Stupid Marriage

by Naya Hasan

"Pernahkah kau tidur dengan begitu nyenyak, dan... BANG! Saat kau membuka mata, tiba-tiba saja kau sudah menikah?"

Park Chanyeol X Byun Baekhyun

Kim Jongin X Do Kyungsoo

Genderswitch (GS)

.

.

.

01.Kabar Pernikahan

.

Melbourne, Victoria, Australia. 02.30 A.M GMT

Telepon terus berdering di ruangan yang berkelap-kelip itu. Tak ada satupun yang peduli. Atau sebenarnya, tak ada satupun yang mendengar. Rumah itu terlalu berisik dengan musik berdentum-dentum dan suara teriakan mabuk dimana-mana. Dalam semalam, sebuah rumah berubah menjadi klub malam. Sang pemilik, yang entah dimana keberadaannya bisa saja meraup untung jika ia memungut bayaran dari teman-temannya yang hobi hura-hura itu. Sayangnya, ia terlalu loyal.

Tapi telepon di ruang tamu itu terus berdering tak ada hentinya, membuat seorang pria berkulit gelap yang tengah berbaring mabuk di sofa dengan digelayuti dua orang gadis—oh, wanita saja, karena dapat dipastikan mereka bukan lagi gadis—dengan busana minim keterlaluan. Dengan gusar, seolah dering telepon hampir membuat kepalanya meledak, pria itu bangkit dan menyambar gagang telepon. Ia bersumpah akan mengutuk siapapun di sana yang telah mengganggunya.

"Yeoboseyo?" suara di seberang sana.

Pria itu segera ternganga. Telinganya pasti bermasalah! Shit! Sudah berapa botol yang ia tenggak, memangnya?

"Yeoboseyo? Chanyeol~ah?" sapa orang itu lagi. Sepertinya suara seorang wanita yang sudah tidak bisa dikatakan muda.

"Whut?! What the fuckin' shit are you talking about? Speak in English!"

"Hand it to me, Steve!"

Sebelum ia mengamuk lebih jauh dengan orang di ujung telepon berbahasa alien itu, seseorang sudah merebutnya. Si pemilik rumah.

"Yeoboseyo, Eomma."

Stevan, pria dengan kulit gelap dan rambut gimbal itu, dengan sedikit sisa kesadarannya, mengernyit sedikit agak heran pada pria di depannya, yang sedang menempelkan gagang telepon ke telinga. Merasa aneh dengan sahabatnya, Loey yang kali ini tumben-tumbenan menggunakan bahasa planet lain di telepon. Ah… kalau begitu, itu pastilah interkom dari keluarganya.Was it Japan? Tempat Loey berasal? Stevan lupa.

"Kau mengadakan pesta lagi di rumah, ha?!" Delapan oktaf, sembilan setengah skala richter, mungkin. Suara ibunya sangat kencang sampai Loey mengira suara itu bisa terdengar ke telinga Stevan, bersyukur pria itu tidak mengerti bahasa Korea sama sekali, atau ia akan diledek habis-habisan nantinya. Loey Park dimarahi ibunya?! Loey Park yang tampan, kaya dan populer itu ternyata anak mami?! Yang benar saja!

"Tidak, Ibu! Itu... suara tivi! Iya! Suara tivi!"

"Menurutmu Ibu akan percaya?! Aissh, anak nakal! Kuliahmu di sana sudah selesai, kan?! Cepat pulang!"

"Aissh, Eomma~" rajuk pria itu. Tidak peduli tentang siapa yang mungkin mendengar, ia tahu inilah satu-satunya cara agar bisa meluluhkan ibunya.

"Eomma, aku masih ingin—"

"CEPAT PULANG!" potong wanita itu cepat, tanpa bisa dibantah-bantah. "Sepupumu Jongin akan segera menikah! Kau harus pulang, mengerti?!"

"Tapi aku—," ada jeda sesaat. "MWO?! Jongin?! Jongin yang sudah hitam, dekil itu akan menikah?! MENIKAH?!"

Loey, pria itu, merasakan migrain di kepalanya. Kim Jongin akan menikah. Pria berkulit eksotis dengan tampang pengamen jalanan mesum itu akan menikah? Pria yang beberapa bulan lebih muda darinya, yang rasanya masih kemarin bermain petak umpet dengannya itu akan segera menikah?!

"Ya. Dia akan menikah minggu depan! Dan kau masih mau bermain-main? Berapa umurmu, Park Chan Yeol?! PULANG SEGERA ATAU TIDAK USAH PULANG SELAMANYA!"

Lalu, tut... tut... telepon ditutup begitu saja.

Loey menghela nafasnya dan terduduk lemas. Kim Jongin akan menikah? Entah kenapa ia merasa terganggu dengan ide itu.

.

'ㅅ'

.

Namsan-dong, Busan, South Korea. 07.30 KST

"Pernikahan? Di keluarga kita akan segera ada pernikahan?!"

Gadis dengan kunciran ringan di belakang kepalanya itu menatap kedua orangtuanya bergantian dengan mimik bingung yang tidak dibuat-buat, terlihat dari keningnya yang sedikit bertaut dan matanya yang membulat. Lalu perhatiannya segera beralih pada sosok laki-laki di sampingnya. Anak laki-laki berseragam SMA yang kemeja seragamnya masih melekat di badannya meski sudah tidak beraturan, menandakan ia baru saja baru pulang ke rumah meski jam sekolah sudah lama sekali berakhir.

"Sehun, kau...," ia mendekap mulutnya dengan tangan, sementara matanya membeliak."Kau menghamili pacarmu?!"

"MWORAGO?!"

Oh Sehun, anak laki-laki bertubuh tinggi, jauh lebih tinggi dari kakaknya yang cebol, berwajah tampan meski dengan kelakuan preman sehingga menjadi idola di sekolahnya itu―berkebalikan sekali dengan kakaknya yang sering ia sebut memalukan―seketika tersedak dari cola yang baru ia teguk. Ia menatap benar-benar Baekhyun, gadis yang dua tahun lahir lebih dulu darinya—namun wajah dan perilakunya sama sekali tidak menunjukkan figur seorang kakak—dan tidak menemukan bahwa gadis konyol itu sedang bercanda. Baekhyun masih menunggu dengan sangat serius kata-kata 'ya' atau 'tidak' dari mulutnya. Astaga, bodoh sekali.

"Nuna, dengar baik-baik. Yang akan menikah itu bukan aku, tapi KAU." Sehun mengucapkan kalimatnya penuh penekanan. Ia mengacak rambutnya kemudian, setelah tidak berhasil menyembunyikan nada kesal dalam suaranya.

Dan catatan, jika Sehun sudah berbicara sekesal itu, artinya itu memang hal-hal yang sanggup membuat orang lain bunuh diri karena sebal. Bagaimanapun ia ingin sekali menyalahkan kedua orangtuanya yang membuat keputusan sangat tidak tepat ini untuk menikahkan segera kakaknya yang bahkan belum dewasa ini.

"Apa? A-AKU?!"

Gadis itu mengerjap lambat.

.

'ㅅ'

.

Nongdam-dong, Seoul, South Korea. 17.00 KST

Kim Jongin, pria yang belakangan menjadi bahan perbincangan populer para gadis Nongdam High School, hanya memberikan senyumnya yang memang meluluhkan sekumpulan siswi yang barusan menyapanya. Tidak lama-lama, karena Jongin tetap saja tidak akan rela kehilangan satu objek yang menjadi satu-satunya alasan ia bolos dari kantor dan membuang harga diri hanya untuk berkeliaran di sekitar bocah-bocah sekolah genit seperti sekarang. Hanya ada satu gadis yang ingin ia lihat. Gadis yang ia ingin gandeng tangannya menuju altar suatu saat nanti.

Di antara sekian banyak wanita dengan kelembutan, cantik dan keibuan, sialnya pilihannya justru jatuh pada gadis itu. Seorang gadis dengan mata bulat seperti burung hantu (yang bagi Jongin, menakjubkan) dan kulit putih merona yang sedang menendang-nendang kerikil dengan wajah ditekuk kesal di seberang sana. Ia tampak menggerutu entah apa, lalu memutuskan untuk duduk di sebuah bangku kayu sebentar, menyibak rambutnya yang kurang mendapat perhatian ke belakang, karena angin yang bertiup terus mencari masalah dengannya.

Mendengus beberapa kali, gadis itu melahap es krim terakhirnya sekaligus menyumpalkan cone es krim itu sebisanya. Dengan mulut penuh itu, ia menjadi berhenti mengomel. Sambil mengunyah, tidak peduli bahwa ia benar-benar tidak terlihat seperti seorang wanita normal dengan cara makannya, gadis itu menaikkan satu kakinya ke atas bangku, cara yang lebih mudah agar ia bisa menjangkau dan mengikat tali sepatu ketsnya. Well, itu memang pekerjaan mudah, tapi tetap saja gadis itu merasa terlalu malas melakukannya, dan kalau saja ia tidak dua kali—nyaris tiga kali—tersandung akibat sepatu sialan itu, ia akan membiarkannya saja begitu.

Jongin bersiap berjalan menghampiri gadis itu, tidak peduli dengan penolakan keras yang sudah-sudah. Ia sudah memantapkan hati sejak pertama melihatnya, untuk memiliki gadis itu bagaimanapun caranya. Lagipula, ia sudah mengatakan berulang kali pada anak itu bahwa ia akan terus merecoki hidupnya sampai ia mau menerima Jongin. Hari ini Jongin bahkan membawakan sekuntum bunga mawar segar seperti biasanya, yang biasanya juga akan berakhir di tempat pembuangan sampah.

Jongin merapikan sedang kemejanya saat seorang anak laki-laki berbadan besar tidak sengaja menubruknya, membuat ia kehilangan fokusnya.

"Maaf, Paman!"

Anak itu berlari cepat-cepat, membuat Jongin hanya bisa mengumpat kesal sebentar sebelum kembali tersadar untuk melihat gadis itu, dan menemukan ia sudah menghilang.

"Argh, sial!"

Pria itu meringis ketika merasakan benturan kecil yang mengakibatkan sakit berdenyut di belakang kepalanya. Sebuah batu kerikil sebesar ibu jari segera ketahuan sebagai barang bukti. Dan ketika ia membalik tubuh untuk menoleh siapa pelakunya, ia bahkan sudah bisa menebak bahwa gadis itu adalah gadis yang sama dengan yang dicarinya.

Do Kyungsoo menyeringai penuh kemenangan pada Jongin.

"Ajussi! Aku bisa melemparimu dengan granat jika kau tidak berhenti menghampiriku ke sekolah seperti seorang Ajussi maniak!" ucapnya dengan suara bulat dan menggelegar. Tidak sebanding dengan ukuran badannya yang muat dimasukkan dalam kantung.

"YAK!"

Jongin, seperti selalu, tidak terima akan panggilan kesayangan 'Ajussi' itu. Ia menghampiri Kyungsoo cepat sambil sesekali meringis spontan, merasakan denyut di belakang kepalanya. Gadis itu benar-benar berpotensi memperpendek umurnya!

Kyungsoo berjengit agar tubuhnya terangkat sedikit dan tidak terlihat terlalu pendek. Ia benci menjadi pendek. Ia benci punya pipi seperti bakpao dan mata bulat. Ia benci dikata-katai imut oleh semua orang.

"Apa? Mau apa?" tatapnya dengan mata disipitkan menantang dan lidah dijulurkan.

Kali ini Kyungsoo yakin ada yang berbeda dari pria itu. Ia tidak menjitak kepala Kyungsoo atau mengomel panjang pendek soal panggilan Ajussi. Pria itu hanya diam dan menatapnya serius, seperti itu kesempatan terakhir untuk bebas mengeksplorasi mata burung hantu berwarna cokelat gelap milik gadis itu.

"Ikut aku."

Tanpa menunggu penolakan berikutnya, Jongin sudah menyeret pergelangan Kyungsoo, bertahan meski semenit berikutnya kesadaran gadis itu kembali. Ia menendang-nendang kaki Jongin kuat-kuat, minta dilepaskan.

Kyungsoo, rambut hitam legamnya tampak berkilau oleh pantulan sinar matahari yang menembus perserikatan tumpang-tindih daun-daun Ek di atas mereka. Gadis itu mau berdamai hanya dengan sogokan satu buah es krim vanilla, terlalu mudah. Tapi yah, kemudian ia tampak tak peduli lagi, hanya terkonsentrasi memakan es krimnya, tidak sadar bahwa es krim di tangan Jongin sudah benar-benar leleh karena pria itu sibuk menampaki dirinya.

"Sunshine," panggilnya dengan salah satu nama kesayangannya untuk gadis itu, yang biasanya selalu membuat gadis itu mual dan frustasi..

Kyungsoo baru akan sekali lagi mempergakan gaya muntah karena alergi mendengar kata 'sunshine' yang diucapkan sepenuh hati itu, namun urung. Ia melihat wajah Jongin begitu serius dan sendu. Ia tidak habis pikir alasannya.

"Aku akan menikah," sambung pria itu tiba-tiba.

Kyungsoo berhenti menyuap es krimnya saat itu juga karena sedakan hebat serasa menghabisi kerongkongannya. Ia merogoh tasnya cepat, bersyukur karena ibunya tidak pernah lupa menyelipkan air mineral di tasnya sehingga ia tidak perlu mati tersedak. Ia minum dengan cepat sebelum coba menatap Jongin dengan benar.

"Dijodohkan," jelas Jongin.

Kekagetan Kyungsoo membuatnya sedikit berharap. Tapi gadis itu kemudian hanya membuang muka dan kembali sibuk dengan es krimnya, setidaknya mencoba begitu. "Yasudah, menikah saja. Kau memang sudah tua. Apa hubungannya denganku?"

.

To Be Continued

.

Hai~ *lambai-lambai ala Miss Universe*

Setelah kemaren nangis-nangis oleh Paper Hearts (bagi yang baca), sekarang aku bawa yang manis-manis sepat nih. Ini hanya remake dari novel saya yang gagal terbit hahaha, kasian. Jadi, nikmati saja bacaan gratis ini. Mumpung gratis. Dan jangan khawatir, novelnya udah lama kelar, paling nanti diedit dikit-dikit. Gak bakal digantung kaliannya. Soal FF yang masih on-going, sabar dan berdoa aja ya wkwk.

Bagi yang suka cerita nikah-nikahan, terus bucin-bucinan, jangan lupa subscribe, ya! Reviewnya ditunggu, udah baca gratis masa masih pelit sama review? :c. Juga, share ya ke sesama CBHS kalo suka ^^

PS: Kalo reviewnya banyak aku up-nya cepet!