aku bayanginnya saat panas-panas di kota dan orang yang kita tunggu datang memakai pakaian dengan setel warna seperti ini rasanya langsung sejuk. Setidaknya seperti kita melupakan panas yang menyengat." Komentar Eijun, "Kalau yang ditunggu sudah lansia ya entah."

"Begitu ya, cocok ka. Kalau begitu..." Kyoko kembali mengambar sesuatu. Tanganya bergerak cepat, arangnya menggesek permukaan kasar kertas sektsa sampai menunjukkan rupa baju yang diinginkan dengan dasar perempuan tanpa wajah dan rambut. Berpose elegan dan bergaya, "Begini gimana?"

"Ya, oke sih."

"Serius ini."

"Aku serius."

Kyoko mengernyitkan alisnya, tidak puas dengan jawaban Eijun. Jadi dia membalik halamannya dan menggambar lagi.

Eijun sudah biasa dimintai tolong oleh Kyoko perihal pendapat hasil kerjanya. Katanya pendapat dari orang yang tidak tahu apa-apa tentang fashion itu lebih berbobot daripada mereka yang sangat paham fashion. Karena bagi Kyoko, tujuan pasarnya sejak awal adalah mereka yang tidak paham fashion. Harus memberikan kesan pertama yang sangat menggairahkan jiwa mereka untuk membeli atau setidaknya menarik kesan tersendiri, khusus, dan jadi patokan mereka untuk mendapatkannya suatu hari nanti. Entah saat pembukaan khusus atau saat udah tersebar di pasaran.

Apalagi jika waktu benar-benar longgar, Kyoko sering minta tolong Eijun untuk menjadi modelnya. Mengevaluasi hasil karyanya sendiri dan minta pendapatnya juga. Apakah nyaman dipakai? Sesuai selera? Dan masih banyak lagi. Entah kritikan Eijun itu pedas atau biasa saja, Kyoko menerima semuanya.

Mungkin karena terlalu larut dan asyik bercengkrama berdua, Eijun dan Kyoko benar-benar tidak menyadari ada sepasang mata yang sejak tadi awas mengamati mereka. Nyaris tak berkedip, tak pernah berpaling, intens, dan penuh selidik—Miyuki Kazuya, untuk bermenit-menit yang ia habiskan untuk berdiri tanpa suara, dan hanya menatap diam ke arah sepasang manusia itu mendadak merasa gusar—beribu-ribu pertanyaan menghantui kepalanya. Siapa Kyoko? Apa hubungan Eijun dengannya? Mengapa mereka begitu dekat?

Kazuya masih berdiri di tempatnya katik Eijun menarik salah satu piring cake pesanan Kyoko, lalu menyodorkannya pada gadis itu. "Kyoko-chan, cobalah ini." Katanya, dengan senyum sejuta watt.

Kyoko berkedip, mengerjap dengan manis. "Red velvet?"

"Yup!" Eijun mengangguk penuh semangat, tersenyum lagi. "Cobalah, kali ini rasanya lain."

Kyoko mengerutkan alis dan memandangi Eijun keheranan, sebuah gestur sederhana yang anehnya begitu serasi dengan wajah mungilnya.

"Aish, ayolah, Kyoko-chan. Kamu terlalu banyak berpikir." Kata Eijun gemas sendiri, ia kemudian mengambil garpu dan mengambil sepotong kecil red velvet lalu menyuapinya kepada Kyoko. "Ayo, Aaaa…"

Kazuya merasakan seseorang baru saja menonjok wajahnya.

"A-aa, Eijun-kun, jangan begini." Kyoko menahan tangan Eijun yang hendak menyuapi, tersenyum salah tingkah lalu mengipasi wajahnya dengan tangan. Gestur kuno yang lagi-lagi, tampak begitu manis.

"Kyoko-chan. Ayo, coba dulu, please? Please? Please?"

Tangan Kazuya mengepal tanpa sadar. Ia tidak tahu apa yang salah, tapi melihat Eijun mendesak Kyoko sambil memberi tatapan memohon yang begitu melelehkan hati membuatnya merasa sangat kesal.

"Uh, oke, oke." Kyoko menyerah. Gadis itu mengigit bibir bawahnya singkat, memandang bergantian kepada Eijun dan sepotong kecil red velvet yang Eijun sodorkan kepadanya sebelum kemudian mulut mungilnya mulai terbuka.

Senyum Eijun melebar, ia kemudian segera menyuapi Kyoko dan menarik garpunya kembali. Matanya berbinar selagi Kyoko mengunyah dengan hati-hati. "How was it? Yummy, right?" Eijun bertanya antusias. Matanya berkilauan menampilkan sorot kebahagiaan yang menyilaukan.

Kyoko mengunyah, lalu membeliak, dan berbinar, gadis itu menelan dan langsung menoleh pada Eijun. "Yabai!" Ia berseru. "Ini enak banget! Kemampuanmu meningkat, Eijun-kun!"

Eijun tertawa geli, pemuda itu kemudian memotong secuil lagi mengunakan garpu lalu menyua ke mulutnya sendiri; ia mengunakan garpu yang sama dengan Kyoko.

"Ih, kenapa jadi kamu yang makan?" Kyoko memprotes dan merebut garpu, lalu menyuap lagi. "Ini kan pesananku."

"Hehe, minta sedikit." Eijun kembali mengambil garpu dari tangan Kyoko.

"Yada! Ambil sendiri."

"Ugh, Kyoko-chan pelit!"

Kyoko menjulurkan lidah dan mengedipkan sebelah mata dengan begitu menggemaskan. "Eijun-kun seperti anak kecil. Wlee…"

Eijun mendegus, lalu melipat tangan di depan dada. "Barusan kamu yang seperti anak kecil, pakai melet-melet segala."

Kyoko kemudian tertawa geli, ia mengambil potongan besar cake dan menusuknya dengan garpu lalu menyuapi Eijun dengan tiba-tiba. "Nah, ini dia… sepotong besar untuk Eijun-kun yang suka ngambek. Aaaa…"

Eijun berkilah, dahinya berkerut tak suka. "Siapa yang ngambek? Aku tidak—hump!"

"Nyam, nyam, nyam, ayo dikunyah yang benar."

"Hmph!"

Kyoko tetawa-tawa, tampak puas melihat mulut Eijun penuh dengan cake yang ia suapi langsung. Bahkan beberapa krim juga selainya sampai menempel di sekitar bibir dan hidung pemuda itu. Dan Eijun tidak kelihatan marah, sebaliknya ia mengunyah sambil tersenyum geli. Hal itu membuat kegusaran di hati kazuya berputar seperti topan.

Kemudian Kyoko meletakkan kembali garpunya, dan mengusap pujuk hidungnya singkat. Sayangnya ia tak sadar bahwa di jemari tangannya terdapat noda pensil kehitaman, sehingga kini noda itu mencoreng hidungnya dalam bentuk lingkaran hitam cemong yang lucu.

Eijun sontak tertawa.

"Huh? Ada apa?" Kyoko berkedip bingung, sementara Eijun masih tertawa geli.

Kazuya mendengus kasar. Bagus, sekarang gadis itu bukan cuma pintar, hangat, cantik dan supel, tapi sekarang dia juga kelihatan sangat imut dan berhasil membuat Eijun tertawa. Figur sempurna. Kazuya ingin maju ke sana dan menjambak rambutnya.

"Iih, Eijun-kun, kenapa sih?"

"Ahahahaha, lucu banget! Aduh, Kyoko-chan…"

"Apanya yang lucu?"

"Kamu… Wahahahaha…"

"Ugh, apaan sih? Kok sebel!"

"Ahahahaha, mirip dakocan…. hahaha—gwaah!" Eijun otomatis berhenti tertawa, sebelah pipinya dijubit dan ditarik hingga melar dan membuat wajahnya menjadi konyol.

"Cepat bilang ada apa, Eijun-kun?"

"Swakyiidd…"

Tangan Kyoko maju lagi, kini dua pipi Eijun ditarik dengan sepenuh hati. "Bilang, atau pipimu bisa melar sampai dua meter."

Eijun meringis, namun sama sekali tak melawan Kyoko. Kenyataan itu membuat kazuya ingin marah-marah dan menendang semua meja. "Hehehe, mana bisa."

"Eijun-kun!"

Mereka berdua terus berdebat dengan ancaman-ancaman menggemaskan dalam kurun waktu yang tak dapat Kazuya hitung secara pasti. Kazuya hanya terpaku di tempatnya berdiri. Menatap nyalang, dan merasakan kemarahan berpadu dengan rasa tidak berdaya di hatinya yang membuatnya merasakan sensasi aneh nan menjengkelkan mengaduk sekujur tubuhnya.

Kemarahan, rasa gelisah, resah, takut, sedih, cemas, Kazuya tidak bisa memutuskan mana yang dominan. Tapi semua perasaan itu menyerbunya dan membuat gangguan besar di kepala dan dadanya. Apa-apaan ini?

Kazuya ingin sekali marah, tapi bahkan ia tidak tahu kepada siapa ia harus marah. Kyoko? Eijun? Atau dirinya sendiri? Dan saat Eijun akhirnya menggerakkan tangannya untuk mengusap noda pensil di hidung Kyoko, Kazuya tanpa sadar sudah berlari mendekat, ia langusng menyambar tangan Eijun, mencengkramnya begitu kuat, lalu menariknya dalam sekali sentakan penuh tenaga hingga Eijun ikut berdiri, menjatuhkan kursi yang semula ia duduki.

Eijun meringis, sedangkan Kyoko menatapnya kaget, Kazuya hanya menggertakkan gigi, dari dekat gadis itu tampak jauh lebih cantik dan entah bagaimana tampak begitu serasi dengan Eijun. Cengkraman Kazuya mengerat.

"Aish, Kazuya? Sakit."

"Eh?" Kyoko mengerjap. "Anda siapa?"

Kazuya mendengus angkuh, ia maju satu langkah dan secera otomatis menyembunyikan Eijun di balik tubuhnya. Menjaga Eijun seolah Kyoko adalah singa betina yang lapar.

"Miyuki Kazuya." Sahut Kazuya lugas, tanpa mengulurkan tangan. Benar-benar cara berkenalan yang sempurna jika kau ingin mendapat tamparan seorang gadis cantik.

Kyoko megerutkan alis. "Miyuki? Siapa yaa?"

Kazuya membuang napas kasar, gigi derat atas dan bawahnya beradu dengan bunyi mengerikan. "Miyuki Kazuya, catcher SoftBank, liga bisbol Jepang."

"Aaa..," Kyoko mengangguk paham. "Untuk apa pemain bisbol di sini?" Tanya gadis itu polos. Sangat polos. Kepolosan yang membuat tangan Kazuya gatal ingin mencakar.

"Anno…" Eijun muncul dari balik bahu Kazuya, lalu tersenyum kecil pada Kyoko. "Kyoko-chan dia ini temanku."

Kazuya balas melotot pada Eijun

"Uwaaa… apa? Kenapa melotot? Seram!"

"Teman?" Kazuya mengulang kata itu dengan pahit.

"Eh?" Eijun berkedip. "Pelanggan tetap? Idola? Umm… Ah, ralat-ralat!" Eijun kembali memandang Kyoko dan tersenyum secerah matahari. "Kyoko-chan dia ini mau membantuku membuat cake agar lebih enak!"

"Ooh.. Pegawai baru?"

"WHAT?!" Pekik Kazuya, antara rasa tak percaya dan tidak terima menyatu kuat dalam suaranya.

Eijun dan Kyoko sama-sama menampilkan ekspresi kaget.

"Kazuya, kau kenapa? Dan omong-omong, bisa lepaskan tanganku? Ini sakit."

"Kau yang kenapa?"

"Eijun memiringkan kepala ke satu sisi dan menatapnya dengan kedipan lugu. "Memangnya aku kenapa?"

"Kau tadi mau menyentuh dia!" Kazuya menunjuk Kyoko.

"Iya," Eijun menyetujui. "Aku mau menghapus noda di hidungnya."

Kazuya memutar mata. "Itulah kenapa aku bila—"

"Ada noda di hidungku?!" Pekik Kyoko panik, ia lalu mengeluarkan cermin mini dari dalam tasnya, kemudian melongo. "Eijun-kun, kenapa tidak bilang?!" Gadis itu memprotes sambil mengusap hidungnya.

Eijun terkekeh geli. "Habisnya lucu."

"Nggak lucu!"

"Lucu kok."

"Kamu menyebalkan!"

"Harusnya tadi aku foto dulu."

"Eijun-kun!"

"Hm-mmm?"

"Kenapa kamu jadi menyebalkan?"

"Karena kamu jadi sangat lucu."

"Eijun-kun! Jangan—"

"Berisik!" Bentakan kazuya menghentikan perdebatan mereka berdua seketika. Eijun dan Kyoko sama-sama bungkam. "Aku sakit kepala mendengar kalian berdebat."

"Kau… sakit?" Tanya Eijun hati-hati? "Mau aku ambilkan obat?"

Siapa saja di luar sana, tolong. Kazuya benar-benar ingin meninju seseorang sekarang. Kazuya berusaha mengambil napas, menghembuskannya perlahan. Ia menatap lekat ke mata Eijun. "Jangan pernah menyentuhnya."

"Hah?"

Kazuya kemudian menoleh pada Kyoko. "Aku juga. Aku peringatkan, jangan dekat-dekat dengan Eijun."

"Apa?!"

"Tunggu, tunggu, tunggu, ada apa ini?"

"Jangan menyentuhnya, kau mengerti?" Kata kazuya lugas, matanya menatap tajam pada Eijun. "Tidak boleh. Tidak kuizinkan. Peringatan keras."

"Apa? Kenapa juga kau melarangku?"

"Karena aku tidak suka."

"Kenapa tidak suka?"

"Tidak tahu. Pokoknya tidak suka."

Eijun dan Kyoko saling bertukar pandang, bingung, lalu mengernyitkan alis dan angkat bahu dengan kompak.

"Miyuki-san, sepertinya anda sakit."

"Aku tidak sakit!"

"Kazuya, kau tidak boleh membentak perempuan."

"Aku tidak membentak!"

Kyoko dan Eijun lagi-lagi bertukar pandang, menggelengkan kepala, dan angkat bahu kompak. "Bagaimana, Kyoko-chan?" Tanya Eijun.

Kyoko mengamati Kazuya sejenak, lalu mengangguk seolah paham. "Camomille. Berikan dia teh Camomille, itu bagus untuk meredakan stress."

"Aku tidak stress!"

"SIAP!" Sahut Eijun tiba-tiba. "Ayo, Kazuya, kau butuh tiga teko teh Camomille."

Kazuya menghela napas berat. Dia terpaksa mengikuti Eijun ke dapur. Membiarkan kesalah pahaman ini berjalan selama beberapa menit tanpa peduli untuk membenarkannya.

Eijun mengambil teko khusus menanak air yang diletakkan di atas counter dapur dan mengisinya dengan air keran.

"Barusan itu tamu spesialnya?" tanya Kazuya bersandar pada meja dapur dan melipat kedua tangannya di depan dada bidangnya, menatap lurus pada punggung Eijun yang diselimuti sweater abu-abu tipis.

"Ya, dia temanku, namanya Kyoko-chan." Balas Eijun, dia mematikan kerannya dan menutup tekonya.

"Chan?"

"Kenapa?" Eijun sedikit berbalik pada Kazuya yang terasa aneh, napasnya langsung tercekat sesak seperti diremas paru-parunya melihat alis yang berkerut itu. Tajam, tegas, menusuk, menyeramkan, tapi anehnya menawan.

"Entah kenapa aku tidak suka mendengarnya." Ucap Kazuya kelewat jujur.

Tidak ada sahutan sama sekali dari Eijun. Jantungnya kembali berdegup aneh, perasaan gaib menyeruak menyesakkan, sebuah nikotin tanpa nama yang tidak bisa diungkapkan dan digambarkan bagaimana nikmatnya. Candu tanpa obat penawar.

"Kau mendengarku?" tanya Kazuya menuntut sebuah jawaban.

"De–dengar kok." Seru Eijun, dia menaruh tekonya di atas kompor. Tangannya terasa sedingin es di bawah suhu batas walau pipinya memanas bagaikan api gunung merapi. Kenapa harus di saat ini Eijun kasmaran?

Kaki Kazuya melangkah, berjalan mendekati Eijun lalu memeluk pinggung dan lehernya erat. Tangan dengan otot lengan yang tercetak jelas itu melingkar posesif tanpa makna yang tersirat jelas, "Kau terlalu dekat dengannya," bisiknya, suara beratnya seperti membisik pilu di telinga kanan Eijun. Menggetarkan gendang telinganya dan mengirim sinyal khusus pada otak dan tersalurkan ke perasaannya.

"Kami... memang dekat." suara Eijun tercekat di tenggorokan, pita suaranya diikat sesuatu yang fana, menahan Eijun untuk bicara normal. Apakah karena tangan kanan Kazuya yang melingkar di lehernya? Memberikan kehangatan semu namun menenangkan? Eijun sendiri bertanya-tanya.

"Temanmu sejak kecil?" tanya Kazuya lagi, menyandarkan dagunya pada pundak kanan Eijun. Seakan menahan korbannya untuk melakukan tindakan selanjutnya.

"Tidak juga." jawab Eijun lirih, tangannya terkulai lemas jatuh ke bawah, kontrol tubuhnya memaksanya mengikuti arus aneh ini.

Kelopak mata Kazuya terpejam, menikmati harum tubuh Eijun menghipnotis dirinya. Menenangkan perasaannya yang tadi sempat tersulut api amarah tanpa jelas alasannya, "Kalian terlihat sangat akrab."

Eijun sedikit menunduk. "Kami hanya teman..." setidaknya sampai sekarang, lanjutnya dalam hati.

"Seperti kau dan Takeuchi?"

"Ah, kalau itu..." Pupil coklat keemasan Eijun melirik jendela, dedaunan yang tersisir angin di luar sana menjadi lebih menarik dilihat, "Sepertinya bukan."

"Jadi kau ada perasaan khusus padanya?"

Eijun menggeleng tipis sebagai jawaban. Tangan kirinya terangkat meremas lengan Kazuya walau tidak begitu kuat. Namun ada sirat perasaan memproteksi di sana, "Kau kenapa penasaran?"

"Entahlah, aku sendiri juga bertanya-tanya."

Eijun mendenguskan senyum kecil, kelopak mata terpejam sejenak, membiarkan waktu berlalu, mencoba rileks menikmati posisi mereka saat ini, "Kau aneh."

"Hmm," Sebuah senyum tersungging tipis, "sudah banyak yang bilang begitu."

Seandainya digambarkan, Eijun bisa merasakan angin musim semi dengan geraian kelopak bunga matahari dan sakura menyisir alur mereka. Menerbangkan gerai rambut mereka mengikuti angin selatan, membawa kebahagiaan yang menenangkan dan kemanisan sendiri. Angin itu ingin menghancurkan pembatas tidak berguna yang tercipta tanpa diminta siapa pun. Mempersatukan sehelai benang merah yang tersemat pada masing-masing jari kelingking dua insan yang saling memeluk. Detak jantung yang berirama kontras satu sama lain, saling menompang tanpa memberatkan sebelahnya. Mereka membuat semua ini seperti mimpi singkat indah, sebuah kepalsuan perlahan menjadi kenyataan asli kehidupan mereka.

"Yoshiyuki Eijun," panggil Kazuya, suaranya serak kali ini.

"Hmm?"

Tangan besar Kazuya membekap bibir Eijun. Memintanya untuk mendongak pada Kazuya yang sudah menegakkan diri. Ketika netra emas itu terbuka perlahan, ia terlalu fous pada kelopak mata Kazuya yang terpejam di depannya sampai tidak menyadari seberapa dekat jarak mereka, bahkan ketika Kazuya senyaja menempelkan bibirnya di sisi lain tangannya. Membatasi ciuman tidak langsung mereka. Bibir mereka terpisah satu jarak. Telapak tangan Kazuya—sebuah batas jelas yang menahan Eijun untuk berteriak histeris atas tindakan Kazuya yang tidak begitu jelas apa maknanya.

Kazuya menarik diri, netra karamel itu akhirnya terbuka. "Jaga dirimu, aku telpon nanti malam." Bisiknya, menatap lurus netra emas yang masih membeliak sempurna. Tidak mengindahkan tindakannya sendiri yang mengundang keterkejutan dan syok berat. Hanya sebuah anggukan kecil sebagai jawaban. Dari tangan besar Kazuya, dia bisa rasakan sepanas apa pipi Eijun.

"Pintu di atas tidak dikunci kan? Aku mau ambil tasku." Tanya Kazuya lagi, dan Eijun menjawabnya dengan gelengen kecil tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Kazuya tersenyum. Tangan kirinya terangkat mengacak rabut ikal itu singkat. "Aku telpon sekitar jam delapan sampai jam sembilan. Jangan matikan ponselmu."

Kazuya beranjak keluar dapur setelah tersenyum kecil pada Eijun. Dia tidak mengindahkan Kyoko yang masih duduk di tempat yang sama dan hanya memperhatikannya sekilas. Kazuya pergi ke atas dan mengambil tasnya lalu berjalan ke tempat penitipan mobil dan bergegas masuk. Menaruh tasnya di kursi sebelah kemudi dan menyalakan mesin. Namun alih-alih menginjak pedal gas, ia justru meremas kemudi erat-erat dan membenturkan kepalanya ke sana.

'APA YANG BARUSAN AKU LAKUKAN?!'

Batin Kazuya baru histeris, wajahnya sampai telinganya memerah semua. Jantungnya baru berdetak tidak karuan mengingat tindakannya tadi. Sebuah ciuman tidak langsung yang dilakukan tanpa sadar. Kalau orang lain tahu, mereka pasti akan mengecap Kazuya sebagai pria kurang ajar yang melakukan tindakan asusila atau pelecehan seksual. Kebodohannya kali ini tidak tertolong sama sekali. Ia hanya bisa berharap, semoga Yoshiyuki tidak terlalu marah padanya, dan masih sudi untuk bicara setelah tindakannya tadi.

Sekarang bagaimana cara Kazuya pulang dengan selamat sementara dirinya masih teringat jelas bayang-bayang ciuman tidak langsung tadi? Pelan-pelan juga tidak mungkin, di jalan tol minimal kecepatan itu sekitar enam puluh kilometer per jam. Hanya berdiam diri di mobil malah bayangan itu akan datang dengan sendiri tanpa diundang, mungkin akan kepikiran sampai dua minggu lagi bertemu dengan Eijun. Atau akan mendadak muncul saat di tengah pertandingan home nanti.

'Aish, Sial! Bagaimana caraku terlihat normal saat menelponnya nanti?'


tbc


Doumo, Valkyrie Ai to Aiko Blue desu. Lama tak jumpa semua. Kami kembali dengan chap 6 berisi 11K. Puas kalian?

Hush, kok kesannya ngegas. Hampura, sempurane, gomen, mian, sorry, afwan. Kami tahu ini telat banget up

Aiko-san, saya ngantuk. Pat pat dong...

*kick*

Aiko-saaannn...

Dah ah, langsung aja bales review

Hai hai, mimin2 ya? Maaf ya gak bisa setiap kamis (lagi), karena kedua author jadwalnya benturan. Yang satu sibuk kuliah, dan yang satunya sibuk kerja. Tapi kami gak lupa kok sama fanfic ini. Gak lupa juga sama kalian semua. Tunggu saja perkembangan hubungan mereka. Arigatou gozaimasu sudah mendukung fanfic ini sampai sejauh ini.

Kennma, makasiih kami juga senang kalau kamu bisa menikmati alurnya. Selamat tenggelam, semoga kebawa mimpi/gak gitu

Isana, tabok aja dia sampe gantengnya ilang. Sekalian tabok pake pemukul kayu.

Kuroshironekore, tabok tabok, silakan bebas kamu mau apain tanuki. Tapi Eijun jangan dibawa pulang, dia MILIKKU! Mochi emang aslinya juga perhatian kok, leleh deh tampang preman hati hellokitty, aw

Kokonoka, etto, saya harus bilang apa ya? Aiko-san, kita selipin romansa MiKura bijimana? Kok kaya nama makanan ya kedengerannya? Sama soal battery mereka, MiSawa maksudnya, anda harus baca manganya act 2. Makasih.

Lol, boleh. Kebetulan sekarang Valky-san juga udah lumayan luwes bikin MiyuKura (uhuk! pas awal-awal dia kaku banget, uhuk!)

Oto Ichiiyan, wkwk padahal gapapa kok koreksi aja. Kami sering miss soalnya, jadi Rin-san bantu banget/hug. Nah untuk alur kecepetan, tanya Valky-san aja

Oyasuminasai

Rin-san, kita bahas ini di grup keluarga aja, oke? Hehe

Saya secara pribadi lebih suka percakapannya Eijun sama Furuya sih. Kuramochi sama Miyuki agak, gimana ya? Pawan

saya lebih suka Kazuya sama Mochi, interaksinya lebih apa yaa? Ah, mirip interaksi saya sama temen saya kali yaa? Jadi gampang aja meranin mereka, hehe

Next!

Nezukirei, sama-sama. Kalau makin gemes, jangan lupa gemesin authornya juga

Ai Haruka, ini sudah dilanjut. Makasih sudah sabar menanti

Dan saya mau mengucapkan. Selamat ulang tahun, Miyuki Kazuya. Selamat ulang tahun, Aiko Blue. Jangan bangsat bangsat ya kalian.

Aku gak bangsat :(

Hai hai, gak bangsat.

Nantikan kami di chapter selanjutnya yaa! See you! Thank you! Luv you!